Laporan Praktikum Absorbsi Dan Reabsorbsi - Kelompok 1 - Paralel 5 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Toksikologi Tanggal : Rabu, 16 September 2020 Kelompok : 1 (14.30-17.00) Dosen : Dr Siti Sa’diah, SSi, Apt, MSi



ABSORBSI DAN REABSORBSI



Oleh : 1. 2. 3. 4. 5.



Baharudin Wahyu M Indra Permana Rifdah Septiani Putri Sabrina Amanda Idho Anugrah Al-Kholik



(B04160176) (B04170036) (B04170037) (B04170038) (B04170039)



BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2020



BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksikokinetik adalah ilmu yang mempelajari kinetika zat toksik atau pengaruh tubuh terhadap zat toksik yang terdiri atas sederetan proses yang sering disingkat dengan ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Absorpsi adalah suatu proses masuknya bioaktif kedalam sirkulasi darah menuju target organ melalui berbagai membran penghalang. Kecepatan dan banyaknya obat yang diabsorpsi menentukan onset dan durasi suatu sediaan. Be berapa faktor penting yang berpengaruh pada jumlah dan kecepatan zat untuk terabsorpsi yaitu rute pemberian atau jalur paparan, konsentrasi dan lamanya kontak dengan tempat absorpsi, sifat kimia dan fisika dari xenobiotik. Berbagai mekanisme terlibat dalam proses ini diantaranya adalah absorpsi secara pasif tanpa memerlukan adanya energi dan proses yang memerlukan energi yang disebut transportasi aktif. Selain dua mekanisme ini dikenal juga mekanisme absorpsi lainnya diantaranya adalah absorpsi dengan transport konvektif, berfasilitas, pasangan ionn, dan pinositosis. Mekanisme absorbsi ini juga terjadi pada lambung. Umumnya obat yang bersifat mudah larut lemak akan mudah diabsorbsi oleh tubuh karena membran barier tempat masuknya bioaktif sebagian besar tersusun dari lemak pada bagian luarnya sehingga bersifat hidrofob. Kemampuan obat larut dalm lemak atau air menentukan banyaknya jumlah obat yang diabsorbsi, pernyataan tersebut disebut koefisien partisi. TINJAUAN PUSTAKA Asam salisilat Asam salisilat atau nama dagangnya Orthohydroxybenzoic acid, berbentuk padat, serbuk kristal tidak berwarna atau berwarna putih tetapi jika dibuat dari metal salisilat alami berwarna kuning atau merah muda, tidak berbau atau sedikit berbau mint, berasa manis. Berat molekul 138,1; rumus molekul C7H6O3. Titik sublimasi 76oC, titik lebur 159oC, kelarutan dalam air 0,2 g/100 mL pada 20oC. kerapatan relative (air=1) : 1,4 (BPOM 2011). Paparan jangka pendek dan panjang bila asam salisilat tertelan adalah dering di telinga, mual, muntah, diare, pusing, kesulitan bernapas, sakit kepala, mengantuk, disorientasi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kongesti paru, kerusakan ginjal, kejang, dan koma. LC 50 (inhalasi, tikud) . 900 mg/m3/1 jam; LD50 (oral, tikus) = 480 mg/kg; LD50 (intraperitional, tikus (rat)) = 157 mg/kg; LD 50 (oral, tikus (mouse)) = 300 mg/kg; LD60 (subkutan, tikus) =520 mg/kg; LD50 (intravena, tikus) = 184 mg/kg (Pike 1997).



Gejala awal keracunan salisilat antara lain mual dan muntah, nyeri epigastrium dan kadang-kadang hematemesis. Pada intoksikasi ringan hingga sedang dapat menimbulkan gejala hipersalivasi, berkeringat, demam, iritabilitas, tinnitus dan hilangnya pendengaran. Pada keracunan berat kemungkinan terjadi hipoventilasi, pingsan, halusinasi, kejang, papiloedema dan koma. Dapat pula terjadi metabolic asidosis, non-kardiogenik paru edema, hepatotoksisitas dan distritmia jantung. Keracunan salisilat kronis terjadi akibat penggunaan yang berlebihan selam ajangka waktu 12 jam atau lebih. Jalur metabolism asam salisilat menjadi jenuh dan dengan demikian konsentrasi plasma mengalami peningkatan sehingga menghasilkan racun. Tanda-tanda keracunan salisilat kronis meliputi metabolic asidosis, hipoglikemia, lesu, dan koma (BPOM 2011). Lambung Tikus memiliki satu lambung (monogastric) terletak di sisi kiri rongga abdomen dan berbatasan dengan hati. lambung dan organ pencernaan lainnya terikat ke rongga tubuh bagian dorsal oleh mesenterium yang kaya pembuluh darah. Mesenterium yang mengikat lambung pada bagian kurvatura mayor disebut omentum (Kautsar 2009). Lambung tikus terbagi menjadi 2 bagian, glandular dan sisi lambung depan non-glanural yang berdinding tipis. Keuda bagian tersebut dibatasi oleh sebuah jembatan yang sekaligus meliputi pintu masuknya esophagus. Struktur lambung mencegah terjadinya muntah pada tikus. Sisi lambung depan non-glanural memiliki lipatan mukosa yang menyerupai mukosa lumen dan dilapisi oleh sel epitel skuamosa bertingkat dan berperan sebagai reservoir. Sisi glanural lambung (korpus) memiliki karakterisik adanya sumur lambung yang dilapisi oleh epitel kolumnar selapis. Kelenjar lambung terdiri dari sel parietal dan chief cell/ sel zimogen. Bagian pylorus lambung tikus dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang juga melipisi perpangan sumur lambung. di bawah lapisan tersebut terdapat kelenjar pylorus (Kautsar 2009). Absorbsi Absorbsi adalah suatu proses masuknya bioaktif ke dalam system sirkulasi darah menuju target organ melalui berbagai membrane penghalang. Kecepatan dan banyaknya obat yang diabsorbsi menentukan onset dari durasi suatu sediaan. Berbagai mekanisme terlibat dalam prose ini diantaranya adalah absorbs secara pasif tanpa memerlukan adanya energy dan proses yang memerlukan energy yang disebut transportasi aktif. Selain dua mekanisme ini dikenal juga mekanisme absorbs lainnya diantaranya adalah absorbs dengan transport konvektif, berfasilitas, pasangan ion dan pinositosis. Proses ini dapat terjadi di kulit dan di saluran cerna dengan kelengkapan yang berbeda (Sittig 1991).



Tujuan Praktikum ini bertujuan mengetahui pengaruh pH terhadap banyaknya obat yang diabsorpsi dan direabsorbsi oleh lambung. BAB II METODE PRAKTIKUM Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah spuid, papan fiksasi, selang karet three-way stop cock, kertas saring, corong gelas, alat ukur, benang, tabung reaksi, rak tabung, tikus, asam salisilat dalam susunan asam dan basa, FeCl3, larutan NaCl fisiologis dan standar asam salisilat. Prosedur Kerja Tikus dianestesi menggunakan kombinasi ketamin dan xylazin 0,3 mL, lalu tikus diletakkan pada papan fiksasi jepit ke empat kakinya. Setelah itu, rambut tikus pada daerah abdomen dicukur, bagian linea alba disayat dari bawah sampai ke bagian bawah tulang rusuk, hati-hati jangan sampai merobek diafragma. Lambung dikeluarkan, lalu bagian esofagus diikat dengan benang dan duodenum 1 cm di bawah pilorus dilubangi. Pipa tersambung dengan selang karet three -way stop clock dimasukkan, kemudian buat ikatan kuat pada pilorus dan buat ikatan 0,5–1 cm di bawah ikatan pertama. Lambung dibilas dengan NaCl Fisiologis sampai bersih, kemudian kosongkan. Asam salisilat dalam suasana asam atau dalam suasana basa dimasukkan sebanyak 4 mL, kemudian kocok sampai homogen. Cairan dalam lambung diambil sebanyak 1 mL kemudian disaring mengunakan kertas saring. Kemudian ditambahkan 5 mL FeCl3 ke dalam hasil filtrat, perubahan warna yang terjadi diamati dan bandingkan dengan warna standar. Diamkan selama 1 jam dan selalu basahi organ dengan NaCl Fisiologis. Sisa cai ran dalam lambung diambil hingga kosong, saring dengan kertas saring. Kemudian ditambahkan 5 mL FeCl3 ke dalam hasil filtrat, perubahan warna yang terjadi diamati dan bandingkan dengan warna standar.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Praktikum. Tabel 1. Hasil absorpsi asam salisilat dalam keadaan asam pada lambung tikus. Kelompok



