Laporan Praktikum Dormansi Benih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BENIH “UJI DORMANSI” Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Teknologi Benih



Disusun oleh: Nama



: Asti Fauziah



NIM



: 4442190099



Kelas



: III D



JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta



hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum



teknologi benih yang berjudul “Uji Dormansi” dengan baik meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Prof. Dr. Kartina, AM., Ir., MP., Dr. Ratna Fitry Yenny, SP., MP., Dr. Zahratul Millah, SP., M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi Benih, dan teh Putri Intan Pratiwi selaku Asisten Laboratorium mata kuliah teknologi benih. Penulis sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dormansi pada benih. Penulis



juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat



kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah penulis buat untuk masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran dan kritik yang membangun bagi penulis.



Pandeglang, November 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Tujuan ........................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2 2.1. Dormansi pada Benih .................................................................... 2 2.2. Tipe-tipe Dormansi ........................................................................ 2 2.3. Pematahan Dormansi ..................................................................... 4 BAB III METODE PRAKTIKUM ............................................................ 7 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................ 7 3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 7 3.3. Cara Kerja ..................................................................................... 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 8 4.1. Hasil .............................................................................................. 8 4.2. Pembahasan................................................................................... 9 BAB V PENUTUP ...................................................................................... 11 5.1. Simpulan ....................................................................................... 11 5.2. Saran ............................................................................................. 11 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12 LAMPIRAN



ii



DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Uji Dormansi Benih Sawo ...................................................... 8



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Tumbuhan umumnya



memberikan respon terhadap



berbagai



isyarat



lingkungan seperti misalnya suhu, cahaya, dan berbagai zat lainnya. Dormansi merupakan suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal (Harahap, 2012). Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah. Walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum yang dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Benih sawo mengalami dormansi karena kulitnya keras dan kedap terhadap air. Karena kedap terhadap air maka embrio benih sulit mendapatkan air dari lingkungannya. Akibatnya perkecambahannya terhambat. Benih dorman dapat dipatahkan dormansinya dengan cara fisik dan mekanik (skarifikasi). Oleh karena itu dilaksankan praktikum dormansi benih agar praktikkan mengetahui bagaimana metode pemecahan dormansi pada benih yang memiliki kulit keras.



1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum uji dormansi ini adalah: 1. Mahasiswa mampu mengetahui metode pemecahan dormansi pada benih. 2. Mahasiswa mampu mengetahui cara penyimpanan dan pengeringan pada benih.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Dormansi pada Benih Pada saat masak fisiologis, tidak semua benih siap untuk berkecambah. Benih membutuhkan waktu tertentu agar dapat berkecambah secara alami setelah dipanen, atau seringkali membutuhkan perlakuan tertentu agar dapat berkecambah (Farhana, 2012). Dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup (Sadjad, 1993). Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengatasi hambatan (Suyitno, 2007). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Salisbury, 1985).



2.2 Tipe-tipe Dormansi Berdasarkan hubungannya dengan sifat fisiologis, dormansi benih dapat diklasifikasikan ke dalam 6 tipe. Pada beberapa jenis sering kali mempunyai dormansi ganda sehingga memerlukan perlakuan yang dikombinasikan untuk memecahkan dormansi benih-benih tersebut (Schmidt , 2000).



2







Dormansi embrio, benih secara fisiologis belum masak atau embrio dorman.







Dormansi mekanis, pertumbuhan embrio secara fisik dihambat karena kulit benih.







Dormansi fisik, penyerapan air dihambat karena kulit benih yang kedap air.







Dormansi



kimia,



benih



mengandung



zat-zat



kimia



penghambat



perkecambahan. 



Dormansi cahaya, benih tidak dapat berkecambah kecuali jika berada dalam kondisi cahaya.







Dormansi suhu, perkecambahan yang rendah tanpa suhu yang tepat.



