Tgas Gadar Tension Pnemuthorak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TENSION PNEUMOTHORAX



KELOMPOK 2 OLEH : Ubay durroman Nur ainun Yerni beni Ifon



KATA PENGANTAR



Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, penyusun dapat menyelesaikan



makalah ini. Penulisan



makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Dokumentasi Keperawatan. Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari awal pembuatan makalah ini sampai pada penyusunannya sangatlah sulit bagi penyusun dalam menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka penyusun mengharapkan saran dan masukan yang membangun. Akhir kata penyusun berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan



semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa



manfaat bagi pengemban ilmu pengetahuan khususnya dalam konteks keperawatan.



Jakarta, 12 November 2019



Kelompok 2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang.........................................................................................................4 I.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5 I.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................5 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Tension Pneumothorax........................................................................6 II.2 Etiologi Tension Pneumothorax............................................................................7 II.3 Patofisiologi Tension Pneumothorax...................................................................8 II.4 Manifestasi Klinik Tension Pneumothorax...........................................................9 II.5 Komplikasi Tension Pneumothorax.....................................................................10 II.6 Pemeriksaan Penunjang Tension Pneumothorax.................................................11 II.7 Penatalaksanaan Tension Pneumothorax.............................................................15 II.7 Asuhan Keperawatan Tension Pneumothorax.....................................................15 BAB III PEMBAHASAN III.1 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Tension Pneumothorax...........................24 BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 32 IV.2 Saran. ................................................................................................................. 32 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 33 BAB I PENDAHULUAN I.1



Latar Belakang



Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernafasan akan mempengaruhi semua organ yang lain yang akan mengganggu pada aktivitas manusia. Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan pola hidup yang kurang baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu gangguan sistem pernafasan yang serius dan membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan berbagai penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumothorak ventil status asmatikus dan pneumothorak berat. Sedangkan gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan. Di Amerika didapatkan 180.000 orang meninggal akibat gangguan fungsi paru seperti trauma thorak, baik karena trauma thorak langsung maupun tidak langsung. Trauma thorak dapat mengakibatkan terjadinya robekan pada pleura dimana dengan adanya robekan ini dapat menjadi celah masuknya udara ke dalam rongga tersebut sehingga menjadi Pneumothoraks. Dari pneumothoraks ini dapat menjadi tension pneumothoraks jika tidak ditangani dengan baik. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intrathoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. (Alagaff, Hood, 2005) Insidensi dari tension pneumothoraks di luar rumah sakit tidak mungkin dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT) Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan tindakan dekompresi jarum segera pada dada pasien yang menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra rumah sakit



berupa dekompresi jarum thorakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak semua pasien menderita kondisi tension pneumothoraks. I.2



Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari Tension Pneumothorax? 2. Apakah etiologi atau penyebab dari Tension Pneumothorax? 3. Bagaimana patofisiologi dari Tension Pneumothorax? 4. Apakah tanda dan gejala pada pasien dengan Tension Pneumothorax? 5. Apakah komplikasi dari Tension Pneumothorax? 6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien Tension Pneumothorax? 7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis Tension Pneumothorax? 8. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien Tension Pneumothorax?



I.3



Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Tension Pneumothorax. 2. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab dari Tension Pneumothorax. 3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Tension Pneumothorax. 4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada pasien Tension Pneumothorax. 5. Untuk mengetahui komplikasi dari Tension Pneumothorax. 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Tension Pneumothorax. 7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis Tension Pneumothorax. 8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien Tension Pneumothorax.



BAB II TINJAUAN TEORI II.1



Pengertian Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada.



Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer, 2000).



II.2 Etiologi Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut: 1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks). 2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia). 3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks. 4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup. 5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks (Corwin, 2009).



II.3 Patofisiologi Trauma tajam dan tumpul



Thorax Ruptur pleura



Inspirasi



Ekspirasi



Banyak udara masuk ke rongga pleura karena adanya rupture rongga pleura



Udara yang masuk melebihi tekanan barometrik



Udara tidak bisa keluar karena rupture pada rongga pleura tertutup



Akumulasi udara dalam kavum pleura



Risiko infeksi Kerusakan Jintegritas kulit



Ekspansi paru



PemasanganWSD



Ketidakefektifan pola nafas



Thorakdrains bergeser



Merangsang reseptor nyeri pada pleura viseralis dan parietalis



Diskontinuitas jaringan



Merangsang reseptor nyeri pada perifer kulit



Nyeri Akut



II.4 Tanda dan Gejala Menurut Boshwick tanda dan gejala pada Tension Pneumothorax yaitu: 1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit. 2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick, 1997). Sedangkan menurut Corwin, tanda dan gejala pasien dengan Tension Pneumothorax yaitu: 1.



