Laporan Praktikum Biofarmasetik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIK Praktikum ke: 2 Hari dan Tanggal Percobaan: Kamis, 30 April 2020 Grup: Sore



NAMA



: Oktavia Anggrainy



NPM



: 1943057005



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2020



Analisis Obat Dalam Matriks Biologi dengan Menggunakan Theophyllin



I.



Tujuan Praktikum Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matriks biologi



II.



Dasar Teori



Efek terapi suatu obat biasanya baru terlihat sesudah zat aktifnya melalui sistem pembuluh aorta lalu masuk ke hati dan kembali masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh jaringan badan. Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada keadaan pasien yang bersangkutan (secara in vivo) dengan menentukan kadar dalam plasma darah setelah mencapai keseimbangan antara serum cairan tubuh (kedaan tunak). Ada korelasi yang baik antara kadar obat dalam plasma dengan efek terapi. Ketersediaan hayati digunakan untuk member gambaran mengenai keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan dengan kurva kadar-waktu setelah obat diminum dan berada pada jaringan biologic atau larutan sperti darah dan urine. Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan: 1. Jumlah atau bagian obat yang diabsorbsi dari bentuk sediaan. 2. Kecepatan obat diabsorbsi. 3. Masa kerja obat berada di dalam cairan biologik atau jaringan, bila dihubungkan dengan respon pasien. 4. Hubungan antara kadar obat dalam darah dengan efektivitas terapi/efek toksik. Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk sediaan obat seperti tablet dan kapsul yang digunakan peroral untuk memperoleh efek sistematik. Hal ini bukan berarti ketersediaan hayati tidak ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk padat/penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut (Anief, 1995). Pengetahuan tentang konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat, atau



mengapa penderita mengalami suatu efek yang idak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin menjelaskan ketelitian dari aturan dosis. Pada pengukuran konsentrasi obat dalam serum, suatu konsentrasi tunggal dari obat dalam serum dapat tidak menghasilkan informasi yang berguna kecuali jika faktor-faktor lain dipertimbangkan, sebagai contoh, aturan dosis obat yang meliputi besaran dan jarak pemberian dosis, rute pemberian obat, serta waktu pengambilan cuplikan (puncak, palung, atau keadaan tunak) hendaknya diketahui. Mengkin ada keterbatasan dalam hal jumlah cuplikan darah yang dapat diambil, keseluruhan volume darah yang diperlukan untuk penetapan kadar, dan waktu untuk melakukan analisis obat, pengukuran konsentrasi serum hendaknya juga mempertimbangkan biaya penetapan kadar, resiko, dan ketidaksenangan penderita, dan kegunaan informasi yang diperoleh. Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat dalam serum hendaknya telah sahih, berkenaan dengan halhal berikut seperti spesifitas, linieritas, kepekaan, ketepatan, ketelitian, dan stabilitas (Sahrgel, 1985). Untuk menganalisis darah total, komponen sel darah harus dilisis demikian sehingga kandungannya bercampur merata dengan sonikator atau ditentukan dalam jangka waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda dengan serum, serum adalah plasma yang fibrinogennya telah dihilangkan dengan proses penjendalan, sedangkan plasma diperoleh dengan menambahkan suatu pencegah penjendalan ke dalam darah. Bila darah tidak diberi antikoagulan terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti dipusingkan maka beningannya adalah serum (James, 1991). Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan data darah, data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya dipergunakan data darah atau data urin untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiatnya telah diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum diketahui, dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif. Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan ketersediaan hayati suatu obat meliputi data plasma, data urin, efek farmakologi akut, respon klinik. Ketersediaan hayati dilakukan baik terhadap bahan aktif yang telah disetujui maupun obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh FDA untuk dipasarkan. Setelah ketersediaan hayati dan parameter-parameter farmakokinetika dari bahan aktif diketahui aturan dosis dapat diajukan untuk mendukung pemberian label obat (Syukri, 2002).



III. Percobaan 3.1. Bahan 1. NaOH 0,1 N 2. Alkohol 70% 3. Heparin 4. HCl 0,1 N 5. Kloroform 6. Isopropil alkohol 7. Plasma 3.2. Alat 1. Labu ukur 100 ml 2. Pipet volume 0,1, 0,2 dan 2 ml 3. pH meter 4. Alat suntik 5. Termostat 6. Vial, alat pemusing, lemari pendingin 7. Pipet ukur 1 ml dan 5 ml 8. Kuvet, spektrofotometer 9. Kalkulator fx 10. Stopwatch, kertas grafik semilog dan numerik 3.3. Prosedur kerja 3.3.1. Perolehan kembali kesalahan acak 1. Buat larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 2,5 ; 7,5 dan 12,5 mcg/ml 2. Kemudian 2 ml larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4 ml HCl 0,1 N dan 20 ml campuran kloroform-isopropil alkohol (20 : 1). Campuran dikocok selama 1 menit, lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring. 3. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi yang kering dan bersih. 4. Hasil ekstraksi kemudian disaring kembali dengan penambalan 4 ml larutan NaOH 0,1 N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan. 5. Ukur serapan larutan, hitung kadar dan SD. 3.3.2. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum 1. Buat larutan teofilin dalam NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 3,5 mcg/ml. 2. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 235 sampai 335 NM menggunakan spektrofotometer. 3. Buat spektrum serapan.



3.3.3. Pembuatan Kurva Baku Teofilin 1. Buat larutan baku induk teofilin dalam NaOH masing-masing dengan konsentrasi 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 mcg/ml. 2. Serapan masing-masing larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum. 3. Buat kurva baku teofilin. 3.3.4. Prosedur Penetapan Kadar Penetapan kadar diilakukan berdasarkan metode Schack dan Waxler yang dimodifikasi oleh Jenne dan kawan-kawan serta Zudema. 1. Buatlah larutan induk teofilin 1 mg/ml dalam NaOH 0,1 N 2. Dengan menggunakan larutan induk di atas, buatlah satu seri larutan dalam plasma masing-masing dengan kadar 2,5;5;7;7,5;10 dan 10 mcg/ml. 3. Kemudian 2ml larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4ml HCL 0,1 N dan 20 ml campuran kloroform-isopropil alkohol (20:1). Campuran dikocok selama 1 menit, lapisan air dipisahkan ke fase organic disaring. 4. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10ml dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi yang kering dan bersih. 5. Hasil ekstraksi kemudian disaring kembali dengan penambahan 4 ml larutan NaOH 0,1 N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 1500rpm. Lapisan NaOH dipisahkan. 6. Nilai absorpsi larutan diamati dengan menggunakan spektrofotometer uv pada panjang gelombang maksimum. 3.3.5. Penetapan Jangka Waktu Respon Tetap 1. Larutan teofilin dengan kadar 5 mcg/ml dan 10 mcg/ml digunakan untuk percobaan ini. 2. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum tiap 5 menit selama 1 jam 3. Buat kurva serapan versus waktu pada kertas numeric dan tetapkan jangka waktu serapan tetap. 3.3.6. Perhitungan Perolehan Kembali dan Kesalahan a. Perolehan Kembali 1. Hitunglah perolehan kembali dan kesalahn sistematik untuk tiap besaran kadar 2. Perolehan kembali = (Kadar terukur)/(Kadar diketahui) x 100% 3. Kesalahan sistematik adalah 100% dikurangi persentase perolehan kembali. Perolehan kembali merupakan tolak ukur efisiensi analisis, sedangkan kesalahn sistematis merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan atau proporsional.



b. Kesalahan Acak 1. Hitung kesalahn acak (random analitycal error) untuk tiap besaran 2. Kesalahan acak =(simpangan baku)/(Hitung rata-rata) x 100% 3. Kesalahan acak merupakan tolak ukur inpresiasi suatu analisis dan dapat bersifat negative dan positif. Kesalahan acak identic dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi.



IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan panjang gelombang maksimum Theophylline  Perhitungan larutan konsentrasi Teophylline 1000 ppm Perhitungan larutan induk 1000 ppm: timbang tab teoophylline 100 mg, kemudian dilarutkan dalam NaOH 0,1N pada 100 ml labu ukur



 Perhitungan larutan induk 100 ppm V1 . N1 = V2. N2 V1 . 1000 ppm = 100 ml . 100 ppm V1 = 10000 ml / 100 V1 = 10 ml ad 100 ml Untuk membuat larutan theophylline 100 ppm yaitu pipet 10 ml dari larutan 1000 ppm kemudian diencerkan dalam labu ukur 100 ml  Perhitungan larutan teophylline 3,5 ppm



= 3,5 ml ad 100 ml Panjang gelombang maksimum Teofiln = 270 nm 4.1.2. Penentuan kurva kalibrasi Untuk membuat 5 seri larutan maka dibuat konsentrasi 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5 ppm dengan perhitungan sebagai berikut: 



2,5 ppm



= 2,5 ml ad 100 ml 



3 ppm



= 3 ml ad 100 ml 



3,5 ppm



= 3,5 ml ad 100 ml 



4 ppm



= 4 ml ad 100 ml 



4,5 ppm



= 4,5 ml ad 100 ml Besar absorbansi yang didapatkan pada larutan seri adalah sebagai berikut: Konsentrasi (ppm) 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5



Absorbansi Teofiln 0,210 0,285 0,367 0,484 0,570



Sehingga didapatkan kurva kalibrasi seperti gambar berikut:



y = 0,1075 + 0,0919x R = 0,9941



4.1.3. Penetapan Kadar Teofilin dalam Plasma Konsentrasi (ppm) 1 2,5 7,5 12,5



0,230 0,451 0,729



Absorbasnsi 2 0,225 0,454 0,727



3 0,236 0,449 0,733



dimana nilai regresi: y = 0,1075 + 0,0919x a. Untuk kadar 2,5 ppm 1. Perhitunan Kadar terukur  Replikasi 1 y = 0,1075 + 0,0919x 0,230 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,230 -0,0919x = -0,1225 x = 1,33297 µg/ml  Replikasi 2



y = 0,1075 + 0,0919x 0,225 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,225 -0,0919x = -0,1175 x = 1,27856 µg/ml



 Replikasi 3



y = 0,1075 + 0,0919x 0,236 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,236 -0,0919x = -0,1285 x = 1,39825 µg/ml



= 1,33659 2. Perhitunan Kesalahan Acak x (µg/ml) 1,3329



x (µg/ml) 1,33659



d=|x–x| 0,00369



d2 1,36161 x 10 -5



1,2785 1,39825



0,05809 0,06166 Ʃd = 0,12344



337,44 x 10-5 380,195 x 10-5 Ʃd2 = 0,0071899



= 0,05995



= 4,485 %



3. Perhitungan Perolehan kembali (Recovery)



= 53,556 %



= 51,14 %



= 55,93 %



= 53,542%



b. Untuk kadar 7,5 ppm 1. Perhitunan Kadar terukur  Replikasi 1 y = 0,1075 + 0,0919x 0,451 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,451 -0,0919x = -0,3435 x = 3,73775 µg/ml  Replikasi 2



y = 0,1075 + 0,0919x 0,454 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,454 -0,0919x = -0,3465 x = 3,7704 µg/ml



 Replikasi 3



y = 0,1075 + 0,0919x 0,449 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,449 -0,0919x = -0,3415 x = 3,71599 µg/ml



= 3,74138 2. Perhitunan Kesalahan Acak x (µg/ml) 3,73775 3,7704 3,71599



x (µg/ml) 3,74138



d=|x–x| 0,00363 0,02902 0,02548 Ʃd = 0,05813



d2 1,31769 x 10-5 84,216 x 10-5 64,923 x 10-5 Ʃd = 150,45669 x 10-5 Ʃd 0,0015045



= 0,02743



= 0,733 % 3. Perhitungan Perolehan kembali (Recovery)



= 49,8367 %



= 50,272 %



= 49,546 %



= 49,885% c. Untuk kadar 12,5 ppm 1. Perhitunan Kadar terukur  Replikasi 1 y = 0,1075 + 0,0919x 0,729 = 0,1075 + 0,0919x



-0,0919x = 0,1075 – 0,729 -0,0919x = -0,6215 x = 6,76278 µg/ml  Replikasi 2



y = 0,1075 + 0,0919x 0,727 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,727 -0,0919x = -0,6195 x = 6,741 µg/ml



 Replikasi 3



y = 0,1075 + 0,0919x 0,733 = 0,1075 + 0,0919x -0,0919x = 0,1075 – 0,733 -0,0919x = -0,6255 x = 6,8063 µg/ml



= 6,77 2. Perhitunan Kesalahan Acak x (µg/ml) 6,76278 6,741 6,8063



x (µg/ml) 6,77



d=|x–x| 0,00722 0,029 0,0363 Ʃd = 0,07252



d2 5,21284 x 10-5 84,1 x 10-5 131,769 x 10-5 Ʃd = 221,08184 x 10-5 Ʃd = 0,00221



= 0,03324



= 0,491%



3. Perhitungan Perolehan kembali (Recovery)



= 54,1 %



= 53,928 %



= 54,4504 %



= 54,15946 % 4.1.4. Perhitungan Kesalahan Sistematik Kesalahan sistematik = 100% - Recovery Kesalahan Sistematik 1



= 100% - 53,542%



Kesalahan Sistematik II= 100% - 49,885% Kesalahan sistematik III



= 46,458%



= 50,115%



= 100% - 54,15946 % = 45,84%



= 47,471 % 4.2. Pembahasan Pada praktikum kali ini kita akan melihat kadar obat theophylline secara in vivo mengunakan plasma darah. Percobaan yang dilakukan yaitu menganalisis obat dalam matriks Biologis. Tujuan untuk memahami langkah- langkah analisis obat dalam cairan hayati serta mengetahui prosedur obat dalam cairan hayati. Agar nilai- nilai parameter obat dapat dipercaya metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali, persisi, dan akurasisi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kembali yang tinggi (75%-90% atau lebih ), dan kesalahan acak kurang dari 10%. Pada percobaan kali ini kami menggunakan larutan baku theophylin dengan konsentrasi 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ppm kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 270 nm dan didapatkan hasil persamaan regresi yaitu Y = 0,1075 + 0,0919x , lalu kami melakukan pengukuran absorbansi theophylin dalam plasma dengan konsentrasi 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml, dan 12,5 μg/ml dengan menggunkan spektrfotometer lalu didapatkan hasil untuk 2,5 μg/ml didapatkan absorbasi 0,230; 0,225; 0,236 untuk 7,5 μg/ml sebesar 0,451; 0,454; 0,449 dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 0,729;0,721;0,733. hasil tersebut dimasukan ke persaman rumus y=A + Bx, dimana nilai A telah didapatkan dari persaamn regresi linear yaitu sebesar 0,1075 dan nilai B sebesar 0,0919 Dari data tersebut didapatkan rata-rata kadar obat dalam plasma untuk konsentrasi 2,5 μg/ml sebesar 1,33659 μg/ml , untuk 7,5 μg/ml sebesar 3.74138 μg/ml , dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 6,77 μg/ml dan untuk % perolehan kembali yang didapat untuk 2,5 μg/ml sebesar 43,542 %, untuk 7,5 μg/ml sebesar 49,885 % dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 54,15946 % dan didapatkan persentase kesalahan acak sebesar 4,485; 0,733 dan 0,491 %. Hasil yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung kadar terukur obat dalam sampel, lalu dihitung beberapa parameter fisika: 1. Efisiensi Recovery merupakan tolak ukur efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika recovery berkisar antara 75-90%. Jika diluar rentang kadar tersebut maka percobaan dianggap kurang efisien.



2. Presisi Presisi dianggap baik jika kesalahan acak tidak lebih dari 10%. Ketepatan menunjukan hasil pengukuran yang berulang pada sediaan hayati yang sama. 3. Akurasi Akurasi dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga kesalahan sistematik menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai sebenarnya. Dari data yang didapat kemudian dihitung nilai kesalahan sistemik, kesalahan acak, dan perolehan kembali. Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan parameter atau tolak ukur efisiensi analisis yang menggambarkan akurasi (ketelitian) metode yang digunakan. Ketelitian ditunjukan oleh kemampuan metode memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai sesungguhnya (true value). Ini dapat diketahui dari harga perolehan kembali (recovery) yang dinyatakan sebagai % error (harga sesungguhnya dikurangi harga uji dibagi harga sesungguhnya, dikali 100%). Perolehan kembali merupakan tolok ukur efisiensi analisis (Hakim, 2014; Pashla, dkk, 1986). Nilai perolehan kembali/ recovery nilai perolehan kembali menunjukkan efisiensi dari analisis yang dilakukan. Semakin tinggi nilai recovery maka semakin tinggi efisiensi analisis. Recovery yang baik berada dalam rentang kadar 75 – 90% (Shargel, 2005). 



Nilai perolehan kembali yang di dapat: a. Kadar 2,5 μg/ml : replikasi 1 memperoleh nilai recovery 53,556%, replikasi 2 memperoleh nilai recovery 51,14%, replikasi 3 memperoleh nilai recovery 55,93% dan nilai rata – rata recovery adalah 53,542%. b. Kadar 7,5 μg/ml : replikasi 1 memperoleh nilai recovery 49,8367%, replikasi 2 memperoleh nilai recovery 50,272%, replikasi 3 memperoleh nilai recovery 49,546% dan nilai rata – rata recovery adalah 49,885%. c. Kadar 12,5 μg/ml : replikasi 1 memperoleh nilai recovery 54,1%, replikasi 2 memperoleh nilai recovery 53,928%, replikasi 3 memperoleh nilai recovery 54,4504% dan nilai rata – rata recovery adalah 54,15946%.



Dari hasil yang diperoleh, pada kadar 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml dan 12,5 μg/ml dapat dilihat bahwa nilai recovery yang didapat dari ketiganya berada dibawah 75%. Nilai recovery kurang dari 75% menunjukkan bahwa nilai akurasi dan efisiensinya rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 



Senyawa endogen atau metabolit yang ikut terukur. Kemungkinan disebabkan terdapat molekul-molekul pengganggu atau protein dalam darah yang dapat meningkatkan nilaiabsorbansi pada saat pengambilan supernatant.



 



Ketidaktelitian praktikan dalam penambahan analit atau larutan pereaksi. Kesalahan praktikan dalam penetapan blanko saat pembacaan absorbansi.



Kesalahan acak merupakan tolok ukur inprecision suatu analisis, dan dapat bersifat positif atau negatif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Kesalahan acak menunjukkan presisi atau ketepatan suatu analisis. Kesalahan pada percobaan seharusnya kurang dari 10% agar dapat dikatakan presisi atau akurat (Shargel, 2005). Nilai kesalahan acak yang didapat: - Kadar 2,5 μg/ml = 4,485% - Kadar 7,5 μg/ml = 0,733% - Kadar 12,5 μg/ml = 0,491% Hasil percobaan di atas, didapatkan nilai kesalahan acak dibawah 10% pada semua kadar. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan sangat presisi dan memenuhi syarat Kesalahan sistematik merupakan parameter akurasi dari suatu penetapan kadar. Harga ini menunjukkan kemampuan metode analisis untuk memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan nilai aslinya. Nilai kesalahan sistematik yang dipersyaratkan adalah kurang dari 10% (Shargel, 2005). Nilai kesalahan sistematik yang didapat : - Kadar 2,5 μg/ml = 46,458% - Kadar 7,5 μg/ml = 50,115% - Kadar 12,5 μg/ml = 45,84% Hasil percobaan di atas, didapatkan nilai kesalahan sistematik yang melebihi 10% pada semua kadar. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan tidak akurat dan tidak memenuhi syarat. Kesalahan ini umumnya disebabkan masalah pengukuran berulang dan alat yang digunakan kurang sensitif. Selain itu pada pengukuran saat praktikum terjadi kesalahan saat penetapan blanko spektrofotometri sehingga mempengaruhi nilai pembacaan absorbansi. Dari keseluruhan parameter yang diujikan dapat disimpulkan bahwa metode percobaan yang digunakan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi tetapi juga dianggap kurang efisien dan kurang akurat.. banyak kemungkinan faktor penyebabnya baik dari praktikan, cara pengerjaan, alat maupun metode yang digunakan V. Kesimpulan 1. Analisis obat dalam cairan hayati dapat diukur dengan parameter farmakokinetika.



2. Obat yang dianalisis pada percobaan ini adalah teofilin dan cairan hayati yang digunakan adalah plasma. 3. Parameter yang digunakan dalam percobaan ini adalah recovery, kesalahan acak dan kesalahan sistematik. 4. Pada percobaan ini didapat nilai recovery untuk kadar 2,5 sebesar 53,542%, kadar 7,5 sebesar 49,885%, dan kadar 12,5 sebesar 54,15496% sehingga didapat nilai kesalahan sistematik sebesar 47,471% serta nilai kesalahan acak sebesar 1,903 %. 5. Dengan memperhatikan harga parameter yang didapat, hasil analisis dan metode kurang baik karena sensitivitas dan akurasi yang rendah. 6. Hasil yang kurang memuaskan bisa disebabkan oleh kurangnya pengalaman dari praktikan dan pengerjaan yang kurang tepat. VI.



Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Anief, Moh. 1995. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. UGM. Yogyakarta Munson James, W. 1991. Analisis Farmasi. Airlangga University Press. Surabaya Pasha, L.A., Wright, D.S., danReinlods, D.L., 1986, Bioanalytic Consideration for Pharmacokinetik and Biopharmaceutic Studies, J. Clin, Pharmacol. Shargel. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya Setiabudy, Rianto, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Syujri, Y. 2002. Biofarmasetika. UII Press. Yogyakarta