LAPORAN PK SUSPENSI COTRIM Print (Lagiii) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENETAPAN KADAR SUSPENSI KOTRIMOKSAZOL (SULFAMETOKSAZOL 200 mg DAN TRIMETOPRIM 40 mg TIAP 5 mL) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI



Disusun oleh : Kelompok B3 Reguler 2010 Anita Natasya



1006683362



Aprillia Wulandari



1006683375



Bernadius A.



1006683412



Letitia Tania



1006683614



Lidya Priscilla



1006683620



Nur Azizah



1006683772



Russel Koyean



1006683860



Fathimah



1006757985



M. Miftahul Huda



1006758035



Syifa Amelia



1006758092



Nurul Nizma



1006775123



Lutfi Abdul Karim



1006775073



Febrianto Dwikaguri



1006775035



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK



2013 HALAMAN PENGESAHAN Laporan tugas khusus ini diajukan oleh : kelompok B3 Reguler Anggota



:



1. Anita Natasya



1006683362



8.



Fathimah



2. Aprilia Wulandari 1006683375



9.



M. Miftahul Huda 1006758035



3. Bernadius A.



1006683412



10. Syifa Amelia



1006758092



4. Letitia Tania



1006683614



11. Nurul Nizma



1006775123



5. Lidya Priscilla



1006683620



12. Lutfi Abdul K.



1006775073



6. Nur Azizah



1006683772



13. Febrianto D.



1006775035



7. Russel Koyean



1006683860



Judul



1006757985



: Penetapan Kadar Suspensi Kotrimoksazol (tiap 5 ml suspensi mengandung Sulfametoksazol 200 mg dan Trimetoprim 40 mg ) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.



Dosen Pembimbing: Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt Depok, Desember 2013



Mengetahui, Ketua Kelompok



Lidya Priscilla



Menyetujui, Dosen Pembimbing



Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt. ii



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Penyusunan laporan ini ditujukan untuk melakukan penetapan kadar Suspensi Kotrimetoksazol dengan metode KCKT yang merupakan tugas khusus pada mata kuliah Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Fakultasi Farmasi Universitas Indonesia. Dalam pembuatan laporan dan pengerjaan tugas khusus selanjutnya tim penulis perlu mengapresiasi dengan memberikan ucapan terima kasih. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : (1) Dra. Maryati Kurniadi, M.Si, Apt. selaku pembimbing tugas khusus yang kiranya dapat berkenan mengoreksi dan membimbing kami apabila apa yang ada dalam laporan ini tidak tepat dan untuk selanjutnya dapat membimbing kami dalam pengerjaan. (2) Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku koordinator praktikum Analisa Sediaan Farmasi dan Ketua Laboratorium Kimia Kuantitatif yang berkenan memberikan izin waktu dan tempat untuk penggerjaan, serta untuk bimbingannya di kemudian hari. (3) Serta beberapa pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang memberikan peran sangat besar dalam membantu penyelesaian tugas khusus kami. Dalam laporan ini mungkin terdapat kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, laporan ini perlu dikoreksi lebih lanjut untuk penyempuraan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun terkait laporan dan tugas khusus ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.



Depok, Desember 2013



Tim Penyusun



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ........................................................................................ 1



1.2



Rumusan Masalah ................................................................................... 2



1.3



Tujuan Penelitian .................................................................................... 2



1.4



Manfaat Penelitian .................................................................................. 2



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 2.1



Zat Aktif ................................................................................................. 3



2.2



Efek Farmakologi ................................................................................... 4



2.3



Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .......................................................... 5



BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 12 3.1



Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................. 12



3.2



Alat dan Bahan ....................................................................................... 12



3.3



Cara kerja................................................................................................ 12



BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 18 4.1



Skema pembuatan larutan uji, larutan simulasi, dan larutan sampel ...... 18



4.2



Perhitungan ............................................................................................. 20



4.3



Pembahasan ............................................................................................ 26



BAB 5. PENUTUP....................................................................................................... 29 5.1



Kesimpulan ............................................................................................. 29



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 30 LAMPIRAN .................................................................................................................. 31



iv



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Dalam pemenuhan mutu suatu obat dan bahan obat diperlukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui jenis/identitas zat aktif dalam sediaan obat. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah dan komposisi zat aktif. Analisis kualitatif dan kuantitatif zat aktif dalam sediaan obat yang diproduksi suatu pabrik dan beredar di pasaran sangat penting dilakukan untuk membuktikan zat aktif dalam sediaan dan kadarnya sesuai dengan yang tertera pada etiket. Senyawa obat atau bahan kimia tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope atau sumber acuan resmi lainnya. Suspensi Kotrimoksazol, mengandung sulfametoksazol C10H3O3S dan Trimetropim C14H18N4O3 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumLah yang tertera pada etiket. Suspensi kotrimoksazol mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetropim tiap 5 mL. Trimetoprim dan sulfametoksazol merupakan obat yang berfungsi menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. Analisis pada suspensi kotrimazol dilakukan berdasarkan United State Pharmacopoeia 32. Metode yang digunakan dalam analisis suspensi kotrimazol adalah metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, daya pisah yang baik, dan waktu analisis yang cepat. Tahapan metode analisis yang dilakukan antara lain pembuatan reagensia, pembuatan larutan standar dan sampel, uji kesesuaian sistem untuk mendapatkan sistem



kromatografi



yang



tepat



dalam



analisis,



uji



kualitatif



dengan



membandingkan waktu retensi untuk memastikan kandungan zat aktif sesuai yang tertera pada label, uji kuantitatif untuk memastikan komposisi zat aktif sesuai dengan yang tertera pada label.



1



1.2



Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara menganalisa sampel sediaan suspensi kotrimoksazol (sulfametoksazol dan trimetropim) untuk secara kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan USP 32? 2. Apakah



sampel



memenuhi



monografi



yang



tertera



pada



suspensi



kotrimoksazol (sulfametoksazol dan trimetropim) untuk berdasarkan USP 32? 1.3



Tujuan Penelitian 1. Menganalisa sampel sediaan suspensi kotrimoksazol (sulfametoksazol dan trimetropim) untuk secara kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan USP 32. 2. Membuktikan kesesuaian antara sampel dengan monografi



suspensi



kotrimoksazol (sulfametoksazol dan trimetropim) untuk yang tertera USP 32. 1.4



Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai cara menganalisis sediaan suspensi kotrimoksazol (sulfametoksazol dan trimetropim) untuk anak secara kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan USP 32. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan analisis sediaan farmasi terutama suspensi kotrimoksazol.



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Zat Aktif 2.1.1 SuspensiKotrimoksazol SuspensiKotrimoksazol, mengandung sulfametoksazol C10H3O3S dan Trimetropim C14H18N4O3 tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumLah yang tertera pada etiket. Suspensi



kotrimoksazol



untuk



anak



mengandung



200



mg



sulfametoksazol dan 40 mg trimetropim tiap 5 mililiter.. 2.1.2 Sulfametoksazol



Gambar. Struktur Kimia Sulfametoksazol (Clarke's Analysis of Drugs and Poisons)



Sinonim



: Sulfisomezol



Definisi



: 4-Amino-N-(5–metil–3–isoksazolil)benzensulfonamida atau N1-(5-Metil-3-isoksazolil)sulfanilamida



Rumus molekul



: C10H11N3O3S



Berat molekul



: 253.3



pKa



: 5.6 (25°).



Koefisien partisi



: Log P(oktanol/air), 0.9



Pemerian



: Serbuk hablur putih atau kekuningan dengan titik lebur 167° (kristal dalam etanol encer)



Kelarutan



: Sedikit larut air, larut 1 dalam 50 etanol dan 1 dalam 3 aseton, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, larut dalam larutan basa hidroksida



Indikasi



: Antibiotik sulfonamida



3



2.1.3



Trimetoprim Trimetoprim memiliki struktur kimia sebagai berikut :



[Sumber : BP 2007] Gambar 2.2 Struktur Kimia Trimetoprim Rumus molekul



: C14H18N4O3



Berat molekul



: 290,3



pKa



: 7,2; 6,6



Fungsi



: antibakteri



Organoleptis



: hablur atau serbuk hablur, putih sampai krem; tidak berbau



Kelarutan



: sangat sukar larut air; larut dalam benzil alkohol; agak sukar larut kloroform dan metanol; praktis tidak larut eter dan CCl4.



2.2



Efek Farmakologi Trimetoprim, sebuah senyawa trimetoksibenzilpirimidin, menghambat



secara selektif dihidrofolat reduktase bakteri (yang berfungsi mengkonversi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat), yang berperan dalam sintesis purin, sebuah komponen DNA. Tetrahidrofolat sendiri penting untuk pembentukan basa purin (adenin, guanin), dan beberapa asam amino (metionin, glisin). Jika dikombinasikan dengan sulfametoksazol (sebuah analog PABA), maka kombinasi tersebut dapat menghambat langkah-langkah dalam sintesis folat, sehingga



keduanya



bekerja



secara



sinergis.



Kombinasi



trimetoprim-



sulfametoksazol (kotrimoksazol) bersifat bakteriostatik. Sebagian besar bakteri, baik gram positif maupun gram negatif sensitif terhadap trimetoprim. Pengecualian pada Enterobacter karena resistensi yang berkembang dengan cepat.



4



Kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol merupakan pengobatan yang efektif untuk infeksi pneumonia, shigellosis, salmonella, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mycobacter non-tuberkulosis. Kombinasi ini juga aktif untuk sebagian besar strain Staphylococcus aureus, bahkan MRSA, juga dapat digunakan untuk patogen saluran nafas seperti pneumococcus, Haemophilus sp, Moraxella catarrhalis, dan Klebsiella pneumoniae (namun bukan Mycoplasma pneumoniae).



2.3



Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikenal juga dengan



istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC). KCKT merupakan perangkat peralatan yang penting dalam perkembangan dunia analisis bahan baku maupun bahan pencemar. Fungsi utama KCKT pada dasarnya adalah kemampuannya dalam memisahkan berbagai komponen penyusun dalam suatu sampel. Kinerja tinggi dari kromatografi awalnya ditentukan oleh ketinggian tekanannya, namun perkembangan teknologi telah menghasilkan produk kromatografi cair berkinerja tinggi dengan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Secara umum KCKT digunakan dalam kondisi-kondisi berikut: 1.



Pemisahan berbagai senyawa organik maupun anorganik, ataupun



spesimen biologis 2.



Analisis ketidakmurnian (impurities)



3.



Analisis senyawa-senyawa yang tak mudah menguap (non-volatil)



4.



Penentuan molekul-molekul netral, ionik maupun zwitter ion



5.



Isolasi dan pemurnian senyawa



6.



Pemisahan senyawa-senyawa dengan struktur kimia yang mirip



7.



Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumLah kecil (trace elements)



1. Kelebihan KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia dan metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan 5



dengan metode lainnya (Done dkk, 1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978). Kelebihan itu antara lain: 1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran 2. Mudah melaksanakannya 3. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi 4. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis 5. Resolusi yang baik 6. Dapat digunakan bermacam-macam detector 7. Kolom dapat digunakan kembali 8. Mudah melakukan "sample recovery"



2. Komponen KCKT



Gambar 2.3 Diagram komponen KCKT 1.



Pompa Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom.



Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating),oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas.



6



Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas. Pompa KCKT harus terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan pompa dapat terbuat dari: gelas, baja tahan karat, teflon maupun batu nilam.Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan hingga 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3 mL/menit. Untuk keperluan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan hingga 20 mL/menit. 2.



Injektor Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan



disturbansi yang minimum dari material kolom. 3.



Kolom Kolom adalah bagian terpenting dalam kromatografi karena berhasil atau



gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Kolom analitik : Ukuran diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm. b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi.



4.



Detektor Terdapat 2 macam detektor KCKT, yaitu detektor universal dan detektor



spesifik. Detektor universal merupakan detektor yang dapat mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif contohnya detektor yang bersifat universal adalah detektor indeks bias dan spektrometri massa. Sedangkan, detektor spesifik adalah detektor yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, fluoresensi dan elektrokimia.



7



Karakteritik detektor yang ideal: 1.



Mempunyai respon terhadap analit yang cepat dan dapat diproduksi kembali



2.



Mempunyai sensitivitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi analit pada kadar yang sangat kecil



3.



Stabil dalam pengoperasiannya



4.



Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional 8 ul atau lebih kecil dan 1 ul atau lebih kecil pada kolom mikrobar.



5.



Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit pada kisaran yang luas



6.



Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak



Detektor merupakan bagian integral dari peralatan analitik kromatografi cair ini. Ada beberapa jenis detektor yang digunakan, dengan pemilihan yang umumnya didasarkan pada persyaratan sensitivitas, jenis senyawa yang ada dalam sampel, dan faktor-faktor lain seperti biaya. Detektor yang paling umum didasarkan pada indeks bias dari eluat kolom, karena hampir semua zat terlarut akan menghasilkan larutan dengan indeks bias yang berbeda dengan indeks bias pelarut murni. Detektor ini mampu menginderai perbedaan tersebut dan menghasilkan sinyal-sinyal listrik yang proporsional yang kemudian diperkuat dan direkam untuk menghasilkan kromatogram. Batasan utamanya adalah sensitivitas; batasan pendeteksian akan bervariasi sesuai dengan keadaan, yang umumnya sekitar satu mikrogram zat terlarut. Jenis-jenis detector antara lain: 1. Detektor Spektrofotometri Deteksi spektrofotometri umumnya hanya dalam daerah ultraviolet. Idealnya, spektrofometri yang nyata dengan pemilihan panjang gelombang yang sempurna akan memberikan fleksibilitas yang maksimal untuk mendeteksi berbagai macam zat terlarut dengan sensitivitas yang sangat baik. 2. Detektor fluorometri Merupakan detektor yang didasarkan atas fluoresens



8



3. Detektor elektrokimia Lazimnya, larutan efluen dari dalam kolom memasuki sebuah sel dimana larutan tersebut mengalir diatas permukaan sebuah elektroda yang diberi potensial pada satu harga, dimana komponen-komponen sampel mengalami reaksi transfer elektron. 5. Elusi Gradien Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis kromatografi berlangsung. Efek dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan : a. Total waktu analisis dapat direduksi b. Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah c. Ketajaman Peak bertambah (menghilangkan tailing) d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak Gradien dapat dihentikan sejenak atau dilanjutkan. Optimasi Gradien dapat dipilih dengan cara trial and error. 6.



Pengolahan Data (Data Handling) Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk



kromatogram pada rekorder. 7.



Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak dalam KCKT harus terbuat dari bahan yang bersih



dan inert. Wadah ini dapat menampung sekurang-kurangnya 1-2 liter fase gerak, dan terlebih dahulu harus dibebasgaskan. Kehadiran gas dalam wadah fase gerak ini akan menimbulkan gelembung gas pada pompa dan detektor yang akan sangat mengganggu hasil analisis.



8.



Fase Gerak Fase



gerak



dalam



KCKT



harus



berupa



pelarut, buffer,



ataupun reagen dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi,. Adanya pengotor dalam fase gerak akan menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Partikel-partikel kecil yang terdapat dalam fase gerak yang kurang murni dapat mengakibatkan kekosongan kolom KCKT.



9



Fase gerak atau dikenal juga dengan istilah eluen umumnya merupakan campuran pelarut yang berperan dalam daya elusi dan resolusi analisis. Daya elusi dan resolusi KCKT ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat-sifat komponen dalam sampel. Secara umum ada 2 tipe fase gerak: 1.



Fase gerak/eluen isokratik, yaitu eluen dengan komposisi pelarut yang tidak berubah selama percobaan kromatografi



2.



Fase gerak/eluen gradien, yaitu fase gerak dengan komposisi pelarut yang berubah selama masa kromatografi



Ada banyak pilihan fase gerak yang dapat digunakan (pelarut/larutan) serta kemungkinan gradiennya akan menghasilkan kesempatan untuk mengoptimalkan pemisahan-pemisahan campuran kompleks dari segi resolusi maupun waktu. Secara normal elusi isokratik akan lebih mudah dikerjakan daripada elusi gradient. Berdasarkan kepolaran fase gerak dibandingkan fase diamnya, fase gerak dibedakan menjadi: 1.



Fase normal, yaitu fase diam lebih polar dari fase gerak. Kemampuan elusinya akan meningkat seiring peningkatan polaritas fase gerak.



2.



Fase terbalik, yaitu bila fase diam kurang polar dibanding fase geraknya. Kemampuan elusi akan menurun seiring peningkatan kepolaran fase geraknya.



Pemilihan fase gerak dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:



9.



1.



Murni, tidak terdapat kontaminan



2.



Tidak bereaksi dengan wadah (packing)



3.



Sesuai dengan defector



4.



Melarutkan sampel



5.



Memiliki viskositas rendah



6.



Bila diperlukan, memudahkan sample recovery



7.



Harga relatif murah (reasonable price)



Fase diam



10



Kebanyakan fase diam berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tak dimodifikasi atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene.



11



BAB III METODE KERJA



3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 15 November 2013 sampai dengan 18 Desember 2013 bertempat di Laboratorium Kuantitatif dan Laboratorium Kualitatif, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.



3.2 Alat dan Bahan Alat : 1. HPLC Shimadzu model LC6A 2. Detektor UV-Vis SPD-6AV 3. Kolom kromasil 100-5 C18 ; 250 x 4,6 mm; 4. Pemroses data Class GC-10 5. Integrator CBM-102 6. Mikrosiring dengan ujung tumpul merek “Hamilton” 7. Labu ukur 8. Pipet volum 9. Membran filter 0,45 µm 10. Sonikator 11. Alat sentrifugasi Bahan : 1. Baku standar sulfametoksazol dan trimetoprim 2.



Bactricid® Suspensi kotrimoksazol untuk anak mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim tiap 5 mL diproduksi oleh PT. SOHO Global Health



3. 3 gram suspending Agent CMC Na 4. Aquades 5. Asetonitril 6. Trietilamin



12



7.



NaOH 0,2 N



8.



Asam Asetat Glasial



9.



Metanol.



3.3 Cara Kerja 3.3.1



Sistem Kromatografi a. Detektor UV 254 nm b. Kolom kromasil 100-5 C18 3,9 mm x 30 cm c. Laju alir ± 2 ml/menit d. R sulfametoksazol dan trimetoprim : ≥ 5,0 e. SD relatif pada penyuntikan ulang : ≤ 2,0% f. tR relatif sulfametoksazol dan trimetoprim 1,8 dan 1,0



3.3.2



Pembuatan Fase Gerak Kalibrasi beaker gelas 1000 mL, campurkan 700mL aquades, 200mL



asetonitril dan 1 mL trietilamin dalam labu 1 L sambildiaduk, siapkan 2 labu sehingga didapatkan fase gerak 2L. Diamkan beberapa saat pada suhu kamar. Atur pH 5,9 ± 0,1 menggunakan NaOH 0,2 N atau asam asetat encer (1%) tetes demi tetes. Cukupkan aquadest sampai tanda dengan terus menerus diaduk.. Saring menggunakan membran 0,45 µm.Tampung filtrat pada beaker gelas yang lain. Tutup rapat beaker gelas menggunakan plastik, simpan di tempat tertutup. Lakukan uji kesesuaian sistem jika perlu. 3.3.3



Pembuatan Larutan Standar 1. Larutan standar sulfametoksazol. Timbang 50 mg sulfametoksazol BPFI, taruh dalam cawan penguap lalu keringkan dalam oven dengan suhu 105⁰C selama 4 jam. Kemudian, timbang dengan seksama 40 mg baku sulfametoksazol BPFI yang telah dikeringkan, masukkan ke dalam labu takar 25 mL. Tambahkan metanol hingga setengah labu takar, kocok hingga larut. Tambahkan metanol hingga batas , kocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan



13



standar sulfametoksazol BPFI 1600 µg/mL. Pipet larutan sebanyak 5mL dengan pipet volum ukuran 5 mL, masukkan ke dalam labu ukur 50mL. Tambahkan metanol hingga batas. Kocok hingga homogen. Diperoleh larutan standar sulfametoksazol BPFI dengan konsentrasi 160 µg/mL. 2. Larutan standar trimetoprim Timbang 50 mg trimetoprim BPFI, taruh dalam cawan penguap lalu keringkan dalam oven dengan suhu 105⁰C selama 4 jam. Kemudian, timbang dengan seksama 32 mg baku trimetoprim BPFI yang telah dikeringkan, masukkan ke dalam labu takar 100mL. Larutkan dengan metanol hingga setengah labu takar, sambil dikocok hingga larut. Tambahkan metanol hingga batas, kocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan standar trimetoprim BPFI dengan konsentrasi 320 µg/mL.Pipet larutan sebanyak 5 mL dengan pipet volum ukuran 5mL, masukkan ke dalam labu ukur 50mL. Tambahkan metanol hingga batas. Kocok hingga homogen. Diperoleh larutan standar trimetoprimBPFI dengan konsentrasi 32 µg/mL. 3. Larutan standar sulfametoksazol dan trimetoprim. Timbang Trimetroprim BPFI 32 mg dan Sulfametoksazol BPFI 160 mg lalu masukkan ke dalam labu takar 100 ml. tambahkan methanol hingga batas, lalu kocok homogen. Didapat konsentrasi trimetoprim 320 ppm dan sulfametoksazol 1600 ppm Untuk uji perolehan kembali, larutan induk diencerkan dengan diambil 5 ml lalu masukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan tambahkan fase gerak hingga batas hingga didapat konsentrasi 32 ppm dan 160 ppm Untuk pembuatan kurva kalibrasi, larutan induk (trimetoprim 320 ppm dan sulfametoksazol 1600 ppm) - pipet 0,5 ml ke dalam labu ukur 10mL dan tambahkan dengan fase gerak hingga batas. Kemudian pipet 5 mL masukkan ke dalam labu



14



ukur 10 mL dan tambahkan fase gerak hingga batas sehingga didapatkan konsentrasi trimetoprim 8,1 ppm dan sulfametoksazol 40,125 ppm. - pipet 1 ml ke dalam labu ukur 10 mL dan tambahkan dengan fase gerak hingga batas sehingga didapatkan konsentrasi trimetoprim 32,4 ppm dan sulfametoksazol 160,5 ppm. - pipet 12,5 ml ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahkan dengan fase gerak hingga batas sehingga didapatkan konsentrasi trimetoprim 40,5 ppm dan sulfametoksazol 200,625 ppm - pipet 1,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL dan tambahkan dengan fase gerak hingga batas sehingga didapatkan konsentrasi trimetoprim 48,6 ppm dan sulfametoksazol 240,75 ppm - pipet 1,8 ml ke dalam labu ukur 10 mL dan tambahkan dengan fase gerak hingga batas sehingga didapatkan konsentrasi trimetoprim 58,32 ppm dan sulfametoksazol 288,9 ppm 3.3.4. Pembuatan Larutan Uji (sampel) Ambil sejumlah sampel yang setara dengan 80 mg Sulfametoksazol pada labu ukur 50mL. Tambahkan 30 ml metanol, sonikasi selama 10 menit. Setelah didiamkan untuk mencapai suhu ruangan, tambahkan methanol sampai batas volume lalu sonikasi. Ambil 5,0 ml supernatan, masukkan dalam labu ukur 50ml, larutkan dengan fase gerak sampai batas volume. Saring dengan membran filter. 3.3.5



Pembuatan sampel simulasi Timbang sejumlah 3 gram CMC Na kemudian dikembangkan dalam 18 ml aquadest. Selanjutnya timbang 4 gram Trimetoprim dan 20 gram Sulfametoksazol, kemudian dicampukan kedalam CMC Na yang telah dikembangkan. Setelah digerus hingga homogen, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dan cukupkan volumenya.



15



Pindahkan 2,2512 gram suspensi ke dalam labu ukur 50 ml, tambahkan 30 ml methanol lalu dilakukan sonikasi selama 10 menit, cukupkan volume, kemudian lakukan sentrifugasi. Pipet 5 ml campuran kemudian tambahkan 50 ml fase gerak, lalu saring. Ambil filtrat untuk uji sampel simulasi. 3.3.6



Uji Kesesuaian Sistem Lakukan penyuntikan larutan baku sebanyak lima kali penyuntikan untuk memperoleh data pengulangan penyuntikan, hitung simpangan baku relatifnya (SD). Apabila simpangan baku relatif lebih dari 2,0 % lakukan penyuntikan keenam untuk mendapatkan data pengulangan penyuntikan enam kali. Bandingkan juga R (sulfametoksazol dan trimetropim) dan tR relatif (sulfametoksazol dan trimetropim) yang tertera dalam USP 32 dengan yang diperoleh dari hasil analisis.



3.3.7



Uji Akurasi dan Presisi 1. Akurasi Suntikan larutan uji sampel simulasi sejumlah 20,0 µl ke dalam KCKT. Hitung kadar yang diperoleh dari data penyuntikan. Bandingkan dengan konsentrasi yang dibuat untuk sampel simulasi. Apabila perbandingan konsentrasinya 98%-102%, dikatakan memiliki akurasi yang baik. 2. Presisi Suntikan larutan sampel simulasi sejumLah 20,0 µl sebanyak tiga kali penyuntikan ke alat KCKT dengan fase gerak dan laju alir terpilih. Hitung simpangan deviasi dari data pengulangan penyuntikan tiga kali, dikatakan baik jika SD  2,0%.



3.3.8



Prosedur Penyuntikan 4. Suntikkan ± 20 µl larutan baku (larutan baku trimetropim dan larutan baku sulfametoksazol), ukur respon puncak untuk mengetahui waktu retensi dari masing-masing zat. 5. Suntikkan ± 20 µl larutan campuran baku trimetropim dan sulfametoksazol, ukur respon puncak dan lakukan uji kesesuaian sistem serta untuk menghitung kurva kalibrasi. 6. Suntikkan ± 20 µl larutan sampel simulasi, ukur respon puncak dan tentukan akurasi dan presisi



16



7. Suntikkan ± 20 µl larutan sampel suspensi, ukur respon puncak dan hitung kadar sampel suspensi 8. Hitung jumlah dalam mg 𝑟𝑢 ) 𝑟𝑠



1000𝐶 (



Keterangan : C = kadar baku pembanding (mg/mL) ru = respon larutan uji rs = respon larutan standar



17



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Skema pembuatan larutan uji, larutan simulasi, dan larutan sampel Skema Pembuatan Larutan Standar Sulfametoksazol



39,5 mg baku sulfametoksazol BPFI



Larutan 1580 ppm 25 ml 5 ml



Larutan 158 ppm



50 ml



Skema Pembuatan Larutan Standar Trimetoprim



31,9 mg baku trimetoprim BPFI



Larutan 319 ppm 100 ml 5 ml



Larutan 31,9 ppm



50 ml



18



Skema Pembuatan Larutan Standar Campuran Trimetoprim dan Sulfametoksazol 32,4 mg baku trimetoprim BPFI + 160,5 mg baku sulfametoksazol BPFI



100 ml Larutan 324 ppm trimetoprim +1605 ppm sulfametoksazol



0,5 ml



10 ml 16,2 ppm trim 80,25 ppm sulfa



1 ml



12,5 ml



10 ml 32,4 ppm trim 160,5 ppm sulfa



1,5 ml



100 ml



10 ml



40,5 ppm trim 200,625 ppm sulfa



48,6 ppm trim 240,75 ppm sulfa



1,8 ml



10 ml 58,32 ppm trim 288,9 ppm sulfa



5 ml



10 ml 8,1 ppm trim 40,125 ppm sulfa



Skema pembuatan sampel simulasi 4 gr Trimetoprim



20 gr Sulfametoksazol



3 gr CMC Na



Cukupkan dalam labu ukur 100 mL dengan aquadest



Ambil 2,2512 gr dalam Labu Ukur 50 mL + methanol 30 mL, sonikasi 10 menit, cukupkan volume, sentrifugasi



Campuran Pipet 5 ml + fase gerak ad 50 ml, saring



19



Larutan sampel simulasi Ambil 5 mL supernatant Masukkan labu ukur 50 mL Campuran



Cukupkan volume hingga 50 mL dengan fase gerak Campuran



Skema pembuatan larutan sampel Ambil 2,3704 gr dalam Labu Ukur 50 mL + metanol 30 mL, sonikasi 10 menit, cukupkan volume, sentrifugasi



Campuran Pipet 5 ml + fase gerak ad 50 ml, saring



Larutan sampel



4.2 Perhitungan 4.2.1 Uji kesesuaian sistem Rumus perhitungan : 1. t relatif =



𝑡𝑅 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑚𝑒𝑡𝑜𝑘𝑠𝑎𝑧𝑜𝑙 𝑡𝑅 𝑡𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑜𝑝𝑟𝑖𝑚



∑(𝑥−𝑥𝑖)2



2. SD = √ 3. KV =



𝑆𝐷 𝑥



4. HETP =



𝑛−1



× 100 L N 20



Kurva kalibrasi sulfametoksazol dan trimetoprim Konsentrasi (Ppm)



Area (μV/s)



Trimetoprim



Sulfametoksazol



Trimetoprim



Sulfametoksazol



8.1



40.125



61405



781875



16.2



80.25



125958



1508680



32.4



160.5



287486



3282683



40.5



200.625



386941



4402706



48.6



240.75



468427



5328381



58.32



288.9



566832



6095173



Kurva Kalibrasi Sulfametoksazol 7000000



y = 22182x - 171588 R² = 0.9961



6000000



Area



5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 0



50



100



150



200



250



300



350



60



70



Konsentrasi (ppm)



Kurva Kalibrasi Trimetoprim 600000 y = 10239x - 32143 R² = 0.9982



500000



Area



400000 300000 200000



100000 0 0



10



20



30



40



50



Konsentrasi (ppm)



21



Area/Luas Puncak



No



Rt



Tf



Trimetoprim



Sulfametoksazol



Trimetoprim



Sulfametoksazol



Trimetoprim



Sulfametoksazol



1



260486



3236722



3.471



8.706



1.057



1.051



2



257046



3363475



3.467



8.632



1.076



1.050



3



253432



3182683



3.432



8.589



1.059



1.042



4



259244



3262236



3.473



8.708



1.075



1.051



5



254328



3193935



3.434



8.588



1.073



1.058



6



262654



3261996



3.468



8.634



1.071



1.067



Rata-rata



257865



3250174.5



3.4575



8.642833333



1.0685



1.0532



SD



3592.726597



64840.08734



0.01910759



0.053547798



0.008336666



0.008471521



% CV



1.39



1.99



0.55



0.62



0.78



0.80



No.



Resolution



1.



HETP



N



Trimetoprim



Sulfametoksazol



Trimetoprim



Sulfametoksazol



11,295



0,008320118



0,00739137



3004.765



3382,323



2.



11,116



0,00831965



0,00757816



3004.934



3298.954



3.



11,194



0,008410681



0,007480291



2972.411



3342.116



4.



11,2235



0,008215102



0,0073167



3043,176



3416.841



5.



10,797



0,008084085



0,00753108



3092,496



3319.577



6.



10,793



0,008493761



0,007240266



2943.337



3452.912



Rata-rata



11,06975



0,008307233



0,007422978



3016.519833



3368.787167



SD



0,220425441



0,00014429



0,000130177



54,0742632



59,29424941



%KV



1,99



1,74



1,75



1,79



1.76



Keterangan : *trim = trimetoprim **sulfa = sulfametoksazol 4.2.2 Sampel simulasi Rumus perhitungan : 1. Pembuatan Sampel Simulasi 100 mL Bobot standar yang ditimbang : Trimetoprim : 4000 mg



22



Sulfametoksazol : 20000 mg Ad 100 mL air dengan suspending agent CMC Na 2. Perhitungan konsentrasi sampel Berat jenis sampel simulasi : Bobot piknometer kosong : 8.8561 g (a) Bobot piknometer dengan air : 18.7433 g (b) Bobot piknometer dengan sampel : 20.0257 g (c) 𝑐−𝑎



20.0257−8.8561



Berat Jenis : 𝑏−𝑎 = 18.7433−8.8561= 1.1297 g/mL Perhitungan bobot sampel simulasi yang ditimbang : Sampel yang diambil 2 mL = 2mL x 1.1297 g/mL = 2,2594 g Sampel yang ditimbang = 2,2512 g 3. Perhitungan konsentrasi Sampel simulasi : ditimbang suspensi sebanyak 2.2512 g Pengenceran yang dilakukan : Konsentrasi Trimetoprim :



2.2512𝑥16𝑥1000𝑥5 2.2594𝑥50𝑥50



Konsentrasi Sulfametoksazol : 1. % akurasi = 2. SD = √ 3. KV =



𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙



= 31.88 𝑝𝑝𝑚



2.2512𝑥80𝑥1000𝑥5 2.2594𝑥50𝑥50



= 159.42 𝑝𝑝𝑚



× 100%



∑(𝑥−𝑥𝑖)2



𝑆𝐷 𝑥̃



𝑛−1



× 100



23



Sampel Simulasi Trimetoprim Konsentrasi



Area



Konsentrasi



Manual (ppm)



(μV/s)



Analisis (ppm)



31.88



283222



30.80



96.61



31.88



279438



30.43



95.45



31.88



278887



30.38



95.29



%akurasi



Rata-



SD



KV



rata



(%)



(%)



95.78%



0.7230



0.7548



Rata-



SD



KV



rata



(%)



(%)



109.30%



1.0333



0.9454



Sulfamethoxazole Konsentrasi



Area



Konsentrasi



Manual (ppm)



(μV/s)



Analisis (ppm)



159.42



3865570



175.04



109.80



159.42



3872178



175.34



109.98



159.42



3805845



172.35



108.11



%akurasi



4.2.2 Sampel Bactricid Rumus perhitungan : 1. Perhitungan konsentrasi sampel Berat jenis sampel Bactricid: Bobot piknometer kosong : 10.8555 g (a) Bobot piknometer dengan air : 20.8187 g (b) Bobot piknometer dengan sampel : 22.4396 g (c) 𝑐−𝑎



22.4396−10.8555



Berat Jenis : 𝑏−𝑎 = 20.8187−10.8555= 1.1627 g/mL Perhitungan bobot sampel Bactricid yang ditimbang : Sampel yang diambil 2 mL = 2mL x 1.1627g/mL = 2,3254 g Sampel yang ditimbang = 2,3704 g 3. Perhitungan konsentrasi Sampel Bactricid : ditimbang suspensi sebanyak 2,3704 g



24



Pengenceran yang dilakukan : Konsentrasi Trimetoprim :



2.3704 𝑥16𝑥1000𝑥5 2.3254𝑥50𝑥50



Konsentrasi Sulfametoksazol : 4. % akurasi = 5. SD = √ 1. KV =



𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙



= 32.62 𝑝𝑝𝑚



2.3704𝑥80𝑥1000𝑥5 2.3254𝑥50𝑥50



= 163.10 𝑝𝑝𝑚



× 100%



∑(𝑥−𝑥𝑖)2



𝑆𝐷 𝑥̃



𝑛−1



× 100 Sampel Bactricid Trimetoprim



Konsentrasi Manual



Area



Sulfamethoxazole



Konsentrasi



%kadar/



Konsentrasi



Analisis



etiket



Manual



Area



Konsentrasi



%kadar/



Analisis



etiket



32.62



283718



30.85



94.57



163.1



3791870



171.72



105.28



32.62



279384



30.42



93.27



163.1



3882755



175.81



107.80



32.62



291523



30.61



96.91



163.1



3854255



174.53



107.01



Rata-rata



94.92



Rata-rata



106.70



SD



1.8418



SD



1.2848



KV



1.9405



KV



1.2042



25



4.3 Pembahasan Untuk tugas khusus dalam praktikum Analisis Sediaan Farmasi, kelompok praktikan melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada sampel suspensi kotrimoksazol. Sediaan yang digunakan mengandung zat aktif dengan dosis 200 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim tiap 5 ml suspensi. Metode analisis yang digunakan adalah kromatografi yakni menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT atau HPLC) dengan detektor UV. Sulfametoksazol dan trimetoprim memiliki gugus kromofor dalam strukturnya sehingga dapat dianalisis dengan detektor UV. Dari hasil studi literatur, praktikan menggunakan sistem kromatografi sesuai dengan yang tercantum dalam monografi suspensi kotrimoksazol dalam USP 32. Sistem ini menggunakan kromatografi fase terbalik dimana fase gerak lebih polar dari fase diam. Sistem kromatografi yang digunakan adalah sebagai berikut : g.



Detektor UV 254 nm



h.



Kolom kromasil 100-5 C18 3,9 mm x 30 cm



i.



Laju alir ± 2 ml/menit



j.



R sulfametoksazol dan trimetoprim : ≥ 5,0



k.



SD relatif pada penyuntikan ulang : ≤ 2,0%



l.



tR relatif sulfametoksazol dan trimetoprim 1,8 dan 1,0 Pelaksanaan analisis dimulai dengan preparasi fase gerak, larutan standar,



dan larutan sampel. Fase gerak yang digunakan adalah campuran 700 ml aquades, 200 ml asetonitril dan 1 ml trietilamin dalam labu 1 L, didiamkan beberapa saat pada suhu kamar dan dilakukan pengaturan pH 5,9 ± 0,1 menggunakan NaOH 0,2 N atau asam asetat glasial encer (1%). Kemudian diencerkan dengan aquades sampai batas dan disaring menggunakan membran 0,45 µm. Fase gerak dibuat sebanyak 2 liter. pH fase gerak harus diatur sekitar 5,9 ± 0,1 untuk memperoleh pemisahan sulfametoksazol dan trimetroprim. pKa sulfametoksazol adalah 5,6 dan pKa trimetoprim adalah 7,2. Pada pH 5,9 terjadi perbedaan kepolaran antara kedua zat aktif sehingga diharapkan dapat menghasilkan pemisahan yang baik. Kemudian dilakukan pembuatan larutan standar, sampel simulasi, dan sampel suspensi sesuai dengan metode yang tertera pada USP 32. Setelah semua bahan sudah siap, mulai dilakukan penyiapan alat KCKT.



26



Sebelum dimulai analisis, kolom KCKT yang akan digunakan dicuci berturut-turut dengan asetonitril (30 menit), aquabidest (30 menit), dan fase gerak (30 menit). Hal ini bertujuan agar pada kolom tidak ada zat pengotor yang tertinggal yang dapat mengganggu pengamatan peak dari zat aktif yang akan dianalisis. Setelah kolom dan sistem siap, pertama-tama disuntikkan larutan standar sulfametoksazol dan larutan standar trimetoprim. Analisis dilakukan dengan menggunakan laju alir fase gerak 2 ml/menit. Dari hasil analisis diperoleh waktu retensi trimetoprim antara 3-4 menit sedangkan sulfametoksazol mendekati 10 menit. Dari hasil tersebut praktikan memutuskan satu sistem analisis dilakukan selama 13 menit. Selanjutnya praktikan menyuntikkan larutan standar campuran untuk pembuatan kurva kalibrasi. Konsentrasi larutan standar trimetoprim yang dibuat adalah 8; 16; 32; 40; 48; dan 57,6 ppm. Konsentrasi larutan standar sulfametoksazol yang dibuat adalah 40; 80; 160; 200; 240; dan 288 ppm. Dengan laju alir 2 ml/menit, praktikan mendapatkan hasil pemisahan trimetroprim dan sulfametoksazol yang baik yakni kedua puncak zat terpisah dengan perbedaan waktu retensi cukup jauh. Hal ini menunjukkan sistem kromatografi yang digunakan praktikan berhasil memisahkan kedua zat aktif dalam sampel sediaan suspensi sehingga dapat digunakan untuk analisis sampel. Selain laju alir, beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan yaitu kepolaran fase gerak, fase diam/kolom yang digunakan, dan koefisien distribusi zat. Pada analisis, trimetoprim yang memiliki pKa 7,2 akan mengion pada fase gerak yang memiliki pH 5,9. Hal ini membuat trimetoprim jauh lebih polar dibandingkan sulfametoksazol sehingga lebih cepat terbawa oleh fase gerak dan keluar dari kolom. Sulfametoksazol yang memiliki pKa sekitar 5,6 akan tetap pada kondisi molekul didalam fase gerak yang memiliki pH 5,9 sehingga lebih nonpolar dan tertahan lebih lama pada kolom. Uji kesesuaian sistem dilakukan dengan menghitung standar deviasi atau simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (KV) dari enam kali penyuntikan larutan standar campuran. Berdasarkan hasil perhitungan dari area/luas puncak keenam larutan standar campuran tersebut, KV yang diperoleh adalah sebesar 1,39% untuk trimetoprim dan 1,99% untuk sulfametoksazol sedangkan berdasarkan waktu retensi, KV yang diperoleh adalah sebesar 0,55%



27



untuk trimetoprim dan 0,62% untuk sulfametoksazol. Semua hasil tersebut memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 2%. Selain itu, berdasarkan nilai resolusi dan hasil kromatogram, pemisahan sulfametoksazol dan trimetoprim termasuk baik. Selain uji kesesuaian sistem, praktikan juga melakukan uji terhadap larutan simulasi, yaitu larutan yang dibuat sedemikian rupa menggunakan komposisi yang sama dengan sampel suspensikotrimoksazol (sulfametoksazol 200 mg dan trimetoprim 80 mg). Tujuan dari penyuntikkan larutan simulasi tersebut adalah untuk meyakinkan bahwa sistem kromatografi yang dipakai memang dapat digunakan untuk menganalisis kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sampel. Bila terdapat kegagalan dalam penetapan kadar larutan simulasi, berarti kemungkinan besar juga akan terjadi kegagalan dalam penetapan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam larutan sampel. Berdasarkan hasil analisis larutan simulasi, nilai keakuratan penetapan kadar tergolong baik. Hal tersebut digambarkan oleh nilai KV trimetoprim dan sulfametoksazol yaitu berturut-turut 0,7548 dan 0,9454. Analisis terhadap sampel dilakukan dengan tiga kali penyuntikan larutan sampel. Perbandingan konsentrasi hasil analisis dengan konsentrasi pada etiket diperoleh dengan rumus: 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠



% akurasi = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙 × 100% Berdasarkan rata-rata dari hasil tersebut, diperoleh rata-rata kadar trimetoprim adalah sebesar 94,92% dan rata-rata kadar sulfametoksazol adalah sebesar 106,70%. Hasil tersebut memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada USP 32 yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.



28



BAB 5 PENUTUP



5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa kadar sediaan Bactricid (Suspensi Sulfametoksazol dan Trimetoprim ) terhadap



etiket



untuk



trimetoprim



adalah



sebesar 94,92% dan untuk



sulfametoksazol adalah sebesar 106,70%.



29



DAFTAR PUSTAKA British Pharmacopoeia Comission. 2007. British Pharmacopoeia. London : The Departemen of Health. Clarke, E. G. C. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and Poison Third Edition. London: Pharmaceutical Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan Harmita, dkk. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Depok: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. The



United



States



Pharmacopoieal



Convention.



2008.



United



States



Pharmacopioea 32th edition. New York: USP Convention.



30



LAMPIRAN



31