Abortus Inkomplit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PENDARAHAN AWAL KEHAMILAN (ABORTUS INKOMPLIT)



OLEH: KELOMPOK III 1.



MELIAN ERYANTI



2.



REZMA RAHAYU ARYANTI



YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN MATARAM 2018



KATA PENGANTAR 1



Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW. Makalah dengan juduI” ini kami susun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah MATERNITAS II yang diberikan oleh Ibu, Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu selaku dosen mata, terimakasih kepada anggota kelompok 3, serta pihakpihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon saran dan kritiknya. Terimaksih



Mataram, 11 Maret 2019 Penulis



2



DAFTAR ISI Cover Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Tujuan BAB II PEMBAHASAN 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10



Pengertian abortus inkomplit Penyebab terjadinya abortus inkomplit Resiko kejadian Angka kejadian abortus inkomplit di Indonesia dan NTB Anatomi abortus inkomplit Patofisiologi abortus inkomplit Tanda dan gejala dari abortus inkomplit Penatalaksanaan untuk abortus inkomplit Cara pencegahan untuk abortus incomplit Asuhan keperawatan dari abortus inkomplit



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 3



Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 5 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 5 gram atau kurang dari 2 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 2 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik "erdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis, abortus servikalis, abortus in&eksiosus, dan abortus septik. Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 2 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Reproduksi manusia relati& tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, namun angka kejadian abortus sangat tergantung kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud denagn pengertian dari abortus inkomplit ? 2. Apa penyebab terjadinya abortus inkomplit ? 3. Resiko kejadian 4. Berapa angka kejadian abortus inkomplit di Indonesia dan NTB ? 5. Apa saja anatomi dari abortus inkomplit ? 6. Bagaimana patofisiologi dari abortus inkomplit ? 7. Apa saja tanda dan gejala dari abortus inkomplit ? 8. Bagaimana penatalaksanaan untuk abortus inkomplit ? 9. Bagaimana cara pencegahan untuk abortus incomplit ? 10. Bagaimana asuhan keperawatan dari abortus inkomplit ? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari abortus inkomplit 2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus inkomplit 4



3. 4.



Untuk mengetahui Resiko kejadian Untuk mengetahui angka kejadian abortus inkomplit di Indonesia dan



NTB 5. Untuk mengetahui anatomi dari abortus inkomplit 6. Untuk mengetahui patofisiologi dari abortus inkomplit 7. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari abortus inkomplit 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk abortus inkomplit 9. Untuk mengetahui cara pencegahan untuk abortus incomplit 10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari abortus inkomplit



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kueang dari 500 gram, sebelum janin mapu hidup di luar kandungan (Nugroho,2010). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, sedangkan abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Muanuaba, 2008). Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, et al., 2014). 5



Gambar 1.1 ( abortus inkomplit) 2.2 Etiologi Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa factor sebagai berikut (Nanny: 2011) 1. Umur Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Inseden abortus dengan trisonomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Resiko ibu mengalami aneuploidy yaitu diatas 35 tahun karena 2.



kelainan kromosom akan meningkat diatas 35 tahun Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepso dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi seperti: a. Factor kromosom, gangguan terjadi sejak semula pertemuan b. c.



kromosom, termaksud kromosom seks Factor lingkungan endometrium Endometrium yang belum siap utnuk menerima implantasi hasil



3.



konsepsi d. Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek Pengaruh luar a. Injeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi b. Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi yang menyebabkan



4.



pertumbuhan hasil konsepsi terganggu Kelainan pada plasenta a. Injeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi 6



b. Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya pda penderita DM c. Hipertensi menyebabkan gangguan pereda darah plasenta sehingga 5.



menimbulkan keguguran Penyakit ibu Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit DM. Kelainan yang tedapat dalam Rahim. Rahim merupakan tempat tumbuh kembanganya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks, robekan



6.



serviks postpartum (Manuaba, 2010) Riwayat abortus Riwayat abostus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadian ini sekitar 3-5% jumlah kejadian abortus. Data menunjukan bahwa 1 kali abortus pasangan akan beresiko



7.



mengalami abortus sebesar 15% (soeparda, 2010) Factor anatomi Factor anatomi dapat memicu terjadinya abortus pada 10-15% kejadian yang ditemukan. Kejadian abortus dapata disebabkan oleh beberapa factor, salah satunya adalah sebagai berikut: a. Lesi anatomi kongenital yaitu kelainan duktus mullerian (uterus bersepta) kelainan pada duktus ini biasanya terjadi abortus pada kehamilan trimester kedua b. Kelainan kongenital arteri uterine yang membahayakan aliran darah endometrium c. Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterine (synechia),



8.



leimioma dan endometrium Factor injeksi Infeksi termaksud yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterine sering berhubungan



9.



dengan abortus Obat-obatan rekreasional dan toksin lingkungan 7



Penggunaan



obat-obatan



rekreasional



tertentu



yang



dianggap



teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alcohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan terjadinya abortus 2.3 Resiko Kejadian A. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. B. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus pada posisi hiperetrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadi perforasi, laparatomi harus segera di lakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan alat-alat lain. C. Infeksi Infeksi dalam uterus dan sekitarnya dapat terjadi disetiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomplit dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. D. Syok Syok pada abortus biasa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat. E. Kematian Abortus berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut sering kali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60%-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dari seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahn postpartum. Sekitar 15-20% kematian disebabkan oleh perdarahan (Irianti, 2014:77-78). 2.4 Angka Kejadian Di Indonesia dan NTB 8



Berdasarkan Deples RI (2010) penyebab langsung kematian ibu diindonesia adalah abortus inkomplit. Abortus inkomplit merupakan salah satu penyebab pendarahan yang dominan. Kejadian pendarahan sebesar 28%, eklampsia (24%), infeksi (11%) dan komplikasi peurpurium sebesar 8%, dan kejadian abortus sebesar 5% nemempati urutan ke-5. Diindonesia kasus abortus terjadi 2,3 juta pertahun, sementara itu angka kematian ibu yang disebabkan abortus lebih didomisili oleh abortus inkomplit, ini disebabkan karena abortus inkomplit dapat mengakibatkan pemdarahan dan bila tidak ditangani akan terjadi pendarahan yang hebat dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian pada ibu (Manuaba,2010). 2.5 Anatomi 1. Uterus Suatu organ muskular yang berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implantasi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari korpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri. Uterus merupakan organ muskular tempat berkembangnya fetus dan mendapatkan nutrisi sampai pada akhirnya lahir. Uterus berbentuk seperti buah pir terbalik yang berkedudukan di pelvis, dengan ovarium dan tuba uterina dikedua sisinya, meluas ke bawah kedalam vagina. Uterus berfungsi sebagai jalur untuk sperma mencapai tuba uterina agar bertemu dengan ovum. Apabila tidak terjadi implantasi, uterus akan mengalami proses mentruasi.



9



Uterus terletak diantara vesica urinaria dan rectum, berbentuk seperti buah pir terbalik. Uterus pada wanita yang belum pernah hamil biasanya berukuran sekitar 7,5 cm (panjang), 5 cm (lebar), dan 2,5 cm (tebal). Uterus terdiri dari fundus uteri, corpus uteri dan serviks uteri. Biasanya uterus berada dalam posisi antefleksi



Gambar 2. Uterus potongan frontal dilihat dari anterior. Uterus mendapatkan pendarahan dari arteri uter ina yang merupakan cabang



dari



arteri



iliaka



interna.



Arteri



uterina



kemudian



mempercabangkan arteri arkuata di ligamentum latum yang akan melingkari miometrium. Arteri ini kemudian akan membentuk arteri radialis yang akan menembus kedalam miometrium. Tepat sebelum masuk ke endometrium, cabang tersebut membagi diri menjadi 2 jenis arteri yaitu arteri lurus (arteri recta) dan arteri spiralis. Arteri lurus akan mensuplai 10



darah ke lapisan basal endometrium, sedangkan arteri spiralis akan mensuplai darah ke stratum fungsional endometrium dan akan luruh ketika siklus menstruasi karena peka terhadap perubahan hormon. Darah akan meninggalkan uterus melewati vena iliaka internal. Pasokan darah untuk uterus sangat penting untuk pertumbuhan kembali stratum fungsional endometrium setelah menstruasi, implatasi dan perkembangan plasenta. Secara histologis, uterus terdiri dari 3 lapisan jaringan yaitu perimetrium, miometrium dan endometrium. a. Perimetrium Perimetrium merupakan lapisan luar uterus atau serosa merupakan bagian dari perimetrium visceral yang tersusun atas epitel skuamus simpleks dan jaringan ikat areolar. b. Miometrium Lapisan tengah uterus atau miometrium terdiri dari 3 lapisan serat otot polos yang tebal didaerah fundus dan menipis didaerah serviks, dipisahkan oleh untaian tipis jaringan ikat interstitial dengan banyak pembuluh darah. Selama proses persalinan dan melahirkan, akan terjadi sebuah koordinasi kontraksi otot miometrium dalam merespon hormon oksitoksin yang berasal dari hipofisis posterior yang berfungsi membantu mengeluarkan janin dari uterus. c. Endometrium Lapisan dalam uterus atau endometrium merupakan lapisan yang kaya akan pembuluh darah memiliki 3 komponen, yaitu epitel kolumner simpleks bersilia dan bergoblet, kelenjar uterina yang merupakan invaginasi dari epitel luminal yang kemudian meluas hampir ke miometrium, dan stroma endometrium. Endometrium terbagi menjadi 2 lapisan yaitu, stratum fungsional dan stratum basal. Stratum fungsional merupakan lapisan melapisi rongga uterus dan luruh ketika menstruasi. Sedangkan stratum basalis merupakan lapisan 11



permanen yang fungsinya akan membentuk sebuah lapisan fungsional yang baru setelah mentruasi. 2.



Serviks uteri Bagian



terbawah



uterus,



terdiri



dari



pars



vaginalis



(berbatasan/menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri exsternum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri



internum



(dalam,



arah



cavum).



Sebelum



melahirkan



(nullipara/primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musim) dan larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan vikositas lendir 3.



serviks dipengaruhi siklus haid. Corpus uteri Terdiri dari paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada ligamentum



latum



uteri



di



intraabdomen,



tengah



lapisan



muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalama arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akinat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks 4.



uterus bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita. Ligamenta penyangga uterus Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum crdinale,



ligamentum



ovari,



lihgsmentum 12



sacrouterina



propium,



ligamentum infudibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina. 2.6 Patofisiologi Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam



uterus.



Keadaan



ini



menyebabkan



uterus



berkontraksi



untuk



mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desisua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudan plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amjion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan karion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikelurkan dpat terjadi proses mumifikasi dimana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Alam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus) Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut 13



membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama (Prawirohardjo, 2010)



14



Pendarahan dalam desi dua basalis



Pathway Pendarahan nekrosis Umur, kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, pengaruh luar, kelainan pada plasenta, penyakit ibu, riwayat abortus, factor anatomi, factor injeksi, obatobatan rekreasional dan toksin lilngkungan



Hasil konsespsi terlepas dari uterus



Uterus berkontaksi



Hasil konsepsi keluar Abortus inkomplit kuretase



Post anastesi



Jaringan terputus



Masuknya alat



Jaringan terbuka



tindakan kuretase Penurunan saraf oblongata



Merangsang area sensori motorik



Invasi bakteri



Penurunan peristaltic



Nyeri akut



Peningkatan



usus



Ketidakseimbangan Pendarahan cairan dan elektrolit Hipovolemi



Pathways abortus inkomplit, (Prawiroharjo, 2010) leukosit



Keterbatasan



2.7cairan Tanda dan Gejala Penyakit Penyerapan Resiko infeksi aktivitas a. Nyeri hebat dikolon b. Perdarahan mendadak Hipertermi c. Perdarahan banyak Hambatan mobilitas d. Disertai infeksi dengan suhu tinggi Gangguan eliminasi: e. Sudah terjadi abortus fisik dengan mengeluarkan jaringan tetapi sebagian masih konstipasi



berada di dalam uterus f. Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma) g. Pemeriksaan dalam: 1. Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa 2. Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalamPembesaran uterus sesuai usia kehamilan 15



h. Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan tidak dapat dipertahankan. 2.8 Penatalaksanaan A. Penanganan Abortus Inkomplit 1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital. 2. Pengawasan pernafasan (jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanay takipnea, sianosis) bebaskan saluran nafas dari sumbatan kemudian berikan bantua oksigen. 3. Berikan cairan infus (D5% dan atau NaCl 0,9%). 4. Lakukan pemeriksaan laboratorium 5. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali permenit). 6. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan 16 mingguan a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis atau RL) dengan kecepakatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi konsepsi. b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 80 mg). c. Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus d. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. B. Terapi Abortus dengan Kuratase Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat kuratase (sendok/kerokan). Sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus (Manuamba, 2010). 1. Persiapan sebelum kuratase 16



a. Persiapan penderita b. Lakukanlah pemeriksaan dalam; tekanan darah, nadi, keadaan jantung, paru-paru c. Pasang infus d. Persiapan alat-alat kuratase: Alat-alat kuratase hendaknya telah tersedia dalam hak alat dalam keadaan aseptik. e. Penderita ditidurkan dalam posisi lisotomi f. Persiapan untuk anstesi regional. 2. Teknik kuratase a. Persiapan pasien b. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, jantung dan paru-paru. c. Pasang infus d. Tentukan letak rahim yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam alat-alat yang umumnya dipakai biasanya terbuat dari alat-alat metal. Alat yang akan dimasukkan harus disesuaikan dengan letak rahim sehingga tidak terjadi salah arah. e. Penduga rahim (sandage), masukanlah penduga rahim sesuai dengan f.



letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim. Kuratase, pakailah sendok kuratase yang agak besar. Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah dibagian tengah.pakailah sendok kuratase yang



tajam karena pada dinding rahim dalam. g. Cunan abortus, pada abortus inkomplit dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lain. Dengan demikian sendok kuratase dapat dipakai untuk membersihkan sisa-sisa yang ketinggalan saja. 3. Perawatan pada tindakan kuratase a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakuakan tindakan dan beri instruksi apabila terjadi kelainan dan komplikasi. b. Catat kondisi dan buat laporan tindakan. c. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien. d. Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan tetapi pasien masih memerlukan perlakuan. 17



e. Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperluakn, lama perawatan dan kondisi yang diharapkan. f. Kaji dan kontrol nyeri post tindakan invasif. 2.9 Pencegahan Pencegahan pada kasus abortus sesuai dengan penyebab atau faktor risiko pada ibu hamil tersebut. Penyebab dari abortus dapat diidentifikasi sebesar 5060% (Jeve dan Davies, 2014). Pada kasus abnormalitas kromosom atau defek pada uterus, dapat dilakukan prenatal genetic testing. Jika penyebabnya adalah infeksi, maka terapi sesuai dengan penyebab infeksi dapat diberikan, seperti antibiotik. Untuk masalah endokrin, diperlukan terapi untuk menyeimbangkan status hormal dengan terapi hormonal (Gaufberg, 2015). Dukungan psikologis sangat berperan untuk kesuksesan dari wanita hamil. Stres psikologis menyebabkan peningkatan hormon calcitonin dalam otak yang akan merangsang peningkatan reaksi inflamasi dan prostaglandin pada uterus. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya kejadian abortus.. Obesitas, merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan kafein mungkin terkait dengan abortus. Merokok memiliki efek buruk pada fungsi trofoblas dan terkait dengan peningkatan risiko abortus. Modifikasi gaya hidup dan pengurangan stres harus diterapkan dengan gaya hidup yang lebih sehat, bebas dari rokok, alkohol, obat-obatan terlarang, dan stres. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan peluang kesuksesan kehamilan (Jeve dan Davies, 2014). Bukti Aspirin 75 mg masih bisa diperdebatkan. Ada kekurangan bukti untuk membuat rekomendasi tentang aspirin dalam mengobati keguguran berulang pada wanita tanpa sindrom antiphospholipid. Beberapa RCT menyatakan manfaat yang jelas dari menggunakan aspirin untuk wanita seperti itu. Percobaan terbaru gagal mendukung peran Aspirin dalam keguguran berulang yang tidak dapat dijelaskan. Peran Aspirin adalah membantu dalam meningkatkan perfusi uterus. Aspirin berguna pada pasien yang mengalami kegagalan implantasi yang tidak terdiagnosis. Namun, dengan tidak adanya 18



bukti kuat, penggunaan Aspirin secara rutin tidak dianjurkan (Jeve dan Davies, 2014). Karena semakin banyak bukti yang menunjukkan ketidakseimbangan sel T-helper dalam hubungan dengan abortus, sejumlah penelitian telah dicoba menggunakan pendekatan imunologi untuk mencegah abortus pada awal kehamilan. Sebuah ulasan Cochrane mengenai 20 uji coba terkontrol secara acak dari immunotherapies (transfusi leukosit paternal dan imunoglobulin intravena) untuk pencegahan abortus menyimpulkan bahwa tidak ada manfaat dalam meningkatkan kelahiran hidup atau pengurangan dalam risiko abortus dibandingkan plasebo. Kortikosteroid juga digunakan sebagai pengobatan untuk RM, dan diketahui dapat menggunakan efek imunosupresif Sel T dan sel NK. Namun, ada kekurangan data dari RCT untuk membantu dalam penentuan keamanan dan keefektifan terapi. Dan banyak penggunaan kortikosteroid pada kehamilan, tetapi tidak ada data dosis dan respons untuk menginformasikan pilihan optimal agen, lama pengobatan, atau dosis (Kemp, et al., 2016). Tempfer, et al. melakukan penelitian case control pada tahun 2006 untuk membandingkan luaran kehamilan antara wanita dengan abortus berulang idiopatik menerima atau tidak terapi kombinasi prednisone (20 mg/hari) dan progesteron (20 mg/hari) untuk 12 minggu awal kehamilan, diikuti dengan aspirin (100 mg/hari) dan asam folat (5 mg setiap 2 hari). Peneliti melaporkan peningkatan yang signifikan dalam tingkat kelahiran hidup pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kontrol tanpa perawatan (77% berbanding 35%; 0,04) (Kemp, et al., 2016). Penelitian terbaru, Gomaa dan rekannya melaporkan temuan studi terhadap 160 wanita dengan abortus berulang idiopatik dengan menggunakan heparin dosis rendah (subkutan, 10 000 IU/hari) dan aspirin (81 mg/hari), dengan atau tanpa prednisolon 5 mg/hari (Gomaa, et al.,



2014).



Kombinasi



terapi



dengan



prednisolon



secara



signifikan



meningkatkan kesuksesan kehamilan (70,3% berbanding 9,2%; RR 7,63, 95% CI (3,71–15,7)), didefinisikan sebagai kehamilan yang berlangsung sampai 19



diatas usia kehamilan 20 minggu, walaupun mereka tidak mengikutinya sampai C.



aterm. Asuhan keperawatan A. Pengkajian 1. Biodata Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawainan keberapa, lamanya perkawinan dan pendidikan 2. Keluhan utama Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya pendarahan pervagina berulang 3. Riwayat kesehatan: a) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke rumah sakit atau pada saat pengkajian saperti pendarahan pervagina diluar siklus haid, pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan. b) Riwayat kesehatan masa lalu Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya; DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya. 4. Riwayat kesehatan reproduksi Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna, dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya 5. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas: Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana kesehatan anaknya 6. Riwayat pembedahan Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan dimana tindakan tersebut berlangsung 7. Riwayat kesehatan keluarga Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga 8. Riwayat seksual 20



