Laporan Penyuluhan Individu [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Fenti
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENYULUHAN



MANAGEMEN STIGMA GANGGUAN JIWA Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Ners Departemen Jiwa Di Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang



Oleh : Fenti Diah Hariyanti 115070201111002



KELOMPOK 7 REGULER PROGRAM A JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015



HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN MANAGEMEN STIGMA GANGGUAN JIWA



Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Jiwa di Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang



Oleh : Fenti Diah Hariyanti 115070201111002



Telah diperiksa kelengkapannya pada : Hari



:



Tanggal : Dan dinyatakan memenuhi kompetensi



Perseptor Akademik



Perseptor Klinik



(Ns. Retno Lestari S.Kep, MN)



(Barti Marhaendrajani, S.Kep)



NIP. 198009142005022001



NIP. 196680181990032010



LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN I.



LATAR BELAKANG Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara maju, modern dan industry dengan angka kejadian yang masih tinggi (Hawari, 2001). Berdasarkan hasil survey kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) tahun 1995 menemukan bahwa 185 dari 1000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa. Hasil SKRT 1995 menunjukkan, gangguan mental emosional pada usia 15 tahun ke atas adalah 140 per 1.000 penduduk dan 5-14 tahun sebanyak 104 per 1.000 penduduk (Maramis, 2006). Desa Wonokerto merupakan salah satu bagian dari Desa Siaga Sehat Jiwa di Kecamatan Bantur. Desa Wonokerto terdiri dari 4 Dusun yaitu Dusun Krajan, Wonogiri,



Gampingan



dan



Gumukmojo



(Puskesmas



Wonokerto,



2014).



Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh tim CMHN Puskesmas Wonokerto yang bekerjasama dengan mahasiswa PSIK FKUB pada bulan Juli 2015, didapatkan data kurang lebih terdapat 16 orang dengan gangguan jiwa. Jumlah ini terdiri dari 8 orang di Dusun Gampingan dan 8 orang di Dusun Krajan. Salah satu factor yang mempengaruhi jumlah konsumen jiwa sehat di Kecamatan



Bantur



adalah



stigma.



Stigma



didefinisikan



sebagai



penolakan



lingkungan terhadap seseorang atau kelompok (Jones & Corrigan, 2012). Gangguan jiwa yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk mendapatkan stigma yaitu jenis gangguan yang menunjukkan abnormalitas atau penyimpangan (deviasi) pada pola perilakunya. Stigma masyarakat terhadap kelompok konsumen jiwa sehat juga terjadi di seluruh wilayah termasuk di Desa Wonokerto. Oleh karena itu diperlukan manajemen stigma masyarakat pada kelompok konsumsi jiwa sehat supaya tidak terjadi perburukan kondisi pada konsumen jiwa sehat yang ada di Desa Wonokerto. Masyarakat diharapkan mampu merawat anggota keluarga yang sudah sakit (menderita gangguan jiwa), dan mampu mencegah terjadinya gangguan jiwa baru dari masyarakat yang beresiko terjadi gangguan jiwa. Penanganan yang tepat terhadap konsumen jiwa sehat dan masyarakat yang beresiko akan dapat menekan terjadinya kejadian gangguan jiwa (CMHN, 2005). Mengingat



pentingnya informasi memanajemen stigma yang ada di



masyarakat, maka diperlukan suatu penyuluhan tentang stigma terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa. Penyuluhan ini merupakan kegiatan pemberian pendidikan bagi masyarkat dalam menjaga kesehatan jiwa di lingkungan sekitar.



II.



NAMA KEGIATAN Penyuluhan Managemen Stigma Gangguan Jiwa



III.



TUJUAN Tujuan Umum Meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal mungkin untuk menolong dirinya dan masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan jiwa. Tujuan Khusus a. Memberikan pengetahuan kepada warga desa Wonokerto tentang manajemen stigma kesehatan jiwa di masyarakat b. Mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang manajemen stigma sebelum dilakukan penyuluhan c. Mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang manajemen stigma sesudah dilakukan penyuluhan



IV.



SASARAN Sasaran dalam pelatihan ini adalah ±15 warga Dusun Krajan yang mengikuti kegiatan pengajian di lingkungannya.



V.