Dormansi juga dapat dikelompokkan dalam 5 kelas yaitu: 1. Dormansi fisiologi Dormansi embrio sama dengan dormansi fisiologi seperti yang terjadi pada benih pinus, kemenyan, dan kepuh Benih tersebut mempunyai sifat after ripening (pemasakan lanjutan) sehingga perlu pemeraman selama beberapa hari atau minggu seperti pada benih kemenyan yang mengalami peningkatan perkecambahan selama penyimpanan 4-6 minggu. Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah : a. Immaturity embryo Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada temperatur dan kelembapan tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah (Hartati, 1996). b. After ripening Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari



3



sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya (Hartati, 1996). 2. Dormansi morfologi Disebabkan oleh kondisi embrio yang kecil dan tidak berkembang normal sebelum radikel muncul. Umumnya, embrio benih masak secara fisiologis mulai tumbuh dalam periode beberapa hari hingga 1-2 minggu, dan benih berkecambah setelah 1 hingga 4 minggu setelah tabor (Suita, 2008). 3. Dormansi morfofisiologis Mempunyai embrio yang tidak berkembang normal yang secara fisiologis mengalami dormansi. Perkecambahan tidak terjadi hingga dormansi fisilogis hilang dan embrio berkembang normal (Suita, 2008). 4. Dormansi fisik Penyerapan air dihambat karena kulit benih yang kedap air. Dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau penutup buah yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas. Fenomena ini sering disebut sebagai benih keras (Schmidth, 2002). 5. Dormansi kombinasi Merupakan gabungan dormansi fisik (kulit benih yang kedap air) dan fisiologis (embrio yang belum berkembang sempurna) (Yuniarti , 2002).



2.3 Pematahan Dormansi Pematahan dormansi bertujuan untuk menurunkan tingkat dormansi dan meningkatkan persentase perkecambahan. Pematahan dormansi ditujukan pada kulit



benih, embrio



maupun endosperm benih dengan maksud untuk



menghilangkan faktor penghambat perkecambahan dan mengaktifkan kembali selsel benih yang dorman (Yuniarti, 2015). Oleh karna itu diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dapat dipersingkat beberapa cara yang telah diketahui adalah, (Sutopo, 2004) : 1. Perlakuan mekanis Perlakuan mekanis umum digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air



4



atau gas, resisten mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji. a. Skarifikasi



Mencakup cara seperti mengikir atau mengosok kulit biji dngan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk beni-benih sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehinga lebih permeabel terhadap air atau gas. b. Tekanan



Benih-benih darisweet clover (Melilotus alba) dan alfalfa (Medicago sativa) setelah diberi perlakuan yang diberi tekanan hidrolik 2000 atm pada 18°C selama 5-20 menit ternyata perkecambahanya meningkat sebesar 50-200%. Efek tekanan terlihat setelah benih-benih tersebut dikeringkan



dan



disimpan,



tidak



diragukan



lagi



perbaikan



perkecamabahan terjadi disebabkan oleh perubahan permaebilitas kulit biji terhadap air. 2. Perlakuan kimia Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuanya adalah untuk menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji lebih lunak sehinga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah: potassium hydroxide, asam hidrocklorit, potassium nitrat, dan thiourea. Disamping itu dapat pula digunakan hormontumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah: cytokinin, gibberellin dan auxin contoh:indole Acetic Acid. 3. Perlakuan dengan perendaman air Beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan peredaman didalam air panas agar bertujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Prosedur yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut: air 15 dipanaskan sampai 180-200°F, benih dimaksudkan kedalam air panas



5



tersebut dan biarkan sampai menjadi dingin, selama beberapa waktu. Misal: untuk benih apel direndam selama 2 hari, air mendidih kadang juga diganakan (212°F). Caranya: benih diletakan dalam kantong kain dan kemudian dimasukan kedalam air yang sedang mendidih, biarkan selama lebih kurang 2 menit setelah itu diangkat keluar, untuk dikecambahkan. 4. Perlakuan pemberian temperature tertentu a. Stratifikasi Banyak benih yang perlu diberi temperatur tertentu sebelum dapat diletakan yang cocok untuk perkecambahannya. Cara yang sering dipakai dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab disebut Stratifikasi.Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang perangsang pertumbuhan. Benih benih yang memerlukan stratifikasi selama waktu tertentu sebelum tanam yaitu: apel, angur, pear, pinus, rosa, stroberry,chery dan lain-lain. b. Perlakuan pada temperature rendah dan tinggi Keadaan dormansi pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian efek dari temperatur rendah dan agak tinggi. Tetapi temperatur extreme pada perlakuan ini tidak boleh lebih dari 0 atau 20°C, pada umumnya berada diatas dari titik beku. Benih dari jenisjenis jahe liar (Asarum canadense), Lilium spp., Viburnum spp. Pada temperatur tinggi hanya redikalnya saja yang tumbuh. Sehinga harus diikuti perlakuan temperatur rendah untuk proses after repening dari epikotil yang akan menyebabkan tumbuhnya tunas pucuk. Disini diperlukan temperatur rendah untuk proses after repening dari epikotil yang akan menyebabkan tumbuhnya tunas pucuk. Diperlukan waktu selama 2-6 bulan (pada beberapa jenis Viburnum spp, sampai 17 bulan) pada temperatur tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan akar sebelum diberikan periode chiling selama 1-4 bulan.



6



BAB III METODE PRAKTIKUM



3.1 Waktu dan Tempat Praktikum uji dormansi benih dilaksanakan pada hari Kamis, 26 November pada pukul 13.00-14.40 WIB. Praktikum dilaksanakan secara mandiri di kediaman masing-masing yaitu bertempat di Kp. Cikadueun Kab. PandeglangBanten.



3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah amplas, gelas 4 buah, dan alat tulis. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum uji dormansi biji sawo adalah kapas, biji sawo, air dingin, air panas, dan air biasa.



3.3 Cara Kerja Adapun cara kerja dalam praktikum ini adalah: 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Diamplas semua benih keras. 3. Direndam masing-masing biji berdasarkan perlakuan: a. Direndam di air biasa (2 jam) b. Direndam di air dingin (2 jam) c. Direndam di air panas (2 jam) d. Direndam di air biasa (7 hari) 4. Dipindahkan masing-masing biji perlakuan ke dalam gelas berisi kapas biasa (untuk perlakuan A, B, dan C). 5. Diberi label masing-masing gelas sesuai dengan perlakuan yang diberikan. 6. Diamati dan dijaga kelembaban masing-masing perlakuan. 7. Didokumentasikan.



7



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Tabel 1. Hasil Uji Dormansi Benih Sawo Perlakuan



Biji Tumbuh/ Utuh



Biji Tidak Tumbuh/Rusak 



Direndam air biasa (7 hari) 



Air panas+kapas 



Air dingin+kapas 



Air biasa+kapas



8



4.2 Pembahasan Pada praktikum uji dormansi, praktikkan menggunakan biji sawo. Untuk menguji benih tersebut dorman atau tidak, maka dilakkan uji pematahan dormansi. Pengujian dormansi sendiri berguna untuk mengetahui pematahan dormansi dari suatu benih. Menurut Tamin (2007), Dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan untuk



benih tersebut. Dilakukan 4 perlakuan



yaitu direndam di air biasa selama 7 hari tanpa menggunakan kapas, direndam di air panas selama 2 jam setelah itu diletakkan di atas kapas, direndam di air dingin selama 2 jam kemudian diletakkan di atas kapas, dan yang terakhir direndam di air biasa lalu diletakkan di atas kapas. Sebelum dilakukan keempat perlakuan tersebut, biji sawo dikikir terlebih dahulu untuk membuka kulitnya yang keras agar air dan gas mudah masuk. Pengikiran tersebut atau skarifikasi merupakan salah satu cara untuk mematahkan dormansi. Menurut Sutopo (2004) skarifikasi bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehinga lebih permeabel terhadap air atau gas. Pada tabel hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa dari keempat perlakuan yang telah diberikan, tidak ada biji sawo yang berkecambah. Pada biji sawo yang diberikan perlakuan di rendam di air biasa (2 jam)+kapas, biji sawo mengalami pembusukan disertai dengan tumbuh jamur. Biji sawo yang direndam di dalam air mengalami sedikit pembusukan pada bijinya dan juga mengeluarkan bau yang tidak sedap. Pada biji sawo yang diberikan perlakuan direndam di dalam air dingin (2 jam) terdapat jamur. Dan pada perlakuan direndam air panas (2 jam) juga mengalami pembusukan dan terdapat jamur disekitar biji yang telah dikikir. Ada



beberapa



faktor



yang



mempengaruhi



benih



pada



proses



perkecambahan yaitu suhu, intensitas cahaya, dan tempat penyimpanan. Tidak berkecambahnya biji sawo padahal sudah dilakukan pematahan dormansi secara mekanik (dikikir) dan secara fisik yaitu dengan merendam di air panas dikarenakan terlalu banyak air yang diberikan pada perlakuan direndam di air selama 7 hari, karena seharusnya airnya sedikit saja. Terlalu banyaknya air menyebabkan biji sawo menjadi busuk. Dapat dikatakan bahwa pematahan dormansi dalam praktikum kali ini dianggap tidak berhasil karena faktor



9



lingkungan dan kesalahan dari praktikkan. Untuk pematahan dormansi yang berhasil, biji akan berkecambah karena dormansinya hilang. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi menurut Pramono (2002) hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya, anatara lain yaitu: karena temperature yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperature yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, dan adanya kegiatan dari mikroorganisme.



10



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dapat diambil kesimpulan bahwa dormansi merupakan sifat pada benih yaitu sifat tidak mau berkecambah atau dapat dikatakan benih dalam masa istirahat. Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa cara seperti perlakuan fisik dan mekanik (skarifikasi). Pada praktikum uji dormansi pada biji sawo, didapatkan hasil bahwa tidak ada biji sawo yang berkecambah yang menandakan pematahan dormansi yang dilakukan oleh praktikkan telah gagal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak hilangnya dormansi pada biji sawo yaitu karena faktor lingkungan, faktor dari biji itu semdiri, dan kesalahan dari praktikkan.



5.2 Saran Pada praktikum uji dormansi, disarankan untuk memahami apa yang telah asisten laboratorium agar tidak terjadi kesalahan. Dan lebih teliti ketika melaksanakan praktikum.



11



DAFTAR PUSTAKA



Farhana, B. 2013. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit dengan Perendaman dalam Air Panas dan Variasi Konsentrasi Ethephon. Jurnal Agrohorti. Vol 1 (1):72-78. Harahap. 2012. Fisiologi Tumbuhan. Suatu Pengantar: Digilib UNIMED. Hartati, S.A. 1996. Pengaruh Metode Precuring dan Tingkat emasakan Kerucut terhadap Kualitas Benih Pinus merkusii Jungh et de Vriese. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: Bogor. Pramono, Eko. 2002. Penuntun Praktikum Dasar-dasar Teknologi Benih. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung: Bandar Lampung. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo: Jakarta. Salisbury, Frank B, Cleon Wross. 1985. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Jakarta : Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan Schmidt, L. 2002. PedomanPenangananBenihTanamanHutanTropisdan Sub Tropis.Terjemahan.KerjasamaDirektoratJenderalRehabiltasiLahandanPerh utananSosialdengan Indonesia Forest Seed Project. Jakarta. Suita, E. 2008. Pengaruh Ruang, Media, dan Periode Simpan terhadap Perkecambahan Benih Kemenyan (Styrax benzoin Dryand). Jurnal Hutan Tanaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Vol. 5 (1). Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Rajawali Press: Jakarta. Suyitno, Al. MS. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. UNY Yogyakarta. Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectonagrandis Linn. F.). JurnalAgronomi. Vol. 1 (2): 7-14. Yuniarti, N. 2002. Penentuan Cara Perlakuan Pendahuluan Benih Saga Pohon (Adenanthera sp.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 8 (2).



12



Yuniarti, Naning. 2015. Teknik Pematahan Dormansi untuk Mempercepat Perkecambahan Benih Kourbaril. Prosemnas Masy Biodiv Indon. Vol 1 (6).



13



LAMPIRAN



Amplas



Gelas



Kapas



Wadah bji sawo



kegiatan praktikum



biji sawo (air biasa 7 hari)



Biji sawo (air dingin)



biji sawo (air biasa)



biji sawo (air panas)