Laporan Praktikum Farfis 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ranti
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I



Nama.



: RANTI JULIATI



NIM.



: 1901104



KELAS.



: S1 -2C



Hari / Jam Praktikum: SELASA ( 11.00 – 13:00 )



Dosen Pembimbing : Wildan Khairi Muhtadi ,M.pharm.,Sci.,Apt



Asisten dosen.



:Dhea Ananda Nabila Nada Islami Sulastari Cahyani



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU 2020



PERCOBAAN I KELARUTAN ZAT PADAT



I . Tujuan praktikum 1. Menentukan kelarutan zat padat secara kuantitatif 2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan zat 3. Menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dalam air untuk pembuatan zat cair.



II . Tinjauan Pustaka Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Selain itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994). Kelarutan suatu senyawa didefinisikan sebagai jumlah terbanyak (yang dinyatakan baik dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam kesetimbangan dalam volume pelarut tertentu pada suhu tertentu. Meskipun pelarut-pelarut selain air digunakan dalam banyak aplikasi, larutan dalam air adalah yang paling penting dan banyak digunakan (Oxtoby, 2001). Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven, pada suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989).     Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi  zat   terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (Tungandi,2009). Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan



kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi, 2009). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah : Ø  pH Ø  temperatur Ø  jenis pelarut Ø  bentuk dan ukuran partilel zat    konstanta dielektrik pelarut Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (Tungandi, 2009). Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun(Tungandi, 2009). Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan)(Tungandi, 2009). Larutan adalah sebagai bagian dari sediaan-sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan kedaamolongan produk lainnya (Ansel, 2004). Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut) (Sinko, 2005). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat trlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperature tertentu (Martin, 1990). Larutan lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu dan terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (SInco, 2005). Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperature konstan sampai tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis (Alfred, 1990).



Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu, luas permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme (Ditjen POM, 1979). Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan. Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menakkan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar (Ditjen POM, 1979). Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur (Sukarjo, 1997). Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tikadefesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk, 2004). Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya banyaknya yang masi tinggal (tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007). Secara teori jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun ikut meningkat, karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Martin,dkk, 1990). Surfaktan adalah substansi yang dalam kadar rendah suatu sistem dapat terabsorbsi pada permukaan dan dapat menurunkan tegangan muka atau energi bebas permukaan . Bentuk antar muka ditunjukkan suatu batas antar dua fase gas atau udara . Surfaktan sering digunakan sebagai bahan tambahan karena kemampuannya mengemulsi , mensuspensi, dan melarutkan obat , serta kecenderungan menambah absorbsi obat (Rosen , 1978 ) Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk meningkatkan kelarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi . Surfaktan pada konsentrasi rendah , menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat ( Martin ,1993 ) Misel terbentuk dalam larutan zat aktif permukaan diatas konsentrasi tertentu yang disebut CMC ( KNK = konsentrasi Misel kritis ( . Pada saat terjadinya CmC , akan terjadi perubahan tajam sifat fisika yang dapat dideteksi dalam larutan air ( daya hantar , tekanan osmotik , penurunan titik beku , tegangan permukaan , viskositas , indeks bias dll ) yang dapat digunakan untuk menentukan CMC . Titrasi langsung adalah perlakuan terhadap suatu senyawa yang larut (titrat ) dalam suatu gejana yang sesuai , dengan larutan yang sesuai sudah dibakukan (Timan) , dan titik akhir ditetapkan dengan instrumen atau secara visual menggunakan indikator yang sesuai .(Martin , 1993 ). III . Alat dan Bahan 1. Alat  Buret 10 ml



    



Pipet gondok 10 ml Erlenmeyer Kertas saring Etanol Gliserin



2.       



Bahan Larutan Tween 80 Aquades Larutan NaOH Indikator PP Kalium Hidrogen Phtalat Larutan NAOH 0.1 N Serbuk Teofilin



IV . Cara kerja Percobaan I Pengaruh penambahan Tween 80 terhadap kelarutan asetosal. A. Pembakuan larutan NaOH  







N=



Kalium hidrogen phtalat sebanyak 300 mg dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dengan 10 ml aquadest, kemudian ditambahkan 1-2 tetes indikator PP. Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda stabil. Catat volume titrasi dan hitung normalitas NaOH. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali. Normalitas NaOH dihitung dengan rumus:



mg BExV



B. Penentuan kadar Asetosal dalam larutan surfaktan   



 



Buat 50 ml larutan surfaktan dalam berbagai konsentrasi : 1%, 3%, 5%, dan 10% b/v dalam aquadest. Timbang 500 mg asetosal. Masukkan 50 ml larutan surfaktan dan asetosal yang ditimbang ke dalam erlenmeyer 125 ml, asetosal dilarutkan dalam larutan surfaktan dengan bantuan magnetik stirer selama lebih kurang 15 menit. Saring ke dalam erlenmeyer 50 ml. Tentukan kadar asetosal dengan cara: dipipet 10 ml filtrat, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 1 tetes indikator PP kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi warna merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.











Lakukan percobaan blangko (menggunakan aquadest 50 ml saja), lalu hitung jumlah asetosal yang terlarut (mg) dan tentukan % kadar asetosal yang terlarut dalam setiap larutan. Buat grafik antara % surfaktan dengan % asetosal yang terlarut mg asetosal terlarut: V x N x BE



% kadar=



mg asetosal terlarut dalam 50 ml larutan x 100 % mg asetosal awal



Percobaan II Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan teofilin A. bakuan larutan NaOH  Kalium hidrogen phtalat sebanyak 300 mg dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dengan 10 ml aquadest, kemudian tambahkan 1-2 tetes indikator PP.  Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda stabil. Catat volume titrasi dan hitung normalitas NaOH. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.  Normalitas NaOH dihitung dengan rumus:



N=



mg BExV



B. Penentuan kadar teofilin dalam pelarut campur Buatlah campuran pelarut seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:



   



Timbang 200 mg teofilin. Larutkan teofilin sedikit demi sedikit kedalam masing-masing campuran pelarut diatas di dalam Erlenmeyer 125 ml. Kocok selama 15 menit. Saring larutan tersebut ke dalam erlenmeyer 50 ml menggunakan kertas saring. Tentukan kadar teofilin dengan cara : pipet 10 ml filtrat, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan satu tetes indikator pp kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi warna merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali.



 



Lakukan percobaan blangko (menggunakan aquadest 50 ml saja) lalu hitung jumlah teofilin yang terlarut (mg) dan tentukan % kadar teofilin yang terlarut dalam setiap pelarut campur. Buat grafik antara % gliserin dengan teofilin yang terlarut. mg teofilin terlarut = V x N x BE



% kadar=



mg teofilin terlarut dalam 50 ml larutan x 100 % mg teofilin awal



V. Hasil Perhitungan larutan surfaktan



1 x 50 = 0,5 mg 100 3 b. Tween 3% : x 50 = 1,5 mg 100 5 c. Tween 5% : x 50 = 2,5 mg 100 10 d. Tween 10% : x 50 = 5 mg 100 a. Tween 1% :



Pembakuan NaoH 0,1 N



V1 = 14,6 ml V2 = 15,3 ml V3 = 15,7 ml Rata rata = 45,6 / 3 = 15, 2 ml N=



mg BExV



N=



300 mg 204,23 x 15,2 ml



= 0.09665 N



Perhitungan kadar Asetosal :



1. Blangko V1 = 2,5 V2 = 2,3 V3 = 2,6 Rata rata = 2.5 ml Mg = V × N × BE = 2,5 ml × 0,09665 N × 138,12



= 33,373 mg



% kadar=



33,373 mg 50 ml x × 100 % ¿ 33,373 % 500 mg 10 ml



2. Tween 80 1% ( 0,5 g) V1 = 3 V2 = 3,1 V3 = 3,1 Rata rata = 3,07 ml Mg = V × N × BE = 3,07 ml × 0,09665 N × 138,12 = 40,983 mg



% kadar=



40,983 mg 50 ml x ×100 % ¿ 40,983 % 500 mg 10 ml



3. Tween 80 3% ( 1,5 g) V1 = 4,1 V2 = 3,9 V3 = 3,7 Rata rata = 3,9 ml Mg = V × N × BE = 3,9 ml × 0,09665 N × 138,12 = 52,062 mg



% kadar=



52,062 mg 50 ml x ×100 % ¿ 52,062 % 500 mg 10 ml



4. Tween 80 5% ( 2,5 g) V1 = 4,2 V2 = 4,5 V3 = 4,3 Rata rata = 4,3 ml Mg = V × N × BE = 4.3 ml × 0,09665 N × 138,12 = 57,401 mg



% kadar=



57,401 mg 50 ml x ×100 % ¿ 57,401 % 500 mg 10 ml



5. Tween 80 10 % ( 5 g)



V1 = 5,7 V2 = 5,7 V3 = 5,8 Rata rata = 5,7 ml Mg = V × N × BE = 5,7 ml × 0,09665 N × 138,12 = 76,091 mg



% kadar=



76,091 mg 50 ml x ×100 % ¿ 76.091 % 500 mg 10 ml



N0



Konsentrasi Tween 80



1



Blangko



2



Tween 80 1 %



3



Tween 80 3 %



4



Tween 80 5 %



5



Tween 80 10 %



Pembakuan NaoH 0,1 N



V1 = 14,6 ml V2 = 15,3 ml V3 = 15,7 ml Rata rata = 45,6 / 3 = 15, 2 ml N=



mg BExV



N=



300 mg 204,23 x 15,2 ml



= 0.09665 N



Volume NaoH terpakai (ml) 2,5 2,3 2,6 3 3,1 3,1 4,1 3,9 3,7 4,2 4,5 4,3 5,7 5,7 5,8



Volume rata rata (ml) 2.5 ml



Asam salisilat terlarut (mg) 33,373 mg



% asetosal terlarut



33,373 %



3,07 ml



40,983 mg



40,983 %



3,9 ml



52,062 mg



52,062 %



4,3 ml



57,401 mg



57,401 %



5,7 ml



76,091 mg



76.091 %



Perhitungan kadar Teofilin : 1. Pelarut campur I → gliserin 0% ( 45 ml air,5 ml alcohol ) V1 = 1,3 V2 = 1,2 V3 = 1,2 V Rata rata = 1,2 ml Mg = V × N × BE = 1,2 ml × 0,09665 N × 198,18 = 22,984 mg %kadar =22,984 / 200 mg *100% =11,492%/10ml * 5 = 57,46% / 50ml 2. II V1 = 1,4 V2 = 1,5 V3 = 1,4 Rata rata = 1,4 ml Mg = V × N × BE = 1,2 ml × 0,09665 N × 138,12 = 33,373 mg



% kadar=



33,373 mg 50 ml x × 100 % ¿ 33,373 % 500 mg 10 ml



3. III V1 = 1,6 V2 = 1,5 V3 = 1,5 Rata rata = 1,5 ml Mg = V × N × BE = 1,2 ml × 0,09665 N × 138,12 = 33,373 mg



% kadar=



4. IV



33,373 mg 50 ml x × 100 % ¿ 33,373 % 500 mg 10 ml



V1 = 1,6 V2 = 1,6 V3 = 1,7 Rata rata = 1,6 ml Mg = V × N × BE = 1,2 ml × 0,09665 N × 138,12 = 33,373 mg



% kadar=



33,373 mg 50 ml x × 100 % ¿ 33,373 % 500 mg 10 ml



5. V V1 = 1,7 V2 = 1,7 V3 = 1,8 Rata rata = 1,7 ml Mg = V × N × BE = 1,2 ml × 0,09665 N × 138,12 = 33,373 mg



% kadar=



Pelarut campur I



33,373 mg 50 ml x × 100 % ¿ 33,373 % 500 mg 10 ml



Volume NaoH terpakai (ml) 1,3 1,2 1,2



II



1,4 1,5 1,4



III



1,6 1,5 1,5



IV



1,6



Volume rata rata NaoH (ml)



Kadar Teofilin terlarut (mg)



%kadar Teofilin



1,6 1,7 V



1,7 1,7 1,8



VI . Pembahasan Pada praktikum ini, percobaanya berjudul pengaruh penambahan surfaktan dalam kelarutan zat. Zat yang digunakan sebagai sampel percobaan adalah serbuk asetosal. Asetosal atau asam asetilsalisilat adalah jenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa



VII . Kesimpulan 1. Normalitas yang di dapat dalam percobaan ini adalah 0.09665 N 2. Data data yang diperoleh : a. Blangko : 33,373 % b. Tween 80 1% : 40,983 % asetosal yang terlarut c. Tween 80 3% : 52,062 % asetosal yang terlarut d. Tween 80 5% :57,401 % asetosal yang terlarut e. Tween 80 10% : 76,091 % asetosal yang terlarut 3. Semakin tinggi persentase surfaktan , maka kelarutan suatu zat juga semakin tinggi /besar. VIII. Daftar pustaka             



Atkins' PhysicalChemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins Ditjen POM., 1979, “Farmakope Indonesia”, edisi III, Jakarta Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rahman, 2007, ”Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar. Yogyakarta Jufri, Mahdi, dkk, 2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi,Majalah ilmu kefarmasian. Kleinfelter, Keenam.1996. ”kimia untuk universitas”. Jakarta: Erlangga Martin, A., 1990, “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta Mirawati.2013. Penentun Praktikum Farmasi Fisika . Makassar, Jurusan Farmasi.Uiversitas Muslim Indonesia. Moechtar., 1990, “Farmasi Fisika”, UGM Press, Yogyakarta Oxtobydavid w, dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga. Surabaya R, Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknolgi Farmasi Edisi Kelima. Penerbit Gadjah Mada University. Yogyakarta Rosen,M.J.1978.Surfactant and interfacial fenomena . New York :JDhn Wiley & Sons Sinko, P. 1990. Farmasi Fisika . Buku II, UI Press, Jakarta Tungadi, Robert.  2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo