Laporan Pendahuluan Pendarahan Gastrointestinal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PENDARAHAN GASTROINTESTINAL



DI SUSUN OLEH : MARCHELIN CICILIA MOUTO 201701071 4B KEPERAWATAN



PRODI S1 NERS STIKES WIDYA NUSANTARA PALU T.A 2021



KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Perdarahan Saluran Pencernaan”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis II pada Program Pasca Sarjana Magister Keperawatan, Peminatan Kritis, Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sari Fatimah, S.Kp, M.Kes, dan Ibu Etika Emaliyawati, M.Kep, selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Kritis II, yang telah memberikan ilmunya pada saat perkuliahan; teman-teman Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Keperawatan,



yang



telah



memberikan



motivasi



kepada



penulis



dalam



mengerjakan makalah ini; dan seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Selayaknya pepatah yang mengatakan “Kesalahan adalah milik manusia, dan Kesempurnaan hanyalah milik Allah” maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca terhadap makalah ini, sehingga penulis dapat membuat karya yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.



Bandung, September 2012



Penulis



2



DAFTAR ISI



Halaman Judul ……………………………………………………………….. 1 Kata Pengantar ………………………………………………………………. 2 Daftar Isi ……………………………………………………………………... 3 Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang ………………………………………………………. 4 B. Tujuan ………………………………………………………………... 5 Bab II. Tinjauan Teori A. Konsep Perdarahan Saluran Pencernaan Bagian Atas ………………. 7 B. Konsep Perdarahan Saluran Pencernaan Bagian Bawah …………….. 19 C. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perdarahan Saluran 23 Pencernaan …………………………………………………………... Bab III. Penutup A. Simpulan ……………………………………………………………... 36 B. Saran …………………………………………………………………. 36 Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. Lampiran Evidence Based Practice :



3



38



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh. Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua golongan. Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia. Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2% (SIGN, 2008). Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun yang lalu (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).



4



Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25% pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah (Edelman, 2007). Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika Serikat mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa teridentifikasi (Edelman, 2007). Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan efektif antara pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan



keperawatan



yang



diberikan



harus



mengacu



pada



aspek



biopsikososiokultural dan spiritual pasien (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012). Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah asuhan keperawatan pada klien dengan perdarahan saluran pencernaan. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah : a. Menjelaskan definisi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. b. Menjelaskan etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. c. Menjelaskan patofisiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. 5



d. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan.



6



BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS 1. Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori, penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang (Dubey, 2008). Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber dari proksimal sampai ligamentum Treitz. Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari esophagus, gaster, dan duodenum (SIGN, 2008). 2. Etiologi Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua, yaitu penyebab mayor dan minor. Penyebab mayor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah (Cappell, 2008) : a. Peptic ulcer Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga dengan aspirin/OAINS. Tukak peptik dapat di lambung, duodenum, esofagus, dan diverticulum Meckel, dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari kaliber pembuluh darah yang terluka. Forrest membagi aktivitas perdarahan ulkus peptikum sebagai berikut : Tipe Forrest 1a Forrest 1b Forrest 2a Forrest 2b Forrest 2c



Tipe perdarahan Aktif Aktif Tidak aktif Tidak aktif Tidak aktif



Gambaran pada endoskopi Perdarahan memancar Perdarahan merembes Pembuluh darah terlihat pada dasar ulkus Tukak ditutupi bekuan darah Tukak tertutup bekuan merah/biru tua 7



Forrest 3 Tidak aktif Tukak dengan dasar yang bersih Tabel 2.1. Klasifikasi Forrest perdarahan ulkus peptikum (Hadzibulic, 2007) Keterangan : Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, pada terapi dengan endoskopi, risiko perdarahan ulang 43-55%. Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi, risiko perdarahan ulang 510%. b. Varises esophagus dan gaster Perdarahan saluran cerna bagian atas karena varises terjadi pada 25-30 % pasien sirosis hati, dengan angka kematian dari tahun 1971 sampai 1981 diberbagai penelitian di Indonesia 30-60 %. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama sekitar 32-80%. Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi bila hepatic venous gradient melebihi 12 mmHg. Pasien dengan gastropati hipertensi portal tidak selalu disertai dengan varices gastroesofageal yang nyata. Bila terjadi perdarahan pada pasien kelompok gastropati ini, biasanya lebih banyak kronik dan tersamar (Utama, 2012). c. Perdarahan pada gastritis Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster/lambung. Gastritis merupakan penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita gastritis akan merasakan nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Helicobacter pylori merupakan bakteri yang sering menginfeksi lambung. Infeksi akibat bakteri ini bisa menyebabkan gastritis kronik. Gastritis merupakan masalah medis yang sering terjadi. Sepuluh persen dari pasien yang datang ke unit emergensi mengeluh nyeri pada perut sebelum akhirnya didiagnosa gastritis (Balentine, 2012). d. Esophagitis dan gastropati Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau obat-obat tertentu seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada



8



pasien dengan sakit berat misalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multi organs failure (MOF). e. Duodenitis Duodenitis merupakan inflamasi pada duodenum. Penyebabnya adalah Helicobacter pylori. Duodenitis dapat menyebabkan nyeri pada perut, perdarahan, serta gejala gastrointestinal lain. Banyak orang terinfeksi Helicobacter pylori sejak usia mudah, tetapi tanda dan gejala akan muncul saat usia dewasa. f. Mallory-Weiss tear  Sindroma Mallory-Weiss merupakan bentuk perdarahan dari lapisan lendir diantara lambung dan esophagus. Adapun gejala utama yang sering ditimbulkan akibat sindroma ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat. Robekan ini bisa disebabkan akibat batuk-batuk yang hebat, kejang hebat pada epilepsi, gangguan pola makan, hernia hiatal, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak atau alkoholisme, atau pada beberapa kasus sindroma morning sickness akibat frekuensi mual muntah yang terlalu tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan Mallory-Weiss. Tidak selamanya muntah-muntah adalah suatu bentuk gejala dari MalloryWeiss itu sendiri, melainkan gejala yang nyata bisa disertai dengan muntah yang disertai dengan darah, atau warna feses yang kehitaman atau melena sebagai akibat penguraian darah oleh asam lambung yang membentuk hematin. Pengobatan utama biasanya dengan obat-obatan dan operasi penghentian perdarahan, dan adalah suatu kejadian yang sangat langka sindroma ini berkelanjutan pada tingkat kematian. Diagnosis pasti untuk menegakkan sindroma ini adalah hanya dengan melalui pemeriksaan endoskopi. Berikut ini adalah gambar Mallory-Weiss tear :



9



Gambar 2.1. Gambaran endoscopy Mallory-Weiss syndrome (Sumber : Caesar, 2010) g. Angiodisplasia Angiodisplasia merupakan lesi vascular pada saluran pencernaan, dan biasanya bersifat asymptomatik sehingga bisa menyebabkan perdarahan saluran pencernaan. Dinding pembuluh darah tipis dengan otot polos atau tidak dengan pembuluh darah yang tipis. Angiodisplasia paling sering terjadi pada caecum dan juga kolon ascenden proksimal. 77% kejadian angiodisplasia terjadi di kolon ascenden dan caecum, 15% terjadi di jejunum dan ileum, sisanya terjadi di sepanjang saluran pencernaan. Typical lesi pada angiodisplasia adalah kecil (800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala syok. Sejalan



dengan



berkembanganya



gejala-gejala



syok,



pelepasan



katekolamin akan memicu pembuluh darah pada kulit, paru-paru, intestine, hepar, dan ginjal untuk berkontraksi, dengan demikian akan meningkatkan aliran volume darah ke jantung dan otak. Karena penurunan aliran darah pada kulit, maka kulit pasien akan sangat dingin saat disentuh. Dengan 30



berkurangnya aliran darah ke paru-paru, terjadi hiperventilasi untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat. Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar, produk sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah. Produk sisa ini, ditambah dengan absorbsi darah busuk dari traktus intestinal dan penurunan aliran darah melalui ginjal, akan menyebabkan peningkatan dalam kadar urea darah. Nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan perdarahan gastrointestinal. Nilai BUN di atas 40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal dan kadar kreatinin normal-menandakan perdarahan major. BUN akan kembali normal kira-kira 12 jam setelah perdarahan berhenti. Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif dari volume intravascular yang harus diukur setiap jam. Dengan menurunnya volume intravascular, haluaran urin menurun, mengurangi reabsorbsi air oleh ginjal sebagai respon oleh pelepasan hormon antidiuretik (ADH) oleh lobus posterior kelenjar pituitary. Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan peningkatan frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk, menandakan kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien terhadap kehilangan darah tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan darah, usia, derajat kompensasi, dan kecepatan perawat. Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai ulkus lambung. Nyeri tekan pada daerah epigastrium merupakan tanda yang tidak umum terjadi. Abdomen dapat menjadi lembek atau distensi. Hipertensi sering hiperaktif karena sensitivitas usus terhadap darah. Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar diperlukan untuk mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah. d. Disability Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa. 31



e. Exposure Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan gangguan pencernaan. 2. Pengkajian Sekunder a. Riwayat Penyakit Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain penyakit yang pernah diderita pasien, misalnya hepatitis, penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga riwayat trauma. b. Status Nutrisi Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip A, B, C, D, yaitu :  Anthopometri Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan TB pasien sebelum sakit.  Biochemical Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai laboratorium, diantaranya : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga darah lengkap.  Clinical Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan tandatanda klinis pada pasien, misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan muntah, turgor, kelembaban mukosa.  Diit Pada diit, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori pada pasien. Selain itu, komposisi nutrisi pada pasien juga harus diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral dini lebih menguntungkan pada penderita perdarahan saluran cerna karena pemberian nutrisi enteral dini dapat memperkecil permiabilitas intestinal, menurunkan translokasi bakteri dan juga dapat mencegah multi organ failure. Selain itu 32



pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan perdarahan saluran cerna juga dapat meningkatkan aliran darah pada gaster, mempertahankan aliran darah pada kolon. Selain itu, pemberian nutrisi enteral dan ranitidine juga dapat menurunkan



insiden



perdarahan



gastrointestinal.



Nutrisi



enteral



(karbohidrat, lemak, dan protein), juga dapat memicu vasodilatasi lapisan mukosa saluran cerna. Karbohidrat dapat meningkatkan aliran darah mesenterika 70%, lemak dapat meningkatkan aliran darah mesenterika 40%. Perhitungan nutrisi pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa formulasi, namun pada makalah ini perhitungan nutrisi pada pasien dilakukan dengan menggunakan formula Harris Benedict yang menghitung dari kebutuhan kalori basal (KKB), yaitu: Laki-laki



KKB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) — (6.8 x U)



Wanita



KKB = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) — (4.7 x U)



Keterangan : BB : Berat Badan (kg) (ideal) TB : Tinggi Badan (cm) U



: Umur (tahun)



Untuk Indonesia dapat menggunakan: KKB = 40 x (TB — 100). Dengan faktor koreksi: Stress ringan (1)



: 1.3 x KKB



Stress sedang (2)



: 1.5 x KKB



Stress berat (3)



: 2.0 x KKB



Berikut adalah gradasi stress : 0



Glukogen/Insuli n



1



± 20



150 ± 25



2 ± 0.5



2.5 ± 0.8



2



3.0 ± 0.7



3



8 ± 1.5



Pada kasus perdarahan saluran cerna bagian atas yang bukan karena varises dan tidak ada penyakit hati kronis, maka pasien tidak perlu 33



dipuasakan. Perawat atau ahli gizi harus memberikan diit secara bertahap, mulai dari diit cair, saring, lunak, dan padat (normal). Komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori yang diberikan harus sesuai dengan penyakit dasar pasien. Tetapi jika perdarahan saluran cerna atas tersebut berasal dari varises esofagus, maka tidak ada anjuran untuk dipuasakan, tetapi pemberian nutrisi enteral ditunda saat perdarahan aktif. Nutrisi enteral dapat dilanjutkan tanpa menunggu produk NGT jernih. Bila perlu, pemberian parenteral nutrisi sampai perdarahan berhenti lalu dilanjutkan diit secara bertahap mulai diit cair, saring, lunak dan normal lagi dengan komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori sesuai penyakit dasar. Pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah, terutama pada Chron disease nutrisi parenteral dapat meredakan symptom selama “acute attack” dan kambuh ketika kembali ke nutrisi oral. Prinsip pamberian nutrisi pada inflammatory bowel disease tidak membebani bagian/segmen saluran cerna yang sedang sakit berat. Pada pasien yang mengalami diare berat 10-20x/hari, maka pemberian elektrolit dan cairan harus dilakukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit. c. Status Eliminasi Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan perdarahan saluran cerna, antara lain warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga dikaji adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus dimonitor terus untuk menentukan status peristaltik. 3. Pemeriksaan diagnostik Hitung hematokrit dan hemoglobin diperintahkan dengan hitung darah lengkap. Adalah penting untuk menganggap bahwa hematokrit umumnya tidak berubah pada jam-jam pertama setelah perdarahan gastrointestinal akut karena mekanisme kompensasi. Cairan yang diberikan pada saat masuk juga mempengaruhi hitung darah. Jumlah sel darah putih dan glukosa mungkin meningkat, mencerminkan respon tubuh terhadap stress. Penurunan kalium dan natrium kemungkinan terjadi karena disertai muntah. Tes fungsi hepar biasa digunakan untuk mengevaluasi integritas hematologi pasien. Perpanjangan masa 34



protombin dapat menandakan penyakit hepar atau terapi bersamaan jangka panjangf anti koagulan. Alkalosis respiratori umumnya terjadi karena adanya aktivasi dari system saraf simpatik terhadap kehilangan darah. Jika kehilangan sebagian besar darah, maka akan terjadi asidosis metabolik sebagai akibat dari metabolisme anaerobic. Hipoksemia mungkin juga akan terjadi karena penurunan kadar hemoglobin yang bersirkulasi dan dihasilkan kerusakan transport oksigen ke sel-sel. Pemeriksaan PT/PTT diperlukan untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam hal waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Pemeriksaan crossmatch diperlukan juga sebelum dilaksanakan tranfusi darah. Endoskopi adalah prosedur pilihan untuk mendiagnosa ketepatan letak dari perdarahan, karena inspeksi langsung mukosa adalah mungkin dengan menggunakan skop serat optik. Endoskopi yang fleksibel memungkinkan tes ini dilakukan di tempat tidur dan tes ini secara rutin dilakukan oleh dokter setelah pasien secara hemodinamik stabil. Ketepatan diagnostik dari tes ini berkisar antara 60% sampai 90%. 4. Rencana Asuhan Keperawatan a. Diagnosa



:



Kriteria hasil / :



Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah akut. Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik



Tujuan-tujuan pasien Intervensi Keperawatan



:



1. Pantau tanda-tanda vital setiap jam. 2. Pantau nilai-nilai hemodinamik (missal SAP, DAP, TDKP, IJ, CJ, TVS). 3. Ukur haluaran urin setiap 1 jam. 4. Ukur



masukan



dan



haluaran



dan



kaji



keseimbangan. 5. Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai instruksi. Pantau adanya reaksi-reaksi yang merugikan terhadap komponen terapi 35



(missal reaksi transfusi). 6. Tirah baring total, baringkan pasien pada posisi terlentang dengan kaki ditinggikan untuk meningkatkan



preload



pasien



jika



pasien



mengalami hipotensif. Jika terjadi normotensif, tempatkan tinggi bagian kepala tempat pada 45 dewrajat untuk mencegah aspirasi lambung. 7. Perkecil jumlah darah yang diambil untuk analisa laboratorium. 8. Pantau hemoglobin dan hematokrit. 9. Pantau elektrolit yang mungkin hilang bersama cairan atau berubah karena kehilangan atau perpindahan cairan. 10. Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam b. Diagnosa



:



setelah masa akut. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan faktor-



Kriteria hasil / :



faktor risiko aspirasi. Pasien akan mempertahankan



Tujuan-tujuan



pertukaran gas yang adekuat.



pasien Intervensi Keperawatan



:



oksigenasi



dan



1. Pantau SaO2 dengan menggunakan oksimetri atau ABGs. 2. Pantau bunyi nafas dan gejala-gejala pulmonal. 3. Gunakan supplemental O2 sesuai instruksi. 4. Pantau suhu tubuh. 5. Pantau adanya distensi abdomen. 6. Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur ditinggikan jika segalanya memungkinkan. 7. Pertahankan



fungsi



dan



nasogastrik dengan tepat. 8. Atasi segera mual. 36



patensi



kateter



c. Diagnosa



:



Kriteria hasil / :



Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan dengan aliran intravena. Pasien tidak akan mengalami i9nfeksi nosokomial.



Tujuan-tujuan pasien Intervensi



:



Keperawatan



1. Pertahankan



kestabilan



selang



intravena.



Amankan aplians intravena berikut selangnya. 2. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam. 3. Pantau system intravena terhadap patensi, infiltrasi,



dan



tanda-tanda



infeksi



(nyeri



setempat, inflamasi, demam, sepsis). 4. Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan prn. 5. Ganti larutan intravena sedikitnya setiap 24 jam. 6. Pantau letak insersi setiap penggantian tugas. 7. Dokumentasikan tentang selang, penggantian balutan, dan keadaan letak insersi. 8. Gunakan teknik aseptic saat mengganti balutan dan selang. Pertahankan balutan yang bersih, transparan, dan steril. 9. Ukur SDP terhadap kenaikan. 10. Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila d. Diagnosa



:



terjadi tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi. Ansietas : yang berhubungan dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau



Kriteria hasil / : Tujuan-tujuan



nara sumber yang tepat.



pasien Intervensi Keperawatan



ketidakmampuan yang permanen. 1. Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada 2. Pasien akan mulai mengidentifikasi sumber



:



ansietasnya. 1. Berikan lingkungan yang mendorong diskusi terbuka untuk persoalan-persoalan emosional. 37



2. Gerakan system pendukung pasien dan libatkan sumber-sumber ini sesuai kebutuhan. 3. Berikan



waktu



pada



pasien



untuk



mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktif. 4. Berikan-berikan penjelasan yang sederhana untuk



peristiwa-peristiwa



dan



stimuli



lingkungan. 5. Identifikasi sumber-sumber rumah sakit yang memungkinkan untuk mendukung pasien atau keluarganya. 6. Berikan dorongan komunikasi terbuka antara perawat-keluarga mengenai masalah-masalah emosional. 7. Validasikan pengetahuan dasar pasien dan keluarga tentang penyakit kritis. 8. Libatrkan system pendukung religious sesuai kebutuhan (Hudak & Galo, 2010)



38



BAB III PENUTUP A. Simpulan Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan, iritasi gastritis, luka pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus, penyakit divertikulum, pembuluh darah abnormal, hemoroid dan robekan pada anus. Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang terlihat antara lain:  Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) dan Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat dengan  perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya perdarahan. Secara umum penatalaksanaan



tersebut ialah dengan cara



menghentikan perdarahan yang terjadi B. Saran Adapun saran – saran yang dapat penulis berikan dalam usaha keperawatan pada pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran pencernaan ini adalah : 1. Untuk klien Klien diharapkan harus senantiasa tetap memelihara kesehatannya, menjaga pola makan dengan baik dan harus mengerti faktor apa saja yang mencetuskan terjadinya perdarahan saluran percernaan. Klien juga diharapkan mampu melakukan pencegahan dan tindakan pengobatan awal jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.



39



2. Untuk perawat Bagi teman sejawat, diharapkan benar-benar memahami konsep dasar penyakit perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan dan keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif. 3. Untuk pendidikan Untuk institusi diharapkan lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan masalah ini, sehingga dalam penyusunan makalah ini lebih mempermudah penulis sehingga makalah yang dihasilkan lebih bernilai.



40



DAFTAR PUSTAKA Balentine, J.R, 2012, Gastritis overview, http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm, Diakses tanggal 24 September 2012 Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss, http://www.medicalera.com, Diakses tanggal 24 September 2012. Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding, http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview, Diakses tanggal 24 September 2012. Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper Gastrointestinal Bleeding: From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92, pp. 491–509, http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga. Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a review, Surg Endosc, vol. 21, pp. 514-520, http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59, pp. 1270-1276, http://files.i-md.com/medinfo/material/, Diakses tanggal 24 September 2012. Hadzibulic, E, and Govedarica, S, 2007, Significance of Forrest Classification, Rockall’s and Blatchford’s Risk Scoring System in Prediction of Rebleeding in Peptic Ulcer Disease, Acta Medica Medianae, vol.46, pp. 38-43, http://publisher.medfak.ni.ac.rs/, Diakses tanggal 24 September 2012. Hritz, I, 2012, Portal Hypertensive Gastropathy: Clinical Findings and A Case Report, http://www.gastrosource.com/Patient-Cases/, Diakses tanggal 24 September 2012. Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa : Ester, M., dkk. Edisi 6. Jakarta : EGC. Macdougall, L, et al, 2010, Aorto-Enteric Fistulas: A Cause of Gastrointestinal Bleeding not to be Missed, BJMP, vol. 3, no. 2, pp. 317, http://www.bjmp.org/content/, Diakses tanggal 24 September 2012. 41



Maganty, K, and Smith, R.L, 2008, Cameron Lesions: Unusual Cause of Gastrointestinal Bleeding and Anemia, Digestion, vol. 77, pp. 2-4, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18622137, Diakses tanggal 24 September 2012. Muttaqin, A. dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika. National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012, Acute Upper Gastrointestinal Bleeding: Management, NICE clinical guideline 141, http://www.nice.org.uk/nicemedia/live/13762/59549/59549.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Nguyen, H, et al, 2009, Gastric Antral Vascular Ectasia (Watermelon Stomach)— An Enigmatic and Often-Overlooked Cause of Gastrointestinal Bleeding in the Elderly, Fall, vol. 13, no. 4, pp. 46-49, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2911825/, Diakses tanggal 24 September 2012. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), 2008, Management of Acute Upper and Lower Gastrointestinal Bleeding: A National Clinical Guideline, http://www.sign.ac.uk/pdf/sign105.pdf, Diakses tanggal 22 September 2012. Shiel, W.C, 2012, Connective Tissue Disease, http://www.medicinenet.com/connective_tissue_disease/article.htm, Diakses tanggal 24 September 2012. Sudoyo, A.W, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 4, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Thomson, A.B.R, 2011, Angiodysplasia of http://emedicine.medscape.com/article/170719, Diakses September 2012.



the Colon, tanggal 24



Toyoki, Y, et al, 2008, Hemosuccus pancreaticus: Problems and Pitfalls in Diagnosis and Treatment, World Journal of Gastroenterology, vol. 14, no. 17, pp. 2776-2779, http://www.wjgnet.com/1007-9327/14/2776.pdf, Diakses tanggal 24 September 2012. Utama, H.Y, 2012, Diagnosa dan Manajemen Perdarahan Saluran Cerna / Diagnosis and Management of Gastrointestinal Bleeding, http://www.herryyudha.com/2012/07/diagnosa-dan-manajemenperdarahan.html, Diakses tanggal 24 September 2012.



42



Wilkins, T, et al, 2012, Diagnosis and Management of Upper Gastrointestinal Bleeding, American Family Physician, vol. 85, no. 5, pp. 469-476, www.aafp.org/afp, Diakses tanggal 24 September 2012.



43