BENTUK KEGIATAN Bentuk kegiatan berupa ceramah interaktif dan Tanya jawab. Penyampaian materi diberikan secara lisan/verbal oleh pelatih dengan alat bantu seperti leaflet. Ceramah interaktif bertujuan memotivasi peserta terlibat aktif mengikuti materi yang disampaikan dengan cara menyampaikan pendapatnya. Pembukaan silakukan selama ±10 menit kemudian menyampaikan informasi yang diikuti dengan diskusi dan tanya jawab.



VI.



WAKTU DAN TEMPAT Hari/tanggal : Kamis, 6 Agustus 2015 Waktu : 19.30 – 20.45 WIB Tempat : Rumah Bu Supik (Dusun Krajan RT 6)



VII. SUSUNAN ACARA WAKTU 19.00 - 19.30 19.30 - 19.35 19.35 - 19.55 19.55 - 20.15 20.15 - 20.30 20.30 - 20.45



ALOKASI 30’ 5’ 20’ 20’ 15’ 15’



KEGIATAN Persiapan kegiatan Pembukaan Mengikuti kegiatan pengajian Melakukan penyuluhan dan tanya jawab Penutupan Makan bersama



VIII. DOKUMENTASI



IX.



LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1



: Satuan acara penyuluhan



Lampiran 2



: materi penyuluhan



Lampiran 3



: Soal pre-post test



Lampiran 4



: Berita acara



Lampiran 5



: Daftar hadir peserta



Lampiran 1



SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan



: Managemen Stigma Gangguan Jiwa



Sasaran



: Penduduk Dusun Krajan



Tempat



: Rumah warga yang mendapat giliran pengajian rutin



Hari/Tanggal



: Agustus 2015



Waktu



: 1 x 20 menit



Penyuluh



: Fenti Diah Hariyanti



A. Latar Belakang Dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa, keperawatan melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperaawatan. Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik, namun tetap dilakukan secara holistik ketika dilakukan asuhan keperawatan kepada klien. Berbagai terapi keperawatan telah dikembangkan dan difokuskan kepada klien secara individu, kelompok, keluarga, maupun komunitas. masyarakat menjadi salah satu jawaban untuk mencegah timbulnya kejadian gangguan jiwa. Masyarakat diharapkan mampu merawat anggota keluarga yang sudah sakit (menderita gangguan jiwa), dan mampu mencegah terjadinya gangguan jiwa



baru dari masyarakat yang beresiko terjadi



gangguan jiwa. Penanganan yang tepat terhadap konsumen jiwa sehat dan masyarakat yang beresiko akan dapat menekan terjadinya kejadian gangguan jiwa (CMHN, 2005). Kecamatan Bantur merupakan salah satu kecamatan dengan konsumen jiwa sehat terbanyak di Jawa Timur. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh mahasiswa Keperawatan Brawijaya program A bekerja sama Puskesmas Bantur Maret 2014 didapat data track record pasien konsumen jiwa sehat sebanyak 202 orang yang tersebar di 5 Desa yaitu Desa Bantur 66 orang, Wonorejo 14 orang, Srigonco 30 orang, Sumber Bening 17 orang, dan Bandung Rejo 61 orang. Saat ini, Desa Wonokerto juga mulai dikembangkan menjadi desa sehat jiwa. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh tim CMHN Puskesmas Wonokerto yang bekerjasama dengan mahasiswa PSIK FKUB pada bulan Juli 2015, didapatkan data kurang lebih terdapat 16 orang dengan gangguan jiwa. Jumlah ini terdiri dari 8 orang di Dusun Gampingan dan 8 orang di Dusun Krajan. Banyaknya konsumen jiwa sehat di Kecamatan Bantur disebabkan banyak



faktor, salah satunya disebabkan oleh stigma. Stigma didefinisikan sebagai penolakan lingkungan terhadap seseorang atau kelompok (Jones & Corrigan, 2012). Gangguan jiwa yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk mendapatkan stigma yaitu jenis gangguan yang menunjukkan abnormalitas atau penyimpangan (deviasi) pada pola perilakunya. Stigma masyarakat terhadap kelompok konsumen jiwa sehat juga terjadi di seluruh wilayah termasuk di Desa Wonokerto. Oleh karena itu diperlukan manajemen stigma masyarakat pada kelompok konsumsi jiwa sehat supaya tidak terjadi perburukan kondisi pada konsumen jiwa sehat yang ada di Desa Wonokerto. Mengingat pentingnya peranan masyarakat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan jiwa yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan jiwa di masyarakat, maka diperlukan suatu penyuluhan tentang stigma terhadap klien yang mengalami gangguan jiwa. Penyuluhan ini merupakan kegiatan pemberian pendidikan bagi masyarkat dalam menjaga kesehatan jiwa di lingkungan sekitar. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengevaluasi



peran



warga



dalam



meningkatkan,



memelihara,



dan



mempertahankan kesehatan jiwa masyarakat. 2. Tujuan Khusus d. Memberikan pengetahuan kepada warga desa Wonokerto tentang manajemen stigma kesehatan jiwa di masyarakat e. Mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang manajemen stigma sebelum dilakukan penyuluhan f.



Mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang manajemen stigma sesudah dilakukan penyuluhan



C. Materi Penyuluhan 1. Pengertian gangguan jiwa 2. Pengertian stigma gangguan jiwa 3. Faktor penyebab stigma gangguan jiwa 4. Dampak stigma gangguan jiwa 5. Managemen stigma gangguan jiwa D. Sasaran Sasaran penyuluhan adalah warga Dusun Krajan yang menghadiri pengajian rutin. E. Metode Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab. F. Media Media yang digunakan adalah leaflet.



G. Kegiatan Penyuluhan Tahap



Waktu



Pembukaan 5







menit



Membuka



salam Memperkenalkan diri Menjelaskan maksud dan



 



Metode



Peserta kegiatan  Menjawab



dengan mengucapkan  



Penyajian



Kegiatan



Kegiatan Penyuluhan



tujuan



dari



penyuluhan Kontrak waktu Melakukan pre test



10



Menjelaskan tentang :



menit



 Pengertian



gangguan



jiwa  Pengertian



media



Ceramah, -



salam  Mendengarkan  Memperhatikan  Menjawab



Tanya jawab



pertanyaan pre test



 Mendengarkan



Ceramah,



dan



Tanya



memperhatika



jawab



Leaflet



stigma



n  Memberikan gangguan jiwa  Faktor penyebab tanggapan dan stigma gangguan jiwa pertanyaan  Dampak stigma mengenai hal gangguan jiwa yang kurang  Managemen stigma dimengerti



gangguan jiwa Penutup



5 menit



 



Melakukan post test Meyimpulkan hasil







kegiatan penyuluhan Menutup dengan salam



- Menjawab



Ceramah,



pertanyaan - Memberikan



Tanya jawab



tanggapan balik



H. Kriteria Evaluasi 1. Struktur a. Melakukan



perizinan



kepada



kepala



puskesmas



mengenai



kegiatan



penyuluhan sebelum acara dilakukan. b. Melakukan perizinan kepada perangkat desa dan stake holder mengenai kegiatan penyuluhan sebelum acara dilakukan. c. Melakukan kerjasama dengan kader dalam melakukan persiapan dan kegiatan penyuluhan. d. Melakukan perizinan



kepada



pemilik



rumah



tempat



kegiatan



dilaksanakan sebelum acara dilakukan. e. Persiapan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa f. Pelaksanaan penyuluhan sesuai dengan yang dirumuskan di SAP.



akan



2. Proses : a. Jumlah peserta penyuluhan minimal 15 peserta. b. Media yang digunakan adalah leaflet. c. Waktu penyuluhan adalah 20 menit. d. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan penyuluhan berlangsung e. Peserta aktif dan antusias dalam megikuti kegiatan penyuluhan 3. Hasil a. 95% peserta penyuluhan memahami tentang pengertian gangguan jiwa. b. 80% peserta penyuluhan memahami tentang stigma, penyebab, dampak, management dan cara mengubah stigma. c. 75% peserta berkomitmen untuk merubah stigma tentang gangguan jiwa.



Lampiran 2. Materi Penyuluhan



MANAJEMEN STIGMA MASYARAKAT A. Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah kelainan perilaku yang disebabkan oleh rusaknya fungsi jiwa (ingatan, pikiran, penilaian/persepsi, komunikasi, aktivitas, motivasi, belajar) sehingga



menyebabkan



adanya



hambatan



dalam



melakukan



fungsi



sosial



(interaksi/bergaul). Penyebab gangguan jiwa adalah ketidakmampuan seseorang beradaptasi dengan masalah. Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Perilaku yang menunjukkan seseorang mengalami gangguan jiwa adalah sangat beragam CIRI PERILAKU  Sedih berkepanjangan dalam waktu lama  Kemampuan melakukan kegiatan sehari – hari (kebersihan, makan, minum, aktivitas) berkurang  Motivasi untuk melakukan kegiatan menurun (malas)  Marah – marah tanpa sebab  Bicara atau tertawa sendiri  Mengamuk  Menyendiri  Tidak mau bergaul  Tidak memperhatikan penampilan/kebersihan diri  Mengatakan atau mencoba bunuh diri B. Stigma Gangguan Jiwa 1. Definisi Stigma Gangguan Jiwa Seringkali penderita gangguan jiwa justru dihindari atau dikucilkan oleh masyarakat. Istilah penghindaran pada dasarnya berbeda dengan stigma. Label penghindaran



mengacu



pada



keadaan



dimana



individu



memilih



tidak



menggunakan fasilitas kesehatan untuk menyelesaikan masalah kejiwaan yang dialami untuk menghindari label negatif padanya (Corrigan, et al., 2011). Sedangkan



stigma



didefinisikan



sebagai



penolakan



lingkungan



terhadap



seseorang atau kelompok (Jones & Corrigan, 2012). Stigma berasal dari kecenderungan manusia untuk menilai orang lain.



Bedasarkan penilaian tersebut, kategorisasi atau stereotip dilakukan tidak berdasarkan fakta, tetapi pada apa yang masyarakat anggap sebagai tidak pantas, luar biasa, memalukan, atau tidak dapat diterima. Stigmatisai terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Seseorang dapat dikenai stigma karena penyakit yang diderita, cacat fisik, pekerjaan dan status ekonomi, atau gangguan jiwa yang dialami. Gangguan jiwa mengacu pada ketidakmampuan yang bersifat serius dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan atau kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. (Syaharia, 2008). Gangguan



jiwa



yang



memiliki



kecenderungan



lebih



besar



untuk



mendapatkan stigma yaitu jenis gangguan yang menunjukkan abnormalitas atau penyimpangan (deviasi) pada pola perilakunya. Stigma yang lebih memberatkan yaitu gangguan jiwa yang mempengaruhi penampilan (performance) fisik seseorang daripada gangguan jiwa yang tidak berpengaruh pada penampilan fisik seseorang (Syaharia, 2008). 2. Faktor Penyebab Stigma Gangguan Jiwa Stigma sosial yang berhubungan dengn masalah kesehatan jiwa muncul karena beberapa penyebab. Selama ini, seseorang dengan masalah kesehatan jiwa selalu diperlakukan berbeda, dikucilkan, bahkan diperlakukan dengan buruk. Perlakuan ini mungkin berasal dari pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa penderita gangguan jiwa dapat bersikap kasar atau jahat atau tidak terduga dibandingkan dengan seseorang yang sehat secara jiwa. Selain itu, kepercayaan terhadap kekuatan jahat atau hal-hal yang gaib sebagai penyebab gangguan jiwa merupakan salah satu alasan munculnya ketakutan dan diskriminasi pada penderita gangguan jiwa (Davey, 2013). Beberapa faktor yang menjadi sebab terjadi atau munculnya stigma gangguan jiwa antara lain sebagai berikut: a. Adanya kesalahpahaman mengenai gangguan jiwa yang disebabkan kurangnya



pemahaman tentang gangguan jiwa sehingga muncul anggapan bahwa gangguan jiwa identik dengan istilah “gila” b. Adanya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap hal-hal gaib sehingga ada asumsi bahwa gangguan jiwa disebabkan hal-hal yang bersifat supranatural, seperti makhluk halus, setan, roh jahat, atau akibat terkena pengaruh sihir.



