LAPORAN PENDAHULUAN NIFAS Abortus Inkomplit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS INKOMPLIT



DISUSUN OLEH: NIKEN DEWI RAMADANI P27220019170



PRODI SARJANAN TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKKES KEMENKES SURAKARTA TAHUN 2021



BAB I KONSEP TEORI A. Pengertian Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu). Pada kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan dengan berat badan janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2018). Abortus inkomplit adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih adanya sisa yang tertinggal dalam uterus. Abortus inkomplit merupakan kondisi dimana sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana perdarahannya masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus (Sujiyatini dkk, 2011). B. Manifestasi Klinis Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkan sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberi gejala diantaranya (Sujiyatini dkk, 2011) : 1. Amenore 2. Perdarahan dalam jumlah sedikit ataubanyak, biasanya terdapat darah beku 3. Sakit perut dan mulas-mulas, sudah keluar jaringan atau bagian janin 4. Servik terbuka, palpasi tersisa jaringan dalamkantung servikalis atau kavum uteri. C. Etiologi Dalam Manuaba (2011) faktor utama yang menyebabkan abortus inkomplit adalah perkembangan janin yang tidak normal akibat kelainan atau masalah genetik, terutama yang terjadi pada trimester pertama kehamilan. Namun, jika abortus inkomplit terjadi pada trimester kedua atau di antara minggu ke-13–20 masa kehamilan, penyebabnya biasanya berhubungan dengan



riwayat kesehatan ibu hamil. Adapun faktor lain yang menyebabkan terjadinya abortus inkomplet, diantaranya: 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, dimana dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawaan yang mengakibatkan hasil konsepsi dikeluarkan. 2. Faktor lingkungan endometrium, dimana endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi. 3. Gangguan pada rahim, seperti miom, leher rahim yang lemah, atau kelainan bentuk rahim 4. Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu. Efek samping obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid, misoprostol, methotrexate, dan retinoid. 5. Kelainan pada plasenta sehingga plasenta tidak dapat berfungsi 6. Penyakit ibu contohnya penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, lupus, penyakit tiroid, atau penyakit ginjal. Penyakit infeksi, seperti rubella, toxoplasmosis, klamidia, atau cytomegalovirus (CMV) 7. Selain itu, pola hidup buruk yang ibu hamil lakukan juga berisiko memicu keguguran. Di antaranya adalah merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan menyalahgunakan NAPZA. D. Patofisiologis Pada awal abortus, terjadi pendarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosi jaringan sekitarnya.Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus.Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua secara mendalam (Yeyen, 2017). Pada kehamilan antara 8 dan 14 minggu, vili korinalis menembus desidua lebih dalam dan umumnya plasenta tidak dilepaskan dengan sempurna sehingga dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu



kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila janin yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat akan dilapisi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi dimana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama. (Prawirohardjo dalam Ulfah, 2017). E. Pathway



F. Pemeriksaan penunjang a. USG USG umumnya dianjurkan dilakukan untuk melihat ada tidaknya kantung gestasi, untuk mengetahui apakah embrio masih berkembang, dan untuk mendeteksi detak jantung janin (Prine, 2011). b. Plano Pregnancy Test Plano pregnancy test yang diperiksa melalui urin akan menunjukkan hasil positif pada 2 minggu pasca terbentuknya konsepsi janin. Pada abortus, plano pregnancy test umumnya masih positif sampai 7-10 hari pasca abortus namun berangsur-angsur akan menjadi negative (Prine, 2011). c. Pemeriksaan Laboratorium Darah Jika terjadi perdarahan hebat pada abortus, akan ditemukan penurunan hemoglobin (Hb) dan hematokrit, serta terjadi peningkatan leukosit jika terjadi infeksi (Prine, 2011). G. Penatalaksanaan Prinsip penanganan abortus inkomplit adalah memastikan rahim bersih dari jaringan janin yang masih tersisa di dalam. Tujuannya adalah untuk menghindari komplikasi berat, seperti perdarahan hebat dan infeksi. Ada 3 metode penanganan abortus inkomplit yang dapat disarankan (Alvin,2015) yaitu: 1. Menunggu sisa janin keluar secara alami Sisa janin dapat keluar secara alami dari rahim dalam waktu 1–2 minggu. Namun, perdarahan bisa saja sangat banyak dan tidak kunjung berhenti. 2. Menggunakan obat Tingkat keberhasilan cara ini cukup tinggi, yaitu hingga 80–99%, terutama pada kehamilan yang masih di trimester pertama. Efek samping yang mungkin dirasakan oleh pasien adalah mulas, mual, muntah, atau diare. 3. Menjalani kuret Dilatasi dan kuretase, atau yang lebih sering disebut kuret, merupakan metode penanganan abortus inklomplit yang paling aman dan efektif. Pada prosedur ini, leher rahim dilebarkan dan sisa jaringan yang ada di dalam rahim diangkat.



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.



Pengkajian 1. Identitas : Pasien dan Penanggung jawab 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien b. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan sampai saat pasien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. c. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya riwayat pembedahan yang pernah di alami pasien, riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien. a. Riwayat kesehatan Keluarga Kaji adanya penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga b. Riwayat Haid Kaji Menarche , siklus haid, hari pertama haid terakhir, jumlah dan warna darah keluar, lamanya haid, nyeri atau tidak. c. Riwayat Kehamilan Berapa kali melakukan ANC (Ante Natal Care), selama kehamilan d. Riwayat KB : Kaji riwayat penggunaan alat kontrasepsi sebelumnya. 3. Pola Kebutuhan Dasar a. Pola persepsi Persepsi klien mengenai penyakitnya b. Pola nutrisi Perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot, kelembaban/turgor kulit, adanya edema, anoreksia, mual/muntah hingga intoleransi makanan. c. Pola eliminasi Perubahan pada pola defekasi dan eliminasi urin



d. Pola aktivitas dan Latihan Aktivitas akan terganggu karena kondisi keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan dan tingkat stress tinggi. e. Pola Tidur Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam. f. Pola peran dan hubungan Masalah keluarga berkenaan dengan masalah di rumah sakit. g. Pola seksual Masalah seksualitas berdasarkan penyakit h. Pola toleransi dan Koping i. Pola kepercayaan J. Pola kognitif dan persepsi 4. Pengkajian Fisik a. Pemeriksaan Umum 1) Keadaan Umum 2) Kesadaran 3) TTV b. Pemeriksaan Head to toe Kepala



: Bentuk kepala,ada tidaknya lesi atau



benjolan Mata : Bentuk simetris atau tidak,Konjungtiva anemis/tidak, fungsi penglihatan, Hidung



: Kesimetrisan, adanya polip atau tidak, fungsi penciuman, ada tidaknya lesi



Mulut



: Fungsi Pengecapan, Mukosa bibir, Kebersihan gigi dan mulut ada lesi atau tidak



Telinga



: Ada tidaknya serumen atau lesi, fungsi



pendengaran Leher



: Ada tidaknya pembesaran kelenjar



thyroid Paru



: Inspeksi



: Simetris,ada tidaknya lesi



Palpasi



: persamaan getaran paru



Perkusi



: Bunyi paru : sonor,hipersonor,dll



Auskultasi : vesikuler, tidak ada tambahan bunyi nafas Jantung



: Inspeksi Palpasi



: Ictus cordis tidak tampak pada ics ke V : Ictus cordis teraba pada ics ke V



midclavikula



sinistra Perkusi



: Bunyi pekak



Auskultasi : S1 S2 reguler Payudara : Inspeksi Palpasi



: Kesimetrisan, putting, ada tidaknya benjolan. : Ada tidaknya nyeri



tekan Abdomen : Inspeksi



: Tidak ada



lesi,simetris Palpasi



: Tidak ada nyeri



tekan Perkusi Auskultasi



: Tympani



: Mengetahui suara bising usus



Genetalia : Kaji kebersihan, perdarahan, ada tidaknya bekuan darah Ekstermitas: Atas : ada tidaknya edema dan kekuatan otot Bawah : ada tidaknya edema dan kekuatan otot B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d. proses inflamasi (D.0077) 2. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan (D.0056) 3. Ansietas b.d. krisis situasional (D.0080) 4. Resiko infeksi b.d efek prosedur invansif (kuretase) (D.0142) 5. Risiko syok b.d kekurangan volume cairan (D.0039) C. Intervensi Keperawatan No. Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Dx 1



Nyeri akut b.d



Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)



agen pencedera



keperawatan selama 2x24



fisiologi



jam diharapkan nyeri akut 1. Indentifikasi lokasi, karakteristik,



Observasi



(D.0077)



dapat



teratasi



dengan



kriteria hasil (L.08066) :



durasi,



frekuensi,



kualitas,



intensitas nyeri



nyeri 2. Identifikasi skala nyeri



a. Keluhan



3. Monitor efek samping penggunaan



menurun b. Meringis menurun



analgetik



c. Gelisah menurun



Terapeutik



d. Frekuensi



nasi 4. Kontrol



membaik



lingkungan



yang



memperberat rasa nyeri (mis. Suhu



e. Pola napas membaik



ruangan, pencahayaan, kebisingan) 5. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. terapi musik, terapi pijat, aroma terapi,kompres hangat/dingin) Kolaborasi 7.



2



Intoleransi aktivitas



pemberian analgetik, jika perlu



Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178) b.d. keperawatan selama 2x24 Observasi



kelemahan



jam diharapkan masalah 1. Kaji adanya gangguan fungsi



(D.0056)



intoleransi aktivitas dapat teratasi



dengan



kriteria 2. Monitor kelelahan fisik 3. Monitor ttv



hasil (L.05047):



4. Monitor



1. TTV normal 2. Saturasi



tubuh



oksigen



normal



nutrisi



dan



sumber



energi Terapeutik



3. Kekuatan ekstermitas 5. Monitor pola jam tidur atas



dan



bawah 6. Berikan lingkungan yang nyaman



meningkat 4. Kelemahan menurun



7. Bantu



klien



mengidentifikasi



aktivitas yang dapat dilakukan Edukasi



8. Anjurkan tirah baring Kolaborasi 9. Kolaborasi tentang



dengan cara



ahli



gizi



meningkatkan



asupan cairan 3



Ansietas



b.d. Tingkat Ansietas Setelah Reduksi Anxietas (I.09314)



krisis situasional dilakukan (D.0080)



tindakan Observasi



keperawatan



2x24



diharapkan



jam 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu,



gangguan



stressor)



ansietas menurun dengan kriteria hasil (L.09093): a. Verbalisasi akibat



dan non verbal)



Khawatir



yang Terapeutik



kondisi



dihadapi menurun b. Perilaku



3.



gelisah



menghilang dalam



Ciptakan



suasana



untuk



terapeutik



menumbuhkan



kepercayaan



c. Pola tidur membaik d. TTV



2. Monitor tanda ansietas (verbal



4. Pahami situasi yang membuat



batas



normal



ansietas Edukasi



e. Frekuensi nadi dalam 5. Latih kegiatan pengalihan, untuk batas normal



mengurangi ketegangan 6. Latih teknik relaksasi Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu



4



Resiko infeksi



Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)



b.d efek



Keperawatan 2 x 24 jam Observasi



prosedur



Diharapkan



invansif



tanda tanda infeksi dengan 2.Monitor



(kuretase)



Kriteria Hasil L.14137:



tidak



ada 1. Monitor tanda dan gejala infeksi keadaan



(warna,jumlah dan bau)



lokia



(D.0142)



a. Nyeri menurun



Terapeutik



b. Kemerahan menurun



3. Cuci tangan sebelum dan sesudah



c. Bengkak menurun



kontak



d. Nafsu



dengan



pasien



dan



makan lingkungan pasien



meningkat



Edukasi 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Anjurkan meningkatkan nutrisi dan cairan Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian antibiotik



5



Risiko syok b.d



Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok (I.02068)



kekurangan



selama



volume cairan



diharapkan



(D.0039)



pasien



dapat



dengan



kriteria



2x24



jam Observasi



risiko



syok 1. Monitor status oksigenasi dan teratasi



cairan



hasil 2. Monitor tingkat kesadaran



(L.03032) :



Terapeutik



e. Saturasi



oksigen 3. Berikan



mempertahankan



meningkat f. Tingkat



kesadaran



membaik h. Frekuensi membaik



darah



untuk saturasi



oksigen >94% 4. Lakukan



meningkat g. Tekanan



oksigen



skin



test



untuk



mencegah alergi Edukasi



nafas 5. Jelaskan tanda dan gejala awal syok 6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu



e.



Implementasi Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intrevensi.



f.



Evaluasi S : Subjektif Data berdasarkan keluhan yang disampaiakan pasien. O : Objektif Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi langsung kepada pasien. A : Analisa Masalah keperawatan/diagnosa yang masih terjadi atau baru saja terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif. P : Planing Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan keperawatan.



DAFTAR PUSTAKA Alvin,K. A. et al. (2015). Comparison of Treatment of Incomplete Abortion with Misoprostol by Physicians and Midwives at District Level in Uganda: A Randomised Manuaba, I. A. Sri Kusuma Dewi Suryasaputra dkk. (2011). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Bidan. Jakarta; EGC Prine LW, Macnaughton H. Office Management of Early Pregnancy Loss. Am Fam Phys, 2011. 84(1): 75-82 Prawirohardjo. (2014). Ilmu Kebidanan dalam Asuhan Kompleks



Maternal&



Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo Sujiyatini, dkk. (2011). Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Yogyakarta: Rohima Press Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Ulfah, Siti Auliya. (2017). Asuhan Keperawatan Abortus Inkomplit Ruang Kamar Bersalin Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen Yeyen G. (2017). Jurnal Abortus Inkomplit dan Faktor yang Berhubungan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. STIKES Hang Tuah Pekanbaru .