10 0 593 KB
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI - 3201)
Pengamatan Perilaku dan Pergerakan Kecoa (Periplaneta americana dan Blatella germanica)
Tanggal Praktikum : 22 Februari 2013 Tanggal Pengumpulan : 28 Februari 2013
Disusun oleh : Satya Reza Faturakhmat 10610033 Kelompok 7 Asisten : Dandri Aly Purawijaya 10609016
PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecoa merupakan hewan yang banyak ditemukan di lingkungan terutama di pemukiman manusia. Kecoa merupakan hewan yang sangat umum dan tersebar, mulai muncul sejak Pangaea, superkontinen pada zaman purba, atau di Gondwana, anak benua dari Pangaea, hingga sekarang tersebar ke semua benua modern. Kecoa telah beradaptasi dan dapat sintas pada kondisi apapun hingga dapat terus bertahan (Copeland, 2003). Kecoa memiliki beberapa pengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Kecoa dapat mensekresikan bau yang dapat mengurangi rasa makanan dan bau yang kurang sedap ini dapat semakin kuat seiring meningkatnya jumlah kecoa. Kaki kecoa juga dapat menjadi agen penyebaran penyakit yang disebabkan bakteri seperti Salmonella. Sisa-sisa kaki dan feses dapat menyebabkan reaksi alergi dan asma (Jacobs, 2013) Untuk mengatasi akibat-akibat negatif yang disebabkan oleh kecoa diperlukan penelitian dan pengamatan mengenai kecoa baik dari segi perilaku, pola pergerakan, dan morfologinya. Kecoa dapat tersebar dan tumbuh dengan cepat sehingga dibutuhkan pemahaman mendalam mengenai pola pergerakan dan perilakunya terutama preferensi makanan karena banyak penyakit tersebar lewat makanan yang didatangi kecoa. Banyak penyakit juga berasal dari bagian tubuh kecoa sehingga dibutuhkan pula pengamatan yang bertujuan untuk mengetahui morfologi kecoa 1.2 Tujuan 1. Menentukan morfologi kecoa Periplaneta americana. 2. Menentukan perilaku eksplorasi dan keseimbangan kecoa Periplaneta americana. 3. Menentukan pola lokomosi kecoa Periplaneta americana. 4. Menentukan kecepatan gerak kecoa Periplaneta americana. 5. Menentukan sensitivitas kecoa Periplaneta americana. 6. Menentukan respon kecoa Periplaneta americana terhadap makanan basah, kering, dan shelter. 7. Menentukan preferensi kecoa Periplaneta americana terhadap makanan basah, kering, dan shelter. 8. Menentukan preferensi kecoa Blatella germanica terhadap dua jenis makanan kering.
BAB II TEORI DASAR 2.1 Taksonomi Kecoa merupakan jenis serangga yang sangat umum di dunia. Kecoa berhasil beradaptasi sejak 300 juta tahun yang lauu karena kemampuan adaptasinya yang luar biasa. Hasil adaptasi dan evolusi kemudian membentuk bermacam jenis kecoa diantaranya Periplaneta americana dan Blatella germanica yang keduanya termasuk dua jenis kecoa yang paling umum (Jacobs, 2013). Berikut ini adalah taksonomi dari kedua jenis kecoa tersebut. Tabel 2.1 Taksonomi Periplaneta americana (sumber : Bell, 2007) Kingdom
Animalia
Filum
Arthropoda
Kelas
Insekta
Ordo
Blattodea
Famili
Blattidae
Genus
Periplaneta
Spesies
Periplaneta americana
Tabel 2.2 Taksonomi Blatella germanica (sumber : Bell, 2007) Kingdom
Animalia
Filum
Arthropoda
Kelas
Insekta
Ordo
Blattodea
Famili
Blattelidae
Genus
Blatella
Spesies
Blatella germanica
2.2 Morfologi Kecoa Periplaneta americana dewasa memiliki panjang sekitar 4 cm dengan tinggi sekitar 7 mm. Warna tubuhnya merah kecoklatan dengan garis batas kekuningan pada bagian kepala. Badan kecoa dibagi ke dalam tiga bagian, bagian badan berbentuk oval dan tipis dengan pronotum yang melapisi bagian kepala. Pronotum merupakan struktue seperti plat yang menutupi seluruh permukaan dorsal thoraks. Kecoa juga memiliki mulut pengunyah, antena panjang dan bersegmen serta
sayap depan berkulit dan sayap belakang yang rapuh. Bagian ketiga adalah abdomen dari kecoa (Bell, 2007). Kecoa Blatella germanica memiliki bentuk yang mirip dengan kecoa Periplaneta americana namun dengan bentuk yang lebih kecil. Perbandingan ukuran dan bentuk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1. Kecoa ini memeiliki anjang 1,3 hinga 1,6 cm dan memiliki warna tubuh coklat kehitaman dengan garis melintang dari kepala hingga ujung sayap. Sayap kecoa ini kecil dan tidak dapat dipakai terbang. Kecoa Periplaneta americana maupun Blatella germanica dapat dibedakan jantan dan betina berdasarkan keberadaan kantung telur yang disebut ooteka yang muncul pada ujung abdomen (Faundez, 2011).
Gambar 2.1 Kecoa (Sumber: emlab.com)
2.3 Siklus Hidup, Habitat, dan Persebaran Kecoa Kecoa secara umum memiliki tiga tahapan kehidupan yaitu, telur, instar, dan dewasa. Waktu dari telur hingga dewasa sekitar 600 hari dan kelulushidupan dewasa sekitar 400 hari. Kecoa anakan keluar dari telur sekitar 6-8 minggu dan menjadi dewasa sekitar 6-12 bulan. Kecoa betina ketika dewasa dapat menghasilkan 150 anakan selama masa hidupnya (Bell dan Adiyodi, 1981). Kecoa hidup di area yang lembab dan dapat bertahan pada area yang kering bila terdapat akses sumber air. Kecoa hidup pada kondisi suhu sekitar 29oC dan tidak dapat menoleransi suhu dingin. Pada area pemukiman kecoa biasa hidup di basemen, saluran air, dan halaman luar pada saat cuaca hangat (Jones, 2008). Kecoa tersebar ke seluruh dunia lewat jalur perdagangan di abad pertengahan. Kecoa banyak ditemukan di dalam maupun luar ruangan. Kecoa bermigrasi dengan merangkak ataupun terbang dari rumah ke rumah melalui saluran air, pepohonan dan
semak yang kemudian masuk ke gedung-gedung dan perumahan. Migrasi kecoa biasa terjadi secara massal (Ebeling, 1975).
2.4 Perilaku dan Respon Makan Kecoa Kecoa selalu memilih tempat yang gelap, hangat, dan lembab seperti basemen dan tempat kumuh lain. Kecoa sering bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain terutama pada cuaca hangat. Saat cuaca dingin kecoa akan mendiami area tupukan sampah karena panas yang dihasilkan dari tumpukan sampah tersebut. Kecoa memakan berbagai jenis makanan terutama makanan organik yang mulai terdegradasi atau membusuk. Kecoa dewasa dapat bertahan dua sampai tiga bulan tanpa makanan dan satu bulan tanpa air (Jones, 2013).
2.5 Mekanisme Saraf Sensori, Alat Gerak, dan Pola Lokomosi Pergerakan kecoa diatur oleh gerakan kaki-kakinya yang memiliki pola memutar. Pola pergerakan ini didukung oleh dua mekanisme gerakan yaitu power stroke dan return stroke. Saat power stroke kaki berada ada tanah dan memberi sokongan sehingga dapat mendorong badan. Saat return stroke kaki yang terangkat dari tanah diputar hingga kembali pada kondisi menyentuh tanah kembali. Gerakan memutar yang ritmis dan terkoordinasi karena terdapat sirkuit neural yang dinamakan central pattern generator. Menurut studi Pearson (1970) mekanisme gerakan pada kecoa yang diatur central pattern neuron adalah seperti pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Mekanisme lokomosi (Sumber : Pearson, 1970) Neuron 5 dan 6 adalah motoneuron levator dengan Ds adalah depresor motoneuron. Bursting interneuron (b.i) menjalankan semua proses dengan koneksi
eksitatoris pada neuron 5 dan 6 dan koneksi inhibisi pada
Ds . Neuron yang
menghasilkan gerakan tersebut ternyata berasal dari ganglion metatorasik dan merupakan kumpulan neuron-neuron yang kemudian disebut central pattern generators dan bertanggung jawab menghasilkan perilaku gerak ritmis pada kecoa (Delcomyn, 1980). Neuron ini berbentuk sesuai gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Central Neuron Generators Sumber : (Delcomyn, 1980).
BAB III METODOLOGI 3. 1 Alat dan Bahan Berikut ini alat dan bahan yang dipakai dalam keseluruhan praktikum. Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Saat Pengamatan Perilaku Kecoa No.
Alat
Bahan
1.
Shelter
Kecoa Periplaneta americana
2.
Akuarium besar
Kecoa Blatella germanica
3.
Stopwatch
Pepaya
4.
Styriofoam
Makanan kering
5.
Cawan petri
Kertas HVS 3 lembar
6.
Mikroskop stereo
Tinta hitam
7.
Toples
Kain Kasa
3. 2 Cara Kerja 3.2.1
Pengamatan Morfologi Kecoa Kecoa dimasukkan ke dalam cawan petri kecil kemudian ditutup. Cawan petri
berisi jangkrik diamati di bawah mikroskop dan digambar. Diamati bagian tubuh dorsal dan ventral. Hasil pengamatan digambar dan didokumentasikan.
3.2.2
Pengamatan Perilaku Eksplorasi dan Keseimbangan Kecoa dimasukkan ke dalam akuarium dengan alas styriofoam. Untuk
aklimatisasi didiamkan selama tiga menit. Kemudian selama lima menit perilaku eksplorasi kecoa diamati dan dicatat frekuensi grooming, exploring, dan walking. Dilakukan pengulangan terhadap tiga kecoa. Kecoa yang telah diamati kemudian dibalikkan badannya pada meja, lalu dihitung waktu latensi hingga kecoa dapat membalikan badan.
3.2.3
Pengamatan Pola Lokomosi
Kaki-kaki kecoa diolesi tinta hitam kemudian dibiarkan berjalan pada selembar kertas HVS. Pola lokomosi yang tercetak di HVS kemudian didokumentasikan dan diamati polanya. 3.2.4
Pengamatan Pergerakan Normal dan Maksimum Kertas HVS dibentuk menjadi jalur lari berbentuk saluran dan dicatat panjang
jalurnya. Tiga kecoa kemudian diletakkan pada jalur lari kemudian dihitung waktu berjalan yang dibutuhkan hingga kecoa dapat menyelesaikan jalur tersebut. Kemudian kecepatan ditentukan dari jarak bagi waktu. Pengamatan diulangi dengan kecoa yang sama namun kedua kaki tengahnya diamputasi hingga bagian femur. Pengamatan pertama dicatat sebagai pergerakan normal, sedangkan pengamatan kedua dicatat sebagai pergerakan tidak normal, kemudian kecepatan dibandingkan.
3.2.5
Pengamatan Tingkat Sensitivitas Antara Posterior dan Anterior Kecoa diletakkan pada meja kemudian ditiup bagian anterior dan posteriornya.
Respon kecoa diamati dan dicatat. Hasil pengamatan dicatat sebagai “+” bila setelah ditiup kecoa bergerak menjauh dan “o” bila kecoa bergerak mendekat.
3.2.6
Pengamatan Preferensi Kecoa Terhadap Makanan atau Shelter Pada akuarium dengan alas styriofoam dimasukkan sebuah shelter, makanan
basah berupa pepaya, dan makanan kering. Pengamatan pertama dimasukan shelter, diamati perilaku kecoa selama lima menit, kemudian dicatat waktu latensi hingga kecoa mendekati shelter dan durasi kecoa mendiami shelter. Pengamatan diulang dengan mengeluarkan shelter dan dimasukkan pepaya, kemudian diulang kembali dengan dikeluarkan pepaya dan dimasukkan makanan kering. Pengamatan terakhir dimasukkan bersamaan shelter, pepaya, dan makanan kering kemudian diamati dan dicatat.
3.2.7
Pengamatan preferensi kecoa Blatella germanica terhadap dua jenis makanan kering Sejumlah kecoa jerman dimasukkan bersama dua jenis makanan kering ke dalam
toples dengan kasa. Diamati selama tiga hari dan makanan kering ditimbang setiap pergantian hari. Hasil pengamatan dicatat .
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Morfologi Kecoa Berdasarkan hasil pengamatan berikut ini adalah gambar kecoa secara dorsal dan ventral. Gambar di bawah ini juga menyertai perbandingan literatur yaitu gambar 4.1 dan 4.2.
Gambar 4.1 Kecoa dorsal (Sumber : flowersturfandpestinc.com)
Gambar 4.2 Kecoa Ventral (Sumber : bumblebee.org)
4.2 Perilaku Eksplorasi dan Keseimbangan Kecoa kompil instruk, perilaku eksplorasi kecoa yang dilakukan grooming freezing exploring, amati grooming dan bagian tubuh mana yang digunakan, arah kecoa pertama kali bergerak, apakah cenderung bergerak ke arah ruang terbuka di tengah akuarium
bidang horizontal atau bidang vertikal. Keseimbangan tubuh dapat membalik atau tidak, jika tidak kenapa, dan latensi rata2 berapa Gambar 4.2 Grafik Frekuensi Perilaku Jantan dan Betina Dari hasil pengamatan terlihat bahwa perilaku dominan betina adalah freezing dan exploring sedangkan pada jantan perilaku dominannya adalah grooming dan sheltering. Menurut Brandao (2008), freezing merupakan perilaku normal dari hewan dimana tidak ada pergerakan dari anggota tubuh (diam) sebagai respon dari fear stimuli yang tak terhindarkan. Kemungkinan lingkungan yang asing di dalam akuarium serta keberadaan manusia didekat jangkrik memberi banyak rangsangan fear stimuli sehingga perilaku ini dominan. Perilaku grooming juga cukup dominan karena jangkrik membutuhkan organ sensori mereka untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Jangkrik akan mencium bau dan gerakan dengan rambut-rambut yang ada ditubuh mereka. Rambut-rambut sensori ini terdapat pada cerci, antenna, mulut dan bagian tubuh lainnya memiliki lubang kecil sebagai tempat masuknya molekul-molekul kimia yang berhubungan dengan sistem saraf dan sinyalnya akan dikirim ke otak. Jika lubang-lubang kecil tersebut “tertutup”, maka mereka akan sulit untuk mencium bau dan merasakannya. Rambut – rambut pada tubuh jangkrik membantu jangkrik merasakan ketika mereka bersentuhan dengan sesuatu, dan sangat membantu jangkrik yang aktif pada malam hari. Jangkrik menggunakan matanya untuk melihat, namun jika matanya kotor, mereka tidak mempunyai kelopak seperti manusia yang dapat membersihkan matanya, maka dari itu mereka mengunakan kakinya untuk membersihkan matanya (Kolezik, 2002). Lingkungan yang baru dan asing juga membuat jangkrik perlu penyesuaian dan adaptasi sehingga perilaku exploring cukup dominan. Exploring berguna untuk mengetahui keadaan lingkungan, mencari makanan, dan pasangan sebagai indikator kecocokan tempat. Perilaku sheltering juga cukup dominan terutama pada jangkrik jantan menunjukkan kebutuhan tempat berlindung bagi jangkrik jantan. Melalui analisis Univariate ANOVA (Two Way-ANOVA), diketahui bahwa pada jantan dan betina tidak ada perilaku yang signifikan berkaitan dengan jenis kelaminnya. Hasil Two-Way ANOVA menunjukkan bahwa bahwa tidak ada beda signifikan pada perilaku yang dihasilkan oleh jangkrik. jantan dan jangkrik betina. Atau dengan kata lain, jenis perilaku dominan tidak berhubungan dengan jenis kelamin jangkrik.
4.3 Pengamatan Pola Lokomosi Kecoa Perkelompok, hasil di hvs difoto dicantumkan, bagaimana pola yang dihasilkn, bandingkan dengan literatur Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan perilaku agresif jangkrik jantan. 2.5 2 1.5 Frekuensi Jantan A
1 0.5
Frekuensi Jantan B
0
Gambar 4.3 Grafik Perilaku agresif jantan Dari hasil pengamatan kedua jantan tidak terlalu agresif. Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh lingkungan yang baru menyebabkan belum terbentuknya teritori selain itu juga ketidak beradaan koloni, sehingga jantan tidak saling agresif dalam mempertahankan koloninya. Perilaku agonistik muncul saat ada konflik perebutan sumber daya yang terbatas seperti pasangan kawin dan makanan. Dari perilaku agonistik ini pada jangkrik akhirnya terbentuk hirarki dominansi yang menunjukkan bahwa yang terkuatlah yang boleh memiliki sumber daya yang terbatas tersebut. Tidak terjadinya perilaku agresif kemungkinan karena kedua jangkrik berasal dari wadah yang sama dengan hierarki dominansi yang mungkin telah terbentuk sehingga pada saat diletakkan di akuarium tidak terdapat lagi kepentingan bagi kedua jangkrik untuk melakukan perilaku agresif untuk menunjukkan dominansi.
4.4 Perbandingan Kecepatan Kecoa Normal dan Amputasi Kompil angkatan, berupa data kecepatan (jarak bagi waktu). analisis dengan paired t test, apakah stimulus normal signifikan terhadap kecepatan dan mengapa apa pengaruh krtika kaki engah dihilangkan jelaskan kenapa dan kaitkan dengan pola lokomosi dan penggunaan kaki pada kecoa
Pada pengamatan kedua jangkrik jantan dan betina selalu berada pada posisi yang berjauhan. Menit-menit pertama kebanyakan dihabiskan dengan perilaku seperti freezing, climbing, dan exploring. Saat akhirnya jantan mendekati betina, justru betina menjauh atau menunjukkan perilaku avoidance. Hal ini terjadi kemungkinan karena jantan tidak menarik bagi betina, pada saat pengamatan jantan juga tidak mengeluarkan suara yang dapat menarik betina.
4.5 Perbandingan Sensitivitas Bagian Anterior dan Posterior Kompil angkatan dengan independent t test melihat beda nyata antar posterior dan anterior mana yang lebih sensitif Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan dari hierarki jangkrik jantan. 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Frekuensi Jantan A Frekuensi Jantan B Frekuensi Jantan C
Gambar 4.4 Grafik Perilaku Hierarki jangkrik Menurut literatur pada perebutan hierarki grafik jantan terdapat dinamikdinamika yang terjadi. Ketika terjadi kontak taktila pada dua jantan dewasa maka sang jantan akan menghasilkan nyanyian pada saat dan sesudah bertarung dengan jantan lain (Adamo & Ronald,1995). Dan jika ada yang kehilangan antenna saat bertarung maka hirarki dominansinya akan turun (Bailey & Stoddart, 1982). Jangkrik pemenang akan memiliki hierarki dominansi yang tinggi dan lebih mudah untuk kawin dengan betina. Status dominan pada jantan serta keberhasilannya dalam pertarungan dengan jantan lain menunjukkan immunokompetennya terhadap betina. Imunokompeten adalah adalah kemampuan system imun untuk bertahan melawan pathogen yang menyerangnya (Rantala & Kortet, 2003). Pada pengamatan dinamika tersebut tidak terjadi namun dilihat dari frekuensi avoiding jangkrk jantan B adalah jangkrik jantan dominan karena jangkrik lain
akan memilih pergi ketika berhadapan, selain itu frekuensi chirpingnya juga cukup tinggi . adanya sifat hierarkis pada jangkrik-jangkrik jantan disuatu area ini berefek pada ketahanan dan kelulus hidupan dari spesies jangkrik tersebut. Hal ini dikarenakan jangkrik jantan yang dominan akan menguasai shelter dan makanan di area tersebut, dan jangkrik jantan pada area tersebut akan kesulitan untuk mendapatkan makanan dan shelter (Larsen, & Meyer, 2012). Pada pengamatan jangkrik jantan B yang dominan lebih memilih shelter dibanding betina.
4.6 Pengamatan Preferensi Kecoa Terhadap Makanan dan Shelter kompil instruk frekuensi shelter makanan kering dan pepaya analisis tukey untuk melihat mana yang sognifikan dan kaitkan dengan latensi dan durasi Tabel 4.1 Analisis Preferensi Shelter atau Betina Frekuensi Courting Frekuensi Mating Frekuensi Sheltering Durasi Courting Durasi Mating Durasi Sheltering
Chirping Avoiding Agonistik 0,043 0,087 0,267 0,159 0,021 -0,107 0,011 0,189 -0,333 -0,108 0,035 0,389 0,228 0,082 -0,176 -0,002 -0,195 0,072
Dari hasil pengamatan ternyata jangkrik jantan akan memunculkan perilaku agonistik pada perebutan tempat berlindung dibandingkan dengan betina. Hal ini disebabkan kemungkinan karena kebutuhan berlindung lebih besar dibandingkan kebutuhan kawin pada kondisi lingkungan baru. Selain itu kemungkinan hal ini disebabkan karena jangkrik dominan lebih memilih shelter dibandingkan betina.
4.7 Pengamatan Respon Positif dan Negatif Kecoa Terhadap Makanan dan Shelter Kompil angkatan bandingkan respon latensi di sheler ab latensi makanan basah analisis indpendent t test hasil seperti apa jelaskan bandingkan respon antara durasi di shelter dan durasi di makanan kering anlisis dengan independent t test hasil seperti apa jelaskan Berikut ini adalah hasil sonograf dari pengamatan
Gambar 4.5 Sonograf Jangkrik Koloni Lama
Gambar 4.6 Sonograf Jangkrik koloni baru
Gambar 4.7 Sonograf Jangkrik koloni lama dicampur koloni baru Hasil Pengamatan ternyata menunjukkan bahwa chirping lebih banyak terjadi pada koloni lama dengan amplitudo yang besar menunjukkan perilaku agonistik lebih daripada jangkrik koloni baru. Ketika dicampur ternyata chirping lebih tinggi amplitudonya meskipun frekuensi masih lebih rendah dari koloni lama. Hal ini menunjukkan pengaruh dari koloni lama yang meningkatkan perilaku agonistik. 4.8 Pengamatan Preferensi Kecoa pada Dua Jenis Makanan Kering Berbed
Bandingkan berat makanan sebelum pemberian da setelah pemberian jelaskan yang terjadi berdasarkan makanan yan diberikan
BAB V KESIMPULAN 1. Morfologi jantan dan betina dibedakan oleh keberadaan ovipositor dan perbedaan struktur sayap. 2. Perilaku jangkrik dominan adalah diantaranya freezing, sheltering dan exploring, 3. Jangkrik jantan tidak terlalu menunjukkan perilaku agresif, kebanyakan yang dilakukan adalah avoidance. 4. Perilaku kawin yang teramati hanyalah approaching. 5. Jangkrik jantan lebih memilih shelter dibanding betina. 6. Jangkrik dominan pada koloni akan menguasai shelter dan dihindari oleh jangkrik lain. 7. Jangkrik dengan dominansi telah terbentuk menunjukkan perilaku agonistik lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA Bell, William. 2007. Cockroaches. Baltimore : The John Hopkins University Press Bell WJ, Adiyodi KG. 1981. The American Cockroach. London : Chapman and Hall Copeland, Marion.2003.Cockroach. London: Reaktion Books LTD Delcomyn, F. .1980. “Neural Basis of Rhythmic Behavior in Animals”. Science, 210 : 492498. Faúndez, E. I. & M. A. Carvajal. 2011. “Blattella germanica (Linnaeus, 1767) (Insecta: Blattaria) en la Región de Magallanes”. Boletín de Biodiversidad de Chile, 5: 50-55. Pearson, K. G., and J. F. Iles. .1970. “Discharge Patterns of Coxal Levator and Depressor Motoneurones of the Cockroach, Periplaneta Americana. Journal of Experimental Biology, 52 : 139.
Jones, Susan C. 2008. “Agricultural and Natural Resources Fact Sheet : American Cockroach”. Ohio : Ohio State University. Jacobs,
Steve.
2013.
“American
Cockroaches”.
(online)
diakses
dari
http://ento.psu.edu/extension/factsheets/american-cockroaches Tanggal 28 Februari 2013
LAMPIRAN >Warning # 849 in column 23. Text: in_ID >The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter. It could >not be mapped to a valid backend locale. UNIANOVA Frekuensi BY JenisKelamin KategoriPerilaku /METHOD=SSTYPE(3) /INTERCEPT=INCLUDE /POSTHOC=JenisKelamin KategoriPerilaku(TUKEY) /PLOT=PROFILE(KategoriPerilaku*JenisKelamin) /CRITERIA=ALPHA(.05) /DESIGN=JenisKelamin KategoriPerilaku JenisKelamin*KategoriPerilaku.
Univariate Analysis of VariancE Notes
Output Created
21-Feb-2013 20:10:56
Comments Input
Active Dataset
DataSet0
Filter
Weight
Split File
N of Rows in Working Data
224
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the model.
Syntax
UNIANOVA Frekuensi BY JenisKelamin KategoriPerilaku /METHOD=SSTYPE(3) /INTERCEPT=INCLUDE /POSTHOC=JenisKelamin KategoriPerilaku(TUKEY)
/PLOT=PROFILE(KategoriPerilaku*Jeni sKelamin) /CRITERIA=ALPHA(.05) /DESIGN=JenisKelamin KategoriPerilaku JenisKelamin*KategoriPerilaku.
Resources
Processor Time
0:00:00.780
Elapsed Time
0:00:01.381
Warnings
Post hoc tests are not performed for JenisKelamin because there are fewer than three groups.
Between-Subjects Factors
N
JenisKelamin
KategoriPerilaku
1.00
112
2.00
112
1.00
28
2.00
28
3.00
28
4.00
28
5.00
28
6.00
28
7.00
28
8.00
28
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Frekuensi
Type III Sum of Source
Corrected Model Intercept JenisKelamin KategoriPerilaku JenisKelamin * KategoriPerilaku
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
15
355.652
6.042
.000
5139.862
1
5139.862
87.313
.000
250.754
1
250.754
4.260
.040
4705.960
7
672.280
11.420
.000
378.067
7
54.010
.917
.494
5334.781
Error
12244.357
208
Total
22719.000
224
Corrected Total
17579.138
223
58.867
a. R Squared = ,303 (Adjusted R Squared = ,253)
Post Hoc Tests
KategoriPerilakU
Multiple Comparisons Frekuensi Tukey HSD
(I)
(J)
95% Confidence Interval
Kategor Kategor iPerilak iPerilak Mean Difference u
u
1.00
2.00
-2.7143
2.05056
.889
-8.9932
3.5646
3.00
-10.5000
*
2.05056
.000
-16.7789
-4.2211
4.00
-2.5714
2.05056
.914
-8.8503
3.7075
5.00
-13.3571
*
2.05056
.000
-19.6361
-7.0782
6.00
-6.6071
*
2.05056
.031
-12.8861
-.3282
7.00
-1.1429
2.05056
.999
-7.4218
5.1361
8.00
-1.1429
2.05056
.999
-7.4218
5.1361
1.00
2.7143
2.05056
.889
-3.5646
8.9932
3.00
-7.7857
*
2.05056
.005
-14.0646
-1.5068
2.00
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
3.00
4.00
5.00
4.00
.1429
2.05056
1.000
-6.1361
6.4218
5.00
-10.6429
*
2.05056
.000
-16.9218
-4.3639
6.00
-3.8929
2.05056
.554
-10.1718
2.3861
7.00
1.5714
2.05056
.995
-4.7075
7.8503
8.00
1.5714
2.05056
.995
-4.7075
7.8503
1.00
10.5000
*
2.05056
.000
4.2211
16.7789
2.00
7.7857
*
2.05056
.005
1.5068
14.0646
4.00
7.9286
*
2.05056
.004
1.6497
14.2075
5.00
-2.8571
2.05056
.859
-9.1361
3.4218
6.00
3.8929
2.05056
.554
-2.3861
10.1718
7.00
9.3571
*
2.05056
.000
3.0782
15.6361
8.00
9.3571
*
2.05056
.000
3.0782
15.6361
1.00
2.5714
2.05056
.914
-3.7075
8.8503
2.00
-.1429
2.05056
1.000
-6.4218
6.1361
3.00
-7.9286
*
2.05056
.004
-14.2075
-1.6497
5.00
-10.7857
*
2.05056
.000
-17.0646
-4.5068
6.00
-4.0357
2.05056
.506
-10.3146
2.2432
7.00
1.4286
2.05056
.997
-4.8503
7.7075
8.00
1.4286
2.05056
.997
-4.8503
7.7075
1.00
13.3571
*
2.05056
.000
7.0782
19.6361
2.00
10.6429
*
2.05056
.000
4.3639
16.9218
3.00
2.8571
2.05056
.859
-3.4218
9.1361
4.00
10.7857
*
2.05056
.000
4.5068
17.0646
6.00
7.00
8.00
6.00
6.7500
*
2.05056
.025
.4711
13.0289
7.00
12.2143
*
2.05056
.000
5.9354
18.4932
8.00
12.2143
*
2.05056
.000
5.9354
18.4932
1.00
6.6071
*
2.05056
.031
.3282
12.8861
2.00
3.8929
2.05056
.554
-2.3861
10.1718
3.00
-3.8929
2.05056
.554
-10.1718
2.3861
4.00
4.0357
2.05056
.506
-2.2432
10.3146
5.00
-6.7500
*
2.05056
.025
-13.0289
-.4711
7.00
5.4643
2.05056
.140
-.8146
11.7432
8.00
5.4643
2.05056
.140
-.8146
11.7432
1.00
1.1429
2.05056
.999
-5.1361
7.4218
2.00
-1.5714
2.05056
.995
-7.8503
4.7075
3.00
-9.3571
*
2.05056
.000
-15.6361
-3.0782
4.00
-1.4286
2.05056
.997
-7.7075
4.8503
5.00
-12.2143
*
2.05056
.000
-18.4932
-5.9354
6.00
-5.4643
2.05056
.140
-11.7432
.8146
8.00
.0000
2.05056
1.000
-6.2789
6.2789
1.00
1.1429
2.05056
.999
-5.1361
7.4218
2.00
-1.5714
2.05056
.995
-7.8503
4.7075
3.00
-9.3571
*
2.05056
.000
-15.6361
-3.0782
4.00
-1.4286
2.05056
.997
-7.7075
4.8503
5.00
-12.2143
*
2.05056
.000
-18.4932
-5.9354
6.00
-5.4643
2.05056
.140
-11.7432
.8146
7.00
.0000
2.05056
1.000
-6.2789
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 58,867. *. The mean difference is significant at the ,05 level.
Homogeneous Subset
Frekuensi Tukey HSD
a,,b
Kategor
Subset
iPerilak u
N
1
2
3
1.00
28
.0357
8.00
28
1.1786
1.1786
7.00
28
1.1786
1.1786
4.00
28
2.6071
2.6071
2.00
28
2.7500
2.7500
6.00
28
3.00
28
5.00
28
Sig.
6.6429
4
6.6429 10.5357
10.5357 13.3929
.889
.140
.554
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 58,867. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 28,000.
.859
6.2789
Frekuensi Tukey HSD
a,,b
Kategor
Subset
iPerilak u
N
1
2
3
1.00
28
.0357
8.00
28
1.1786
1.1786
7.00
28
1.1786
1.1786
4.00
28
2.6071
2.6071
2.00
28
2.7500
2.7500
6.00
28
3.00
28
5.00
28
Sig.
6.6429
4
6.6429 10.5357
13.3929 .889
.140
.554
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 58,867. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 28,000. b. Alpha = ,05.
Profile Plots
10.5357
.859