Kaji mengenai aktvitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya 9. Riwayat pemakaian obat Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya 10. Aktivitas/latihan a) Nutrisi 1) sebelum hamil 2) selama hamil b) Eliminasi 1) sebelum hamil 2) selama hamil c) Istrahat 1) Sebelum hamil 2) Selama hamil d) Aktifitas 1) Sebelum hamil 2) Selama hamil e) Pola hubungan seksual 1) Sebelum hamil 2) Selama hamil f) Personal hygiene 1) Sebelum hamil 2) Selama hamil 11. Analisa data No 1



Data focus



Etilogic



DS: defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran



feses



lama



sulit,



dan



mengejan defekasi DO: Feses



Penyebab penyakit Pendarahan dalam desi dua basalis Pendarahan nekrosis Hasil konsepsi terlepas dari



saat keras,



peristaltic



usus



menurun,



distensi



abdomen, kelemahan



Problem



Diagnose



Konstipasi



keperawatan Konstipasi b.d penurunan motilitas saluran cerna d.d perubahan pada pola defekasi



uterus Uterus berkontraksi Abortus inkomplit Kuretase Post anastesi Penurunan saraf oblongata Penurunan peristaltic usus 21



umum, teraba massa pada rektal 2



DS: mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,



nyeri



saat bergerak, enggan



Penyerapan cairan dikolon Gangguan eliminasi: konstipasi Penyebab penyakit Pendarahan dalam desi dua



Hambatan mobilitas



Hambatan mobilitas



fisik



fisik b.d gangguan



basalis Pendarahan nekrosis Hasil konsepsi terlepas dari



sensori motoric d.d keterbatasan



melakukan



aktivitas



pergerakan



dan



merasa



saat



cemas



bergerak DO: kekuatan otot menurun, (ROM)



rentang menurun,



sandi kaku, gerakan tidak



uterus Uterus berkontraksi Abortus inkomplit Kuretase Jaringan terputus Merangsang area sensori



terkoordinasi,



motoric Nyeri akut Keterbatasan aktivitas Hambatan mobilitas fisik



gerakan terbatas, dan 3



fisik lemah DS: DO: suhu



tubuh



diatas nilai normal, takikardi, dan hangat



kulit



takipnea terasa



Penyebab penyakit Pendarahan dalam desi dua basalis Pendarahan nekrosis Hasil konsepsi terlepas dari uterus Uterus berkontraksi Abortus inkomplit Kuretase Masuknya alat tindakan kuretase Invasi bakteri Peningktan leukosit Resiko infeksi 22



Hipertermi



Hipertermi b.d invasi bakteri d.d peningkatan leukosit



4



DS: mengeluh nyeri DO: tampak meringis,



frekuensi



nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah.



5



DS: Haus DO: penurunan tekanan nadi,



darah



dan



penurunan



turgor kulit dan lidah, kulit dan membrane mukosa kering, suhu tubuh meningkat.



Hipertermi Penyebab penyakit Pendarahan dalam desi dua



Nyeri akut



Nyeri akut b.d kerusakan jaringan



basalis Pendarahan nekrosis Hasil konsepsi terlepas dari



intra uteri



uterus Uterus berkontraksi Abortus inkomplit Kuretase Jaringan terputus Merangsang area sensori motoric Nyeri akut Penyebab penyakit Pendarahan dalam desi dua



Ketidakseimbangan



Ketidakseimbangan



cairan dan elektrolit



cairan dan elektrolit



basalis Pendarahan nekrosis Hasil konsepsi terlepas dari



b.d pendarahan



uterus Uterus berkontraksi Abortus inkomplit Kuretase Jaringan terbuka Pendarahan Hipovolemi Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit



B. Diagnose keperawatan 1. Konstipasi b.d penurunan motilitas saluran cerna d.d perubahan pada pola defekasi 2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan sensori motoric d.d keterbatasan aktivitas 3. Hipertermi b.d invasi bakteri d.d peningkatan leukosit 4. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan intra uteri 23



5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d pendarahan



24



C. Intervensi keperawatan No 1.



Diagnose keperawatan Konstipasi b.d penurunan



Tujuan dan kriteria hasil (NIC) Setelah dilakukan



motilitas saluran cerna d.d



tindakan



perubahan



selama..x..



jam



diharpakan



pasien



pada



pola



defekasi



Intervensi keperawatan (NOC) 1.



Monitor



2. 3.



konstipasi Monitor bising usus Monitor feses: frekuensi,



4.



konsistensi dan volume Konsultasi dengan dokter



keperawatan



dapat mencapai bowel elimination



and



hydration



tentang



dengan



kriteria hasil: 1. Mempertahankan



5.



setiap1-3 hari 2. Bebas



dari



6. 7.



indicator



8.



konstipasi 4. Feses lunak berbentuk 2.



Hambatan mobilitas fisik b.d



gangguan



sensori



motoric d.d keterbatasan aktivitas



9. dan



dan



dan



kontribusi



konstipasi Dukung intake cairan Jelaskan etiologic masalah dan pasien Ajarkan pasien atau keluarga bagaimana menjaga pola makan



untuk



mencegah



penurunan



gejala



pemikiran untuk tindakan untuk



ketidaknyamanan dan konstipasi 3. Mengidentifikasi



dan



peningkatan bising usus Identifikasi factor penyebab penyebab



bentuk feses linak



tanda



pasien Anjurkan



pada



pasien



atau



keluarga untuk diet tinggi serat 10. Anjurkan pasien atau keluarga pasien pada penggunaan yang



tepat dari obat pencahar Setelah dilakukan Exercise trerapy: ambulation 1. Monitor vital sign sebelum tindakan keperawatan dan sesudah latihan dan lihat selama..x.. jam respon pasiem saat latihan diharpakan masalah 2. Konsultasikan dengan terpai gangguan mobilitas fisik tentang rencana fisik dapat teratasi ambulasi sesuai dengan dengan kriteria hasil: 25



1.



2.



Klien



meningkat



dalam



aktivitas



fisik Mengerti dan



kebutuhan 3. Bantu klien



untuk



menggunakan tongkat saat tujuan



berjalan dan cegah terhadap



peningkatan



cedera 4. Ajarkan pada pasein tentang



mobilitas



teknik ambulasi 5. Kaji kemempuan



pasein



dalam mobilisasi 6. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs 7. Latih pasein dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara



mandiri



sesusai



kemampuan 8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan 9. Ajrkan pasien



bagaimana



merubah posisi dan berikan 3



Hipertermi



b.d



invasi



bakteri d.d peningkatan leukosit



bantuan jika perlu Setelah dilakukan Fever treatment: 1. Monitor suhu minimal tiap 2 tindakan keperawatan jam selama..x.. jam 2. Monitor vital sign ( TD, nadi, diharpakan hipertermi suhu, dan RR) dalam batas normal 3. Monitor warna dan suhu kulit 4. Kompres pasien pada lipat dengan kriteria hasil: 1. Suhu tubuh dalam paha dan aksila 5. Tingkatkan intake cairan dan rentang normal 2. Nadi dan RR nutrisi 6. Ajarkan pasien dan keluarga dalam rentang untuk mempertahankan cairan normal 26



3.



Tidak



ada



perubahan



warna



kulit dan tidak ada pusing



dan nutrisi 7. Kolaborasi pemberian cairan intravena 8. Kolaborasi



pemberian



antipiretik Temperature Regulation: 1. Ukur suhu sesering mungkin 2. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi 3. Monitor warna dan suhu kulit 4. Berikan antipiretik 5. Selimuti pasien untuk mencegah



hilangnya



kehangatan tuhuh 6. Ajarkan pada pasien cara mencegah 4



Nyeri akut b.d kerusakan jaringan intra uteri



keletihan



akibat



panas Setelah dilakukan Pain management: 1. Lakukan pengkajian nyeri tindakan keperawatan secara komprehensif termaksud selama..x.. jam lokasi, karakteristik, durasi, diharpakan masalah frekuensi, kualitas, dan factor nyeri klien teratasi presipitasi dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi non verbal dan 1. Mampu ketidaknyamanan mengontrol nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi (tahu penyebab terapeutik untuk mengetahui nyeri, mampu pengalaman nyeri pasien menggunakan 4. Control lingkungan yang dapat teknik



mempengaruhi



nonfarmakologi



ruangan,



untuk mengurangi nyeri, dan mencari 27



seperti



pencahayaan,



suhu dan



kebisingan 5. Kurangi factor presipitasi nyeri 6. Ajarkan teknik nonfarmakologi



2.



bantuan) Melaporkan bahwa



7. Tingkatkan istrahat 8. Ciptakan lingkungan



yang



nyeri



nyaman 9. Kolaborasi



obat



berkurang



dengan menggunakan 3.



manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri



(skala,



intensitas, frekuensi 4.



dan



tanda nyeri) Menyatakan nyaman



Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d pendarahan



analgetik sesuai indikasi Anargesic administration: 1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah melakukan pemberian analgesic pertama kali 2. Cek riwayat alargi 3. Kolaborasikan analgesic tergantung tipe dan beratnya



rasa setelah



nyeri berkurang 5



pemberian



nyeri 4. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat 5. Evaluasi efektivitas analgesic,



tanda dan gejala dilakukan Fluid management: 1. Monitor BB tiap hari tindakan keperawatan 2. Timbang popok atau pembalut selama..x.. jam juka diperlukan diharpakan pasien 3. Pertahankan catatan intake dan Setelah



mencapai fluid balance dengan kriteria hasil: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan



2.



diperlukan 5. Monitor (kelembapan



status



jika



hidrasi membrane



BB,BJ dan urine



mukosa) yang sesuai 6. Monitor hasil laboratorium



normal, HT normal TD, nadi, suhu



yang sesuai dengan retensi



tubuh dalam batas 3.



output yang akurat 4. Pasang urine kateter



normal Tidak ada tandatanda



dehidrasi, 28



cairan (hematokrit, osmolaritas urine) 7. Monitor vital sign 8. Kaji lokasi dan luas edema 9. Monitor perubahan BB pasein



elastisitas kulit



turgor



sebelum dan sesudah cuci



baik,



darah 10. Monitor asupan cairan dan



membrane mukosa lembab, tidak ada rasa



haus



berlebihan



yang



makanan yang tertelan 11. Kelola terapi IV seperti yang ditentukan 12. Monitor status nutrisi 13. Berikan diuretic seperti yang ditentukan 14. Berikan pendidikan kesehatan tentang keseimbangan cairan 15. Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk



D. Implementasi Implementasi keperawatan adalah serangkai kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, factor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan terdiri dari tiga jenis yaitu independent implementations, interdependent/colaburatif dan dependent implementations (Dinarti, 2017). E. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai (Dinarti, 2017). 29



30



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kueang dari 500 gram,



3.2



sebelum janin mapu hidup di luar kandungan (Nugroho,2010). Saran Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun buatan, memerlukan pencegahan dan penanganan yang tepat yang terdiri dari: a. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infus dengan cairan NaCl fisiologis atau cairan Ringer laktat, bila perlu disusul dengan b. c.



transfusi darah. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular



d. e.



untuk mempertahankan kontraksi otot uterus. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi. Bila tak ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik prifilaksis (ampisilin 500



f.



mg oral atau doksisiklin 100 mg). Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam (Prawirohardjo,2006)



DAFTAR PUSTAKA Herdman T.Heather. 2015. Nanda Internasional Inc, Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta:EGC



31



Nurarif Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:Mediaction Jogja Www.Saktyairlangga.Wordpress.Com.2012.Kumpulan Asuhan Keperawatan (Askep Abortus)



32