15 0 141 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DOSEN PEMBIMBING: Ns. NURBANI, S.Kep, M.Kep
DISUSUN OLEH: ANBIYA GALIH UTAMA 20176313004
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG PRODI D-IV KEPERAWATAN 2020
A. Konsep penyakit: 1. Pengertian Penyakit Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagairespon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan adalah suatu kondisi maladaktif seseorang dalam berespon terhadap marah. Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi (Kusumawati & Hartono, 2010). Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak terkontrol. 2. Etiologi a. Faktor predisposisi Faktor
predisposisi
mempermudah
adalah
terjadinya
faktor
yang
mendasari
perilaku
yang
terwujud
atau dalam
pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan maupun keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan (Direja, 2011). 1) Faktor biologis Beberapa hal yang dapat mmpengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut:
a) Pengaruh
neurofisiologi,
beragam
komponen
sistem
neurulogis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. b) Pengaruh
biokimia
yaitu
berbagai
neurotransmiter
(epineprin, noreineprin, dopamin, asetil kolin dan serotonin sangat berperan dalam menfasilitasi dan mengahambat impuls negatif). c) Pengaruh genetik menurut riset Murakami (2007) dalam gen manuasia terdapat doman (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan gangguan sistem serebral, tumor otak, trauma otak, penyakit enchepalits epilepsi terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan 2) Faktor psikologis menurut Direja (2011) a) Terdapat asumsi bahwa sesorang untuk mencapai tujuan mengalami hambatan akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilau kekerasan. b) Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak menyenangkan. c) Rasa frustasi d) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan. e) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengkibatkan tidak berkembangnya ego dan dapat membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan yang dapat meningkatkan citra diri serta memberi arti dalam kehidupan.
f) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupak perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibanding anakanak tanpa faktor predisposisi biologik. 3) Faktor sosio kultural a) Social environment theory (teori lingkungan) Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan di terima. b) Social learning theory (teori belajar sosial) c) Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi. (Direja,2011) b. Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetus perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan: 1) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidarotas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal, dan lain-lain. 2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. 3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak mampuan menempatkan diri sebagai seorang yang dewasa. 4) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. 5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
c. Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping
klien
sehingga
dapat
membantu
klien
untuk
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan
adalah
mekanisme
pertahanan
ego
seperti
displancement, sublimasi, proyeksi, depresi, dan reaksi formasi. 1) Displacement Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi. 2) Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik. 3) Depresi Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya 4) Reaksi formasi Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain 3. Patofisiologi/Mekanisme Penyakit/Pohon Masalah Stres,
cemas,
harga
diri
rendah,
dan
bermasalah
dapat
menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati otrang lain. Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnya perasaan marah dpat teratasi. Ras marah diekspresikan secara destruktif, mislanya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat
menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011). Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikan akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dpat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang di anjurkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013). Pohon masalah perilaku kekerasan Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Resiko perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Isolasi social 4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011) sebagai berikut: a. Fisik Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wjah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku. b. Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, bicara dengan nada keras, kasar, dan ketus. c. Perilaku Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif. d. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
e. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dn jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. f. Spiritual Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keraguraguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat. g. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran. h. Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual. 5. Rentang Respon Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang adaptif sampai maladaptif. Rentang respon marah menurut (Fitria, 2010) dimana amuk dan agresif pada rentang maladaptif, seperti gambar berikut: Rentang respon Adaptif Maldaptif Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Amuk/PK Sumber: (Fitria, 2010) Keterangan: Asertif
: Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang
lain Frustasi
: Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/
terhambat Pasif
:
Respon
lanjutan
dimana
klien
mengungkapkan perasaannya Agresif
: Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk
: Perilaku destruktif dan tidak terkontrol
6. Pemeriksaan diagnostik
tidak
mampu
Meskipun
pemeriksaan
penunjang, tetapi peranannya mengkuantifikasi
diagnostik penting
merupakan dalam
pemeriksaan
menjelaskan
dan
disfungsi neurobiologis, memilih pengobatan, dan
memonitor respon klinis. Menurut Doenges, pemeriksaan diagnostik penyakit seperti
fisik yang kondisi
dapat
dilakukan untuk
menyebabkan
gejala
reversibel
defisiensi/toksik, penyakit neurologis, gangguan
metabolik/endokrin. Serangkaian tes diagnostic yang dapat dilakukan pada Skizofrenia Paranoid adalah sebagai berikut: a. Computed Tomograph (CT) Scan Hasil
yang
ditemukan
berupa abnormalitas
pada
pasien
otak seperti
dengan
atrofi
lobus
Skizofrenia temporal,
pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikel-otak meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat. b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat memperlihatkan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal ratarata,
atrofi
lobus
temporal
(terutama
hipokampus,
girus
parahipokampus, dan girus temporal superior). c. Positron Emission Tomography (PET) Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus frontal, terutama pada area prefrontal dari korteks serebral. d. Regional Cerebral Blood Flow (RCBF) Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada daerah otak yang bervariasi. e. Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak terhadap ransangan yang bervariasi disertai dengan adanya respons yang
terhambat
dan sistem limbik.
dan menurun, kadang-kadang di lobus frontal
f. Addiction Severity Index (ASI) ASI dapat menentukan masalah ketergantungan (ketergantungan zat), yang mungkin dapat dikaitkan dengan penyakit mental, dan mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan. g. Electroensephalogram (EEG) Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin abnormal, menunjukkan ada atau luasnya kerusakan organik pada otak 7. Penatalaksanaan medis a. Penatalaksanaan medik Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika seseorang mengalami suatu gangguan atau penyakit, maka yang sakit atau terganggu itu bukan terbatas pada aspek jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai kebutuhan manusia itu sendiri. Adapun penatalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2010 sebagai berikut: 1) Somatoterapi Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan badan, biasanya dilakukan dengan : a) Medikasi psikotropik Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik
atau
psikofarma
yaitu
obat-obat
yang
mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada otak. Obat antipsikotik, contohnya Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine, phenotizin b) Terapi Elektrokonvulsi (ECT) Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus. ECT ini berfungsi untuk menenangkan klien bila mengarah pada keadaan amuk. 2) Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi atau melalui metodemetode tertentu misalnya: relaksasi, bermain dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita, mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya b. Penatalaksanaan keperawatan Ada tiga strategi tindakan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan. Strategi tindakan itu terdiri dari: 1) Strategi preventif: kesadaran diri, penyuluhan klien dan latihan asertif. 2) Strategi
Antisipasi:
komunikasi,
perubahan
lingkungan,
tindakan perilaku dan psikofarmakologi. 3) Strategi pengekangan: manajemen krisis, pengasingan dan pengikatan. Terapi yang dapat dilakukan yaitu: 1) Terapi keluarga: Keluarga dibantu untuk menyelesaikan konflik, cara membatasi konflik, saling mendukung dan menghilangkan stress. 2) Terapi kelompok: Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan keterampilan sosia l dan aktifitas lain dengan
berdiskusi
dan
bermain
untuk
mengembalikan
kesadaran klien 3) Terapi musik: Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran
klien, karena dengan
perasaan terhibur maka klien dapat mengontrol emosinya. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Menurut Yosep (2009) dalam Damaiyanti& Iskandar (2012.104): Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan Pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditunjukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual. a. Aspek Biologis Respons fisiologis timbul karena kegiatan System saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marahbertambah. b. Aspek Emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustrasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntun. c. Aspek Intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu, didapatkan melalui proses intelektual, peran pancar indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah Adam proses intelektual
sebagai
suatu
pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintergrasikan. d. Aspek Sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klen sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek Spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkngan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut: 1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini di dapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat 2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsnung didapat oleh perawat disebut sebagai data sekunder 2. Analisa Data Dengan melihat data subyektif dan objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi pasien. Dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab, affeck dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan (keliet 2011) 3. Diagnosa Keperawatan a. Resiko perilaku kekerasan b. Harga diri rendah kronik c. Resiko mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan) d. Perubahan Presepsi sensori: halusinasi e. Isolasi social f. Berduka disfungsional g. Inefektif proses terapi h. Koping keluarga inefektif 4. Pohon Masalah Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Affeck
Core problem
NO . 1
DIAGNOSA
PERENCANAAN KRITERIA HASIL INTERVENSI Klien menunjukan tanda-tanda Bina hubungan saling percaya
RASIONAL Kepercayan dari klien
Klien Dan Keluarga
kepada perawat melalui:
dengan mengemukakan prinsip
merupakan hal yang akan
Mampu mengatasi atau
1. Ekspresi wajah cerah,
komunikasi terapeutik:
memudahkan perawat
1. Mengucapkan salam
dalam melakukan
TUJUAN KEPERAWATAN Perilaku kekerasan TUM:
memberikan resiko
tersenyum
perilaku kekerasan.
2. Mau berkenalan
terapeutik, sapa klien dengan
pendekatan keperawatan
TUK 1:
3. Ada kontak mata
ramah, baik, verbal maupun
atau intervensi selanjutnya
Klien dapat membina
4. Bersedia menceritakan
nonverbal
terhadap klien
hubungan saling percya
perasaannya 5. Bersedia mengungkapkan masalah
2. Berjabatan tangan dengan klien 3. Perkenalkan diri dengan sopan 4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di sukai klien 5. Jelaskan tujuan pertemuan 6. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu klien 7. Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
8. Beri perhatian kebutuhan TUK 2:
Kriteria Evaluasi:
dasar klien Bantu klien mengungkapkan
Klien dapat
1. Menceritakan perilaku
perasaan marahnya:
mengidentifikasi penyebab
kekerasan yang
perilaku kekerasan yang
dilakukannya
dilakukannya
2. Menceritakan perasaan jengkel/kesal, baik dari diri sendiri maupun lingkungan
1. Diskusikan bersama klien menceritan penyebab rasa kesal atau rasa jengkel 2. Dengarkan penjelasan klien tanpa menyela atau memberi penilaian pada setiap
TUK 3:
1. Fisik:
ungkapan perasaan klien Membantu klien
Deteksi dini dapat
Klien dapat
a. Mata merah
mengungkapkan tanda-tanda
mencegah tindakana yang
mengidentifikasi tanda-
b. Tangan mengepal
kekerasan yang dialaminya :
bisa membahayakan klien
tanda perilaku kekerasan
c. Ekspresi tenang dan lain- diskusi dan motivasi klien untuk lain 2. Emosional: a. Perasaan marah
menceritakan kondisi fisik saat perilaku kekerasan terjadi. 1. Diskusikan dan motivasi
b. Jengkel
klien untuk menceritakan
c. Bicara kasar
kondisi fisik saat perilaku
3. Sosial: a. Bermusuhan yang
kekerasan terjadi 2. Diskusi dan motivasi klien
dan lingkungan sekitar
dialami saat terjadi
untuk menceritakan kondisi
perilaku kekerasan
emosi nya saat terjadi perilaku kekerasan 3. Diskusikan dan motivasi klien uintuk menceritakan kondisi psikologfios saat terjadi perilakukekerasan 4. Diskusikan dan motivasi klien untuk kondisi hubungan dengan orang lain saat terjadi
TUK 4:
Kriteria evealuasi:
perilaku kekerasan. Diskusikan dengan klien seputar
Klien dapat
1. Jenis-jenis ekspresi
perilaku kekerasan yang
koping klien dalam
Melihat mekanisme
mengidentifikasi jenis
kemerahan yang selama ini
dilakukan selama ini:
menyelesaikan masalah
perilaku kekerasan yang
dilakukan
1. Diskusikan dengan klien
yang di hadapinya
pernah dilakukan
2. Perasaan saat melakukan kekerasan 3. Efektivitas cara yang
seputar perilaku kekersan yang dilakukan selama ini 2. Motivasi klien menceritakan
dipakai dalam
jenis-jenis tindakan
menyelesaikan masalah
kekkerasan yang selama ini pernah dilakukannya 3. diskusikan apakah dsengan
kekerasan yang dilakukan nya Tuk 5:
Kriteria evaluasi:
masalah yang dialami. Diskusikan dengan klien seputar
Menurunkan perilaku yang
Klien dapat
1. Dapat menjelaskan cara-
:
yang deskruktif yang
Apakah klien mau
berpotensi mencederai
mengidentifikasi akibat
cara sehat dalam
dari perilaku kekerasan
mengungkapkan marah.
mempelajari cara baru
klien dan lingkungan
mengungkapkan cara marah
sekitar
yang sehat Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahan selain perilaku kekerasan yang diketahui Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan kemarahn : Cara fisik: Napas dalam,pukul kasur, olahraga 1. Verbal Mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal
kepada orang lain 2. Sosial Latihan asertif dengan orang lain 3. Spritual: Sembah yang, meditasi, sesuai dengan keyakinan agama nya masingTuk 7:
1. Fisik
masing. 1. Diskusi cara yang mungkin
Keinginan marahnya tidak
Klien dapat
Tarik napas dalam,
dipilih serta anjurkan klien
bisa diprediksi waktunya
mendemonstrasikan cara
memukul bantal
memilih cara yang mungkin
serta siapa yang
diterapkan untuk
memicunya Meningkatkan
Mengunkapkan perasaan
mengungkapkan
kepercayaan diri klien
rasa kesal/jengkel kepada
kemarahannya
serta asertif (ketegasan)
mengontrol perilaku kekerasan
2. Verbal
orang lain tanpa menyakiti. 3. Spritual
2. Latih klien memperagakan cara yang dipilih dengan
Doa, meditasi sesuai
melaksanakan cara yang
agamanya
dipilihnya 3. Jelaskan cara manfaat tersebut 4. Anjurkan klien menirukan
saat mareah atau jengkel
peragaan yang sudah dilakukan Tuk 8:
1. dapat menjelaskan cara
5. Beri penguatan pada pasien 1. Diskusikan pentingnya peran
Keluarga merupakan
Klien mendapat dukungan
merawat klien dengan
serta keluarga sebagai
sistem pendukung utama
keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasan
pendukung klien dalam
bagi klien dan merupakan
mengatasi risiko perilaku
bagian penting dari
kekerasan
rehabilitas klien.
risiko perilaku kekerasan
2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan 3. Jelaskan pengertian penyebab, akibat dan cara merawat klien risiko perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga 4. Peragakan cara merawat klien menangani PK 5. Beri kesempatan untuk memperagakan ulang cara perawatan terhadap klien 6. Beri pujian terhadap keluarga
setelah peragaan 7. Tanya perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan 1. Jelaskan manfaat
Tuk 9:
Kriteria evaluasi:
Klien menggunakan obat
1. Kerugian tidak minum obat
menggunakan obat secara
sesuai program yang telah
2. Nama obatbentuk dan
teratur dan kerugian jika tidak klien minum obat dan
ditetapkan
warna obat 3. Dosis yang diberikan kepadanya 4. Waktu pemakain 5. Efek disamping6.Klien
tidak menggunakan obat 2. Jelaskan kepada klien 3. Jenis obat, nama, warna, dan bentuk 4. Dosis yang tepat untuk klien
menggunakan obat sesuai
5. Waktu pemakain
program
6. Cara pemakaian 7. Efek yang akan dirasakan klien 8. Anjurkan klien untuk minta obat tepat waktu 9. Lapor perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak biasa
Membantu penyembuhan klien mengontrol kegiatan mencegah klien putus obat.
6. Implementasi Perilaku Kekerasan SP 1 pasien SP 1 keluarga 1. Mengidentifikasi penyebab perilaku 1. Mendiskusikan masalah yang kekerasan 2. Menigentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan 3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan 4. Mengidentifikasi akibat perilaku
rasakan keluarga dalam merawat pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dialami pasien beserta proses terjadinya perilaku kekerasan
kekerasan 5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan 6. Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik 1: latihan napas dalam 7. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian SP 2 pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2: pukul kasue dan bantal 3. Menganjurkan pasien memasukan ke dalam kegiatan harian SP 3 pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara sosial atau verbal
SP 2 keluarga 1. melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan perilaku kekersan 2. melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien perilaku kekerasan SP 3 keluarga 1. membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk minum obat (perencanaan pulang) 2. menjelaskan tindakan tindak lanjut pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian SP 4 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual 3. Mengajurkan pasien memasukan ke dalam kegiatan harian SP 5 1. Mengevaluasi jadwal harian pasien 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat 3. Menganjurkan pasien memasukan kedalam kegiatan harian 7. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah proses berkelanjutan dimana untuk menilai efek dari tindakan keperawatan. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi atas dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dialakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dengan membandingkan respon pasien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan (Fitria 2009).
Daftar Pustaka Dalami, Ermawati. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media. Damaiyati, M, & Iskandar. 2012. Asuhan keperawata jiwa. Retika ADITAMA: bandung Dermawan D Dan Rusdi. 2013.KeperawatanJiwa; Konsep dan Kerangka KerjaAsuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing Iyus, Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa,Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama Yosep, Igus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: Refika Adiutama