Laporan PKL Tatalaksana Inseminasi Buatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RINGKASAN DISKA ANGGORO KURNIA RAHMAN. NIM 23010112130114. 2015. Tatalaksana Inseminasi Buatan (IB) Sapi Potong di Wilayah Kradenan III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah (Pembimbing : YON SUPRI ONDHO) Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan di Wilayah Kerja Kradenan III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan pada tanggal 28 Juli – 28 Agustus 2015. Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung cara-cara, tahapan serta urutan dalam pelaksaan proses inseminasi buatan, khususnya dalam melakukan tatalaksana Inseminasi Buatan pada sapi potong. Materi yang digunakan adalah sapi potong. Jumlah ternak yang diamati adalah 125 ekor sapi potong betina berahi. Peralatan yang digunakan adalah insemination gun, plastic sheat, straw, gunting, sabun, plastic glove. Data yang didapat berasal dari pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatan yang dilakukan dari pelaporan berahi oleh peternak kepada inseminator, pengamatan deteksi berahi oleh inseminator, persiapan alat dan bahan, thawing serta deposisi semen. Pelaksanaan Inseminasi Buatan yang di lakukan di Wilayah Kerja Kradenan III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan dilakukan setiap hari oleh inseminator yaitu menunggu laporan dari peternak apabila ada sapi yang diduga sedang berahi dengan melihat tanda-tanda yang ada pada sapi betina. Straw yang digunakan dari BIB Ungaran dan BIB Lembang. Sedangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan Inseminasi Buatan di Wilayah Kerja Kradenan III menggunakan teknik rektovaginal dan terjadi 100 kali Inseminasi selama Praktek Kerja Lapangan, Wilayah Kerja Kradenan III dapat disimpulkan sudah melakukan pelaksanaan Inseminasi Buatan yang sesuai prosedur meliputi tahapan, urutan serta cara dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan.



5



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan praktek kerja lapangan dan menyelesaikan laporan Tatalaksana Inseminasi Buatan (IB) Sapi Potong di Wilayah Kerja Kradenan III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yon Supri Ondho, M.S. selaku dosen pembimbing Praktek Kerja Lapangan yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan, Dr. Ir. Yon Soepri Ondho, M. S. selaku Kepala Laboratoriun Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi. Pimpinan dan segenap staff di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan dan inseminator di Wilayah Kerja Kradenan III Edi Sugiyanto yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan guna perbaikan penulisan laporan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Semarang,



Juni 2015



Penulis



6



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................. DAFTAR ISI........................................................................................vi No



Halaman........................................................................viii



DAFTAR ILUSTRASI........................................................................ix No.



Halaman..................................................................................ix



DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... No.



Halaman...................................................................................



BAB I................................................................................................. PENDAHULUAN............................................................................... BAB II................................................................................................ TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2.1.



Inseminasi Buatan...................................................................3



2.2.



Deteksi Berahi (estrus)..............................................................4



2.3.



Prosedur Inseminasi................................................................4



2.4.



Teknik Inseminasi...................................................................6



2.5.



Sistem Pencatatan (Recording)...................................................7



BAB III............................................................................................... MATERI DAN METODE....................................................................... 3.1. Materi.......................................................................................8 BAB IV..............................................................................................11 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................11 4.1 Keadaan Umum Daerah...............Error! Bookmark not defined. 4.2.



Pelaksanaan Inseminasi Buatan. .Error! Bookmark not defined.



4.2.1.



Persiapan Inseminasi BuatanError! Bookmark not defined.



7



4.2.1.1. Pengamatan Deteksi Berahi.............Error! Bookmark not defined. 4.2.1.2 Persiapan Peralatan..........Error! Bookmark not defined. 4.2.1.3. Thawing.......................Error! Bookmark not defined. 4.2.2.



Proses Inseminasi.............Error! Bookmark not defined.



4.2.2.1. Waktu Optimum Inseminasi.............Error! Bookmark not defined. 4.2.2.2. Deposisi Semen.............Error! Bookmark not defined. BAB V...............................................................................................25 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................25 5.1 Kesimpulan...............................................................................25 5.2 Saran.......................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................26



8



DAFTAR TABEL No 1. 2.



Halaman



Data Hasil Deteksi Berahi Sapi – Sapi di Kecamatan Kepil.. 15 Data Pelaksanaan IB BulanFebruari 2015 Error! Bookmark not defined.



9



DAFTAR ILUSTRASI No. Halaman 1. Peta Kecamatan Kradenan………………………………………………………Error! Bookmark not defined. 2. Kartu Inseminasi Buatan...........Error! Bookmark not defined. 3. Proses pelaksanaan thawing.....................................................19 4. Tempat Deposisi Sperma pada Saluran Kelamin Betina............21 5. Pelaksanaan Inseminasi BuatanError! Bookmark not defined.



10



DAFTAR LAMPIRAN No.



Halama



1. Data Birahi oleh Peternak dan Inseminator...............................28 2. Surat Keterangan Praktek Kerja Lapangan................................29 3. Riwayat Hidup...........................................................................30



BAB I PENDAHULUAN Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul guna memenuhi kebutuhan daging yang masih belum mencukupi. Kualitas dan kuantitas produk budidaya ternak sapi sangat dipengaruhi pada kualitas bibit yang digunakan, sehingga pemerintah perlu mengambil kebijakan yang tepat untuk membangun dan meningkatkan perbibitan sapi dengan skala nasional. Kebijakan di bidang perbibitan tersebut harus mampu mendorong kemajuan di bidang industri perbibitan di tanah air, sehingga peternak



2



terjamin dalam memperoleh bibit unggul secara berkelanjutan sesuai jumlah, jenis dan mutu genetik yang dibutuhkan. Banyaknya pertambahan jumlah penduduk di Indonesia sering disebut dapat menyebabkan kurangnya pasokan akan kebutuhan daging. Kenyataan yang terjadi dilapangan, bahwa negara Indonesia masih kekurangan daging, bahkan pemerintah melakukan impor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia. Permasalahan tersebut tercipta dikarenakan produktifitas yang rendah dan populasi sapi yang rendah di negara Indonesia. Salah satu jalan untuk meningkatkan populasi dengan kualitas dan kuantitas ternak secara baik dan cepat yaitu dengan metode perkawinan buatan atau Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu teknik untuk menghasilkan sapi unggul serta perbaikan mutu genetik. Aplikasi teknologi Inseminasi Buatan (IB) dengan menggunakan semen pejantan yang telah diseleksi untuk produksi bibit sapi unggul, dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas dan juga perbaikan mutu genetik sapi lokal yang juga berlipat ganda dalam waktu relative singkat. Tingkat keberhasilan IB dipengaruhi oleh faktor kemampuan peternak dalam melakukan deteksi berahi pada ternak, kualitas semen beku dan penanganannya, tingkat produktivitas ternak betina yang akan diinseminasi, serta keterampilan inseminator. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk mengetahui secara langsung pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan yang baik dan sesuai prosedur untuk sapi potong, serta menambah keterampilan



3



mahasiswa mengenai pelaksanaan kegiatan inseminasi buatan dari pendeteksian berahi ternak oleh peternak hingga pelaksanaan inseminasi oleh inseminator. Manfaat dari Praktek Kerja Lapangan serta penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan adalah diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari dan dapan memberikan informasi kepada peternak, inseminator, serta pihak – pihak yang membutuhkan. Disamping itu, melalui Praktek Kerja Lapangan secara langsung, mahasiswa akan memperoleh ketrampilan dan pengalaman mengenai proses pelaksaan inseminasi buatan sehingga menjadi bekal pengetahuan yang dapat berguna dalam kehidupan.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran



reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami (Hafez, 1993). Inseminasi buatan memiliki fungsi untuk memperbaiki mutu dari genetik suatu ternak, mencegah penularan penyakit, menghemat dana pemeliharaan pejantan, meningkatkan pemanfaatan penjantan unggul, serta memperpendek calving interval (Wodzicka-Tomaszewska et. al., 1991 dan Siahaan, 2012). Prosedur pelaksanaan IB terdiri dari pengamatan berahi, handling semen beku, thawing semen beku, serta pelaksanaan inseminasi (Samsudewa dan Suryawijaya, 2008). IB dapat dikatakan berhasil apabila sapi induk yang dilakukan IB menjadi bunting pada masa bunting/periode kebuntingan sapi (gestation period) yaitu jangka waktu sejak terjadi pembuahan sperma terhadap sel telur sampai anak dilahirkan (Hastuti, 2008). Keberhasilan IB pada ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB, dan keterampilan tenaga pelaksana (inseminator). Faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, 1979). 2.2. Deteksi Berahi (estrus)



Deteksi berahi merupakan pengamatan terhadap tanda – tanda berahi pada sapi yang akan diinseminasi, deteksi berahi faktor penting dalam proses inseminasi



5



buatan karena merupakan penentu waktu untuk melakukan perkawinan secara tepat dan berhasil (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991). Estrus merupakan periode yang dialami oleh ternak betina secara alami ataupun yang disinkronisasi berahi dengan menunjukkan gejala-gejala berahi yang khas, yaitu vulva terlihat membengkak, memerah dan penuh dengan sekresi mucus (lendir) transparan yang menggantung dari vulva, menaiki dan diam saat dinaiki, tampak gelisah, dan nafsu makan berkurang (Toelihere, 1979 dan Hafizuddin et al., 2012). Keberhasilan Inseminasi Buatan akan optimal apabila deteksi dan pelaporan berahi dilakukan dengan tepat sehingga Inseminasi dapat dilakukan tepat waktu, langkah untuk mengamati tandatanda berahi perlu diajarkan kepada peternak, pemilik, atau penggembala agar peternak dapat melaporkan kepada petugas (inseminator), sehingga pelaksanaan inseminasi buatan tepat waktu (Wodzicka et al., 1991 dan Herdis et al., 2001). 2.3.



Prosedur Inseminasi



Salah satu faktor dalam keberhasilan kebuntingan dipengaruhi oleh salah satu faktor yang penting adalah deposisi semen dalam saluran reproduksi ternak betina (Selk, 2007). Peletakan semen saat inseminasi biasanya diletakan setelah melewati servik, akan tetapi jangan terlalu dalam, karena dapat menyebabkan pendarahan pada uterus akibat adanya luka pada endometrium (Toelihere, 1979). Deposisi semen dilakukan dengan tiga cara yaitu pada posisi cervix utery, corpus utery serta pada posisi cornua utery (Kurniawan et al., 2014). Kegagalan IB yang sering terjadi



6



diakibatkan karena pada saat penanganan semen beku di lapangan oleh inseminator semen yang telah berada di dalam container terlalu sering dipindahkan dari satu container ke container lainnya, karena salah satu penyebab tinggi kematian sperma setelah thawing adalah terjadinya perubahan suhu semen beku dalam container nitrogen cair yang tidak benar (Tambing et al., 2001). Pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih memiliki beberapa hambatan, antara lain keterlambatan pengadaan nitrogen cair dan container, angka post thawing mortility (PTM) yang kurang dari 35%, serta tingkat mortalitas semen beku ketika diangkut mulai dari produsen hingga ke peternak yang cukup tinggi, mencapai 30% (Affandhy et al., 2004). Thawing adalah cara yang dilakukan untuk mencairkan kembali semen beku dengan cara mengambil straw pada termos dan memasukan pada air hangat dengan kisaran suhu 25-27oC dan durasi tertentu sehingga dapat dideposisikan ke alat reproduksi betina (Partodihardjo, 1980). Metode thawing semen beku menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan karena thawing semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam inseminasi buatan (Evans dan Maxwell, 1976). Ada beberapa metode thawing yang sering digunakan di lapangan antara lain thawing menggunakan air es, thawing dengan air sumur, thawing dengan es lilin serta thawing menggunakan pelepah pisang (Samsudewa dan Suryawijaya, 2008). Thawing biasanya dilakukan pada kisaran suhu 34 oC dengan lama 15 menit, untuk mendapatkan kualitas yang baik dapat dilakukan dengan suhu 25o – 30oC dengan lama waktu perendaman selama 40 detik (Toelihere, 1979 dan Pratiwi et al., 2006).



7



2.4.



Teknik Inseminasi



Teknik melakukan inseminasi yaitu dengan membersihkan vulva indukan menggunakan kapas atau tissue bersih dan tangan kiri memasuki rektum menuju bagian servik, memasukan insemination gun melalui vulva hingga serviks pada cincin keempat yang dibantu dengan palpasi tangan kiri dan menembakkan semem pada bagian dan posisi tersebut, kemudian tarik kembali insemination gun perlahan hingga keluar dari vagina, bersihkan kembali alat-alat IB dan simpan di tempat yang bersih, lakukan recording meliputi tanggal, hari, nomor indukan, dan kode straw yang telah diinseminasikan (Toelihere, 1979 dan Fikar dan Ruhyadi, 2010). Persiapan sebelum melakukan inseminasi adalah membersihkan semua peralatan yang akan digunakan untuk IB menggunakan kapas beralkohol, mengambil straw dan melakukan thawing dengan cara merendamkan straw ke dalam air hangat selama 1 menit kemudian keringkan straw menggunakan tisu dengan keadaan tangan kiri sudah memakai plastic glove serta memasukan straw pada insemination gun, memotong ujung straw dan membungkus dengan plastic sheat dan tekan tombol insemination gun untuk mengunci plastic sheat (Partodihardjo, 1980 dan Fikar dan Ruhyadi, 2010). Dalam metode IB dikenal beberapa teknik inseminasi yaitu inseminasi dalam vagina dan intra servik yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan Sub-metode Speculum, yakni semen disemprotkan pada posis keempat di belakang servik betina berahi dan Sub-metode Rektum, yakni semen ditempatkan pada suatu alat yang terbuat dari plastik dan dilengkapi alat peniup



8



(kateter), kemudian semen disemprotkan pada posisi keempat di belakang servik sapi betina berahi (Salisbury dan Van Demark, 1961 dan Murtidjo, 1990). Teknik Sub-metode Rektum memiliki tingkat fertilisasi yang tinggih karena dalam teknik ini deposisi semen berada di anterior serviks (Cole dan Cupps, 1969). Faktor penting dalam pelaksanaan IB yang dapat menghasilkan tingkat fertilitas yang tinggi antara lain waktu inseminasi, teknik inseminasi, serta volume dan jumlah spermatozoa motil (Tambing et al., 2001). 2.5.



Sistem Pencatatan (Recording) Sistem pencatatan sangat diperlukan dalam melaksanakan IB untuk



menghindari inbreeding. Sistem pencatatan dilakukan umumnya pada setiap inseminator untuk kelengkapan data. Recording hampir digunakan pada semua organisasi IB di berbagai wilayah, bahkan hingga rangkap tiga. Satu untuk peternak, satu untuk inseminator, satu untuk Dinas Peternakan (Partodiharjo, 1980).