3. Dampak Stigma Gangguan Jiwa Stigmatisasi pada orang yang mengalami gangguan jiwa dapat berdampak



pada penanganan gangguan



jiwa yang kurang tepat. Menurut Corrigan dan



Watson (2002), dampak stigma dapat dibagi menjadi dua, yaitu dampak stigma publik dan dampak stigma diri (self-stigma). Stigma publik dapat diartikan sebagai reaksi masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa. Sedangkan self-stigma merupakan penilaian penderita gangguan jiwa terhadap dirinya sendiri. Baik stigma public dan self-stigma dapat digambarkan dalam tiga komponen, yaitu stereotip, anggapan (prejudice), dan diskriminasi. Perbedaan ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :



Stereotipe



Stigma Publik keyakinan negative tentang kelompok (seperti berbahaya, ketidakmampuan, kelemahan karakter)



Prejudice



kesepakatan antara keyakinan dan/atau reaksi emosi negative (respon marah, ketakutan)



Diskriminasi respon terhadap prejudice (menghindari, mengucilkan penderita gangguan jiwa) Self-stigma Stereotipe keyakinan negative tentang diri sendiri (kelemahan karakter, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu Prejudice



kesepakatan antara keyakinan dan/atau reaksi emosi negative (harga diri rendah)



Diskriminasi respon terhadap prejudice (gagal dalam pekerjaan) Jika dilihat dari stigma yang dialami oleh penderita gangguan jiwa, maka dampak yang muncul dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama penanganan pada klien dengan stigma bahwa orang yang menderita gangguan jiwa karena kesurupan sedangkan stigma yang kedua adalah bahwa penderita gangguan jiwa merupakan aib keluarga. Perlakuan yang terjadi pada penderita gangguan jiwa dengan stigma bahwa mereka mengalami penyakit yang berhubungan dengan kekuatan supranatural yaitu mereka akan segera diberi pengobatan dengan memanggil dukun atau kyai yang dapat mengusir roh jahat dari tubuh penderita. Waktu penyembuhan tersebut bisa memakan waktu sebentar ataupun lama. Dampak yang ditimbulkan adalah bahwa gangguan jiwa yang terjadi pada penderita tersebut akan semakin berat tanpa pertolongan dengan segera. Sedangkan perlakuan pada orang yang menganggap gangguan jiwa adalah aib yaitu dengan cara menyembunyikan keadaan gangguan jiwa tersebut dari masyarakat. Mereka tidak segera membawa orang yang mengalami gangguan jiwa



tersebut ke profesional tetapi cenderung menyembunyikan atau merahasiakan keadaan tersebut dari orang lain ataupun masyarakat. Hal ini berdampak pada pengobatan yang terlambat dapat memeperparah keadaan gangguan jiwanya. Dengan adanya stigma di masyarakat, penderita gangguan jiwa lebih memilih tidak memberitahukan kondisinya pada masyarakat, sehingga cenderung menarik diri dan hal ini akan memperparah keadaannya. Disamping itu, terjadi pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa baik yang baru ataupun yang sudah sembuh dari gangguan. Hal ini dapat berakibat pada gangguan yang lebih parah yang dapat berdampak pada kekambuhan yang lebih cepat. Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat di sekitar penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa yang tidak tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan. 4. Manajemen Stigma Gangguan Jiwa Menghilangkan stigma gangguan jiwa di masyarakat memang tidak mudah. Namun tetap diperlukan usaha untuk menurunkan stigma tersebut dengan harapan di masa yang akan datang akan



hilang dengan sendirinya. Penanganan stigma



memerlukan pendidikan dan keinginan yang keras dari individu-individu di masyarakat dan memerlukan keberanian yang besar untuk ikut serta dalam penanganan tersebut. Beberapa kegiatan atau program



yang dapat dilakukan untuk mengurangi



stigma gangguan jiwa antara lain: a. Melakukan kampanye pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa. Kampanye tersebut dapat dilakukan di masyarakat melalui program desa siaga ataupun dengan media massa. Kita berikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat ataupun wartawan secara akurat dan terbaru tentang kesehatan jiwa. b. Pantangan untuk menggunakan istilah yang digunakan dalam merujuk kepada orang-orang dengan penyakit mental, atau terkait dengan istilah kata-kata yang digunakan sebagai cemoohan, seperti psikopat, gila, atau menderita skizofrenia. c. Melibatkan keluarga ataupun masyarakat dalam pelaksanaan tindakan terhadap



pasien gangguan jiwa sehingga kesadaran keluarga dan masyarakat tentang cara pandang mereka pada pasien gangguan jiwa dapat berubah dan dapat membantu menanganinya.



d. Pemerintah ataupun lembaga swasta perlu memberikan kesempatan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuannya kepada orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ataupun orang-orang yang telah sembuh dari gangguan jiwa. e. Tenaga kesehatan maupun tokoh masyarakat harus mampu menunjukkan atau memberi contoh bahwa tidak melakukan stigma tersebut. Kita harus menentang kesalahpahaman tentang gangguan jiwa dan menunjukkan fakta-fakta bahwa penyakit mental sangatlah umum dan dapat disembuhkan dengan manajemen tindakan yang tepat. Daftar Pustaka Corrigan Patrick W. and Watson Amy C. 2002. Understanding the Impact of Stigma on People with Mental Illness. Journal Worl Psyciahtry. Corrigan Patrick W, Amy C. Watson and Leah Barr. 2011. The Self Stigma of Mental Illness : Implication for Self Esteem and Self Efficiacy. Journal Of Social and Clinical Psychology. Jones Nev and Corrigan Patrick W. 2012. Mental Health Stigma in The Muslim Community. Ilinoiis Institue of Technology. Volume 7.



Lampiran 3. Soal Pre dan Post Test PRE & POST TEST 1. Ciri perilaku orang dengan gangguan jiwa adalah…. a.



Mampu melakukan aktifitas sehari – hari



b.



Berbicara dan tertawa sendiri



c.



Berpenampilan rapi



2. Apa yang dimaksud dengan STIGMA gangguan jiwa? a. Penolakan lingkungan b. Penerimaan masyarakat c. Penganiayaan fisik 3. Yang merupakan faktor penyebab STIGMA gangguan jiwa adalah... a. Kepercayaan terhadap hukum b. Kepercayaan terhadap hal-hal ghaib c. Kepercayaan terhadap pemerintah 4. Yang merupakan dampak dari STIGMA gangguan jiwa adalah... a. Penghormatan terhadap penderita gangguan jiwa b. Dukungan terhadap penderita gangguan jiwa c. Diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa 5. Di bawah ini yang merupakan kegiatan atau program yang dapat dilakukan untuk mengurangi stigma gangguan jiwa antara lain... a. Bersih desa b. Kampanye sehat jiwa c. Kampanye partai politik



Lampiran 4. Berita Acara



KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN Jalan Veteran Malang – 65145 Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192 – Fax (62)(0341) 564755 e-mail: [email protected] http:fk.ub.ac.id



JAWA TIMUR – INDONESIA



Berita Acara Kegiatan Penyuluhan Nama Kegiatan



: Penyuluhan Sehat Jiwa



Hari/Tanggal



: Kamis, 6 Agustus 2015



Pukul



: 19.30 – 20.45



Tempat



: Rumah Bu Supik (Dusun Krajan RT 6)



Pengisi Acara



: Fenti Diah Hariyanti



Jumlah Peserta



: 25 orang



Kronologis Acara



:



1. 2. 3. 4. 5.



Pembukaan Pengajian Tahlil dan Yasin Penyuluhan dan tanya jawab Penutupan Makan bersama



19.30 - 19.35 19.35 - 20.10 20.10 - 20.25 20.25 - 20.30 20.30 - 20.45



Pertanyaan



:-



Evaluasi



:



1. Tercapainya target peserta penyuluhan dari target 15 peserta menjadi 25 peserta. 2. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir kegiatan. 3. Pengetahuan peserta meningkat setelah dilakukan penyuluhan. Hal ini diketahui dari peserta dapat menjawab pertanyaan yang diajukan saat post-test. Saran



:



1. Dilakukannya penyuluhan tentang sehat jiwa di setiap kegiatan tahlil atau pengajian di lingkungan Desa Wonokerto, sehingga masyarakat dapat terlibat aktif dalam kesehatan jiwa. Wonokerto, 6 Agustus 2015 Mahasiswa



Fenti Diah Hariyanti NIM. 115070201111002 Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta