Laporan Praktikum Fistum 2 Kentang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Difusi dan Osmosis ( Penentuan Potensial Air Jaringan Tumbuhan pada Solanum tuberosum )



Oleh : Nadya Eka Aristyasari



17030204044



Pedidikan Biologi Unggulan 2017



JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019



A.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang potongan jaringan tumbuhan ? 2. Pada konsentrasi larutan sukrosa berapakah yang tidak menyebabkan perubahan panjang irisan jaringan umbi ? 3. Berapakah nilai potensial air jaringan tumbuhan ?



B.



Tujuan Percobaan 1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang potongan jaringan tumbuhan 2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan panjang irisan jaringan umbi 3. Menghitung potensial air jaringan tumbuhan



C.



Hipotesis H1



: Terdapat pengaruh pada pemberian konsentrasi larutan sukrosa yang berbeda



terhadap perubahan panjang potongan jaringan H0



: Tidak terdapat pengaruh pada pemberian konsentrasi larutan sukrosa yang



berbeda terhadap perubahan panjang potongan jaringan



D.



Kajian Pustaka Tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Sel dianggap sebagai satuan organik terkecil dalam tumbuhan (Puspitawati, 2003). Setiap sel memiliki bahan semi cair yang memiliki susunan kimiawi dan sangat rumit. Sel tumbuhan dibatasi oleh dinding sel dan di sebelah dalamnya terdapat zat tempat berlangsungnya reaksi kimia yang diperlukan untuk kehidupan sel, zat itu disebut protoplas (protoplasma). Pada sel tumbuhan terdapat diding membran plasma di sebelah dalam didnding sel dan membungkus protoplas, serta memiliki fungsi sebagai lapisan pelindung (Salisbury dan Ross, 1995). Komponen protoplasmik dapat dibedakan atas sitoplasma dan nukleus. Sitoplasma terdiri dari substansi yang hidup, bening, transparan, lebih kental dari air, kemampuannya membias cahaya tidak terlalu berbeda, sehingga tak terlihat nyata. Dalam arti luas, istilah sitoplasma dipakai sebagai zat protoplasma yang mengelilingi inti dan organel lain. Lapisan luar sitoplasma disebut dengan membran plasma, yang melekat pada dinding sel dan teramat tipis. Membran plasma melingkupi bahan hidup dalam sel yang mengendalikan pertambahan serta pengurangan bahan-bahan dalam protoplasma. Di dalam sel tumbuhan, terdapat



struktur seperti gelembung yang disebut vakuola. Vakuola merupakan suatu daerah yang berisi cairan sel dan bungkus oleh membran vakuola. Vakuola mengandung cairan sel yang berupa air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya. Meskipun terlihat sebagai bagian daripada vakuola, membran ini sebenarnya merupakan lapisan pembatas bagian dalam sitoplasma. Cairan sel yang ada di dalam vakuola terdiri dari 98% air, protein, gula, asam organic, dan senyawa lain yang semuanya terlarut (koloid). Fungsi vakuola untuk mengatur tekanan hidrostatis sel dan menyimpan cadangan makanan dan benda-benda ergastik. Warna jingga pada bagian abaksil daun Rhoe discolor disebabkan oleh adanya pigmen sel yang terlarut dalam cairan vakuola. Pigmen-pigmen antosianin ini merupakan senyawa kompleks yang terdiri atas pigmen dan gula. Pigmen-pigmen vakuola larut dalam air dan akan berdifusi ke luar sel jika membran sel rusak karena pemanasan atau cara-cara lain. Pengangkutan melalui membran sel dapat terjadi secara pasif maupun secara aktif. Pengangkutan secara aktif memerlukan energi hasil metabolisme seperti ATP (Adenosin Tri Phospat) karena prosesnya terjadi melawan arah gradien konsentrasi Proses ini terjadi tanpa memerlukan energi hasil metabolisme. Sedangkan pada proses pengangkutan secara pasif terjadi jika mengikuti atau searah gradien konsentrasi, artinya dari larutan yang memiliki konsentrasi tinggi menuju larutan yang memiliki konsentrasi rendah. Pada proses transpor secara pasif, tidak memerlukan energi hasil metabolisme seperti pengangkutan secara aktif. Adapun contoh dari pengangkutan secara pasif yaitu: 1. Difusi Difusi merupakan gerakan berpindahnya molekul atau ion dari konsentrasi lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih. Hal ini dapat terjadi akibat adanya perbedaan konsentrasi suatu bahan di satu titik dengan titik yang lain (Salisbury dan Ross, 1995). Karena adanya perbedaan konsentrasi tersebut, proses difusi dapat berlangsung. Suatu perbedaan akan timbul jika terjadi perbedaan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Semakin besar perbedaan konsentrasinya, maka semakin besar pula kecepatan difusi yang terjadi. Jika keseimbangan telah tercapai, partikel tersebut dapat bergerak secara bebas seperti semula, namun tidak dapat



terjadi lagi. Karena zat yang memasuki daerah tertentu dan meninggalkan daerah tertentu dalam jumlah yang sama, maka akan terjadi kesetimbangan dinamis. Sifat penting dari proses difusi adalah bahwa partikel sebagai zat bebas berdifusi satu sama lainnya. selain dipengaruhi oleh gerakan acak partikel dan perbedaan gradien konsentrasi, proses difusi juga dipengaruhi oleh perbedaan sifat. 2. Osmosis Osmosis adalah peristiwa bergeraknya molekul-molekul pelarut melalui membran/selaput/dinding semipermeabel menuju larutan yang konsentrasi airnya lebih rendah dengan tujuan untuk menyamakan konsentrasi. Gerakan pelarut selalu terjadi dari larutan dengan zat terlarut berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke larutan dengan zat terlarut yang konsentrasinya tinggi (hipertonik). Kesetimbangan akan tercapai setelah konsentrasi kedua larutan sama (isotonik). Membran semi permeabel adalah membran yang hanya dapat mengizinkan lewatnya air dan menghambat lewatnya zat-zat terlarut. Osmosis ini sangat dipengaruhi oleh adanya potensial air. Tekanan yang diberikan pada air atau suatu larutan, akan meningkatkan energi bebasnya, sehingga potensial air dapat meningkat. Dengan memberikan tekanan di atas suatu larutan atau air murni tersebut, dan selanjutnya akan meningkatkan kemampuan difusi air dalam larutan murni tersebut. Selain komponen potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), komponen lain yang juga penting adalah adanya potensial osmotik (PO). Potensial osmotik dari suatu larutan lebih menyatakan status larutan, dan status larutan dapat dinyatakan dengan satuan konsentrasi, satuan tekanan atau satuan energi. Hubungan antara potensial air, potensial osmotik dan potensial tekanan dapat ditulis dalam bentuk rumus.



Dari rumus diatas, dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka nilai PA = PO. Untuk mengetahui nilai potensial osmotik cairan sel salah satunya dapat dilakukan dengan metode plasmolisis. Metode ini ditempuh dengan cara menentukan pada konsentrasi sukrosa berapa jumlah sel yang mengalami



plasmolisis sebesar 50%. Pada kondisi tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel. Jika konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui, maka nilai tekanan osmosis sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:



Dengan :



TO = tekanan osmotik



M = konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis



T



= temperatur mutlak (273 + to C) Tekanan sel bernilai positif, sedangkan nilai potensial osmotik bernilai negatif



(Rahayu, 2012). Menurut Sasmitamihardja (1994), beberapa faktor yang mempengaruhi potensial osmotik yaitu: a. Konsentrasi Meningkatnya konsentrasi suatu larutan akan menurunkan nilai potensial osmotiknya. Bila zat terlarut bukan elektrolit dan molekulnya tidak mengikat air hidrasi, maka potensial osmotik larutan tersebut akan sebanding dengan konsentrasi molalnya. b. Ionisasi molekul zat terlarut Potensial osmotik suatu larutan tidak ditentukan oleh macam zatnya, melainkan ditentukan oleh jumlah zat partikel (ion, molekul dan partikel koloid) yang terdapat di dalam larutan tersebut. PO lebih bergantung pada perbandingan antara jumlah pelarut dengan partikel yang dikandungnya.



c. Hidrasi molekul zat terlarut Air yang berionisasi dengan partikel zat terlarut biasanya disebut air hidrasi. Air hidrasi dapat berionisasi dengan ion, molekul, atau partikel koloida. Dampak air dari hidrasi adalah larutan menjadi pekat. d. Suhu Potensial osmotik suatu larutan akan berkurang nilainya jika mengalami



kenaikan



suhu.



Meyer



&



Anderson



(1959)



dalam



Sasmitamihardja menyatakan bahwa hasil pengukuran terhadap 1 molal larutan sukrosa, menunjukkan bahwa kenaikan suhu akan menurunkan nilai potensial osmotik suatu larutan.



Plasmolisis merupakan proses terlepasnya membran plasma karena sel mengkerut. Proses ini terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di dalam larutan yang bersifat hipertonik, yaitu larutan yang lebih tinggi konsentrasinya daripada konsentrasi isi sel, maka akan terjadi proses yang disebut eksosmosis, yaitu keluarnya air dari isi sel ke sebelah luar membran dan volume isi sel berkurang. Karena dinding sel memiliki sifat permeabel, maka ruang antara membran plasma dan dinding sel akan diisi oleh larutan dari luar. Bila sel yang mengalami plasmolisis ini diletakkan dalam larutan yang hipotonik (larutan yang memiliki konsentrasi lebih rendah daripada cairan sel) akan berlangsung proses endosmosis, sehingga plasma akan kembali ke keadaan semula (deplasmolisis). Dalam proses plasmolisis, terdapat dua tahap penting yaitu: a. Plasmolisis Insipien Pada tahap ini penyusutan atau pengerutan cairan sel dari dinding sel dapat dideteksi dengan mudah oleh mata pengamat. b. Plasmolisis Eviden Pada tahap ini, sel telah mencapai batas kontraksinya, sehingga sitoplasma terlepas dari dinding sel dan mencapai bentuk spherik.



Gambar 1. (dari ke kiri ke kanan): sel normal, sel yang mengalami plasmolisis insipien, dan plasmolisis eviden. Dalam eksperimen ini, metode plasmolisis dapat digunakan untuk menentukan nilai tekanan osmotik cairan sel, yaitu dengan mengidentifikasi terjadinya plasmolisis insipien (mengakibatkan 50% sel terplasmolisis). Potensial air adalah potensial kimia air di dalam suatu sistem atau bagian sistem, dinyatakan dalam satuan tekanan dan dibandingkan dengan potensial air murni (juga dalam satuan tekanan), pada tekanan atmosfer, dan pada suhu serta ketinggian yang sama. Faktor-faktor penghasil gradien potensial air yaitu konsentrasi atau aktivitas, suhu, tekanan. Sedangkan efek pada potensial kimia pelarut yaitu matriks, kerapatan uap dan tekanan uap. Terdapat tiga macam cara yang digunakan untuk mengukur potensial air yaitu metode volume-jaringan, metode chardakov dan metode tekanan uap. (Salisbury dan Ross, 1995). Potensial air adalah sesuatu yang sama dengan potensial kimia murni pada tekanan atmosfir dan suhu yang sama. Potensial air akan bernilai negatif apabila potensial kimia air di dalam sistem lebih rendah dari pada air murni dan akan bernilai positif apabila potensial kimia air dalam sistem lebih besar dari air murni (Sasmitamihardja, 1994). Tekanan yang diberikan pada air atau suatu larutan, akan meningkatkan energi bebasnya, sehingga potensial air dapat meningkat. Dengan memberilakn tekanan di atas suatu larutan atau air murni tersebut, dan selanjutnya akan meningkatkan kemampuan difusi air dalam larutan murni tersebut. Selain komponen potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), komponen lain yang juga penting adalah adanya potensial osmotik (PO). Potensial osmotik dari suatu larutan lebih menyatakan status larutan, dan status larutan dapat dinyatakan dengan satuan



konsentrasi, satuan tekanan atau satuan energi. Maka nilai PA = PO. PA = -TO TO = 22,4 x M x T 273 Dengan : TO = tekanan osmotik M = konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis T = temperatur mutlak (273 + to C) Tekanan sel bernilai positif, sedangkan nilai potensial osmotik bernilai negatif. E.



Variabel Penelitian Variabel kontrol



: Volume larutan sukrosa, tekanan suhu, ukuran potongan Jaringan umbi kentang, waktu perendaman



F.



Variabel manipulasi



: Konsentrasi larutan sukrosa



Variabel respon



: Perubahan panjang potongan jaringan



Definisi Operasional Variabel Variabel kontrol pada praktikum ini adalah volume larutan sukrosa, tekanan suhu, dan ukuran potongan jaringan. Volume larutan sukrosa yng digunakan pada setiap konsentrasi yaitu sebanyak 25 mL. Tekanan suhu yang digunakan yaitu suhu ruangan sebesar 30oC atau 305oK. Ukuran potongan jaringan umbi kentang silinder dengan alat pengebor gabus dan dipotong sepanjang 2 cm. Waktu perendaman umbi kentang dalam larutan sukrosa yaitu selama 90 menit. Variabel manipulasi pada praktikum ini adalah konsentrasi larutan sukrosa. Konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan yaitu 0 M; 0,2 M; 0,4 M; 0,6 M; 0,8 M; 1 M. Variabel respon pada praktikum ini adalah perubahan panjang potongan jaringan umbi kentang akibat dari perendaman pada larutan sukrosa.



G.



Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah umbi kentang dan larutan sukrosa 0 M; 0,2 M; 0,4 M; 0,6 M; 0,8 M; 1 M. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu gelas kimia 100 mL sebanyak 6 buah, 1 buah gelas ukur 50 mL, alat pengebor gabus, penggaris, pisau tajam, pinset, plastik dan karet gelang.



H.



Rancangan Percobaan Mengambil larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M; 0,2 M; 0,4 M; 0,6 M; 0,8 M; 1 M sebanyak 25 mL kemudian dimasukkan ke dalam kaca arloji atau cup



Memilih umbi kentang yang cukup baik, membuat silinder umbi dengan alat pengebor gabus, kemudian memotong – motong silinder umbi sepanjang 2 cm.



Memasukkan potongan umbi ke dalam larutann sukrosa kemudian direndam selama 90 menit dan menutup rapat kaca arloji atau cup dengan penutup dan karet gelang



Mengangkat potongan umbi kentang setelah perendaman selama 90 menit kemudian mengukur kembali panjangnya



Menghitung nilai rata – rata pertambahan panjang umbi untuk setiap larutan sukrosa



I.



Langkah Kerja 1. Mengukur dan mengidentifikasi. Mengisi gelas kimia ke-1 dengan larutan sukrosa 0 M, gelas kimia ke-2 dengan larutan sukrosa 0,2 M dan seterusnya sampai gelas kimia ke-6, masing – masing 25 mL. Memberi label pada masing – masing gelas kimia tersebut. 2. Mengerjakan praktikum. Memilih umbi kentang yang cukup besar dan baik, membuat silinder umbi dengan alat pengebor gabus. Memotong – motong silinder umbi sepanjang 2 cm. 3. Memasukkan potongan umbi ke dalam gelas kimia yang telah diisi dengan larutan sukrosa pada berbagai konsentrasi, masing – masing 4 potongan. Mencatat waktu pada saat memasukkan potongan umbi ke dalam gelas kimia. Bekerja dengan cepat untuk mengurangi penguapan dan menutup rapat gelas kimia selama percobaaan dilakukan. 4. Mengamati dan mengukur. Setelah 1,5 jam, mengeluarkan setiap potongan umbi dan mengukur kembali panjangnya. 5. Menghitung. Menghitung nilai rata – rata pertambahan panjang umbi untuk setiap konsentrasi larutan sukrosa.



J.



Rancangan Tabel Pengamatan Tabel 1. Hasil Pengamatan Potensial Air pada Jaringan Tumbuhan Umbi Kentang Konsentrasi sukrosa



0M



0,2 M



0,4 M



0,6 M



0,8 M



Panjang awal



Panjang akhir



2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm



2,1 cm 2,1 cm 2,1 cm 2 cm 2 cm 2 cm 1,9 cm 1,8 cm 1,9 cm 1,8 cm 1,7 cm 1,7 cm 1,7 cm 1,6 cm 1,6 cm 1,6 cm



Rata – rata panjang awal



Rata – rata panjang akhir



Pertambahan panjang jaringan



2 cm



2,1 cm



0,1 cm



2 cm



2 cm



0 cm



2 cm



1,87 cm



-0,13 cm



2 cm



1,73 cm



-0,27 cm



2 cm



1,63 cm



-0,37 cm



2 cm 2 cm



1M



1,6 cm 1,5 cm



2 cm



1,57 cm



-0,43 cm



0.2



Pertambahan Panjang (cm)



0.1



0, 0.1



0



0.2, 0 0



0.2



0.4



0.6



0.8



1



1.2



-0.1



0.4, -0.13 -0.2 0.6, -0.27



-0.3



0.8, -0.37



-0.4



1, -0.43 -0.5



Konsentrasi Sukrosa (M)



Grafik 1. Potensial Air pada Jaringan Tumbuhan Umbi Kentang K.



Rencana Analisis Data Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dianalisis sebagai berikut: Pada konsentrasi larutan sukrosa 0 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 0 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 2,1 cm dengan pertambahan panjang 0,1 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang mengalami pertambahan panjang. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,2 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 0,2 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 2 cm dengan pertambahan panjang 0 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang tidak mengalami pertambahan panjang atau ukuran umbi kentang tetap. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,4 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 0,4 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 1,87 cm dengan pertambahan panjang 0,13 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang mengalami pengurangan panjang atau jaringan mengalami penyusutan.



Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,4 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 0,4 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 1,87 cm dengan pertambahan panjang 0,13 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang mengalami pengurangan panjang atau jaringan mengalami penyusutan. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,6 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 0,6 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 1,73 cm dengan pertambahan panjang 0,27 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang mengalami pengurangan panjang atau jaringan mengalami penyusutan. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,8 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 0,8 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 1,63 cm dengan pertambahan panjang 0,37 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang mengalami pengurangan panjang atau jaringan mengalami penyusutan. Pada konsentrasi larutan sukrosa 1 M, ukuran mula – mula panjang umbi kentang sebesar 2 cm setelah direndam di dalam larutan sukrosa konsentrasi 1 M diperoleh rata – rata panjang umbi kentang 1,57 cm dengan pertambahan panjang 0,43 cm. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pada umbi kentang mengalami pengurangan panjang atau jaringan mengalami penyusutan. Data pada grafik menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, semakin rendah pertambahan panjang jaringan atau dapat dikatakan bahwa jaringan semakin menyusut atau mengecil ukurannya. Pada konsentrasi larutan 0 M umbi kentang megalami pertambahan panjang ukuran sebesar 0,1 cm. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,2 M umbi kentang tidak mengalami pertambahan panjang atau ukuran umbi kentang tetap. Sedangkan pada konsentrasi larutan sukrosan 0,4 M – 1 M umbi kentang mengalami pengurangan panjang atau dapat dikatakan umbi kentang menyusut. Diskusi 1. Mengapa perlu dicari nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang potongan silinder kentang dalam menentukan potensial air (PA) ? Jawab :



Nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang potongan silinder perlu diketahui karena dalam menentukan potensial air perlu diketahui nilai potensial tekanan dan potensial osmosis. Dalam hal ini diketahui bahwa nilai PT = 0 karena tidak ada potensial tekanan yang terjadi. Sehingga nilai PA sama dengan nilai PO yang berarti pada larutan sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan panjang silinder mempunyai PO yang sama dengan PA yang dimiliki oleh potongan silinder kentang sehingga panjang kentang tetap seperti semula karena tidak terjadi keluar masuknya air kedalam sel atau sebaliknya. 2. Mengapa nilai potensial air sel kentang yang tidak berubah panjangnya sama dengan nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang kentang tersebut ? Jawab : Karena pada saat tidak ada pertambahan panjang potongan silinder kentang konsentrasi di dalam sel dengan larutan sukrosa adalah sama, sehingga nilai PT = 0 karena tidak ada tekanan balik dari sel, jadi persamaan yang semula PA = PO + PT karena nilai PT = 0 maka menjadi PA = PO atau nilai potensial air sama dengan nilai potensial osmotik. L.



Hasil Analisis Data Pada praktikum yang berjudul “Tekanan Osmosis Cairan Sel dan Potensial Air” yaitu pada umbi kentang. Untuk mengukur nilai potensial jaringan umbi kentang, digunakan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi, yaitu 0 M; 0,2 M; 0,4 M; 0,6 M; 0,8 dan 1 M. Umbi kentang terlebih dahulu di buat silinder menggunakan cork borer atau pengebor gabus, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi yang mengakibatkan umbi kentang mengalami perubahan ukuran panjang. Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola.



Berdasarkan dari tabel hasil pengamatan laporan sementara, aquades atau larutan sukrosa 0 M memiliki pertambahan panjang sebesar 0,1 cm. Nilai positif ini diperoleh dari panjang akhir kentang yang lebih besar dari panjang awal kentang, akibat terjadinya penambahan panjang jaringan oleh air yang masuk ke dalam kentang. Pergerakan air dari larutan sukrosa 0 M menuju sel kentang menunjukkan bahwa konsentrasi air dalam larutan sukrosa lebih tinggi daripada dalam sel kentang. Dengan demikian larutan sukrosa 0,2 M; 0,4 M; 0,6 M; 0,8 M dan 1 M disebut larutan hipotonis (larutan dengan kandungan solute yang lebih rendah dari larutan lain). Pada larutan sukrosa seharusnya potongan kentang yang direndam didalamnya memiliki panjang awal yang lebih besar dibandingkan dengan panjang akhir dan semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang digunakan, maka seharusnya panjang potongan kentang semakin berkurang atau kentang semakin menyusut. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Salisbury dan Ross, 1995) yang menyatakan bahwa larutan sukrosa memiliki potensial air yang rendah dikarenakan banyaknya zat terlarut didalamnya sehingga air dari potongan kentang yang memiliki potensial air jauh lebih tinggi akan keluar menuju larutan sukrosa yang potensial airnya rendah. Hal tersebut menyebabkan panjang potongan kentang mengalami pengurangan saat diukur kembali setelah direndam di larutan sukrosa, sehingga dapat dikatakan bahwa sel mengalami plasmolisis. Pada konsentrasi 0,2 M potongan kentang tidak mengalami pertambahan panjang atau ukurannya tetap, hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi tersebut terjadi kesetimbangan antara potensial air di larutan sukrosa dan potensial air di dalam sel sehingga air tidak lagi berdifusi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Salisburry dan Ross, 1995 yang menyatakan bahwa, jika keseimbangan telah tercapai, partikel tersebut dapat bergerak secara bebas seperti semula, namun tidak dapat terjadi lagi karena zat yang memasuki daerah tertentu dan meninggalkan daerah tertentu dalam jumlah yang sama, maka akan terjadi kesetimbangan dinamis. Sehingga dapat diketahui nilai potensial air dan tekanan osmotik dalam jaringan menggunakan perhitungan dan rumus sebagai berikut: PA = -TO TO = 22,4 x M x T 273



TO = 22,4 x 0,2 x ( 30 + 273 ) 273 TO = 22,4 x 0,2 x 303 273 TO = 4, 97 atm PA = -4, 97 atm Sehingga dapat diperoleh nilai PA sebesar 4,97 atm. M.



Kesimpulan  Suatu sel akan mengalami plasmolisis apabila potensial air yang ada di dalam sel lebih besar daripada potensial air yang ada di luar sel. Hal tersebut juga berarti bahwa potensial osmosis yang ada di dalam sel lebih besar daripada di luar sel. Sehingga semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa maka semakin berkurang pertambahan panjang jaringan atau jaringan mengalami penyusutan.  Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,2 M potongan kentang tidak mengalami pertambahan panjang atau ukuran panjangnya tetap karena telah terjadi kesetimbangan dinamis yaitu potensial air yang ada di luar jaringan sama dengan potensial air yang ada di dalam jaringan. Sehingga dapat diperoleh nilai tekanan osmotik yang dihitung menggunakan rumus TO = 22,4 x M x T sebesar 4,97 atm. 273



N.



Daftar Pustaka Puspitawati, Rinie P., Boediono, J.D. dan Santoso, Leonita. 2003. Anatomi Tumbuhan. Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA UNESA. Salisbury, Frank B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Edisi Keempat alih bahasa Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB. Sasmitamihardja, D. dan Siregar, A. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB. Soedirokoesomo, Wibosono. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Universitas Terbuka.