T0



T1



Persentase absorpsi



1



60%



20%



66.7%



3



50%



20%



60%



5



40%



15%



62.5%



7



55%



15%



72.7%



Total absorpsi



261.9%



Rata-rata daya absorpsi



65.4%



Tabel 2. Hasil absorpsi asam salisilat dalam keadaan basa pada lambung tikus. Kelompok



T0



T1



Persentase absorpsi



2



55%



30%



45.4%



4



45%



25%



44.4%



6



35%



20%



42.8%



Total absorpsi



132.6%



Rata-rata daya absorpsi



44.2%



Keterangan: T0 = Kadar asam salisilat T1 = Kadar asam salisilat setelah didiamkan di lambung selama 1 jam. Pembahasan. Hasil pengujian daya serap atau daya absorpsi asam salisilat pada lambung di praktikum kali ini terdapat perbedaan yaitu pada besarnya daya serap asam salisilat pada lambung. Asam salisilat dalam keadaan asam yang diserap oleh lambung adalah 65.4% (rata-rata daya serap) sedangkan asam salisilat dalam keadaan basa yang diserap oleh lambung adalah 44.2% (rata-rata daya serap). Dari



data diatas dapat diketahui bahwa asam salisilat dalam keadaan asam lebih banyak diserap oleh lambung daripada asam salisilat dalam keadaan basa. Hasil itu menunjukkanbahwa pelarut terbaik untuk asam salisilat agar mudah diabsorbsi adalah dengan pelarut yang bersifat asam. Namun, bila salisilat dalam konsentrasi tinggi memasuki sel mukosa, maka obat tersebut dapat merusak barier mukosa. Jika pH lambung ditingkatkan oleh buffer yang cocok sampai pH 3,5 atau lebih, makairitasi terhadap lambung berkurang (Syarif, 2007). Hal ini disebabkan lambung mempunyai pH asam kuat. Absorpsi obat tergantung pada sifat fisika dan kimianya. Derajat keasaman (pH) lingkungan adalah salah satu faktor penyerapan obat. Obat yang bersifat asam lemah hanya sedikit yang terurai menjadi ion dalam lingkungan yang sangat asam seperti di lambung. Jika obat telah terurai menjadi bentuk ion yang larut air makan obat tersebut akan lebih mudah dieksresikan bukan diabsorpsi (Syarif et al. 2007). Karena obat yang bersifat asam hanya sedikit yang terurai menjadi ion maka daya absorpsi obat tersebut sangat baik di lambung. Sebaliknya, obat yang bersifat basa terionisasi dengan baik di lambung sehingga daya absorpsinya hanya sedikit. Suasana asam di dalam lambung menyebabkan sebagian besar dari salisilat terdapat dalam bentuk non ionisasi, sehingga memudahkan absorpsi. SIMPULAN Absorbsi pada asam salisilat dalam asam lebih besar dibandingkan absorbsi asam salisilat dalam basa. Obat bersifat asam lemah hanya sedikit sekali terurai menjadi ion dalam lambung yang asam, sehingga absorbsinya baik.Sebaliknya, obat bersifat basa lemah terionisasi baik pada pH lambung yang asam sehingga obat hanya sedikit yang terabsorbsi.



DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Asam salisilat. Jakarta (ID): SiKer Nas. Kautsar A. 2009. Peran capsaicin pada proses penyembuhan ulkus lambung tikus yang diberi paparan piroksikam [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Pike D. 1997. OSH. Nashville (US): MDL Information System, Inc. Sittig M. 1991. Handbook of Toxic and Hazardous Chemical and Carcinogens. Ed ke-3. New Jersey (US): Noyes Publications. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawan A, Muchtar A, Arif A, Bahry B. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): Balai Penerbit FKUI. Syarif A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru