14 0 182 KB
LAPORAN PENDAHULUAN TENSION PNEUMOTHORAK
OLEH : RISTI HUTAMI 1911040078
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN TENSION PNEUMOTHORAX A. Pengertian Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada (Wiadnyani, 2016). Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Anggraeny, 2016).
B. Etiologi Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut: 1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia). 3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks. 4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup. 5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks C. Tanda dan Gejala Menurut Boshwick tanda dan gejala pada Tension Pneumothorax yaitu: 1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit. 2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick, 1997). Sedangkan menurut Corwin, tanda dan gejala pasien dengan Tension Pneumothorax yaitu: 1. Terjadi sesak napas yang progresif dan berat. 2. Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung. 3. Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat. 4. Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan getaran pada dinding toraks. 5. Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris.
D. Pathway Trauma tajam dan tumpul
Thorax Ruptur pleura
Inspirasi
Ekspirasi
Banyak udara masuk ke rongga pleura karena adanya rupture rongga pleura
Udara tidak bisa keluar karena rupture pada rongga pleura tertutup
Udara yang masuk melebihi tekanan barometrik
Akumulasi udara dalam kavum pleura
Risiko infeksi Kerusakan Jintegritas kulit
Ekspansi paru
PemasanganWSD
Ketidakefektifan pola nafas
Thorakdrains bergeser
Merangsang reseptor nyeri pada pleura viseralis dan parietalis
Diskontinuitas jaringan
Merangsang reseptor nyeri pada perifer kulit
Nyeri Akut
E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan
Computed
Tomography
(CT-Scan)
diperlukan
apabila
pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan pneumotoraks sekunder. 2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan. Ada 4 derajat. 3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut. Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal. 4. Pemeriksaan Laboratorium : a. GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia. b. Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah. c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa. F. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian Primer a. Data Subjektif 1) Riwayat Penyakit Pasien a) Pasien mengeluh sesak
b) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dan sternum) c) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak d) Pasien mengeluh lemas, lemah e) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk di bagian dada 2) Riwayat Kesehatan Pasien a) Riwayat penyakit sebelumnya b) Riwayat pengobatan sebelumnya c) Adanya alergi b. Data Objektif 1) Airway (A) Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten. 2) Breathing (B) Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas pendek, napas dangkal. 3) Circulation (C) Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi 4)
Disability (D) Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)
2. Pengkajian Sekunder a. Eksposure (E) Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab trauma pada dinding dada b. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
1) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi 2) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia 3) Aritmia jantung 4) Pemeriksaan Lab : Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai : a)
Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
b)
Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
c)
Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
d)
Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan hemidiafragma.
e)
Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan dislokasi sternoklavikular.
5) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks, kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma. 6) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury esophagus. 7) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury. 8) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung (pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada katup jantung) 9) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan cedera pada arteri koronaria. 10) Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi miokardia kontusion. c. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST) Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
d. Head to toe (H) Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada: 1) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ (Distensi Vena Jugularis) 2) Daerah dada : a) Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada. b) Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan c) Perkusi : adanya hipersonor d) Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang terjadi penurunan bising napas. e) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen f) Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis e. Inspect the posterior surface (I) Adanya jejas pada daerah dada G. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016): 1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
H. Intervensi Keperawatan Dx Keperawatan Ketidakefektifan pola
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC :
NIC :
nafas berhubungan
Respiratory status: Ventilation
Terapi Oksigen
dengan ekspansi paru
Respiratory status: Airway patency
1. Pertahankan jalan nafas yang paten
yang tidak maksimal
Vital sign Status
2. Monitor aliran oksigen
karena akumulasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3. Pertahankan posisi pasien 1x3 jam diharapkan pola nafas pasien efektif 4. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
udara/cairan
dengan kriteria hasil: -
Vital sign Monitoring
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR mengeluarkan sputum, mampu bernafas 2. Monitor kualitas dari nadi dengan mudah, tidak ada pursed lips)
-
Intervensi
3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien 4. Monitor suara paru tidak merasa tercekik, irama nafas, 5. Monitor pola pernapasan abnormal frekuensi pernafasan dalam rentang normal, 6. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 7. Monitor sianosis perifer tidak ada suara nafas abnormal)
-
Tanda tanda vital dalam rentang normal 8. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan (tekanan darah: Sistole 110/120, Diastole 70-80 mmHg; Nadi 60-80x/menit, RR: 16-
sistolik)
Nyeri akut berhubungan
20x/menit, Suhu: 36-37˚C) NOC :
NIC :
dengan trauma jaringan
Pain Level
Analgesic Administration
dan reflex spasme otot.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Cek riwayat alergi 1x3 jam nyeri akut teratasi dengan kriteria 2. Pilih analgesik yang diperlukan atau hasil :
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari
lebih dari satu
skala 5 menjadi 3 (dari 0-10)
3. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 4. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 7. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Kerusakan integritas kulit
NOC:
NIC:
berhubungan dengan
Tissue integrity: skin and mucous
Pressure ulcer prevention: Wound care
trauma mekanik
Wound healing: primary and secondary
1. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
terpasang bullow
intention
2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
drainage.
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama
3. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
1x3 jam diharapkan kerusakan pada integritas
4. Monitor status nutrisi pasien
kulit pasien dapat membaik dengan kriteria
5. Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman
hasil:
luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
-
Perfusi jaringan normal
lokal, formasi traktus.
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
-
Ketebalan dan tekstur jaringan normal
-
Menunjukkan pemahaman dalam proses
6. Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang -
Menunjukkan terjadinta proses
Risiko infeksi
penyembuhan luka NOC :
NIC :
berhubungan dengan
Risk Control
Infection Protection (proteksi terhadap
faktor risiko tempat
Setelah dilakukan asuhan selama 1x3jam risiko
infeksi)
masuknya organisme
infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil:
sekunder terhadap trauma
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Mengidentifikasi
faktor
yang
dapat
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2. Monitor WBC
menimbulkan resiko
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa
3. WBC dalam batas normal 4. Mempertahankan interaksi sosial
terhadap kemerahan, panas, drainase 4. Ispeksi kondisi luka 5. Dorong masukkan nutrisi yang cukup 6. Dorong masukan cairan 7.
Dorong istirahat
8.
Beri pasien obat antibiotik
DAFTAR PUSTAKA Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Indah Ayu Wiadnyani. 2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Tention Pneumothorax. Jakarta Poppy Ikky Anggraeny. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan Diagnosa Medis Tension Pneumothoraks. Jakarta Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASANPNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC. Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)