Terjadi sesak napas yang progresif dan berat.



2.



Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.



3.



Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat.



4.



Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan getaran pada dinding toraks.



5.



Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris (Corwin, 2009).



II.5



Komplikasi 1.



Gagal napas akut (3-5%)



2.



Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales



3.



Henti jantung-paru



4.



Infeksi sekunder dari penggunaan WSD



5.



Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya



II.5 a. Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus b. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.



6.



Syok (Alagaff, 2005)



7.



Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.



8.



Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian dapat terjadi (Corwin, 2009). II.6 Penatalaksanaan 1. Primery Survey a. Airway and cervical spine control Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.



b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada nafas. 1) Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah



tension



pneumothorax



menjadi



pneumothoraks



sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu



dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris. Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak masuk  nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS



2) Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner. 3) Pemberian Oksigen



c. Circulation : (takikardia, hipotensi) 1) Kontrol perdarahan



dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk



menghindari parahnya tension pneumothoraks 2) Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 390C)



d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC. e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan. f. Pengelolaan selama transportasi : 1) Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri. 2) Bantuan kardiorespirasi bila perlu. 3) Pemberian darah bila perlu. 4) Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan karena bisa membiaskan symptom. 2. Secondary Survey (dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif) Prinsip tatalaksana di UGD a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap. b. Re-evaluasi : 1)



Laju nafas



2)



Suhu tubuh



3)



Pulse oksimetri saturasi O2



4)



Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis, dekompresi v. urinaria sebelum DPL



5)



EKG



6)



NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)



7)



Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu kompres dan obati



c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous suction).



d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru maksimal lalu lakukan monitoring e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah : a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks 15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan



dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS 2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9. c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk pleurodesis (Kurniasih, 2009). II.7



Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal serta



untuk



membedakan



antara



pneumotoraks



spontan



dengan



pneumotoraks sekunder.



2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CTScan. Ada 4 derajat.



3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut. Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.



4. Pemeriksaan Laboratorium : a. GDA :



variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan



mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia. b. Hb :



menurun, menunjukan kehilangan darah.



c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.



A. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian Primer a. Data Subjektif



1) Riwayat Penyakit Pasien a) Pasien mengeluh sesak b) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dan sternum) c) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak d) Pasien mengeluh lemas, lemah e) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk di bagian dada 2) Riwayat Kesehatan Pasien a) Riwayat penyakit sebelumnya b) Riwayat pengobatan sebelumnya c) Adanya alergi b. Data Objektif 1)



Airway (A) Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.



2)



Breathing (B) Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas pendek, napas dangkal.



3)



Circulation (C) Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi



4)



Disability (D) Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)



2. Pengkajian Sekunder a. Eksposure (E) Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab trauma pada dinding dada b. Five Intervention / Full set of vital sign (F)



1) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi 2) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia 3) Aritmia jantung 4) Pemeriksaan Lab : Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai : a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate b)



Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).



c)



Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.



d)



Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan hemidiafragma.



e)



Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan dislokasi sternoklavikular.



5) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks, kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma. 6) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury esophagus. 7) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury. 8) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung (pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada katup jantung) 9) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan cedera pada arteri koronaria. 10) Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi miokardia kontusion. c. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST) Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen d. Head to toe (H)



Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada: 1) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ (Distensi Vena Jugularis) 2) Daerah dada : a) Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada. b) Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan c) Perkusi : adanya hipersonor d) Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang terjadi penurunan bising napas. e) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen f) Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis e. Inspect the posterior surface (I) Adanya jejas pada daerah dada B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016): 1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.



C. Intervensi Keperawatan Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan



NOC :



NIC :



Respiratory status: Ventilation



Terapi Oksigen



Respiratory status: Airway patency



1. Pertahankan jalan nafas yang paten



Vital sign Status



Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Monitor aliran oksigen selama 1x3 jam diharapkan pola nafas 3. Pertahankan posisi pasien 4. Observasi adanya tanda tanda



pasien efektif dengan kriteria hasil: -



tidak ada sianosis dan dyspneu



hipoventilasi



sputum, Vital sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR mampu bernafas dengan mudah, (mampu



mengeluarkan



2. Monitor kualitas dari nadi



tidak ada pursed lips) -



Menunjukkan jalan nafas yang paten 3. Monitor frekuensi irama pernapasan (klien tidak merasa tercekik, irama



dan



nafas, frekuensi pernafasan dalam 4. Monitor suara paru rentang normal, tidak ada suara nafas 5. Monitor pola pernapasan abnormal



abnormal) -



Tanda tanda vital dalam rentang 6. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit normal (tekanan darah: Sistole 110/120, Diastole 70-80 mmHg; Nadi



60-80x/menit,



RR:



20x/menit, Suhu: 36-37˚C)



7. Monitor sianosis perifer 16- 8. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)



Nyeri akut berhubungan



NOC :



NIC :



dengan trauma jaringan



Pain Level



Analgesic Administration



dan reflex spasme otot.



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Cek riwayat alergi selama 1x3 jam nyeri akut teratasi 2. Pilih analgesik yang diperlukan dengan kriteria hasil : atau kombinasi dari analgesik



1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketika pemberian lebih dari satu dari skala 5 menjadi 3 (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 4. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 7. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)



Kerusakan integritas kulit



NOC:



NIC:



berhubungan dengan



Tissue integrity: skin and mucous



Pressure ulcer prevention: Wound



trauma mekanik terpasang



Wound healing: primary and secondary



care



bullow drainage.



intention



1. Jaga kulit agar tetap bersih dan



Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan kerusakan pada integritas kulit pasien dapat membaik dengan kriteria hasil:



kering 2. Monitor kulit akan adanya kemerahan 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi



-



Perfusi jaringan normal



-



Tidak ada tanda-tanda infeksi



4. Monitor status nutrisi pasien



-



Ketebalan dan tekstur jaringan



5. Observasi luka: lokasi, dimensi,



-



normal



kedalaman luka, jaringan nekrotik,



Menunjukkan pemahaman dalam



tanda-tanda infeksi lokal, formasi



proses perbaikan kulit dan mencegah



traktus.



terjadinya cidera berulang -



pasien



Menunjukkan terjadinta proses penyembuhan luka



6. Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril



Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma



NOC :



NIC :



Risk Control



Infection Protection (proteksi



Setelah dilakukan asuhan selama 1x3jam terhadap infeksi) risiko infeksi dapat dicegah dengan



1.



kriteria hasil: 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi



Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal



2.



Monitor WBC



3.



Inspeksi kulit dan membran



2. Mengidentifikasi faktor yang dapat



mukosa terhadap kemerahan,



menimbulkan resiko



panas, drainase



3. WBC dalam batas normal



4.



Ispeksi kondisi luka



4. Mempertahankan interaksi sosial



5.



Dorong masukkan nutrisi yang cukup



6.



Dorong masukan cairan



7.



Dorong istirahat



8.



Beri pasien obat antibiotik



BAB III TINJAUAN KASUS KASUS Seorang laki laki usia 50 tahun masuk UGD pada tanggal 12 November 2019 pukul 23.00 akibat kecelakaan lalu lintas. Dokter menidagnosa Tension Pneumothorax. Pasien mengeluh nyeri dada bagian sebelah kanan seperti tertekan benda berat dan sesak nafas. Hasil pengkajian didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 130×/menit, frekuensi pernafasan 30×/menit, suhu 36,70C. Terdapat gerakan dinding dada asimetris. Pernafasan ireguler, SpO2 60 %. Akral dingin, kulit dan bibir menjadi biru, memar pda area dada. RESUME DI INSTALASI GAWAT DARURAT A.



Data Pasien



Nama : Tn. F Jenis Kelamin : Pria /



No Rekam medik : 02788484 Tanggal lahir : 08/08/1969



Umur: 50 Tahun



Wanita



B. Primary Survey Waktu kedatangan : Transportasi : 12 November 2019 Diantar oleh yang menabrak Pukul 23.00 menggunakan mobil Tindakan Pre Hospital : CPR (-) O2 (-) Infus (-) – lain :



Bidai (-)



Bebat



TRIAGE



(-)



Kondisi datang : Ps datang dengan keadaan sadar CM GCS : E4M6V5 Ps mengeluh Nyeri dada dan sesak nafas Urin Kateter (-) Lain



Kesadaran Allert (+) Verbal Pain Unrespon



Kategori Triage : P1 P2 P3 MerahKuning Hijau Hitam



Klasifikasi Kasus Trauma Non Trauma Dx Medis : Tension



C. Secondary Survey Diagram Tubuh :



PEMERIKSAAN HEAD TO TOE Kepala normal Leher normal Thoraks gerakan dinding dada asimetris, terdapat luka terbuka bagian dextra Abdomennormal Genitourinarianormal



D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Jenis Pemeriksaan Darah Lengkap Kimia Klinik Gula darah Acak Blood Gas Analisa Kultur Urin EKG BUN Kreatinin Foto Thorak Lain – lain ..................................................................



Tindak lanjut : KRS



E.



MRS



PP DOA



Hasil :



OPERASI



PINDAH



LAIN LAIN



Pemberian Terapi



Pukul



Medikasi/Obat yang diberikan -



Terapi O2 nasal kanul 8 L Terapi Tramadol 2 x 1 mg drip Terapi Ceftriaxone 2 x 1 mg Terapi cairan IVFD RL 20 tpm



Dosis / rute pemberian Nasal kanul Intravena Intravena Intravena



F.



Diagnosa,Intervensi & Implementasi Keperawatan



Masalah Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas b.d ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan Ds : -ps mengatakan nyeri dada bagian sebelah kiri seperti tertimpa benda berat. -ps mengeluh sesak nafas Do : -ps tampak sesak -ttv pasien : TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C -SpO2 : 60% -pergerakan dada asimetris -suara nafas pasien Mengi



Waktu 23.00



23.00



23.00



23.00



Evaluasi (SOAP)



Tindakan keperawatan 1. Melakukan pemasangan infus Hasil : ps telah terpasang infus di tangan sebelah kanan IVFD RL 20 tpm 2. Memberikan terapi O2 nasal kanul Hasil : ps telah diberikan O2 nasal kanul 8 L 3. Mengkaji ttv pasien Hasil : Ttv pasien : TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C SpO2 : 60% 4. Memantau adanya pucat dan sianosis



S: O: ps telah terpasang infus di tangan sebelah kanan IVFD RL 20 tpm -ps telah diberikan O2 nasal kanul 8 L Ttv pasien : TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C SpO2 : 60% -



pasien



(Wheezing) -irama pernafasan pasien ireguler -ps tampak pucat -akral pasien dingin -membran mukosa pasien sianosis -kedalaman pernafasan pasien cepat dan dangkal - Radiologi:foto thorax gambaran pneumotoraks kanan, paru kolaps



23.00



23.00



23.00



Hasil : pasien tampak pucat dan membran mukosa pasien sianosis 5. Memantau irama, kedalaman, dan upaya pernafasan Hasil : irama pernafasan pasien ireguler, kedalaman nafas pasien dangkal. 6. Memperhatikan pergerakan dada Hasil : pergerakan dada asimetris serta terdapat suara nafas Mengi (Wheezing) 7. Kolaborasi untuk



tampak pucat dan membran mukosa pasien sianosis - irama pernafasan pasien ireguler, kedalaman nafas pasien dangkal. pergeraka n dada asimetris serta terdapat suara nafas Mengi (Wheezing) ps terpasang WSD di IC 4-5 mid axila kanan A : masalah belom teratasi P : tindakan dilanjutkan di ruang rawat inap mahasiswa



tindakan dekompresi dengan pemasangan selang WSD Hasil : ps terpasang WSD di IC 4-5 mid axila kanan 23.00 2. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflex spasme otot Ds : P : ps mengalami kecelakaan Q : ps mengatakan seperti tertimpa benda berat R : ps mengatakan nyeri dada bagian sebelah kanan S : Ps mengatakan skala nyerinya 7/10 T : saat kecelakaan, selama perjalanan ke RS serta di IGD Do : -ps tampak meringis kesakitan -ps tampak memegangi dadanya -ps tampak pucat -membran mukosa pasien sianosis -ttv pasien : TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C -SpO2 : 60%



23.00



23.00



23.00



23.00



23.00



1. Mengkaji nyeri secara komprehensif Hasil : -P : kecelakaan -Q : seperti tertimpa benda berat -R : dada bagian sebelah kanan -S : 7/10 -T : saat kecelakaan, selama perjalanan ke RS serta di IGD 2. Mengkaji ttv pasien Hasil : TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C SpO2 : 60% 3. Mengecek riwayat alergi Hasil : pasien tidak memiliki riwayat alergi 4. Memberikan terapi Tramadol 2×1 mg drip Hasil : ps telah diberikan terapi obat Tramadol 2×1 mg drip dan tidak ada reaksi alergi 5. Membaringkan pasien pada posisi yang nyaman Hasil : ps sudah berada di posisi nyaman



S: -P : kecelakaan -Q : seperti tertimpa benda berat -R : dada bagian sebelah kanan -S : 7/10 -T : saat kecelakaan, selama perjalanan ke RS serta di IGD - pasien tidak memiliki riwayat alergi - ps paham dan akan melakukan yang yang diajarkan perawat - ps mengatakan akan melakukan relaksasi nafas dalam apabila nyeri O: TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C SpO2 : 60% ps telah diberikan terapi obat Tramadol 2×1 mg drip dan tidak ada reaksi alergi - ps sudah berada di posisi nyaman A : masalah belum



6. Mengajarkan teknik



23.00



23.00 3. Resiko Infeksi b.d faktor risiko tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma Ds : Do : -ps terpasang WSD di IC 4-5 mid axila kanan -balutan ps tidak terjadi rembesan darah - Adanya luka 1 cm dengan jahitan matras mengelilingi selang WSD - Tampak gelembung udara keluar dari ujung selang dalam botol WSD saat ekspirasi -ttv pasien : TD: 130/90 mmHg, HR: 130×/menit, RR: 30×/menit, S:36,70C -SpO2 : 60%



23.00



23.00



23.00



23.00



distraksi teratasi Hasil : ps paham dan akan P : Tindakan dilanjutkan melakukan yang yang diruang rawat inap diajarkan perawat Mahasiswa 7. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam Hasil : ps mengatakan akan melakukan relaksasi nafas dalam apabila nyeri S: ps mengatakan 1. Memonitor tanda dan gejala paham dan akan infeksi sistemik dan lokal istirahat O : Hasil : ps tidak terdapat ps tidak terdapat tanda-tanda gejala infeksi tanda-tanda gejala 2. Menginpeksi kulit dan membran mukosa terhadap infeksi kulit pasien kemerahan, panas, drainase Hasil : kulit pasien tampak tampak pucat, membran mukosa pasien sianosis pucat, membran mukosa -kondisi luka baik, pasien sianosis 3. Menginspeksi kondisi luka terturup kassa, tidak ada rembesan darah pada Hasil : kondisi luka baik, balutan luka - ps telah terturup kassa, tidak ada diberikan rembesan darah pada Ceftriaxone 2 x 1 mg balutan luka IV dan tidak terdapat 4. Mendorong pasien untuk tanda alergi A : istirahat masalah belum Hasil : ps mengatakan teratasi paham dan akan istirahat 5. P : tindakan dilanjutkan Memberikan terapi obat di ruang rawat inap Ceftriaxone 2 x 1 mg IV Mahasiswa Hasil : ps telah diberikan Ceftriaxone 2 x 1 mg IV dan tidak terdapat tanda alergi



G. Waktu 23.00 23.00



23.00



23.00 23.00



Penatalaksanaan Komprehensif Tindakan kolaborasi 1. Memberikan terapi O2 nasal kanul 2. Memberikan terapi analgesik Tramadol 2×1 mg drip 3. Memberikan terapi antibiotik Ceftriaxone 2 x 1 mg IV 4. Memberikan terapi cairan IVFD RL 20 tpm 5. Melakukan pemasangan WSD



Rasional



Evaluasi



-memberikan tambahan O2 S : - O dan mencegah hipoksia : -mengurangi rasa nyeri -ps terpasang O2 nasal kanul 8 L -ps telah diberikan -mencegah infeksi terapi injeksi Tramadol 2×1 mg drip, Ceftriaxone 2 x 1 mg -menambah asupan cairan IV dan elektrolit -ps terpasang terapi -mengeluarkan cairan IVFD RL udara/cairan di thorax 20 tpm -ps terpasang WSD di IC 4-5 mid axila kanan. A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan di ruang rawat inap



BAB IV PENUTUP IV.1



Kesimpulan Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM. Setelah di RS pasien mendapatkan terapi cairan IVFD RL 20 tpm, terapi injeksi : Ceftriaxone 2 x 1 mg IV, Tramadol 2×1 mg drip dan pasien mendapatkan terapi O2 nasal kanul serta telah dilakukan asuhan keperawatan 1×24 jam.



IV.2



Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan semua mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Tension Pneumothorax serta dapat melakukan asuhan keperawatan yang sesuai. Kami pun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar penulisan makalah yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta: Interna Publishing. Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.



Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASANPNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC. Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)