Laporan Praktikum Dormansi Biji [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Rana
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN “Pemecahan Dormansi Biji Saga (Adenanthera pavonina)”



Oleh : Rana Kamila Salsabila NIM 18030244027 Biologi 2018 D



UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI 2019



A. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada praktikum dengan topik “Pengaruh Hormon terhadap Pemanjangan Jaringan” adalah Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap dormansi biji saga (Adenanthera pavonina) ? B. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari percobaan yang telah dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina). C. Hipotesis Dari permasalahan diatas, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Hipotesis nol (𝐻0 ) : Tidak ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina) 2. Hipotesis kerja (𝐻1 ) : Ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina) D. Kajian Pustaka 1. Saga Pohon Saga pohon (Adenanthera pavonina) merupakan tanaman dari suku polongpolongan yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya kecil berwarna merah dan memiliki daun menyirip ganda seperti tanaman anggota suku polong-polongan lainnya. Menurut Gembong Tjitrosoepomo (1959) klasifikasi saga pohon (Adenanthera pavonina) yaitu : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Familia : Papilionaceae Genus : Adenanthera Spesies : Adenanthera pavonina Saga merupakan pohon yang memiliki biji kecil berwarna merah dengan batang pohon yang tinggi, dan daun yang lebih kecil. Pohon Saga memiliki banyak fungsi, kayunya digunakan untuk bahan kayu bakar, daunnya digunakan sebagai bahan pupuk dan bijinya dapat dibuat menjadi bahan kerajinan tangan. Pohon Saga dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, yakni pada ketinggian 1 - 600 m di atas permukaan laut. Buah saga pohon berupa buah polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15 sampai 20 cm , polong yang tua berwarna coklat kehitaman dan akan kering kemudian pecah dengan sendirinya. Setiap polong saga pohon berisi 10 – 12 butir biji dengan biji yang mempunyai garis tengah 5 – 6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap. Secara umum, karakteristik polong dan biji saga pohon (Adenanthera pavonina) seperti diungkapkan O.N Allen (2010) adalah buah saga pohon



berbentuk polong memanjang dan membengkok dengan panjang antara 15-22 cm, berwarna coklat gelap, dan berisi 8-12 biji. Biji berkulit keras dengan diameter 7,5 sampai 9 mm, berbentuk seperti lensa, berwarna merah, dan melekat pada polong. Struktur biji saga pohon seperti pada Gambar 1.



Gambar 1. Biji Saga Pohon 2. Dormansi Biji Suatu benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya viable (hidup), tetapi tidak mau berkecambah walaupun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya. Periode dormansi ini dapat berlangsung musiman atau dapat juga selama beberapa tahun, tergantung pada jenis benih dan tipe dormansinya. Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain yaitu impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas ataupun karena resistensi kulit biji terhadap pengaruh mekanis, embrio yang rudimenter, dormansi skunder dan bahan-bahan penghambat perkecambahan. Tetapi dengan perlakuan khusus, maka benih yang dorman dapat dirangsang untuk berkecambah. Misal: perlakuan stratifikasi, direndam dalam larutan asam sulfat dan lainlain (Sutopo, 2004). Dormansi benih adalah ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada lingkungan yang optimum. Dormansi dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali (Kamil, 1979). Tipe dormansi pada biji ada dua jenis yaitu dormansi fisik dan dormansi fisiologis. Dormansi fisik merupakan suatu keadaan tidak adanya aktivitas pertumbuhan untuk sementara waktu yang diakibatkan oleh kondisi fisik dari bagian suatu tumbuhan yang realtif mudah diamati secara langsung, misalnya kulit biji. Dormansi fisik meliputi hambatan oleh kulit biji (impermeabilitas kulit biji) terhadap air, resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, dan permebailitas kulit biji yang rendah terhadap gas. Sedangkan, dormansi fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme fisiologis, seperti zat pengatur tumbuh baik yang bersifat penghambat maupun perangsang tumbuh atau disebabkan antara lain oleh faktor-faktor internal biji seperti ketidakmasakan embrio dan jangka waktu tertentu untuk berekcambah atau after rippening. Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Masa dormansi tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun kimiawi. Studi beberapa perlakuan pematahan dormansi belum memberikan



hasil yang memuaskan khususnya pada benih tanaman perkebunan (Kamil, 1979). 3. Perlakuan Pematahan Dormansi Biji Ada dua jenis perlakuan terhadap pematahan dormansi yaitu perlakuan skarifikasi mekanik dan perlakuan skarifikasi kimiawi. Perlakuan skarifikasi mekanik atau disebut juga perlakuan pendahuluan adalah istilah yang digunakan untuk proses mematahkan dormansi benih. Perlakuan pendahuluan diberikan pada benih-benih yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk dikecambahkan (Widhityarini, 2011). Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik. Skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada benih keras karena meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan oksigen (Kartasapoetra, 1986). Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrio (perlukaan selebar 5 mm). Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi mekanik mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk imbibisi berkurang, sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah (Widyawati, 2009). Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan tepat pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada bagian punggung sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di bagian tengah benih. Perlakuan kimiawi dilakukan dengan tujuan menjadikan kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Perendaman pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah (Kartasapoetra, 1986).



E. Variabel Penelitian 1. Variabel manipulasi 2. Variabel kontrol



3. Variabel respon



: Jenis perlakuan : Jenis dan jumlah biji yang digunakan, media pertumbuhan biji, tempat peletekan media tumbuh, dan waktu pengamatan : Pemecahan dormansi biji



F. Definisi Operasional Variabel Variabel manipulasi pada percobaan ini yaitu jenis perlakuan pada biji saga (Adenanthera pavonina) yaitu biji diamplas, direndam dalam larutan asam sulfat (H2SO4) pekat, dan dicuci dengan air mengalir. Variabel kontrol yang digunakan dalam percobaan ini adalah jenis biji yang digunakan yaitu biji saga (Adenanthera pavonina) dengan jumlah biji masing-masing 10 di tiap perlakuan, media pertumbuhan biji yaitu tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1, tempat peletakan media tumbuh di tempat dengan kondisi yang sama, dan waktu pengamatan selama 14 hari. Variabel respon yang diamati pada percobaan ini adalah pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina) sehingga mengalami pertumbuhan. G. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan, yaitu :  Polybag  Gelas kimia  Kertas amplas 2. Bahan yang digunakan, yaitu :  Biji saga (Adenanthera pavonina)  Larutan asam sulfat pekat  Air  Tanah  Pasir



3 buah 1 buah secukupnya 30 buah secukupnya secukupnya secukupnya secukupnya



H. Rancangan Percobaan @10 biji diamplas



@10 biji direndam H2SO4



@10 biji dicuci H2O



- Diamplas



- Direndam 5 menit



- Dicuci dengan air



- Dicuci dengan air



- Dicuci dengan air



- Ditanam dalam



- Ditanam dalam



- Ditanam dalam



Polybag - Diamati perkecambahannya selama 14 hari Hasil I.



J.



Polybag - Diamati perkecambahannya



polybag - Diamati perkecambahan selama 14 hari



selama 14 hari Hasil



Hasil



Langkah Kerja 1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Sediakan 30 biji saga (Adenanthera pavonina) dan bagi menjadi 3 kelompok:  10 biji rendam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian cuci dengan air.  10 biji yang lain hilangkan bagian yang tidak ada lembaganya dengan menggunakan kertas amplas dan kemudian cuci dengan air.  Ambil 10 biji yang lain kemudian cuci dengan air. 3. Tanam biji saga (Adenanthera pavonina) pada polybag yang bermedia tanam tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1. Usahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama untuk ketiga polybag. 4. Amati perkecambahan untuk ketiga polybag tersebut setiap hari selama 14 hari. Bila tanahnya kering lakukan penyiraman. 5. Buatlah tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan saudara. Rancangan Tabel Pengamatan Tabel 1. Rancangan Tabel Pengaruh Berbagai Macam Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Saga (Adenanthera pavonina) Jumlah Biji Saga yang Berkecambah pada Tiap Perlakuan Hari KeDirendam H2SO4 Diamplas Dicuci dengan air 1 2 3 4



Hari Ke5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jumlah



Jumlah Biji Saga yang Berkecambah pada Tiap Perlakuan Direndam H2SO4 Diamplas Dicuci dengan air



K. Rencana Analisis Data Diskusi : L. Hasil Analisis Data Tabel Tabel 2. Pengaruh Berbagai Macam Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Saga (Adenanthera pavonina) Jumlah Biji Saga yang Berkecambah pada Tiap Perlakuan Hari KeDirendam H2SO4 Diamplas Dicuci dengan air 1 2 3 4 5 4 3 6 2 7 1 1 1 8 1 1 9 2 1 10 11 1 12 13 1 14 Jumlah 9 8 2



Jumlah Biji Berkecambah



Grafik



Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Saga (Adenanthera pavonina) 10



9



8



8 6 4



2



2 0 Direndam H2SO4



Diamplas Jenis Perlakuan



Dicuci dengan air



Gambar 2. Diagram Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Saga (Adenanthera pavonina) Analisis Berdasarkan hasil percobaan, tabel, dan diagram di atas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh berbgai macam perlakuan terhadap oemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina). Percobaan dilakukan dengan menggunakan 3 jenis perlakuan yaitu biji direndam H2SO4, diamplas, dan dicuci dengan air. Pada perlakuan biji yang direndam dengan larutan H2SO4 pekat, biji yang pertama kali berkecambah di hari ke-5 sebanyak 1 buah, hari ke-6 sebanyak 2 buah, hari ke-7 sebanyak 1 buah, hari ke-8 sebanyak 1 buah, dan hari ke-13 sebanyak 1 buah sehingga jumlah total biji yang berkecambah sebanyak 9 buah. Pada perlakuan biji yang diamplas, biji yang pertama kali berkecambah di hari ke-5 sebanyak 3 buah, hari ke-7 sebanyak 1 buah, hari ke-8 sebanyak 1 buah, hari ke-9 sebanyak 2 buah, dan hari ke-11 sebanyak 1 buah sehingga jumlah total biji yang berkecambah sebanyak 8 buah. Sedangkan, pada perlakuan biji yang dicuci dengan air mengalir, biji yang pertama kali tumbuh di hari ke-7 sebanyak 1 buah dan hari ke-9 sebanyak 1 buah sehingga jumlah total biji yang berkecambah hanya sebanyak 2 buah. Berdasarkan diagram dapat diketahui juga bahwa pada perlakuan biji yang direndam H2SO4 menghasilkan jumlah biji yang berkecambah paling banyak dibandingkan dengan perlakuan biji yang diamplas maupun dicuci dengan air.



Pembahasan Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh dari ketiga perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina). Pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina) lebih cepat dialami oleh biji yang mengalami perlakuan direndam larutan asam sulfat (H2SO4) pekat. Selanjutnya pemecahan dormansi pada biji dengan perlakuan diamplas dan terakhir adalah pada perlakuan biji yang hanya dicuci dengan air. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pemecahan dormansi dan penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk memenuhi proses perkecambahan. Benih yang mempunyai kulit biji impermeabel dapat dirangsang dengan mengubah kulit biji untuk permeabel terhadap gas-gas dan air (Haryuni, 2007). Praktikum diawali dengan memilih biji yang akan digunakan yaitu biji saga (Adenanthera pavonina) karena biji saga memiliki kulit biji yang keras bersifat impermeabel yaitu ketidakmampuan kulit biji untuk dilewati oleh air akibat struktur yang keras dan kedap air sehingga sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan dalam percobaan ini. Selanjutnya, biji diberi tiga jenis perlakuan. Pemberian ketiga perlakuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi perlakuan mekanik (diamplas), kimiawi (direndam larutan asam sulfat), dan hanya perendaman dalam air. Masing-masing perlakuan mempunyai fungsi yang berbeda. Perlakuan mekanik dilakukan dengan menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan cara digosok menggunakan amplas lalu dibilas dengan air. Tujuan dari pengamplasan biji saga adalah untuk mempertipis kulit biji agar air dan oksigen bisa masuk ke dalamnya sehingga memungkinkan untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifiksi mekanik mengakibatkan hambatan mekanik kulit biji untuk imbibisi berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat dan benih lebih cepat berkecambah (Widyawati, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang menghasilkan jumlah biji berkecambah paling banyak yaitu 9 biji. Perlakuan kimiawi dilakukan dengan merendam biji dalam larutan asam sulfat pekat (H2SO4) selama 5 menit. Pada saat perendaman larutan yang awalnya berwarna bening lama-kelamaan menjadi keruh. Hal ini dikarenakan larutan asam sulfat pekat dapat mengikis kulit biji yang keras menjadi lunak sehingga dapat dengan mudah dilalui oleh air pada saat imbibisi. Setelah dilakukan perendaman, biji dibilas dengan air agar dapat menghilangkan larutan asam sulfat yang menempel pada biji sehingga tidak merusak biji pada saat perkecambahan karena biji terlalu lunak (Kartasapoetra, 1986). Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang menghasilkan jumlah biji berkecambah sebanyak 8 biji.



Pada biji tanpa perlakuan atau kontrol, biji haya dicuci dengan air mengalir menghasilkan biji yang berkecambah sebanyak 2 buah saja. Hal ini dikarenakan lambatnya perkecambahan biji karena kult bijinya keras. Lapisan kulit biji yang keras menghambat penyerapan air dan gas kedalam biji sehingga proses perkecambahan tidak terjadi. selain itu, kulit benih juga sebagai penghalang munculnya kecambah pada proses perkecambahan. Menurut Sutopo (2002), penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan dalam jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung pada jenis benihnya dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. M. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji saga (Adenanthera pavonina). Perlakuan biji yang direndam larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menghasilkan jumlah biji yang berkecambah paling banyak yaitu sebanyak 9 biji. Perlakuan biji yang diamplas menghasilkan biji yang berkecambah sebanyak 8 biji, dan biji tanpa perlakuan yang hanya dicuci dengan air menghasilkan biji yang berkecambah sebanyak 2 biji. N. Daftar Pustaka Allen, 2010. Drought-induced tree mortality: global interview of patterns and emerging climate change risks for forests, JA Parrota dan MA Carr. Eds. The International Forestry Review,XXIII IUFRO World Congress, Forest for the future: sustaining society and the environment, 23-28 Agustus 2010, Seoul, Republic of Korea. Haryuni dan Harjanto. 2007. Pengaruh Skarifikasi Sistem Oven terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Benih Tanaman Jati (tectona grandis L.F). ISSN: 0854-2813 VOL.7 NO.1 JANUARI 2007. Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih. Padang: Angkasa Raya. Kartasapoetra, A.G. 1986. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: Bina Aksara. Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2018. Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA Unesa. Rofik, A. dan E. Murniati. 2008. Pengaruh Perlakuan Deoperkulasi dan Media Perkecambahan untuk Mneingkatkan Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr). Buletin Agronomi. 36(1), 33–40.



Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tjitrosoepomo, Gembong. 1959. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta : UGM Press. Widhityarini, D., dkk. 2011. Pematahan Dormansi Benih Tanjung Dengan Skarifikasi Dan Perendaman Kalium Nitrat. Jurnal Agronomi Indonesia 37 (2) : 152 – 158. Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soemardi. 2009. Permeabilitas dan perkecambahan benih aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). Jurnal Agronomi Indonesia. 37 (2) : 152-158.



LAMPIRAN



Gambar 3. Biji yang diberi perlakuan dicuci dengan air pada hari ketiga



Gambar 4. Biji yang diberi perlakuan diamplas pada hari ketiga



Gambar 5. Biji yang diberi perlakuan direndam dalam larutan asam sulfat pekat pada hari ketiga



Gambar 6. Biji yang diberi perlakuan dicuci dengan air pada hari kelima



Gambar 7. Biji yang diberi perlakuan diamplas pada hari kelima



Gambar 8. Biji yang diberi perlakuan direndam dalam larutan asam sulfat pekat pada hari kelima



Gambar 9. Biji yang diberi perlakuan dicuci dengan air pada hari ketiga belas



Gambar 10. Biji yang diberi perlakuan diamplas pada hari ketiga belas



Gambar 11. Biji yang diberi perlakuan direndam larutan asam sulfat pekat pada hari ketiga belas



Gambar 12. Biji yang diberi perlakuan dicuci dengan air pada hari keempat belas



Gambar 13. Biji yang diberi perlakuan diamplas pada hari keempat belas



Gambar 14. Biji yang diberi perlakuan direndam larutan asam sulfat pekat pada hari keempat belas