BAB III MATERI DAN METODE



9



Kegiatan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan pada tanggal 28 Juli – 28 Agustus 2015 di Wilayah Kerja Kradenan III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. 3.1. Materi Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan adalah 125 ekor sapi potong betina berahi di Wilayah Kerja Kradenan III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Alat yang digunakan adalah container portable untuk menyimpan straw selama dalam perjalanan menuju lokasi peternak, botol untuk menempatkan air yang berguna saat thawing, gunting untuk menggunting kutub lab straw, insemination gun untuk menempatkan straw setelah di-thawing, plastic sheat untuk melapisi insemination gun saat straw bergeser ketika akan diinseminasikan, kartu recording ternak untuk melakukan pendataan ternak, buku saku yang digunakan inseminator untuk mencatat kegiatan, serta kamera dan alat tulis untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan adalah straw yang berasal dari BIB Ungaran dan BIB Lembang, air, tissue dan plastic glove.



3.2. Metode



10



Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan adalah pengamatan secara langsung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan inseminasi dengan inseminator. Berikut tahapan metode dalam inseminasi buatan : 1. Peternak menghubungi inseminator melaporkan tanda-tanda berahi dari ternak nya melalui telepon maupun pesan singkat sehingga inseminator dapat segera memeriksa dan melakukan inseminasi buatan. 2. Deteksi berahi oleh inseminator, setelah mendapat laporan dari peternak inseminator segera memeriksa berahi pada ternak, menilai tingkat berahi ternak, lama berahi ternak, waktu yang tepat untuk melakukan inseminasi. 3. Pelaksanaan mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan inseminasi, yaitu :  Thawing : mengambil straw dari termos dan mecelupkannya ke 



dalam air selama ± 30 detik. Mempersiapkan alat dan bahan seperti insemination gun, plastic



sheat, tissue, dan plastic glove. 4. Pelaksanaan inseminasi oleh inseminator yaitu dengan mengamati hal yang dilakukan saat inseminasi dan cara pelaksanaan inseminasi. Mencatat waktu saat pelaksanaan inseminasi, wawancara pada inseminator tentang pelaksanaan inseminasi hal apa yang perlu menjadi pertimbangan untuk melakukan inseminasi dan ketepatan saat deposisi semen serta saat menyemprotkan kedalam organ reproduksi betina. 5. Pencatatan data inseminasi, antara lain :  Nama peternak  Umur sapi betina saat diinseminasi



11



   



Data yang tertulis pada straw Bangsa sapi yang diinseminasi Tanggal dan waktu saat inseminasi Alamat / lokasi pelaksanaan inseminasi



BAB IV



HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.



Keadaan Umum Kecamatan Kradenan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Grobogan,



Jawa Tengah yang memiliki luas wilayah 107,74 Km2 terletak antara 07° 07’ 38,7 (LS) dan 111° 08’ 04,8” (BT). Produksi perikanan dari produksi perairan umum lebih tinggi dibandingkan kolam, yang mencapai 55.426 Kg. Sementara produksi



12



dari kolam mencapai 27.610 Kg. Sedangkan untuk peternakan cukup besar, jumlah ternak kambing mencapai 4.153 ekor, sapi potong mencapai 18.766 ekor. Kecamatan Kradenan merupakan daerah perbukitan serta berada pada ketinggian antara 50 - 100 meter di atas permukaan air laut dengan kelerengan 8° 15°. Kecamatan Kradenan teletak di bagian timur kota Purwodadi. Jarak antara Purwodadi dan Kradenan kurang lebih 27 Km ke arah timur. Secara administratif Kecamatan Kradenan terdiri dari 14 Desa, 550 RT, dan 95 RW yaitu : Sengonwetan, Sambongbangi, Banjardowo, Kradenan, Rejosari, Bago, Simo, Pakis, Crewek, Banjarsari, Kalisari, Kuwu, Grabagan, Tanjungsari dengan ibukota berada di Desa Kalisari. jumlah penduduk pada keadaan Bulan Januari 2012 sebanyak 86.737 jiwa. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani tanaman pangan dan sayur-sayuran, dan untuk peternakan mereka berternak sapi, kambing, dan unggas. 4.2.



Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan meliputi persiapan Inseminasi Buatan, pencatatan kondisi



ternak berahi, persiapan alat dan bahan Inseminasi Buatan, thawing, hingga proses Inseminasi Buatan yaitu saat deposisi semen ke dalam organ reproduksi sapi betina. Persiapan Inseminasi Buatan meliputi pengamatan deteksi berahi, persiapan alat dan bahan, dan pengamatan proses thawing. Persiapan Inseminasi Buatan harus diakukan secara teliti dan benar, karena jika persiapan Inseminasi Buatan yang benar akan memungkinkan hasil Inseminasi Buatan yang maksimal.



13



Inseminasi Buatan (IB) sudah tidak asing lagi bagi para peternak di Kecamatan Kradenan, mereka lebih sering menyebutnya kawin suntik. Pemerintah sangat mendukung sekali kegiatan inseminasi buatan itu sendiri hal tersebut ditunjukan pemerintah dengan mengadakan kegiatan Gertak Berahi / GBIB pada sapi potong di daerah Kradenan. Yang bertujuan untuk percepatan populasi sapi atau dapat disebut peningkatan kelahiran ternak di daerah tersebut serta untuk mewujudkan Indonesia dapat swasembada daging. Gertak berahi adalah suatu cara untuk mempercepat berahi pada sapi, dengan cara penyuntikan cairan PGF2α. Hal ini sesuai dengan himbauan Presiden Joko Widodo (2014) yang menyatakan Indonesia dapat melakukan swasembada daging dengan memberi pengarah pada peternak supaya berternak dengan baik dan benar. Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Kecamatan Kradenan dilakukan inseminator dari dinas peternakan Kabupaten Grobogan. Tingginya kesadaran para peternak untuk melakukan perkawinan secara IB ini juga tidak lepas dari usaha para petugas inseminator dari dinas yang sering melakukan penyuluhan ke kelompokkelompok tani, dan sering berbagi informasi di sela-sela pelaksanan IB seperti pendeteksian berahi yang akurat, manajemen pakan untuk menunjang reproduksi ternak, dan penanganan penyakit secara sederhana.



14



Ilustrasi 1. Kegiatan Gertak Berahi dan Inseminasi Buatan



4.3.



Deteksi Berahi Pemeriksaan atau deteksi berahi dini yang akurat pada sapi betina sangat



penting dilakukan dalam manajemen reproduksi ternak. Deteksi berahi yang lebih dini akan lebih cepat memberikan informasi kepada inseminator kapankah waktu yang tepat untuk melakuakn inseminasi serta purlu tidaknya dilakukan penyuntikan PGF2α dalam kegiatan GBIB. Selama Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan di Wilayah Kerja III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan dilakukan pengamatan langsung pada 125 ekor sapi betina yang dilaporkan sedang berahi oleh peternak atau ikut kegiatan dalam GBIB, didapatkan hasil skor dalam deteksi berahi tidak jauh berbeda yaitu tingkah laku semua sapi menunjukkan positif, intensitas lendir berkisar antara 3 - 4, ereksi uterus semua sapi menunjukan 4E, pada skor vulva sapi berkisar antara 3 - 4. Hasil deteksi berahi disajikan pada Tabel 1.



15



Tabel 1. merupakan hasil pengamatan deteksi berahi pada sapi di Wilayah Kerja III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan secara langsung pada 125 ekor sapi. Pemberian skor pada tiap indikator berdasarkan yang terlihat saat dilapangan, pemgamatan vulva adalah meliputi pembengkakan, perubahan warna pada vulva, dan perubahan suhu pada vulva. Pemberian skor 4 untuk vulva yang merah, basah dan bengkak sampai 1 untuk vulva yang terlihat kering. Pengamatan indikator intensitas lendir pada vulva dengan pemberian skor 4 untuk lendir keluar banyak sampai skor 1 untuk kering tidak ada lendir. Pengamatan tingkat ereksi uterus melalui palpasi rektal dengan pemberian skor tertinggi 4 yaitu tegang, keras, dan besar pada uterus sampai terendah yaitu lembek. Pengamatan indikator tingkah laku adalah + untuk sapi yang positif menunjukkan tingkah laku berahi yaitu menaiki sapi lain, bengak – bengok, gelisah. Tanda – tanda berahi pada sapi yang khas dapat dilihat dari tingkah lakunya yaitu gelisah, nafsu makan menurun, terdapat lendir pada vulva dan bengak bengok. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafizuddin et al. (2012) sapi-sapi betina yang berahi akan menunjukkan gejalagejala berahi yang khas, yaitu menaiki dan diam saat dinaiki, tampak gelisah, nafsu makan berkurang, vulva merah dan bengkak, terdapat lendir pada vulva.



Tabel 1. Data Hasil Deteksi Berahi Sapi – Sapi Wilayah Kerja Kradenan III No.



Intensitas Berahi



Jumlah Betina



1



3/3/+/4EU



118



2



3/4/+/4EU



5



16



3



4/4/+/4EU Total



2 125



Keterangan : a/b/c/d : a = pemeriksaan pada vulva b = keluarnya lender c = tingkah laku d = keadaan ereksi esterus Skor Penilaian : Vulva ; 1= kering; 2= basah; 3 = merah; 4 = sangat merah Lendir; 1= kering; 2= sedang; 3 = keluar banyak Ereksi uterus; 1 = lembek; 2 = keras; 3 = kaku; 4 = sangat kaku Tingkah laku; + = mau dinaiki; - = tidak mau dinaiki



Dari data yang ada dapat dikatakan bahwa penanganan berahi pada sapi yang ada di Wilayah Kerja Kradenan III Kabupaten Grobogan sudah baik. Karena setelah mendapat informasi dari peternak bahwa ternak mereka berahi, inseminator akan melakukan pemeriksaan pada saluran luar reproduksi sapi betina (Ilustrasi 2A), apabila tidak terdapat tanda berahi inseminator akan melakukan menjelaskan keadaan sapi pada peternak kemudian selanjutnya dilakukan pemeriksaan berahi secara palpasi per rektal (Ilustrasi 2B). Deteksi berahi dengan cara palpasi per rektal bertujuan untuk memeriksa apakah ternak masih dalam masa berahi dan masih bisa di IB ataukah masa berahi sudah berakhir, deteksi berahi dilakukan dengan memeriksa serviks dan uterus apakah masih terjadi ereksi yang menandakan berahi ataukah tidak. Rasad (2008) menyatakan bahwa deteksi berahi secara visual yang tidak memperlihatkan tanda berahi dapat diperkuat dengan deteksi berahi per rektal, berahi pada pemeriksaan per rektal ditunjukkan dengan adanya kontraksi



17



uterus, perkembangan folikel de graaf dan corpus luteum yang mulai mengeras. Apabila tidak terjadi tanda-tanda berahi setelah dilakukan pengecekan folikel de graaf dan corpus luteum maka dilakukan penyuntikan menggunakan PGF2α agar setelah ± 3 hari kemudian dapat berahi dan dilakukan inseminasi buatan karena fungsi dari PGF2α (Ilustrasi 2C).



18



A. Tanda Berahi



B. Pemeriksaan Palpasi



C. Penyuntikan PGF2α



Ilustrasi 2. Pemeriksaan Berahi pada Ternak



4.4.



Prosedur Inseminasi Pengadaan semen beku dan nitrogen cair dari Dinas Peternakan Kabupaten



Grobogan dilakukan setiap sebulan sekali pada awal bulan bersamaan dengan rekapitulasi data akseptor bulanan. Semen beku diambil dari Balai Inseminasi Buatan, dari sana container yang berisi semen akan diangkut dengan menggunakan mobil tertutup agar tidak terkena panas matahari secara langsung. Tiap bulan di Dinas Peternakan juga akan dilakukan penghitungan persediaan semen beku dan pemeriksaan volume nitrogen cair dalam container. Jumlah aspetor yang digunakan dalam kegiatan Gertak Birahi dan Inseminasi buatan di Wilayah Kerja III Kecamatan Kradenan disajikan pada Tabel 2.



19



Tabel 2. merupakan hasil pengamatan jumlah aseptor yang digunakan untuk inseminasi buatan pada berahi sapi di Wilayah Kerja III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Aseptor yang digukan dalam kegiatan ada tiga jenis yaitu aseptor sapi brahman, aseptor sapi limousin dan aseptor sapi Simmental yang berasal dari BIB Ungaran dan juga BIB Lembang. Kode awal berupa nomer digunakan untuk mengetahui bangsa sapi apa yang digunakan, untuk sapi Brahman digunakan kode 40866, untuk sapi Simmental menggunakan kode 60992 dan kode 8069102 digunakan untuk sapi Limousin kemudian selanjutnya adalah kode atau nama penjantan yang digunakan.



Tabel 2. Data Aseptor yang digunakan di Wilayah Kerja Kradenan III No.



Kode Semen



Jumlah Betina



1



40886/AN.17



41



2



60992/AL.032



48



3



809102/AM.237



36



Total



125



Keterangan : 40886/AN.17 = Aseptor Sapi Brahman 60992/AL.032 = Aseptor Sapi Simmental 809102/AM.237 = Aseptor Sapi Limousin



Penghitungan dan pemindahan semen beku harus dilakukan dengan cepat dan tidak boleh terlalu lama terpapar lingkungan luar, semen beku harus sesering mungkin dimasukkan ke nitrogen cair sewaktu penghitungan agar sperma di dalamnya tidak



20



mati. Menurut Tambing et al. (2001) semen yang telah berada di dalam container seharusnya jangan terlalu sering dipindah-pindahkan dari satu container ke container lainnya, karena salah satu penyebab tinggi kematian sperma setelah thawing adalah terjadinya perubahan suhu semen beku dalam container nitrogen cair yang tidak benar. 4.4.1



Thawing Proses thawing yang ada di Wilayah Kerja III Kradenan merupakan proses



yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan Inseminasi Buatan. Pelaksanaan thawing dilakukan dilokasi peternak, straw dibawa menuju lokasi menggunakan termos kecil yang berisi nitrogen cair berfungsi untuk mempertahankan suhu dan goncangan yang terjadi dalam perjalanan. Proses thawing yang dilakukan adalah pencairan kembali semen beku menggunakan air biasa yang berasal dari air kran dengan temperatur ± 26oC selama ± 30 detik. Proses thawing dapat dilihat dari ilustrasi 3.



21



A. Termos sebelum thawing



B. Pengambilan Straw



C. Pelaksanaan thawing



D. Pengambilan straw setelah thawing



Ilustrasi 3. Thawing Semen Beku



Straw dikeluarkan dari tremos untuk dilakukan proses thawing. Menurut Toelihere



(1979) straw dikeluarkan dari cairan thawing, dikeringkan dengan



handuk bersih, hal ini mencegah agar air tidak bercampur semen saat dipasang pada insemination gun untuk Inseminasi Buatan. Semen beku yang telah dilakukan thawing harus segera dipakai untuk Inseminasi Buatan, sehingga thawing dilakukan dilokasi peternakan untuk mengindari rusaknya semen beku. 4.4.2 Deposisi Semen Deposisi semen harus dilakukan secara tepat karena deposisi semen saat Inseminasi Buatan yang tepat akan mempengaruhi angka konsepsi menjadi lebih tinggi. Proses deposisi Selama pelaksanaan praktek kerja lapangan praktikan melakukan pengamantan Inseminasi Buatan sebanyak



125 kali Inseminasi.



Biasanya inseminator melakukan Inseminasi sesuai dengan laporan peternak. Deposisi semen saat Inseminasi Buatan selama Praktek Kerja Lapangan semuaya dilakukan pada deposisi ke-4 dapat dilihat pada lampiran. Hal ini dapat dilakukan karena pada saat dialkukan IB sapi dalam keadaan berahi. Deposisi semen oleh inseminator mempunyai peran penting dalam Inseminasi Buatan, karena dengan



22



deposisi semen yang tepat maka sperma akan dapat sampai pada organ reproduksi betina hingga terjadi fertilisasi. Ternak saat mencapai puncak berahi maka dapat dilakukan Inseminasi Buatan hingga mencapai servikss ke-4, karena saat puncak berahi servikss akan mengeras secara optimal. Deposisi sperma pada servikss ke-4 dianggap sebagai tempat yang cocok dan tepat untuk melakukan deposisi semen, karena tidak terlalau dekat dengan pangkal percabangan uterus sehingga mengurangi terjadinya perlukaan. Deposisi bagian ke-4 dapat dilakukan pada keadaaan sapi sedang berahi, segingga servikssnya terbuka dan pistolet mudah masuk saat palaksanaan Inseminasi Buatan. Tempat deposisi sperma yang baik dapat dilihat pada Ilustrasi 4.



23



Ilustrasi 1. Tempat Deposisi Sperma pada Saluran Kelamin Betina Pada bagian deposisi ke-4 ini juga dianggap paling dekat dengan oviduk sehingga sperma mudah untuk bergerak dan mempercepat terjadinya fertilisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Herdis et al, (2001) bahwa tempat pendeposisian semen yang baik adalah posisi empat yaitu dipangkal corpus uteri. Inseminator biasanya melakukan deposisi sperma kurang lebih berjarak 1 cm dari pangkal percabangan uterus, hal ini bertujuan agar mengindari timbulnya peradangan uterus atau perlukaan. 4.5.



Teknis Inseminasi Buatan



A. Pemasangan B. Pembersihan C. Memasukan D. Deposisi Semen Straw vulva Inseminator gun Inseminasi dilakukan dengan cara rektovaginal yaitu memasukkan tangan kiri yang sebelumnya sudah memakai plastic glove ke dalam rektum untuk memegang serviks, sedangkan tangan kanan memasukkan insemination gun melalui vulva sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan VanDemark, (1961) bahwa teknik



24



inseminasi rektovaginal adalah memasukan tangan yang bersarung karet kedalam rectum sapi untuk memegang serviks. Insemination gun dimasukkan melalui vulva dan vagina dan kepintu luar serviks.



Organ reproduksi pada tiap sapi betina



berbeda – beda sehingga kadang terdapat sapi yang susah dimasukkan insemination gun ke dalam serviksss, perlu dilakukan tindakan menarik serviks oleh inseminator untuk memudahkan inseminatin gun ke dalam serviks.



Ilustrasi 5. Pelaksanaan Inseminasi Buatan Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) apabila ada lipatan - lipatan dinding vagina yang menghambat serviks ditarik atau didorong ke depan untuk meluruskan rongga vagina. Raba serviks dengan telapak tangan, jangan menggenggam pada vagina atau corpus. Mencari dan mengarahkan tangan pada lobang serviks



biasanya akan sulit dilakukan tanpa latihan yang cukup dan



keteramplilan. Faktor-faktor penting dalam melaksanakan IB yang dapat menghasilkan tingkat fertilitas yang tertinggi antara lain waktu inseminasi, teknik inseminasi, volume dan jumlah spermatozoa motil (Tambing et al,. 2001). Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) oleh inseminator dilakukan dengan mengeluarkan induk sapi dari kandang, menambatkan dan melakukan handling induk sapi agar tidak banyak bergerak dengan dibantu peternak, mempersiapkan insemination gun, memakai plastic glove pada tangan kiri. Straw yang sudah di thawing diambil menggunakan pinset agar straw tidak terkontaminasi suhu tangan,



25



straw di pasang pada insemination gun, ujung kutub straw dipotong, straw dikunci pada insemination gun dan plastic sheat dipasang (Ilustrasi 5). Vulva



sapi



betina



dibersihkan



dari



kotoran



yang



dapat



mengganggu/menutup ujung insemination gun dan dapat membawa bakteri masuk kesaluran reproduksi. Palpasi rektal dilakukan menuju bagian serviks dengan insemination gun sudah dimasukkan kedalam vagina agar semen tidak tercemar lingkungan dan sperma sudah terlebih dulu dapat beradaptasi dengan suhu tubuh sapi (Ilustrasi 5), insemination gun dimasukkan melalui vulva hingga cincin keempat servik dibantu palpasi tangan kiri, semprotkan semen pada posisi satu lebar jari dibelakang cincin keempat (Ilustrasi 5), tarik kembali insemination gun hingga keluar dari vulva, dan keluarkan straw kosong dari insemination gun. Semua peralatan dibersihkan, kemudian melakukan pencatatan pada kartu inseminasi milik peternak dan pencatatan untuk data inseminator. Pencatatan meliputi tanggal, hari, nomor indukan, dan kode straw yang telah diinseminasikan. 4.6 Sistem Pencatatan (Recording) Sistem pencatatan sangat berguna dalam melaksanakan Inseminasi Buatan agar terhindar dari inbreeding. Sistem pencatatan dilakukan umumnya pada setiap inseminator untuk kelengkapan data. Recording hampir digunakan pada semua organisasi Inseminasi Buatan di berbagai wilayah, bahkan hingga rangkap tiga. Untuk peternak, untuk inseminator, untuk Dinas Peternakan (Partodiharjo, 1980).



26



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan yang dilaksanakan di Wilayah Kerja III Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan baik dilihat dari prosedur pelaksaan Inseminasi Buatan yang telah dilakukan oleh inseminator, urutan dan tahapan Inseminasi Buatan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) serta catatan hasil Inseminasi Buatan dari Inseminator. 5.2 Saran Pelaksanaan inseminasi di tempat peternak sebaiknya telah menyiapkan tempat untuk melakukan inseminasi ataupun dapat membawa tali untuk mengikat ternak agar mudah dalam melakukan inseminasi buatan, diharapkan pada saat thawing air yang digunakan bersuhu 25oC – 27oC.



27



DAFTAR PUSTAKA Affandhy, L., P. Situmorang, A. Rasyid dan D. Pamungkas. 2004. Uji fertilitas semen cair pada induk sapi peranakan ongole pada kondisi peternakan rakyat. Seminar Nasonal Teknologi Peternakan dan Veteriner: 26-35. Cole, H. H. dan P. T. Cupps. 1969. Reproduction in domestic animal. Departement of Animal Science University of California Davis, California. BPPTUHPT Baturraden. 2015. Sosialisasi Percepatan Peningkatan Populasi Melalui Gertak / Sinkrronisasi Berahi & Optimalisasi Inseminasi Buatan (GBIB) Serta Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Ternak Sapi / Kerbau APBNP 2015. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Grobogan. Djanuar, R. 1977. Buku Penanganan Inseminasi Semen Beku Secara Praktis. Penerbit Bagian Reproduksi Hewan Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. Evans, G. dan W.M.C. Maxwell. 1976. Salamon’s artificial insemination of sheep and goats. Butterworths, Sydney. Fikar, S. dan D. Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta. Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. 424-439. Hafizuddin, T. N. Siregar, M. Akmal, J. Melia, Husnurial Dan T. Armansyah. 2012. Perbandingan Intensitas Berahi Sapi Aceh Yang Disinkroniasasi Dengan Prostaglandin F2 Alfa Dan Berahi Alami. J. Kedokteran Hewan. 6 (2) : 8183 Hastuti, D. 2008. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan Sapi Potoong diinjau dari angka konsepsi dan service per conception. Mediagro. 4 (1): 1220 Herdis, K. Ida, dan Surachman M. 2001. Ineminasi Buatan Teknologi Tepat Guna Solusi Dalam Meningkatkan Populasi Ternak Akibat Krisis Ekonomi. Direktorat Teknologi Budidaya Pertanian Depiti Bidang TAP-BPPT. Jakarta



28



Kurniawan, Rahmat. Nuryadi. Dan Nurul Isnaini. 2014. Pengaruh deposisi semen terhadap penampilan reproduksi sapi peranakan limousin. Universitas Brawijaya. Murtidjo, B. A. 1990. Sapi potong. Kanisius, Yogyakarta. Partodiharjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta. Pusat Pengembangan Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio Ternak (Puspitnak). 2000. Tata Cara Inseminasi Buatan pada Sapi. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. www.agribisnis.deptan.go.id. Diakses pada : 10 Juni, 2015. Pratiwi , W. C., Affandhy, L. dan Ratnamawi, D. 2006. Pengaruh lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi limousin dan brahman. Penelitian Sapi Potong Pasuruan. Salisbury, G.W., dan N.L. VanDemark. 1961. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Samsudewa, D. dan A. Suryawijaya. 2008. Pengaruh berbagai metode thawing terhadap kualitas semen beku sapi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 88-92. Selk, G. 2007. Artificial Insemination Forr Beef Cattle. Division of Agricultural Sciences and Natural Resources, Oklahoma State University. Siahaan, E. A. 2012. Efektivitas penambahan berbagai konsentrasi β-Karoten terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa sapi bali post thawing. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (2): 239-251. Tambing, S. N., M. Gazali Dan B. Purwantara. Pemeberdayaan Teknologi Inseminasi Buatan Pada Ternak Kambing. Wartazoa. 11 (1): 1-9. Toelihere, M.R. 1979. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Cetakan Kedua. Penerbit Angkasa, Bandung. Toelihere, M.R. 1997. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Widiyono, I., P. P. Putro, Sarmin, P. Astuti dan C. M. Airin. 2011. Kadar estradiol dan progesteron serum, tampilan vlva dan sitologi apus vagina Kambing Bligon selama siklus berahi. Jurnal Veteriner. 12 (4): 263-268.



29



Wodzicka, M, I.K. Sutama, I. G. Putu, T.G. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku dan Produksi Ternak Di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. TATALAKSANA INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI POTONG DI WILAYAH KERJA KRADENAN III KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH



DISKA ANGGORO KURNIA RAHMAN 23010112130114



Diajukan sebagai Salah satu Syrat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan dan Pertanian Program Studi S1Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro



PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN



30



FAKULTAS PETERNAKANDAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015