Laporan Praktikum Asidi Alkalimetri 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar belakang Titrasi merupakan suatu metode analisis kuantitatif untuk menentukan konsentrasi dari suatu larutan mengguankan larutan lain yang telah di standarisasi atau larutan yang konsentrasinya telah diketahui. Dalam metode titrimetri ini, larutan yang akan ditentukan konsentrasinya disebut titran. Penambahan titran ke dalam analit dilakukan hingga tercapai titik ekuivalen dimana akan terjadi perubahan warna dari larutan indikator. Larutan indikator yang digunakan disesuaikan dengan metode titrimetric yang dilakukan. Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolangan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan alkalimtri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawa ion hydrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air (Barset,1994). Titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan titrasi netralisasi dimana pada titrasi ini digunakan larutan asam dan basa kuat ataupun lemah sehingga dihasilkan air yang bersifat netral. Titrasi ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi atau kadar dari asam atau basa kuat ataupun lemah yang dititrasi dengan basa atau asam lemah ataupun kuat. Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan percobaan titrasi asidimetri dan alkalimetri untuk menentukan kadar asam asetat, karbonat dan bikarbonat dalam sampel yang digunakan.



1



1.2.



Tujuan Praktikum 1. Mengetahui prinsip dasar titrasi asam-basa 2. Menetapkan



kenormalan



HCL



0.1



N



dengan



cara



standarisasi



menggunakan boraks 3. Menetapkan kenormalan NaOH 0.1 N dengan cara standarisasi menggunakan asam oksalat 4. Mengetahui kadar Na2CO3 dalam soda



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Teori Umum Larutan merupakan campuran karena terdiri dari dua bahan dan disebut homogen karena sifat-sifatnya sama di sebuah cairan. Karena larutan adalah campuran molekul biasanya molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam larutan bila dibandingkan dalam larutan murni. Gaya tarik inter molekul diantara molekul tidak sejenis menyebabkan pelepasan energi dan entalpi menurun. Larutan pada dasarnya adalah campuran homogen, dapat berupa gas, zat cair maupun padatan. Menyebabkan komponen koponen dalam larutan saja tidak cukup memberikan larutan secara lengkap. Banyak cara



untuk



memberikan



konsentrasi



larutan



yang



semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian setiap sistem konsentrasi menyatakan satuan yang digunakan zat terlarut, kuantitas zat terlarut pelarut (Anonim,2007). Larutan adalah campuran dari dua atau lebih zat. Larutan dapat terjadi karena komponen larutan terdispresi menjadi atom atau molekul atau lain-lain saling bercampur baur. Larutan dapat berupa padat, cair, atau gas. Namun lazimnya yang disebut larutan adalah zat cair. Larutan terdiri dari dua komponen yaitu pelarut (solvent) dan zat pelarut (solut). Jumlah pelarut lebih banyak daripada zat terlarut (Anonim, 2007) Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi (Harjadi, 2000). Komponen dan sifat fase cairan baru ini, yaitu larutan berbeda dari air murni. Larutan adalah campuran karena ini terdiri dari 2 zat atau lebih. Larutan ini homogen karena sifatnya di seluruh cairan. Campuran air dan



3



pasir adalah campuran heterogen larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam beberapa hal), biasanya molekul pelarut agar berjauhan dalam larutan dibanding dalam larutan murni (Petrucci, 1992). Setiap cara yang melokalisir titik dimana pH berubah sangat cepat dapat digunakan untuk mendeteksi titik ekuivalen dari suatu titrasi, yaitu : titik dimana jumlah ekuivalen dari basa dan asam telah tercampur. Salah satu cara untuk menentukan titik ekuivalen adalah dengan menggunakan zat warna yang mempunyai warna yang sensitif terhadap konsentrasi hidrogen. Zat warna ini dapat digunakan sebagai indikator dan dapat memberikan keterangan tentang PH suatu larutan (Haryono, 2001). Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel dengan larutan standar disebut analisis asidi – alkalimetri. Apabila larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. (Keenan, 1991)



2.2.



Reaksi Asam Basa Reaksi asam basa adalah reaksi yang terjadi antara larutan asam dengan larutan basa, hasil reaksi ini dapat bersifat netral disebut juga reaksi penetralan asam basa tergantung pada larutan yang direaksikan. Larutan yang direaksikan ini salah satunya disebut larutan baku. Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat dan dapat digunakan



4



untuk menentukan konsentrasi larutan lain. Larutan baku ada dua yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah larutan baku yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Larutan baku primer harus dibuat dengan: a) Penimbangan dengan teliti menggunakan neraca analitik b) Dilarutkan dalam labu ukur Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan membuat larutan standar primer harus memenuhi tiga persyaratan berikut: a) Benar-benar ada dalam keadaan murni dengan kadar pengotor b) Stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis. c) Memiliki berat ekivalen besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan. Indikator asam basa sebagai zat penunjuk derajat keasaman kelarutan adalah senyawa organik dengan struktur rumit yang berubah warnanya bila pH larutan berubah. Indikator dapat pula digunakan untuk menetapkan pH dari suatu larutan. Indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang memiliki warna cukup tajam, hanya dengan beberapa tetes larutan encerencernya, indikator dapat digunakan untuk menetapkan titik ekivalen dalam titrasi asam basa ataupun untuk menentukan tingkat keasaman larutan. Pada percobaan kali ini indikator yang akan digunakan adalah indikator phenolphtalein atau sering disebut dengan indikator PP. Indikator PP memiliki warna asam tak berwarna, rentang pH perubahan warna antara 8,3 – 10,0 dan warna basa merah.



2.3.



Titrasi Asam Basa Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan lain yang larutan dalam buret disebut penitrasi (titran) dan selama titrasi,



5



larutan ini diteteskan secara perlahan melalui kran ke dalam labu erlenmeyer yang mengandung larutan reaktan lain. Larutan penitrasi ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warna indicator, suatu zat yang umumnya ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan yang mengalami perubahan warna ini menandakan telah tercapai titik akhir titrasi, diberi nama demikian karena pada titik ini, penetesan larutan penitrasi dihentikan dan volumenya dicatat. (Brady,1987)



2.4.



Prinsip Titrasi Asam Basa Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat mencapai titik stokiometri atau titik setara. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stokiometri titran dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indicator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetrlkan [H+]=[OH-] Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat peubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai,titik ekuivalen. Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bias dihitung konesntrasinya (Pramono,2012)



6



2.5.



Standarisasi Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya ( larutan standar). (Syukri, 1999).Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day, 1998) Suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan berikut : 1) Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan, dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni. 2) Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan, kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbon dioksida. 3) Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uij-uji kuantitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui. 4) Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan. 5) Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan. 6) Reaksi dengan larutan standar harus stokiometri dan praktis. Zat-zat yang biasa dipakai sebagai standar primer adalah reaksi asam basa natrium karbonat, natrium tetraborat, KH(C8H4O4), asam klorida bertitik didih konstan, dan asam benzoat. Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran yang seksama volume – volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling menetralkan. Reaksi penentralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan



7



reaksi alam analisis titrimetri. Asidi – alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri) dan teori asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi – reaksi ini melibatkan bersenyawaannya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air. (Bassett, 1994).Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus memenuhi syarat-syarat berikut : 1)



Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas



(dasar teoritis). 2)



Cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu



terlalu banyak. 3)



Ada penunjuk akhir titrasi (indikator).



4)



Larutan baku yang direaksikan dengan analay harus mudah didapat



dan sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah saat disimpan. Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Setiap indikator asam-basa mempunyai trayeknya sendiri, demikian pula warna asam dan warna basanya. Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna, misalnya fenolftalein yang berwarna merah dalam keadaan basa tetapi tidak berwarna bila keadaannya asam. Indikator satu warna menunjukkan warna yang sama, juga dalam trayeknya, akan tetapi intensitas warna tersebut berbeda sesuai dengan pHnya. Untuk fenolftalein, warnanya tampak semakin tua bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan makin muda bila semakin kecil (mendekati 8,0). Letak trayek fenolftalein diantara 8,0 sampai 9,6 sehingga pada pH dibawah 8,0 larutan tak berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak berubah intensitasnya. (Harjadi, 1990)



8



Tabel 1 Beberapa indikator asam-basa yang penting Indikator



Trayek pH



Peruahan warna Asam



Basa



3.1- 4.4



Merah



Kuning



Merah Metil (metil red)



4.2- 6.3



Merah



Kuning



Lakmus



4.5- 8.3



Merah



Biru



Fenolftalein



8.0- 9.6



Tidak bewarna



Merah



Metil Violet



0.5- 1.5



Kuning



Biru



Bromtimol biru



6.0- 7.6



Kuning



Biru



Fenol merah



6.4- 8.0



Kuning



Merah



Bromo kesol hijau



3.8- 5.4



Kuning



Biru



Alizanin kuning



10.1- 12.0



Kuning



Violet



Timolftaelin



9.3- 10.5



Tidak berwarna



Biru



Sindur Metil (metil orange)



Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pada titrasi asam basa dikenal istilah ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepay habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi. (Sukmariah, 1990)



2.6.



Asidi Alkalimetri Analisa cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti : aA + tT



-->



hasil



dengan keterangan : a molekul analit A bereaksi dengan molekul pereaksi T. Pereaksi T disebut titran ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari



9



sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses, disebut stsndarisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang kimia ekivalen dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan bahwa titik ekivalen titran telah tercapai.Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan perubahan warna.Perubahan warna inidapat atau tidak dapat terjadi tepat pada titik ekivalen.Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Reaksi-reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar untuk penentuan titrimetrik salah satunya adalah reaksi asam-basa. Reaksi ini memiliki nama lain sebagai asidi-alakalimetri. Terdapat banyak asam dan basa yang ditentukan dengan titrimetri. Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH basanya, reaksinya adalah : HA + OH--->A- + H2O dan BOH + H3O+-->B+ + 2H2O Titran biasanya merupakan larutan standar elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Underwood dan Day, 2002). Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).



10



Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asm dengan menggunakan baku basa.Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titi ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam tau basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam-basa , pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara dratis bila volume titrasinya mencapai titik ekivalen (Sasongko, 2010). 2.7.



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Titrasi Asam Basa 2.6.1. Indikator Titrasi Zat kimia yang digunakan untuk mengetahui bila penambahan titran berhenti/titik ekivalen titran telah tercapai (Underwood dan Day, 2002). 2.6.2. Titik Ekivalen/ Titik Akhir Teoritis Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekivalen (Khopkar, 1985). 2.6.3. Titik Akhir Titrasi Titik akhir titrasi yaitu suatu peristiwa dimana indikator telah menunjukkan warna dan titrasi harus dihentikan (Brady, 1987).



2.8.



Indikator Titrasi Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atu membentuk fluorosen atau kekeruhan pada suatu range(trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.Zat-zat



11



indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik.Perubahan warna disebabkan oleh resonansi ismer elektron. Berbagai indikator mempunyai



tetapan



ionisasi



ynag



berbeda



dan



akibatnya



mereka



menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan: a. indikator ftalein dan indikator sulfoftalein b. indikator azo c. indikator trifenilmetana (Khopkar, 1985) 2.9.



Fenolftaelin Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.Pada kasus ini, asam



lemah



tidak



berwarna



dan



ion-nya



berwarna



merah



muda



terang.Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna.Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya – mengubah indikator menjadi merah muda. Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat!(Clark, 2007)



12



BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1.



Alat dan bahan 3.1.1. Alat a.



Buret 50 mL



b.



Gelas ukur 250 mL



c.



Erlenmeyer 100 mL



d.



Labu ukur 100 mL



e.



Labu ukur 250 mL



f.



Corong



g.



Pipet gondok 10 mL



h.



Pipet tetes



i.



Pipet volume 50 mL



j.



Bulp



k.



Kaca arloji



l.



Pipet gondok 25 mL



m. Batang pengaduk 3.1.2. Bahan a.



Hablur Asam Oksalat ( COOH)2. 2H2O



b.



Larutan standar NaOH 0.1 N



c.



Larutan standar HCl 0.1 N



d.



Boraks Na2B4O7. 10H2O



13



3.2.



e.



Indikator M.M



f.



Indikator P.P



g.



Indikator S.M



h.



Soda kering Na2CO3 0.25 gr



Gambar Titrasi



Gambar 1 Gambar Titrasi 3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Penetapan kenormalan NaOH dengan bahan baku Asam Oksalat a. Ditimbang dengan teliti ± 0.5 gram hablur oksalat, dilarutkan dalam labu ukur 100 ml. Kemudian diimpitkan sampai tanda garis batas dan dikocok hingga homogen. b. Di pipet 10 ml larutan NaOH ke dalam erlenmeyer, ditambahkan indicator PP lalu dititrasi dengan larutan asam oksalat hingga warna merahnya hilang. 14



c. Ditetesi kembali dengan basa hingga larutan bewarna merah muda sekali, warna ini harus tetap bila erlenmeyer digoyangkan tapi harus hilang dengan setetes asam oksalat. d. Volume asam oksalat dan NaOH yang digunakan 3.3.2. Penetapan kenormalan HCL 0.1 N dengan bahan baku boraks a. Ditimbang dengan teliti ± 0.5 gram boraksa murni, lalu dibilaskan dengan aquadest ke dalam erlenmeyer 250 ml. b. Di tambahkan 2-3 tetes indikator merah metil. Dititrasi dengan larutan HCL hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda. 3.3.3. Penetapan kadar Na2CO3 dalam soda kering a. Ditimbang ± 0.5 gram contoh soda, dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur 100 ml kemudian diimpitkan hingga garis miniskus. b. Dipipet 25 ml larutan ini ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian dibubuhi 2 tetes indikator S.M. c. Dititrasi menggunakan larutan standar HCl hingga terjadi perubahan warna. d. Dididihkan selama 3 menit (erlenmeyer ditutup corong), didinginkan (dibawah air keran). Setelah dingin warna larutan berubah, larutan harus dititar lagi kembali menggunakan sisa HCl hingga warna titik akhir tercapai. 15



e. Jumlah HCl yang digunakan dicatat.



16



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.



Data Pengamatan 4.1.1. Penetapan kenormalan NaOH dengan bahan baku Asam Oksalat 1) Bahan baku Asam Oksalat 2) Reaksi : 2NaOH (l) + H2C2O4 (l)  Na2C2O4 + 2H2O (l) 3) Indikator yang digunakan yaitu Fenolftalein (PP) 4) Tabel data Volume



I



II



x



Volume NaOH



10 ml



10 ml



10 ml



Larutan H2C2O4



12.50 ml



12.35 ml



12.43 ml



5) Perhitungan Standarisasi NaOH N Asam Oksalat



=



𝑚𝑔 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 100 𝑥 63 500 𝑚𝑔



= 100 𝑥 63 = 0.0794 N



N NaOH



= =



𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝑁 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 12.43 𝑚𝑙 𝑥 0.0794 𝑁 10 𝑚𝑙



= 0.0987 N



17



6) Foto Hasil Percobaan



4.1.2. Penetapan kenormalan HCL 0.1 N dengan bahan baku boraks 1) Bahan baku Boraks 2) Reaksi : 2HCl



(l)



+



Na2B4O7.10H2O



(l)







2NaCl



(l)



H2B4O7.10H2O (l 3) Indikator yang digunakan yaitu Metil Merah (MM) 4) Tabel data Volume



I



II



x



Bobot Boraks



500 mg



500 mg



500 mg



Larutan HCL



26.6 ml



26.6 ml



26.6 ml



5) Perhitungan Standarisasi HCl (duplo) 𝑚𝑔 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠



1. N HCl



= 𝐵𝐸 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝐿 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛



18



+



500 𝑚𝑔



= 381.37 𝑥 26.6 𝑚𝑙 = 0.0493 N 𝑚𝑔 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠



2. N HCl



= 𝐵𝐸 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝐿 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 500 𝑚𝑔



= 381.37 𝑥 26.6 𝑚𝑙 = 0.0493 N



6) Foto Hasil Percobaan



4.1.3. Penetapan kadar Na2CO3 dalam soda kering 1) Bahan baku soda kering 2) Reaksi : 2HCl (l) + Na2CO3 (l)  2NaCl (l) + H2CO3 (l) 3) Indikator yang digunakan yaitu Metil Orange (SM) 4) Tabel data Volume



I



II



x



Larutan Na2CO3



25 ml



25 ml



25 ml



Larutan HCl



21.30 ml



21.20 ml



21.25 ml



19



5) Perhitungan Kadar Na2C2O3



= =



𝑓𝑝 𝑥 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝐸 𝑆𝑜𝑑𝑎 𝑀𝑔 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ



x 100%



4 𝑥 21.25 𝑚𝑙 𝑥 0.0493 𝑁 𝑥 105.99 500 𝑚𝑔



x 100 %



=88.83 %



6) Foto Hasil Percobaan



4.2.



Pembahasan Pada percobaan kali ini, bertujuan untuk dapat membuat larutan HCl 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N, dapat membuat larutan NaOH 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 N, dan menentukan kadar Na2CO3 dalam contoh soda kering. Penggunaan larutan NaOH dan HCl didasarkan pada pengertian asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri yaitu analisis secara volumetri dengan larutan standar asam. Sedangkan alkalimetri yaitu analisis secara volumetri dengan lartan standar



20



basa. Tujuan dari standarisasi adalah menentukan konsentrasi larutan setepat mungkin. Pada percobaan asidimetri digunakan larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N yang akan distandarisasi. Hal pertama yang dilakukan adalah menghitung berapa banyak HCl pekat yang diperlukan untuk membuat HCl 0,1 N, kemudian larutan HCl distandarisasi menggunakan larutan standar primer yaitu boraks. Standarisasi dilakukan dengan melakukan titrasi terhadap larutan boraks dengan HCl 0,1 N yang akan distandarkan dengan menggunakan indikator metil merah untuk mengetahui titik akhir titrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna kuning menjadi merah muda. Kemudian larutan HCl standar digunakan untuk menentukan kadar Na2CO3 dalam soda. Sejumlah tertentu Na2CO3 ditimbang, kemudian dititrasi menggunakan HCl standard dengan menambahkan 2 tetes indikator MM sebelum dititrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna kuning menjadi merah muda. Perubahan warna terjadi karena adanya pengaruh dari ion H+ yang bersifat asam dari larutan HCl. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi larutan HCl standar 0,0493 N, dan kadar Na2CO3 dalam soda sebesar 88,83%. Pada percobaan alkalimetri digunakan larutan NaOH 0,1N sebagai larutan standar. Dalam pembuatan larutan NaOH digunakan air bebas CO2 dengan



cara



dipanaskan



terlebih



dahulu,



hal



ini



bertujuan



untuk



menghilangkan CO2 dalam air karena apabila NaOH bereaksi dengan CO2 dapat mempersulit pada saat pembacaan titik akhir titrasi. Kemudian Larutan NaOH



distandarisasi



menggunakan



Larutan



asam



oksalat



dengan



menambahkan 3 tetes indikator fenolftalein. Titrasi dihentikan sampai larutan



21



berubah warna menjadi merah muda. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi larutan NaOH 0,0987 N.



22



BAB V PENUTUP



5.1.



KESIMPULAN Dari praktikum diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Asidimetri yaitu analisis secara volumetri dengan larutan standar asam 2. Alkalimetri yaitu analisis secara volumetri dengan lartan standar basa 3. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi larutan HCl standar 0,0493 N, dan kadar Na2CO3 dalam soda sebesar 88,83% 4. Pada percobaan alkalimetri digunakan larutan NaOH 0,1N sebagai larutan standar, didapatkan konsentrasi larutan NaOH 0,0987 N



5.2.



SARAN 1. Untuk Laboratorium Sebaiknya bahan yang dibutuhkan dalam praktikum dilengkapkan, agar praktikum dapat berjalan dengan baik dan penggunaan waktunya menjadi efektif. 2. Untuk Asisten Cara bimbingan sudah baik. Mohon dipertahankan.



23



DAFTAR PUSTAKA Bassett, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Kedokteran. EGC. Jakarta. Day, R.A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga. Jakarta. Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta. Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung. ITB. Keenan, Charles W. et al. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta. Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi dua. Binarupa Aksara. Jakarta.



24