Laporan PKL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tuntutan dunia kerja mengharuskan lulusan ready to use dan memiliki kemampuan problem solving yang tinggi. Untuk memenuhi tuntutan tersebut FKM UAD menyelenggarakan program praktek belajar lapangan (PKL) yang merupakan kurikulum wajib. Program PKL merupakan salah satu cara agar mahasiswa mampu memahami serta mengimplementasikan langsung teori yang didapat di bangku kuliah. Selain itu, mahasiswa diharapkan mampu mengasah kemampuan analisis terhadap fenomena di lapangan. Dalam pelaksanaan PKL mahasiswa wajib berada di unit kesehatan utama (Puskesmas) atau di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja tertentu di kecamatan dan merupakan ujung tombak terdepan dalam pembangunan kesehatan. Oleh sebab itu, dengan diadakannya kegiatan PKL dipuskesmas ini, mahasiswa mampu lebih banyak mengeksplorasi diri terkait upaya-upaya yang diselenggarakan puskesmas dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya tersebut antara lain adalah upaya kesehatan masyarakat, yaitu suatu kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran



1



keluarga, kelompok, dan masyarakat. Salah satu contoh kegiatan tersebut antara lain kegiatan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Permasalahan yang terjadi saat kegiatan PKL berlangsung antara lain terkait DBD dan suspek campak, dimana penyakit tersebut merupakan salah satu penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB. Oleh sebab itu peneliti tertarik melaporkan kegiatan yang dilakukan saat diketahui terdapat kasus tersebut dan kegiatan lain yang berhubungan dengan upaya kesehatan masyarakat. B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Kegiatan PKL ini memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan mahasiswa dalam bidang epidemiologi 2. Tujuan Khusus Tujuan pelaporan kegiatan ini sebagai berikut : a.



Untuk mengetahui gambaran kasus DBD dan suspek campak di Puskesmas Ngampilan.



b.



Untuk mengetahui kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) DBD dan suspek campak saat dilaporkannya kasus.



c.



Untuk melakukan identifikasi dan mendeskripsikan penanggulangan pemberantasan DBD dan suspek campak di Puskesmas Ngampilan.



d.



Untuk mengetahui kegiatan lain yang dilakukan dalam upaya kesehatan masyarakat, seperti posyandu balita, penilaian rumah sehat dan pengambilan sampel air. 2



C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup laporan ini berkaitan dengan kegiatan pengumpulan data dan informasi terkait kasus DBD dan suspek campak melalui kegiatan surveilans yaitu dengan penyelidikan epidemiologi, lalu melakukan pemantauan penularan kasus DBD dan suspek campak, hingga sampai pada program pengendalian kasus DBD dan suspek campak. Selain itu mahasiswa juga melakukan beberapa kegiatan lain dibidang upaya kesehatan masyarakat seperti posyandu balita, penilaian rumah sehat dan pengambilan sampel air.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Kemenkes RI, 2011). Penyakit virus ini ditandai dengan demam akut dengan ciri khas muncul tiba-tiba, demam biasanya berlangsung selama 3–5 hari (jarang lebih dari 7 hari dan kadang-kadang bifasik), disertai dengan sakit kepala berat, mialgia, artralgia, sakit retro orbital, tidak nafsu makan, gangguan gastro intestinal dan timbul ruam. Pada kulit yang berwarna gelap, ruam biasanya tidak kelihatan. Penyakit ini biasa muncul sebagai KLB yang eksplosif namun jarang terjadi kematian kecuali terjadi perdarahan pada DBD. Diferensial diagnosa dari Demam Dengue adalah semua penyakit yang secara epidemiologis termasuk di dalam kelompok demam virus yang ditularkan oleh artropoda, demam kuning, campak, rubella, malaria, leptospira dan penyakit demam sistemik lainnya terutama yang disertai dengan ruam. Pemeriksaan laboratorium seperti HI, CF, ELISA, IgG dan IgM, dan tes netralisasi adalah alat bantu diagnostik. (Chin, 2000). 1. Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD, terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan 4



epidemiologi.



Disamping



upaya



penegakan



diagnosis,



penyelidikan



epidemiologi ditujukan pada penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya. Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan penyebaran kasus DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah Sakit, dan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota



setempat,



serta



kemungkinan



peningkatan



Sistem



Kewaspadaan Dini KLB DBD (Kemenkes RI, 2011). 2. Penanggulangan Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama yaitu upaya penyelidikan, upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB. Untuk setiap kasus DBD harus dilakukan Penyelidikan epidemiologi meliputi radius 100 meter dari rumah penderita. Apabila ditemukan bukti2 penularan yaitu adanya penderita DBD lainnya , ada 3 penderita demam atau ada faktor risiko yaitu ditemukan jentik, maka dilakukan penyemprotan (Fogging Focus) dengan siklus 2 kali disertai larvasidasi, dan gerakan PSN. Upaya pencegahan KLB ditujukan pada pengelolaan lingkungan, perlindungan diri, pengendalian biologis, dan pengendalian dengan bahan kimia. Pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan A. aegypti dan A. Albopictus serta mengurangi kontak vector–manusia adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perindukan nyamuk buatan dan 5



perbaikan desain rumah. Penderita dilakukan isolasi dengan menempatkan pada ruangan atau daerah bebas nyamuk, sehingga tidak menjadi sumber penularan baru. (Kemenkes RI, 2011). B. CAMPAK Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk, makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO). Definisi Operasional untuk surveilans Penyakit Campak di Indonesia adalah adanya demam (panas), bercak kemerahan (rash), dan ditambah satu atau lebih gejala batuk, pilek atau mata merah (conjungtivitis). Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit. Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari rumah sakit, puskesmas maupun laporan masyarakat, harus dilakukan pelacakan untuk untuk memastikan apakah di tempat tinggal kasus, di sekolah, dan lain-lain, ada kasus serupa. Pengobatan terhadap campak sesuai dengan gejala yang muncul. Penderita tanpa komplikasi diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia. Kasus yang terkena campak diisolasi, untuk memutuskan rantai penularan ke orang lain (Kemnkes RI, 2011).



