Laporan Praktek Kelompok A4 - THYPOID FEVER [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI SISTEM PERNAFASAN DAN PENCERNAAN (DEF4272T)



SEMESTER GENAP



DISUSUN OLEH KELOMPOK A4 ANGGOTA: Putu Dewi Pradnya Paramitha



(NIM. 165070500111009)



Salsabila Raniah



(NIM. 165070500111011)



Savvy Agustin Tirta



(NIM. 155070500111028)



Shafira Nur Ilmi



(NIM. 165070500111017)



Shella Emalia Sugana



(NIM. 165070501111027)



Siti Chotimah



(NIM. 165070501111023)



Sonia Maskurotin Ratna Intani



(NIM. 165070507111003)



Vicka Marcellia



(NIM. 165070500111001)



Widi Alya Zhafira



(NIM. 165070500111025)



Yumna Nadya Aprilia



(NIM. 165070500111019)



PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN AJARAN 2017/2018



PENYAKIT THYPOID FEVER 1. DEFINISI Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Darmowandowo, 2006). Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya (Soedarmo et al, 2008). Penyakit ini dapat menimbulkan gejala demam yang berlangsung lama, perasaan lemah, sakit kepala, sakit perut, gangguan buang air besar, serta gangguan kesadaran yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang berkembang biak di dalam sel-sel darah putih di berbagai organ tubuh. Demam tifoid dikenal juga dengan sebutan Typhus abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Istilah tifoid ini berasal dari bahasa Yunani yaitu typhos yang berarti kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang berat (Rampengan, 1993). 2. EPIDEMIOLOGI Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia, secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di Indonesia dijumpai dalam keadaan endemis (Putra A., 2012). Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai 600.000 kematian dengan Case Fatality Rate (CFR = 3,5%). Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per 100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Tahun 2003 insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000 penduduk, 12 di Afrika



yaitu 50 per 100.000 penduduk, dan di Asia 274 per 100.000 penduduk (Crump, 2004). Indisens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000 – 1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%. Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di negara berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi lingkungan di negara yang bersangkutan (Nainggolan R., 2009). 3. ETIOLOGI Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60°C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu, 2013). Salmonella typhi adalah bakteri batang gram negatif yang menyebabkan demam tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk (Brook, 2001). Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fekal-oral. Tidak selalu Salmonella typhi yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah keasaman lambung. Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi (Salyers dan Whitt, 2002). Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi akan ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah, menimbulkan bakteremia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan mengikuti aliran darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama dengan



sekresi empedu ke dalam saluran cerna, Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi Peyer’s patches, yaitu jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian kembali memasuki peredaran darah, menimbulkan bakteremia sekunder. Pada saat terjadi bakteremia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid (Salyers dan Whitt, 2002). Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 



Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.







Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang telah memenuhi kriteria penilaian.







Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.



Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Sudoyo, 2010). 4. PATOFISIOLOGI Patofisiologi demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme Yaitu: 1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’spatch, 2) Mikroorganisme bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial, 3) Mikroorganisme bertahan hidup di dalam aliran darah,



4) Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal (Soedarno et al, 2010) Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella Parathyphi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian mikroorganisme di musnahkan dalam lambung dengan pH < 2, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka mikroorganisme akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Propia mikroorganisme berkembang biak dan difagosit oleh makrorag. Mikroorganisme dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke Plak Peyeriileum Distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika (Sudoyo, 2009). 5. TERAPI NON FARMAKOLOGI Terapi non farmakologi yang dapat diberikan yaitu: -



Sebaiknya diberikan makanan yg mudah dicerna, seperti bubur, tidak diberikan makanan yg mengandung banyak serat (terutama sayuran yang mentah), merangsang dan menimbulkan gas, pedas, dan banyak mengandung bumbu seperti merica, dan makanan berminyak.



-



Menjaga kebersihan



-



Minum air putih cukup untuk mencegah kemungkinan dehidrasi



-



Banyak istirahat agar menjaga kondisi tubuh tetap stabil



6.



TERAPI FARMAKOLOGI Pada demam tifoid ini digunakan obat yang dapat mengurangi gejalanya



adalah a. Panadol, digunakan karena terdapat kandungan parasetamol yang digunakan sebagai antipiretik atau penurun demam. Mekanisme kerja utamanya adalah menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuhdengan menghambat COX1 dan COX 2. Selain itu, harus diketahui efek samping dari paracetamol, meskipun jarang terjadi adanya efek samping. Efek samping yang dfapat diketahui adalah



munculnya ruam, terjadi pembengkakan atau kesulitan bernafas saat alergi. b. Tiamfenikol Tiamfenikol merupakan salah satu antibiotik yang merupakan firstclass dan golongan antibiotic kloramfenikol, sehingga lebih disarankan untuk digunakan pada penderita demam tifoid. Selain itu obat ini merupakan antibiotic spectrum luas. Tiamfenikol digunakan jika telah diketahui infeksi yang jelas. Seperti pada khasus ini disebabkan karena Salmonella Tiphy dan bakteri gram negative yang lainnya. Mekanisme kerja utamanya, dengan menghambat sisntesis protein dari bakteri, sehingga pertumbuhan bakteri terganggu. Efek sampingnya dapat menyebabkan gangguan pencernaan. 7. KASUS PRAKTEK FARMAKOTERAPI TUTORIAL FSO 1 Case: TYPHOID FEVER When you're working as a pharmacist at Drug Store X, Mrs. Ani came to you and she wanted to buy medicine for her son by presenting a recipe from doctor and a laboratory test result. Mrs. Aniintended to ask the pharmacist for an explanation related to the illness of her son. Mrs. Ani told that initially her son had a fever for 5 days and difficulty of bowel movements. She brought to a doctor, and the doctor suspected that the child suffered with typhoid fever and asked Mrs. Ani go to a clinical laboratory for examination. Mrs. Ani asked you whether her son is really suffered from typhoid fever and the medication written on the recipe is correct. The laboratory examination showed: -



Hematological analysis revealed a white blood count of 5,600 cells mL-1 (normal value 3,500-10,000 cells mL-1) and a platelet count 150000 cells mL-1. The erythrocyte sedimentation rate was 124 mm/hr, and the hemoglobin level was 11.5 g/dL.



-



Widal testing revealed the patient’s serum was agglutinated the O titre value was 1:320 dilution and H titre value was 1:640 dilution.



-



The urine analysis report exhibited pus cells 2-3; occasional RBC; epithelial cells 1-2; bile salt and bile pigment were negative; and bacterial cells absent.



-



Blood cultures were negative with no history of antimicrobial therapy in the previous seven days. dr. Warsito SIP. No. 342/DU/1997 Jl. Bahagia No. 21 Malang Telp. (0341) 747474 Malang, 15 Maretl 2018



R/ Biothicol syr forte



No. I



S 4dd 1 cth



R/ Epexol syr forte



No. II



S 3 dd 5 mL



R/ Panadol syr



No. I



S prn



R/ Apialys Syr



No. I



S 2 dd 5 mL



Pro: An. Totok (20 kg) Umur: 14 thn



(Obat tidak boleh diulang tanpa resep dokter)



Pertanyaan: 1. Apakah masalah yang terjadi pada anak Ny. Ani ? 2. Bagaimana penjelasan saudara menjawab pertanyaan Ny. Ani: a. Apakah benar anaknya terserang demam tifoid? b. Bagaimana anaknya bisa terserang penyakit tsb? c. Apakah obat yang tertulis pada resep dokter sudah benar? 3. Bagaiamana terkait KIE yang akan saudara sampaikan kepada Ny. Ani? Jawaban: 1. Apakah masalah yang terjadi pada anak Ny. Ani ? Berdasarkan dari data, lainnya normal, namun laju endap darah meningkat yang menandakan adanya inflamasi, selain itu hasil titre tes widal, tinggi 2x lebih tinggi dari normal, jadi bisa dipastikan si anak terjangkit demam typhoid 2. Bagaimana penjelasan saudara menjawab pertanyaan Ny. Ani: a. Apakah benar anaknya terserang demam tifoid? Anak dari Ny. Ani benar terserang demam tifoid. Demam tifoid memiliki gejala tidak spesifik seperti demam, sakit kepala, malaise, anoreksia, dan myalgia. Awalnya tubuh akan mengalami naik turun hingga meningkat selama minggu pertama menjadi suhu yang tetap, yaitu sekitar 40ºC. Gejala lainnya adalah menggigil, mual, muntah, batuk, merasa lemah, dan sakit tenggorokan. Namun, untuk mengetahui apakah pasien memang mengalami demam tifoid hanyalah berdasarkan hasil kultur. Dari hasil kultur yang dipaparkan, pada aglutinasi menggunakan titer O memiliki nilai 1:320 yang menunjukkan adanya inflamasi oleh bakteri pada saat itu. Lalu dapat dilihat pula pada laju endap darah dari pasien senilai 124 mm/hr. Nilai tersebut dapat dikatakan diatas batas normal, artinya bahwa darah dari pasien adalah kental. Kekentalan suatu darah menunjukkan adanya inflamasi pada tubuh pasien. b. Bagaimana anaknya bisa terserang penyakit tsb?



Anak dari Ny, Ani dapat terserang demam tifoid apabila sebelumnya pasien telah memakan makanan yang sudah dihinggapi oleh lalat yang memiliki bakteri S. typhi pada tubuhnya. c. Apakah obat yang tertulis pada resep dokter sudah benar? Hanya ada satu obat yang tidak sesuai, yaitu Epexol syr forte. Obat tersebut adalaha golongan mukolitik yang digunakan apabila ada pasien yang mengalami batuk berdahak. Namun anak Ny. Ani tidak mengalami batu berdahak. Sisa obat yang lain sudah tepat. Biothicol syr forte merupakan kloramfenikol yang menghambat sintesis protein. Obat ini merupakan first line dalam mengatasi S. typhi, dimana penggunaannya paling efektif. Lalu Panadol syr yang diberikan digunakan untuk menurunkan demam dari pasien. Dan Apialys syr adalah vitamin. 3. Bagaiamana terkait KIE yang akan saudara sampaikan kepada Ny. Ani? 



Melakukan KIE agar pasien lebih mematuhi kepatuhan regimen penggunaan obat







Membudayakan hidup bersih dan sehat







Melakukan penjagaan pola makan ( diet serat, dan makanan yang merangsang misal cabai)







Pilih makanan yang mudah dicerna. Meskipun hambar, diet harus mengandung gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori harian tubuh.







Jauhi makanan berminyak, rempah-rempah dan bumbu seperti merica, cabe dan bubuk cabai untuk memastikan bahwa saluran pencernaan tidak mengembang.







Mencuci tangan sebelum makan







Menjaga kebersihan lingkungan seperti kebersihan toilet (jamban), tempat sampah







Perbanyak minum air putih untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil dan melancarkan BAB



DAFTAR PUSTAKA



Brook G, 2001. Medical Microbiology 16th ed. New York : McGraw Hill Companies, Inc. Crump, J.A. 2004. The Global Burden of typhoid Fever. Buletin WHO Vol. 82/No. 5. Darmowandowo W. 2006. Demam Tifoid : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI. Nainggolan, R.N.F. 2009. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar Tahun 2008. Medan: FKM USU. Putra, A. 2012. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Demam Tifoid terhadap Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Rahayu E. 2013. Sensitivitas uji widal dan tubex untuk diagnosis demam tifoid berdasarkan kultur darah.. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. Rampengan T.H, Laurentz. I. R. 1993. Penyakit Tropik Anak. Jakarta : EGC. Sudoyo AW. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Soedarmo, et al. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Topis. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.