6



BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN STUDI Desain studi yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk menggambarkan kejadian kasus DBD dan suspek campak yang terjadi diwilayah kerja Puskesmas Ngampilan. Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi kasus mulai dari ditemukan kasus hingga langkah-langkah tindak lanjut yang dilakukan. B. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kasus DBD dan suspek campak pada bulan Januari-Februari 2017 yang terjadi diwilayah kerja Puskesmas Ngampilan baik yang dilaporkan melalui SIMPUS maupun yang dilaporkan oleh warga. 2. Sampel Sampel adalah kasus DBD dan suspek campak yang dilakukan PE oleh petugas surveilans bersama peneliti. Kasus DBD yang dijadikan sampel merupakan kasus yang terjadi di RW 02 Serangan Kelurahan Notoprajan untuk kegiatan penyelidikan epidemiologi, Fogging dan PSN di RW 09 Purwodiningratan Kelurahan Ngampilan, sedangkan kasus suspek campak yang dijadikan sampel adalah kasus yang terjadi di SDN Ngabean.



7



3. Teknik Pengambilan Sampel Sampel diambil berdasarkan metode non probality sampling yaitu dengan accidental sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan yang ditemui peneliti saat melakukan PKL. C. PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilakukan oleh petugas surveilans kelurahan yang ditugasi bersama surveilans puskesmas dan diikuti oleh peneliti. Teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan observasi. Data yang diperoleh merupakan data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer ini merupakan data hasil penyelidikan epidemiologi pada masingmasing kasus. Untuk kasus DBD data primer berasal dari formulir penyelidikan epidemiologi (Lampiran 1) yang berisi identitas kasus, riwayat sebelum sakit, riwayat perjalanan kasus dengue, dan hasil pemeriksaan jentik disekitar kasus. Untuk kasus suspek campak, data primer diperoleh dari hasil verifikasi kasus yaitu hasil wawancara terhadap korban maupun keluarga korban yang mengetahui penyakit tersebut untuk mengetahui apakah terjadi penularan atau tidak, dan untuk melihat hasil uji laboratoriumnya. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui adanya alert dari Dinas Kesehatan Kota melalui SIMPUS yang ada di Puskesmas Ngampilan. Alert ini berisi acuan apa saja yang harus dilakukan puskesmas saat ditemukan kasus diwilayah 8



kerjanya. Hal ini berkaitan penemuan penderita bukan berasal dari puskesmas secara langsung, misalkan dari wilayah kerja puskesmas lain atau dari laporan kewaspadaan dini rumah sakit yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan. D. INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen yang digunakan antara lain formulir penyelidikan epidemiologi dan daftar pertanyaan yang diajukan oleh dinas kesehatan pada saat penyelidikam epidemiologi, serta formulir PSN pada pengendalian DBD. E. PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Kasus DBD a.



b.



c.



Penyelidikan Epidemiologi Hari, tanggal



: Selasa, 24 Januari 2017



Pukul



: 10.00-10.30 WIB



Lokasi



: Serangan NG II/224 RT 14/RW 02 Notoprajan



Fogging Hari, tanggal



: Selasa, 24 Januari 2017



Pukul



: 05.30-07.30 WIB



Lokasi



: RW 09 Purwodiningratan Kelurahan Ngampilan



PSN Hari, tanggal



: Jumat, 10 Februari 2017



Pukul



: 07.30-10.00 WIB



Lokasi



: RW 09 Purwodiningratan Kelurahan Ngampilan



9



2. Kasus Suspek Campak Hari, tanggal



: Jumat, 10 Februari 2017 (1 lokasi penyelidikan) Sabtu, 11 Februari 2017 (2 lokasi penyelidikan) Senin, 13 Februari 2017 (3 lokasi penyelidikan)



Lokasi



: a) Jl. Wakhid Hasyim No. 91 A Kelurahan Notoprajan (1 kasus dilaporkan) b) SDN Ngabean Kelas 1 (1 kasus ditemukan dan 2 kasus dicurigai) c) RW 05 Notoprajan (dilaporkan 1 penderita yang berobat di Puskesmas) d) SDN Ngabean Kelas 5 e) Ngampilan RT 49 RW 010 (1 kasus dicurigai dari cluster SDN Ngabean) f) Ngampilan RT 55 RW 011 (1 kasus dicurigai dari cluster SDN Ngabean)



3. Posyandu Balita Hari, tanggal



: Kamis, 09 Februari 2017 (RW 01 Ngampilan) Sabtu, 18 Februari 2017 (RW 07 Ngampilan)



4. Penilaian Rumah Sehat Hari, tanggal



: 24 Januari-18 Februari 2017



Waktu



: Selama kegiatan PKL 10



Lokasi



: Kelurahan Ngampilan dan Kelurahan Notoprajan (13 RW terdata selama PKL)



5. Pengambilan Sampel Air Hari, tanggal



: Senin, 20 Februari 2017 (6 Titik Sample)



Pukul



: 09.00-12.00 WIB



Lokasi



: Mualimat dan PDAM



11



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERAN MAHASISWA SELAMA PKL Mahasiswa selama kegiatan PKL dibimbing oleh dua orang pembimbing, Bapak Sunarya, S.KM selaku pembimbing utama yang memiliki jabatan sebagai perawat sekaligus surveilans puskesmas dan Ibu Wa iwan Saimina, Am.Kl sebagai pembimbing kedua yang memiliki jabatan sebagai sanitarian. Peran mahasiswa selama PKL antara lain : 1. Menjadi jumantik saat kegiatan PE DBD dan kegiatan PSN yang dilaksanakan selama PKL berlangsung. 2. Melakukan edukasi terkait dampak fogging kepada masyarakat dengan didampingi sanitarian. 3. Membuat notulen kegiatan PSN yang dilakukan di RW 09 Purwodiningratan Kelurahan Ngampilan. 4. Melakukan pencatatan hasil PE suspek campak terkait penularan yang terjadi. 5. Melakukan rekap data, entri data, hingga melakukan analisis data rumah sehat dari 13 RW yang telah melengkapi formulir penilaian rumah sehat. 6. Melakukan pengukuran tinggi badan balita di posyandu balita dan menjelaskan cara pengukuran yang benar kepada kader. 7. Melakukan pengambilan sampel air dan mengantarkannya ke Balai Laboratorium Pemeriksaan Kualitas Air Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.



12



8. Membantu menyiapkan dokumen-dokumen persiapan akreditasi bidang kesehatan lingkungan yang terdiri dari SK, SOP dan KAK. 9. Membuat perencanaan program kesehatan lingkungan berdasarkan analisis prioritas masalah USG dan membuat anggaran yang dibutuhkan bersama dengan sanitarian. B. ANALISIS MASALAH DBD 1. ANALISIS SITUASI KHUSUS Kasus DBD di Puskesmas Ngampilan merupakan masalah yang diprioritaskan bagi bidang pengendalian penyakit ataupun kesehatan lingkungan. Hal ini dikarenakan wilayah kerja Puskesmas Ngampilan merupakan kawasan endemic DBD, dimana selalu terjadi kasus DBD pada waktu tertentu, seperti pada musim penghujan dan peralihan musim. Program yang telah direncanakan pada tahun 2016 untuk pengendalian DBD antara lain evaluasi community deal pencegahan penyakit DBD, Pemantauan PSN bersama lintas sektor, maupun penyuluhan PHBS pada tatanan rumah tangga dan sekolah. Keberadaan beberapa program puskesmas yang difokuskan pada permasalahan DBD ternyata belum bisa mengatasi permasalahan yang ada. Hal ini dilihat dari masih terjadinya kasus DBD pada hampir setiap bulan dalam satu tahun. Ini menandakan bahwa program yang dijalankan belum maksimal, sehingga masih tinggi angka kesakitan DBD yang dapat memunculkan beban penyakit bagi masyarakat.



13



Program pemberantasan DBD di Puskesmas dilakukan melalui upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, kesehatan lingkungan, dan promosi kesehatan. Masing-masing upaya kesehatan diatas dijalankan oleh unit jabatan fungsional yang ada, yaitu dari dokter/perawat, sanitarian, maupun penyuluhan kesehatan masyarakat. Beberapa unit jabatan fungsional tersebut kemudian dibantu oleh adanya surveilans dalam mengumpulkan data, informasi maupun permasalahan yang di wilayah kerja Puskesmas Ngampilan. 2. DESKRIPSI KASUS Berdasarkan data yang diperoleh dari SIMPUS Puskesmas Ngampilan diketahui telah terjadi 65 kasus DBD selama tahun 2016 dan telah terjadi peningkatan kasus dari bulan November 2016-Januari 2017. Kejadian kasus DBD selama tahun 2016 dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut : Grafik 1. Kasus DBD tahun 2016 di Puskesmas Ngampilan



12



10



9



8



7 5



6



9



5



3



JANUARI 2017



DESEMBER



NOVEMBER



OKTOBER



SEPTEMBER



AGUSTUS



JULI



JUNI



0 MEI



APRIL



MARET



0 FEBRUARI



0 JANUARI 2016



14 12 10 8 6 4 2 0



KASUS DBD TAHUN 2016 DI PUSKESMAS NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA



Sumber : Sistem Informasi Puskesmas Ngampilan Januari 2017



14



Jika dilihat dari kejadian kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Ngampilan kita bisa mengetahui bahwa peningkatan kasus terjadi pada bulanbulan musim penghujan. Hal ini menandakan bahwa faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Ngampilan. Pada musim penghujan banyak sekali genangan-genangan air yang terbentuk, maka tempat berkembangbiaknya nyamuk menjadi lebih banyak, sehingga memungkinkan populasi nyamuk meningkat dan penularan penyakit menjadi semakin luas. Kasus DBD yang dialami pasien rata-rata menyerang usia balita, anak-anak usia sekolah, dan remaja. Dimana diusia tersebut seseorang kurang menyadari kondisi tubuhnya, dan mobilitasnya yang tinggi sehingga memungkinkan dapat tertular oleh penyakit DBD. Kasus yang diamati pada saat PE menyerang anak usia 8 tahun yang didiagnosis DBD berdasarkan hasil pemerikasaan di RS Ludira Husada Tama pada 16 Januari 2016. Jika dilihat dari tanggal mulai sakitnya yaitu tanggal 12 Januari 2017 dan masuk rumah sakit tanggal 16 Januari 2017, memperlihatkan bahwa saat masuk rumah sakit kondisi anak sedang puncaknya demam dan muncul gejala-gejala lain. Pada 1-3 hari pertama anak mengalami demam yang naik lalu tiba-tiba turun. Pada masa tersebut bisa didiagnosis dengan adanya screening menggunakan NS1, apakah anak tersebut positif DBD atau negative DBD. Akan tetapi jika sudah lebih dari itu pemeriksaan mengunakan NS1 tidak dapat dilakukan karena antibodinya sudah tidak ada lagi, ini dia sudah masuk fase kritis yang sering tidak 15



disadari. Pada kasus An. F ini, keluarga langsung membawa korban ke rumah sakit saat sudah merasa muncul gejala-gejala DBD yaitu demam tinggi lalu turun, pusing, dan muncul bintik-bintik merah di tubuh anak. Hal ini sesuai dengan grafik perjalanan penyakit dengue sebagai berikut: Grafik 2. Perjalanan Penyakit Dengue



Kasus An. F merupakan kasus dimana dia langsung mendapat pertolongan dari rumah sakit, sehingga puskesmas hanya memantaunya melewati laporan SIMPUS, setelah mengetahui laporan adanya kasus DBD maka puskesmas langsung melakukan kegiatan penyelidikan epidemiologi, dimana kegiatan ini bertujuan untuk upaya penegakan diagnosis, penemuan kasus lain disekitar 16



penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya. 3.



HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan pada 24 Januari 2017, diperoleh hasil bahwa pasien merupakan anak sekolah berusia 8 tahun yang mulai sakit pada tanggal 12 Januari 2017 dan dibawa ke rumah sakit pada 16 Januari 2017. Laporan adanya kasus DBD di wilayah tersebut diperoleh dari alert SIMPUS pada tanggal 24 Januari tersebut. Dimana pada saat dilakukan penyelidikan epidemiologi anak tersebut sudah pulang dari rumah sakit dan sudah berangkat ke sekolah. Menurut riwayat sebelum sakit, pasien tidak melakukan perjalanan ke wilayah lain ataupun terdapat tamu dari luar wilayah, namun pada 23 Januari 2017 diketahui bahwa terdapat tetangga yang menderita demam, yaitu An. I dengan usia 6 tahun. Lokasi rumah anak tersebut berada disekitar rumah An. F, sehingga perlu diwaspadai anak tersebut tertular DBD. Akan tetapi, berdasarkan hasil pemeriksaan jentik dari 28 bak mandi dan jenis tampungan lain tidak ada yang ditemui jentik nyamuknya, sehingga diperoleh hasil ABJ sebesar 100%. Hal ini mengindikasi bahwa pasien tertular penyakit tersebut bukan dari wilayahnya, bisa juga diperoleh dari tempat lain yang dikunjungi seperti dari sekolah ataupun tempat singgah sementara sepulang sekolah, seperti pada kasus An. F tersebut, dimana sepulang sekolah dia berada di rumah neneknya di 17



Ngampilan NG II/32 RT 01 RW 01 Kelurahan Ngampilan dan bersekolah di SD Kanisius Notoyudan Kecamatan Gedong Tengen. 4.



FAKTOR RISIKO Kejadian DBD disuatu wilayah dapat menjadi sebuah KLB hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu a. Lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan nyamuk Aedes; b. Pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; c. Perluasan daerah endemik akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang terjadi karena urbanisasi dan pembangunan tempat pemukiman baru; d. Meningkatnya mobilitas penduduk. Jika dilihat dari kasus yang terjadi di Puskesmas Ngampilan faktor risiko terjadinya DBD diwilayah tersebut antara lain : a. Kawasan Ngampilan merupakan kawasan perkotaan yang endemik bagi DBD dikarenakan lingkungannya yang sulit dimodifikasi sehingga menjadi tempat yang sesuai bagi perindukan nyamuk. Hal ini dikarenakan posisi rumah yang berdekatan, panas. Lembab, pencahayaan dalam rumah yang kurang, lingkungan yang kumuh terutama saat musim hujan karena saluran air tidak lancar, dan tempat-tempat diluar rumah yang memungkinkan terjadinya genangan air.



18



b. Musim penghujan yang baru berjalan dan akan mulai berganti musim membuat segalanya tidak stabil, baik dari segi manusianya yang mudah terserang sakit, lingkungan yang menjadi kumuh dan sesuai untuk perindukan nyamuk maupun jumlah nyamuk yang meningkat karena lingkungan perindukan menjadi besar. c. Perilaku masyarakat yang kurang menyadari akan penyakit DBD, sehingga masih banyak ditemui jentik nyamuk dilingkungan sekitar warga. Walaupun gerakan PSN sudah banyak dipromosikan, namun karena kesadaran yang kurang sehingga belum mampu mengatasi permasalahan yang ada. Selain perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan, perilaku masyarakat yang belum sesuai dalam menangani kasus sakit dapat memperparah kondisi pasien, misalkan saja seorang anak demam, karena orang tua kurang memperhatikan kondisi anak sehingga pertolongan yang diperoleh juga akan terlambat diberikan. Selain itu tingginya mobilisasi masyarakat menjadikan penularan DBD bisa cepat meluas. 5.



IDENTIFIKASI PENGENDALIAN DBD Pengendalian penyakit DBD di Puskesmas Ngampilan antara lain sebagai berikut : a. Surveilans Kasus Surveilans kasus itu sendiri merupakan suatu proses pengamatan yang terus menerus sistematik dan berkesinambungan dalam pengumpulan 19



data, analisa dan interpretasi data kesehatan dalam upaya menguraikan dan memantau suatu peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan penanggulangan yang efektif dan efisien terhadap masalah kesehatan. Surveilans kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Ngampilan meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data, hingga pelaporan tersangka DBD dan penderita DBD melalui SIMPUS; pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB; KD/RS-DBD untuk pelaporan tersangka DBD maupun penderita DBD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan; data dasar perorangan penderita DBD berdasarkan hasil PE. Ketersediaan data tersangka maupun penderita DBD dan pelaporannya digunakan sebagai upaya tindak lanjut penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan focus (PSN Lintas Sektoral, Pemberian bubuk Abate (larvasida), penyuluhan tentang DBD maupun PHBS, dan kegiatan fogging bila memenuhi criteria) untuk membatasi penyebaran penyakit, sekaligus sebagai pelaporan berjenjang ke kabupaten/kota, propinsi dan pusat. Laporan tersangka DBD yang juga dilakukan dimaksudkan untuk tindakan kewaspadaan yaitu untuk memantau perkembangan diagnosis di unit pelayanan kesehatan atau oleh dinas kesehatan, menemukan informasi adanya kasus tambahan di sekitar rumah penderita dan menganjurkan untuk melakukan pemerikasaan di fasilitas kesehatan agar



20



tidak terlambat ditangani, serta peningkatan upaya penyuluhan dan peran serta masyarakat dalam memberantas DBD. b. Diagnosis dan Tatalaksana Kasus Diagnosis yang diterapkan oleh Puskesmas Ngampilan berdasarkan hasil laboratorium dan gejala yang dirasakan penderita. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain AT, HMT, NS1, Ig G, dan Ig M. Jika dari pemeriksaan laboratorium menyatakan positif DBD dan gejala yang muncul juga sesuai dengan gejala DBD maka pasien langsung dirujuk ke rumah sakit untuk mendapat perawatan lebih lanjut dan pihak puskesmas langsung melakukan PE pada tempat pasien berdomisili. Apabila kasus diketahui melalui laporan KDRS maka puskesmas hanya akan langsung melakukan PE pada tempat pasien berdomisili. c. Pengendalian Vektor Pengendalian vector yang dilakukan oleh puskesmas sejauh ini dengan melakukan gerakan PSN lintas sector, pemberian abate (larvasida), maupun melalui fogging jika memenuhi criteria. Kegiatan pengendalian vector lebih ditekankan pada upaya perbaikan lingkungan, sehingga populasi vector dapat diminimalisir, yaitu lebih focus ke PSN. Akan tetapi kenyataan



dilapangan



masyarakat



masih



mengandalkan



adanya



pengendalian vector melalui bahan kimia yaitu dari fogging dan larvasida. Kegiatan pengendalian vector sendiri justru akan menimbulkan masalah baru. Pada intinya penggunaan bahan kimia justru akan menimbulkan 21



efek negative baik bagi manusia maupun bagi lingkungan. Bahan kimia yang digunakan kemungkinan juga akan menimbulkan adanya resistensi dan justru akan sulit untuk dikendalikan lagi, sehingga dibutuhkan adanya edukasi terhadap masyarakat terkait upaya pengendalian vector secara kimia tersebut yang membahayakan. d. Penyuluhan dan Peran Serta Masyarakat Penyuluhan



sangat



diperlukan



sebagai



upaya



peningkatan



pengetahuan masyarakat terkait penyakit DBD. Puskesmas Ngampilan melakukannya dengan mengadakan program penyuluhan PHBS di tatanan rumah tangga dan sekolah pada tahun 2016 yang lalu, dimana salah satu indicator PHBS adalah tidak ada jentik-jentik/bebas jentik. Selain itu untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD diadakan community deal untuk melakukan gerakan PSN pada masingmasing RW dan adanya gerakan PSN lintas sector yang melibatkan pejabat pemerintahan, puskesmas, dan masyarakat itu sendiri. Harapannya kegiatan penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terkait DBD dan dapat mengatasi permasalahan DBD yang ada di wilayah tersebut. e. Sistem Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan DBD Kewaspadaan dini adanya kasus DBD dibuktikan dengan adanya laporan langsung dari warga jika terdapat tetangga yang sakit, laporan KDRS dari rumah sakit ke Puskesmas, dan laporan alert adanya kasus 22



DBD diwilayah kerja puskesmas. Laporan yang masuk selanjutnya dilakukan tindak lanjut PE dan penanggulangannya. Penanggulangan DBD yang dilakukan untuk menangani DBD di Puskesmas Ngampilan adalah melalui gerakan PSN lintas sektoral, community deal, penyuluhan DBD dan PHBS, larvasida dan upaya terakhir dengan melakukan fogging jika memenuhi syarat untuk dilakukan. f. Monitoring dan Evaluasi Monitoring pengendalian DBD khususnya kegiatan masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan tenaga dan luasnya wilayah, sehingga monitoring langsung puskesmas dilakukan saat kegiatan PSN lintas sector namun pada RW tersebut saja. Selain diwaktu yang telah dijadwalkan, dilakukan oleh kader dan ketua RW atau RT sesuai dengan kesepakatan community deal. Evaluasi program dilaksanakan saat akan disusun program baru kembali, dimana program yang dirasa kurang efektif dan efisien dilakukan penghapusan dan diganti dengan program lain yang efektif dan efisien mengatasi masalah DBD yang ada. C. KEGIATAN SELAMA PKL 1. Penyelidikan Epidemiologi a.



Pelaksana Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas surveilans kelurahan dimana ditemukan penderita. Berdasarkan kasus yang diambil, kasus berada diwilayah Kelurahan Notoprajan, sehingga penyelidikan epidemiologi 23



dilakukan oleh Ibu Sartiati sebagai petugas surveilans Kelurahan Notoprajan. b.



Tugas Pelaksana Tugas surveilans antara lain sebagai berikut : 1) Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya 2) Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data 3) Membuat rekomendasi dan alternative tindaklanjut 4) Umpan balik



c.



Uraian Kegiatan Langkah-langkah dalam melakukan PE : 1) Petugas surveilans memantau alert dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan didapati laporan adanya kasus DBD di wilayah RW 02 yang berasal dari laporan kewaspadaan dini Rumah Sakit Ludira Husada. 2) Petugas mempersiapkan peralatan seperti senter dan fomulir PE (lampiran 1) lalu menuju lokasi PE. 3) Saat berada dilokasi PE petugas memperkenalkan diri dan mulai melakukan



wawancara



terkait



perjalanan



kasus



DBD



yang



menyerang penderita.



24



4) Pemerikasaan jentik nyamuk (jumantik) dilakukan oleh mahasiwa sebagai upaya melihat terjadi perkembangbiakan nyamuk atau tidak, sehingga penularan kasus dapat diketahui sedini mungkin. 5) Melaporkan hasil PE kepada surveilans puskesmas, sanitarian sebagai pemegang program pengendalian DBD, dan kepada lurah/kepala desa setempat bahwa diwilayahnya terdapat kasus DBD, serta membuat laporan hasil PE ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk memperoleh umpan balik apa yang harus dilakukan. Berikut ini hasil PE yang dilakukan pada kasus DBD diwilayah RW 02 Serangan



Kelurahan



Notoprajan.



Berdasarkan



hasil



penyelidikan



epidemiologi yang dilakukan pada 24 Januari 2017, diperoleh hasil bahwa pasien merupakan anak sekolah berusia 8 tahun yang mulai sakit pada tanggal 12 Januari 2017 dan dibawa ke rumah sakit pada 16 Januari 2017. Laporan adanya kasus DBD di wilayah tersebut diperoleh dari alert SIMPUS pada tanggal 24 Januari tersebut. Dimana pada saat dilakukan penyelidikan epidemiologi anak tersebut sudah pulang dari rumah sakit dan sudah berangkat ke sekolah. Menurut riwayat sebelum sakit, pasien tidak melakukan perjalanan ke wilayah lain ataupun terdapat tamu dari luar wilayah, namun pada 23 Januari 2017 diketahui bahwa terdapat tetangga yang menderita demam, yaitu An. I dengan usia 6 tahun. Lokasi rumah anak tersebut berada disekitar rumah An. F, sehingga perlu diwaspadai anak tersebut tertular DBD. Akan tetapi, berdasarkan hasil 25



pemeriksaan jentik dari 28 bak mandi dan jenis tampungan lain tidak ada yang ditemui jentik nyamuknya, sehingga diperoleh hasil ABJ sebesar 100%. Hal ini mengindikasi bahwa pasien tertular penyakit tersebut bukan dari wilayahnya, bisa juga diperoleh dari tempat lain yang dikunjungi seperti dari sekolah ataupun tempat singgah sementara sepulang sekolah, seperti pada kasus An. F tersebut, dimana sepulang sekolah dia berada di rumah neneknya di Ngampilan NG II/32 RT 01 RW 01 Kelurahan Ngampilan dan bersekolah di SD Kanisius Notoyudan Kecamatan Gedong Tengen. d. Output yang dicapai Output yang dicapai adalah diperoleh informasi terkait kondisi penderita yang telah mendapat penangan dari rumah sakit dan kondisinya sudah sehat, tidak ditemukan sumber penularan karena nilai ABJ nya sebesar 100%, dan ditemukan penderita yang menderita demam, sehingga dilakukan pemantauan, apakah DBD atau bukan. 2.



FOGGING FOCUS a. Pelaksana Kegiatan fogging ini dilaksanakan oleh : 1) Tim fogging dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta 2) Sanitarian 3) Surveilans Kelurahan 4) Ketua RT/warga yang ditunjuk 26



b. Tugas Pelaksana Pada pelaksanaan kegiatan fogging ini, pelaksana memiliki tugas sebagai berikut : 1) Tim fogging dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang ditunjuk untuk melakukan fogging diwilayah tersebut 2) Sanitarian bertugas melakukan koordinasi dan pengawasan kegiatan fogging dan melakukan pelaporan kegiatan ke Dinas Kesehatan Kota serta ke Kelurahan setempat 3) Surveilans Kelurahan bertugas sebagai penemu penderita dan pemegang wilayah mengarahkan tim fogging dalam melaksanakan tugasnya 4) Ketua RT/warga yang ditunjuk sebagai pemandu lapangan pelaksanaan fogging c. Uraian Kegiatan Langkah-langkah pelaksanaan fogging antara lain: 1) Penemuan penderita oleh petugas surveilans lalu pelaporan hasil PE. 2) Sanitarian bersama surveilans membuat rekomendasi melakukan kegiatan fogging dalam memberantas nyamuk dewasa. Kemudian megkoordinasikan kegiatan dengan warga dan kelurahan, selanjutnya membuat permohonan ke dinas kesehatan kota. 3) Tim



fogging



dengan



arahan



dari



surveilans



dan



sanitarian



melaksanakan fogging. 27



4) Bersama dengan Sanitarian memberikan edukasi terkait pemberantasan DBD dan tanya jawab kepada masyarakat. Kegiatan fogging ini dilakukan sebagai upaya terakhir dalam penanganan DBD. Hal ini dikarenakan dampaknya yang merugikan baik bagi lingkungan maupun manusia. Berdasarkan kasus yang diobservasi, kegiatan ini dilakukan atas dasar ditemukannya penularan kasus diwilayah tersebut dan ditemukan penderita dengan syok. Oleh karena itu, atas hasil koordinasi bersama warga maka disepakati dilaksanakan kegiatan fogging diwilayah tersebut. Pelaksanaan fogging dilapangan dilakukan sistem pembagian wilayah, karena terdapat 4 RT yang difogging, yaitu RT 43, 44, 45, dan 46. Untuk itu, sanitarian dan surveilans kelurahan mengarahkan untuk pembagiannya dengan dibantu oleh ketua RT/warga yg ditunjuk sebagai pemandu wilayah. Tujuan pembagian wilayah ini selain untuk menghemat waktu, untuk memastikan bahwa paparan yang diterima sama semua, misalkan saja di RT 43 sedang difogging, otomatis nyamuk akan berpindah ke RT lain, karena dilakukannya bersamaan sehingga diharapkan dapat dimusnahkan semuanya nyamuk yang ada diwilayah RW tersebut. Dengan demikian wilayah tersebut dapat dikatakan aman, namun tetap saja perlu adanya pemantauan.



d. Output yang dicapai 28



Tidak terjadi penularan kasus DBD diwilayah tersebut, sebagai kegiatan pemantauan perkembangbiakan nyamuk dilakukan kegiatan PSN dengan 3M Plus. 3.



PSN (PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK) LINTAS SEKTOR a. Pelaksana Kegiatan ini dilaksanakan oleh : 1) Sanitarian 2) Puskesmas 3) Pejabat Kecamatan/Kelurahan 4) Kader/Ketua RW/Ketua RT 5) Masyarakat b. Tugas Pelaksana Saat melakukan kegiatan PSN pelaksana memiliki tugas sebagai berikut 1) Sanitarian bertugas melakukan koordinasi lintas sektor, dimana koordinasi dilakukan kepada pejabat administratif wilayah yang dilakukan PSN. Selain itu sanitarian juga melakukan koordinasi kepada kader yag ada diwilayah tersebut dalam rangka persiapan kegiatan PSN. Pada kegiatan ini, petugas sanitarian memiliki kewajiban melakukan pemantauan kesehatan lingkungan yang ada dan melakukan edukasi terhadap masyarakat. 2) Puskesmas bertugas sebagai pemantau dan penggerak masyarakat dalam melaksanakan kegiatan PSN dan bertanggungjawab atas 29



kesehatan masyarakat dan lingkungan yang berada diwilayah kerjanya. 3) Pejabat Kecamatan dan Kelurahan sebagai penanggunjawab wilayah, maka pejabat kecamatan atau kelurahan bertugas menjadi penghubung antara puskesmas dengan masyarakat. Pada intinya kesehatan masyarakat



merupakan



bagian



tanggungjawab



pejabat



kecamatan/kelurahan, dan puskesmas sebagai pendukung upaya tersebut. 4) Kader/Ketua RW/Ketua RT bertugas sebagai pemandu wilayah dan melakukan pemantauan dan penggerakan masyarakat dalam rangka kepanjangtanganan puskesmas dalam mencapai tujuannya. 5) Masyarakat bertugas sebagai subjek sekaligus objek kegitan PSN, karena yang melakukan kegiatan ini masyarakat dan untuk masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat memegang peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. c. Uraian Kegiatan Kegiatan PSN meliputi kegiatan 3M (yaitu menguras, menutup dan mengubur). Pada pelaksanaan kegiatan PSN pegawai puskesmas bertindak sebagai jumantik dibantu oleh tim yang telah dibagi. Pada kesempatan tersebut mahasiswa bersama petugas puskesmas melakukan pemantauan jentik dan melakukan pengurasan tampungan air yang ditemukan jentik diluar rumah. Selain itu pegawai pemerintahan 30



melakukan sambang wilayah dan juga membantu melakukan pemantauan jentik. Pelaksanaan kegiatan ini telah dijadwalkan sebelumnya oleh sanitarian sebagai pemegang program, serta dikoordinasikan kepada pejabat administratif dan masyarakat melalui kader yang berada diwilayahnya masing-masing. Kegiatan ini dilakukan di 4 RT, yaitu RT 43, 44, 45, dan 46 dengan diambil sampel sebanyak 10 rumah. Kemudian setelah dilakukan pemantauan keberadaan jentik baik didalam maupun diluar rumah maka dihitung ABJ diwilayah tersebut dengan rumus sebagai berikut : 𝐴𝐵𝐽 =



Jumlah Tandon Air Tidak Ada Jentik X 100% Jumlah Tandon Air Yang Diperiksa



Pada akhir kegiatan mahasiswa bersama sanitarian membuat notulen kegiatan setelah semua hasil pemantau jentik (lampiran 2) selesai dihitung dan melakukan pelaporan ke kelurahan setempat terkait hasil program. d. Output yang dicapai Dari hasil PJB diperoleh hasil ABJ di RW 09 Purwodingratan sebesar 85% yang berarti bahwa masih dibawah dari target pencapaian yaitu ≥95%, sehingga perlu terus dilakukan PSN diwilayah tersebut karena dikhawatirkan terjadi penularan kembali diwilayah tersebut. 4.



CASE FINDING KASUS SUSPEK CAMPAK a. Pelaksana 31



1) Surveilans Puskesmas 2) Surveilans Kelurahan 3) Kader 4) Instansi terkait (SDN Ngabean) b. Tugas Pelaksana 1) Surveilans



Puskesmas



bertugas



memastikan



bahwa



kegiatan



pengumpulan data penderita lengkap dan diagnosis yang dilakukan dapat dipercaya, yaitu terkait penemuan kasus suspek campak yang dilihat melalui gejalanya. Selain itu melakukan koordinasi terkait pencegahan penularan dengan instansi terkait. 2) Surveilans Kelurahan bertugas membantu surveilans kelurahan dalam pengumpulan data karena petugas surveilans kelurahan lebih mengetahui



geografis



wilayah



kerja



puskesmas



sehingga



memudahkan penemuan penderita. Selain itu petugas surveilans ini membantu



dalam



melakukan



pengambilan



specimen



dengan



merekomendasikan berobat ke puskesmas dan mengantarkan specimen darah ke Balai Laboratorium Kesehatan untuk dipastikan diagnosisnya. 3) Kader bertugas melakukan pemantauan kondisi korban saat dilakukan isolasi 4) Pihak



instansi



terkait



(sekolah)



bertugas



melakukan



upaya



pencegahan penularan melalui perujukan siswa jika diindikasi 32



memiliki gejala yang sama ke puskesmas untuk dilakukan perawatan dan pemeriksaan specimen darah dan upaya isolasi. c. Uraian Kegiatan Pelaksanaan penemuan penderita suspek campak dilakukan oleh petugas surveilans puskesmas dibantu oleh surveilans kelurahan. Pada kesempatan ini mahasiswa mendapat kesempatan untuk ikutserta dalam menyelidiki penularan yang terjadi. Berbekal data kasus dilaporkan dan alat tulis kegiatan ini mulai dilaksanakan. Petugas melakukan wawancara dan mahasiswa mencatat kemungkinan terjadinya penularan, dan kondisi korban terakhir. Kegiatan penemuan penderita ini bertujuan untuk mengetahui sumber penularan dan adanya penularan atau tidak diwilayah tersebut. Selain itu dengan ditemukannya penderita sedini mungkin menjadikan penderita memperoleh perawatan sedini mungkin dan mencegah terjadinya penularan yang ada. Berdasarkan kasus yang ditemukan di SDN Ngabean, dilaporkan terdapat 2 kasus yang telah didiagnosis suspek campak yakni An. T kelas 5 dan An. E kelas 1. An. T didiagnosis dipuskesmas dan sudah diberikat perawatan medis oleh puskesmas namun belum dilakukan pemeriksaan darah, sedangkan An. E dilaporkan melalui alert SIMPUS Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, yang berasal dari KDRS RS Permata Husada dan belum ada hasil yang menyatakan positif campak. Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua korban, diketahui dikelas 1terdapat siswa lain yang tidak masuk 33



sekolah dengan alasan sakit. Oleh karena itu penelusuran kasus dilakukan ke SDN Ngabean dan ditemukan 1 kasus yang memiliki gejala sama dan didiagnosis suspek campak juga yaitu siswi kelas 1 teman sekalas An. E, sehingga puskesmas meminta pihak sekolah untuk membawa korban ke puskesmas untuk diperiksa dan diberikan perawatan, serta melakukan isolasi kasus agar tidak menularkan lagi ke teman lainnya. Selanjutnya dikarenakan masih terdapat 2 siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan sakit maka dilakukan penemuan korban akan tetapi alamat yang tercantum sudah dinyatakan pindah rumah sehingga penelusuran dianggap selesai. Untuk memastikan ada atau tidaknya penularan dilakukan pemantauan selama 2 hari oleh petugas surveilans kelurahan, dan dinyatakan tidak terdapat penularan lagi, karena korban telah diisolasi untuk meminimalisir penularan. d. Output yang dicapai Tidak terjadi penularan yang lebih luas di sekolah tersebut, dan penerapan diagnosis melalui pemeriksaan darah telah dilakukan untuk memastikan positif campak atau bukan, dan penanganan penderita sedini mungkin telah dilakukan, dan adanya koordinasi dengan kader dan instansi terhadap pemantauan korban telah dilakukan, terutama untuk kader pemberian vit. A dan sekolah dalam kesiapsiagaan menghadapi penyakit tersebut dengan melakukan rujukan ke puskesmas melaui UKS.



34



5.



POSYANDU BALITA a. Pelaksana 1) Petugas Penanggungjawab wilayah 2) Kader 3) Gizi dan PKM b. Tugas Pelaksana 1) Petugas Penanggungjawab wilayah bertugas melakukan pembinaan terhadap kader dan melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan posyandu diwilayah binaannya 2) Kader melakukan pengukuran antropometri tubuh meliputi berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala, serta melakukan pemantauan status gizi, mencatat hasil kegiatan dan melaporkan hasilnya ke bagian gizi dan pkm. 3) Gizi dan PKM bertugas melakukan pembinaan dan pemantauan kegiatan posyandu balita pada seluruh wilayah kerja puskesmas. Pemantauan mulai dari administrasi hingga kondisi balita yang ada diwilayah kerjanya. c. Uraian Kegiatan Kegiatan posyandu pada bulan ini merupakan yang khusus dipantau oleh petugas penanggungjawab wilayah masing-masing. Hal ini dikarenakan bulan februari merupakan bulan pemberian vitamin A dan pemantauan status gizi. Dalam posyandu ini mahasiswa ikut berperan aktif dalam 35



melakukan penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran tinggi badan dan melakukan edukasi terkait pengukuran tinggi badan yang benar kepada kader. Petugas penanggungjawab wilayah melakukan pemantauan proses administrasi dan penimbangan balita yang dilakukan oleh kader. 6.



PENILAIAN RUMAH SEHAT a. Pelaksana 1) Sanitarian 2) Kader b. Tugas Pelaksana 1) Sanitarian bertugas melakuan koordinasi mngenai pendataan rumah sehat kepada kader setempat, menyiapkan formulir dan mengedukasi kader tentang tatacara pengisiannya, serta melakukan pengolahan data yang ada. 2) Kader bertugas melakukn survei rumah sehat sesuai dengan arahan yang telah diberikan sanitarian. c. Uraian Kegiatan Kegiatan penilaian rumah sehat ini untuk mengetahui keberadaan rumah tidak sehat dan dapat dilakukan pembinaan terhadap pemilik rumah. Pada awalnya sanitarian menyiapkan formulir penilaian (lampiran 3) dan mengumpulkan kader untuk memberitahu tatacara pengisian formulir tersebut. Kader melakukan survei dan penilaian terhadap semua rumah yang ada diwilayahnya, selanjutnya menyetorkan formulir ke Sanitarian 36



untuk dolah leboh lanjut. Sanitarian bersama mahasiswa melakukan entri data. Selanjutnya mahasiswa bertugas mengolah data yang dibagi menurut RT, RW, hingga kelurahan terkait jumlah rumah sehat dan tidak sehat. d. Output yang dicapai Hasil yang didapat adalah mengetahui prosentase jumlah rumah sehat yang ada diwilayah kerja puskesmas. Berdasarkan data yang telah terkumpul dari 13 RW di Kecamatan Ngampilan diperoleh hasil bahwa hanya 47% Rumah yang memenuhi kriteria Sehat, sedangkan 53% merupakan rumah dengan kriteria tidak sehat. Berdasarkan rekap per RW diperoleh hasil di Kelurahan Ngampilan jumlah rumah sehat sebesar 54% dan rumah tidak sehat sebesar 46%, sedangkan di Kelurahan Notoprajan jumlah rumah sehat sebesar 39% dan rumah tidak sehat sebesar 61%. Rumah dikatakan sehat jika nilai dari total bobotnya 1068-1200, sedangkan dikatakan tidak sehat jika