Laporan Praktikum FTIR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Analisis Biokimia



Hari/Tanggal : Jumat/10 Maret 2023 Waktu : 13.00-16.00 WIB PJP : Dr. Dimas Andrianto, S.Si., M.Si. Asisten : Afifah Nur Ramadhani



ANALISIS STRUKTUR DAN KEMURNIAN ASAM ASKORBAT MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) Kelompok 1 Adrian Nurrahman



G8401211020



Fariz Fadillah



G8401211048



Najwa Hafidzah Salsabila



G8401211050



Sabila Nur Rohmah



G8401211078



DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2023



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam askorbat atau vitamin C didefinisikan sebagai salah satu vitamin yang berperan penting dalam berbagai macam proses biologis yang menyangkut dengan reaksi transpor elektron, hidroksilasi, dan katabolisme oksidatif dari asam amino aromatik (Techinamuti dan Pratiwi 2018). Asam askorbat berperan dalam pengembangan dan regenerasi otot, tulang, gigi, dan kulit (Masoomeh et al. 2014). Menurut Sudiarta et al. (2021), keberadaan vitamin C dipercaya dapat menetralkan keberadaan radikal bebas pada tubuh manusia. Keberadaan asam askorbat di dalam tubuh biasanya berada dalam 2 bentuk yang tidak stabil, yaitu bentuk tereduksi berupa L-Ascorbic Acid (AA) dan bentuk teroksidasi Dehydroascorbic Acid (DAA) (Telang 2013). Cahyadi et al. (2018) menyatakan bahwa vitamin C juga berfungsi sebagai pelindung sel darah putih dari enzim yang dilepaskan saat mencerna bakteri yang ditelannya, mensintesis hormon-hormon steroid dari kolesterol, membantu proses pembentukan kolagen, menyembuhkan penyakit sariawan dan berbagai macam luka, serta daya tahan tubuh melawan infeksi dan stress. FTIR (Fourier Transform Infrared) adalah sebuah metode analisis yang digunakan untuk memperoleh spektrum inframerah molekul-molekul yang terkandung dalam suatu sampel berdasarkan kemampuan serapan atau pancaran inframerah dari molekul-molekul tersebut pada rentang panjang gelombang tertentu. Terdapat berbagai alat yang dapat digunakan sebagai sumber sinar FTIR, tetapi globar dan perangkat pemancar panas (Thermal Emissive Devices) adalah alat yang sering digunakan sebagai sumber sinar pada FTIR. Globar atau Glowbar (gabungan dari perkataan Glow dan Bar dari bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai batang bersinar) dapat memancarkan radiasi pada rentang inframerah 2 hingga 15 μm atau 2000 hingga 15000 nm ketika dipanaskan hingga 1300K atau 1026,85°C saat diberikan arus listrik (Lins 2022). Panjang gelombang yang dapat dijangkau pada FTIR adalah pada rentang 4000 hingga 400 cm-1 (Ali et al. 2017). FTIR terdiri dari sumber sinar, pemegang sampel, interferometer, dan detektor (Faghihzadeh et al. 2016). Prinsip kerja FTIR adalah menentukan komponen penyusun sampel organik dan anorganik berdasarkan interaksi antara energi sinar radiasi inframerah dengan materi pada sampel. FTIR akan menembakkan sinar radiasi inframerah ke sampel. Sampel akan mengabsorpsi dan mentransmisikan sinar radiasi inframerah pada panjang gelombang dan frekuensi tertentu. Kemampuan absorpsi sinar radiasi inframerah oleh sampel bergantung pada gugus fungsi, struktur, dan jenis ikatan pada senyawa sampel. Sampel akan mengabsorpsi sinar radiasi inframerah yang memiliki panjang gelombang dan frekuensi yang sama dengan energi vibrasi senyawa pada sampel (Bakri dan Jayamani 2016). Absorpsi sinar radiasi inframerah oleh sampel akan menyebabkan perpindahan elektron pada senyawa sampel dari keadaan dasar (ground state) ke keadaan tereksitasi (excited state).



Sementara itu, sinar radiasi inframerah yang ditransmisikan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor untuk direalisasikan ke dalam bentuk spektrum FTIR dengan beberapa puncak (Sari et al. 2018). FTIR dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif senyawa pada sampel. Analisis kualitatif sampel menggunakan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa penyusun sampel berdasarkan gugus fungsi, struktur, dan jenis ikatan pada senyawa sampel. Sementara itu, analisis kuantitatif sampel menggunakan FTIR dilakukan untuk menentukan kadar senyawa penyusun sampel (Sari et al. 2018). FTIR dapat digunakan untuk analisis sampel di berbagai bidang, seperti farmasi dan pangan. Pada bidang farmasi, FTIR digunakan untuk analisis penggunaan gelatin babi pada kapsul obat dan analisis kandungan saponin pada daun bidara untuk mengetahui potensi daun bidara sebagai obat herbal. Pada bidang pangan, FTIR digunakan untuk analisis kandungan lemak babi dan boraks pada bakso (Siregar et al. 2015). Praktikum ini bertujuan mengidentifikasi gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat serta mengetahui kemurnian asam askorbat menggunakan FTIR. METODE 2.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilakukan secara luring di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada hari Jumat tanggal 10 Maret 2023 pukul 13.00-16.00 WIB. 2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu mortar, alu, sudip, kaca arloji, pipet tetes, neraca digital, spektrofotometer FTIR, komputer, CPU, dan Noshok Tons.On.Ram. Bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu kuersetin, asam askorbat, asam galat, KBr, metanol, dan kertas lensa. 2.3 Prosedur Percobaan 2.3.1 Persiapan Instrumen Spektrofotometer FTIR Penutup instrumen dan komputer dibuka. Instrumen dan komputer dibersihkan dengan tisu kering. Semua kabel monitor, CPU, dan instrumen dirapikan dan dihubungkan ke sumber listrik. Monitor dan CPU dinyalakan. Instrumen FTIR dinyalakan dan dibiarkan selama 10 menit sebelum pengukuran. 2.3.2 Preparasi Sampel Uji (Pelet) Masing-masing serbuk kering kuersetin, asam askorbat, dan asam galat disiapkan. Sebanyak 2 mg sampel dan 300 mg KBr dicampurkan dan dihaluskan menggunakan mortar khusus. Campuran dicetak menggunakan alat Noshok Tons.On.Ram dengan tekanan 4000-6000 psi. Holder FTIR dibersihkan menggunakan metanol dan kertas lensa. Pelet sampel diletakkan pada holder FTIR. 2.3.3 Validasi Instrumen dan Pengukuran Sampel



Sebelum pengukuran, instrumen divalidasi untuk menunjukkan kekuatan sinyal optimal, posisi puncak (peak), lebar garis, tinggi garis, energi bawah cut off, dan absorbansi instrumen yang valid. Software Horizon MB dibuka. Software divalidasi dengan mengklik menu Instrumen, lalu Validasi, lalu Referensi, tunggu, lalu Validasi, dan terakhir tunggu sampai selesai. Setiap pelet sampel diletakkan pada holder FTIR di antara sumber cahaya instrumen untuk melakukan pengukuran pada sampel. Menu Acquisition dipilih, lalu tombol Measurement dipilih, dan tunggu hingga proses selesai. Instrumen diatur scan 128 cm-1 pada resolusi 2 cm-1 dengan kisaran panjang gelombang 4000-400 cm-1. Spektrum sampel hasil FTIR akan muncul di layar monitor. Pada tab Mathematics, Find Peaks dipilih, lalu Calculate dipilih untuk menampilkan nilai bilangan gelombang dari setiap puncak spektrum FTIR. Spektrum sampel hasil FTIR disimpan dengan mengklik menu File, lalu Print Preview, dan simpan dalam format .xps. HASIL PENGAMATAN Identifikasi gugus fungsi, ikatan, dan kemurnian pada asam askorbat dilakukan menggunakan instrumen FTIR. Gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat dapat diketahui melalui pembacaan bilangan gelombang pada puncak spektrum FTIR. Holder FTIR yang digunakan pada analisis gugus fungsi, ikatan, dan kemurnian asam askorbat terlampir pada Gambar 1. Instrumen FTIR yang digunakan pada analisis gugus fungsi, ikatan, dan kemurnian asam askorbat terlampir pada Gambar 2. Spektrum FTIR dari hasil pengukuran transmitan asam askorbat pada berbagai bilangan gelombang terlampir pada Gambar 3. Hasil karakterisasi gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat melalui spektrum FTIR terlampir pada Tabel 1. Struktur asam askorbat murni terlampir pada Gambar 4.



Gambar 1 Holder FTIR asam askorbat dan KBr



Gambar 2 Instrumen FTIR



Gambar 3 Spektrum FTIR dari asam askorbat Tabel 1 Karakterisasi gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat



Gugus fungsi



Intensitas



Bilangan gelombang (cm-1) Asam askorbat



Literatur



Sumber



Ikatan O-H intermolekuler (stretching)



Kuat



3417.61



3550-3200



Khan et al. (2018)



Ikatan O-H intramolekuler (stretching)



Lemah



2769.58



3200-2700



Khan et al. (2018)



Ikatan C=O ester lakton (stretching)



Kuat



1758.95



1750-1735



Khan et al. (2018)



Ikatan C=O asam (stretching)



Kuat



1689.52



1710-1680



Khan et al. (2018)



Ikatan O-H (bending) Ikatan C-O alkohol sekunder (stretching) Ikatan C=C (bending)



Medium



1319.21



1390-1310



Khan et al. (2018)



Kuat



1118.63



1124-1087



Maulina (2016)



Medium



817.76



840-790



Khan et al. (2018)



Gambar 4 Struktur asam askorbat murni Sumber: Njus et al. (2020) PEMBAHASAN Sebanyak 2 mg serbuk asam askorbat bersama dengan 300 mg KBr dicampurkan dan dihaluskan dengan mortar khusus. KBr berfungsi mengkalibrasi instrumen FTIR dalam membentuk spektrum FTIR dari asam askorbat melalui pembentukan kurva standar KBr. Selain itu, KBr juga berfungsi membantu pembacaan gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat melalui spektrum FTIR asam askorbat model transmisi. Campuran asam askorbat dan KBr dicetak menggunakan alat Noshok Tons On Ram untuk membentuk pelet sampel yang homogen sehingga memudahkan dan meningkatkan akurasi dalam analisis gugus fungsi dan ikatan pada sampel oleh instrumen FTIR (Mallah et al. 2015). Sebelum campuran diletakkan pada holder FTIR, holder FTIR perlu dibersihkan oleh metanol dan kertas lensa. Pembersihan holder FTIR dengan metanol dan kertas lensa dilakukan untuk mengurangi terjadinya kontaminasi pada sampel asam askorbat yang digunakan sehingga hasil analisis yang didapatkan sesuai dan akurat (Damayanti 2018). KBr digunakan bersama dengan sampel agar terbentuk sebuah pelet yang dapat digunakan untuk dianalisis pada FTIR. KBr sebagai campuran sampel digunakan karena sifatnya yang tembus pandang atau transparan terhadap sinar inframerah sehingga KBr tidak akan mengganggu hasil analisis sampel (Zhang et al. 2018). Asam askorbat dianalisis dalam bentuk pelet untuk menghindari terjadinya de-mixing atau penguraian kembali komponen penyusun pelet dibandingkan dengan dianalisis dalam bentuk serbuk dan cairan (Hien et al. 2018). Pelet yang



sudah terbentuk kemudian diletakkan ke dalam holder FTIR seperti yang terlampir di Gambar 1. Saat analisis akan dimulai, peralatan FTIR dinyalakan dan didiamkan selama 10 menit agar hasil yang diperoleh tepat. Sebelum pelet campuran sampel dan KBr dianalisis, peralatan FTIR harus terlebih dahulu dilakukan pengesahan dengan menggunakan perangkat lunak Horizon MB untuk memastikan bahwa peralatan FTIR dapat memberikan hasil yang tepat. Analisis kualitatif asam askorbat menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat serta kemurnian asam askorbat. Gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat dapat diketahui melalui pembacaan bilangan gelombang pada puncak spektrum FTIR. Spektrum FTIR didapatkan melalui pengukuran transmitan atau absorbansi asam askorbat pada kisaran bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Hasil pengukuran transmitan atau absorbansi sinar radiasi inframerah oleh asam askorbat akan diplot pada sumbu y, sedangkan nilai bilangan gelombang (cm-1) atau panjang gelombang (nm) akan diplot pada sumbu x untuk membentuk spektrum FTIR (Bakri dan Jayamani 2016). Puncak spektrum FTIR terbentuk karena adanya absorpsi kuat sinar radiasi inframerah oleh gugus fungsi dan ikatan asam askorbat pada panjang gelombang dan frekuensi tersebut. Kemampuan absorpsi sinar radiasi inframerah oleh asam askorbat bergantung pada gugus fungsi, struktur, dan jenis ikatan pada asam askorbat. Bilangan gelombang pada puncak spektrum FTIR akan dibandingkan dengan tabel interpretasi FTIR untuk mengetahui gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat (Siregar et al. 2015). Asam askorbat merupakan senyawa kimia yang tersusun dari atom C, H, dan O. Asam askorbat memiliki rumus kimia C6H8O6 dan struktur cincin lakton 6 karbon (Febrianti et al. 2015). Struktur asam askorbat murni terlampir pada Gambar 4. Gambar 3 menunjukkan spektrum FTIR dari asam askorbat. Pembacaan puncak pada spektrum FTIR asam askorbat dibagi menjadi 4 daerah kisaran bilangan gelombang yang menunjukkan jenis ikatan pada asam askorbat. Kisaran bilangan gelombang tinggi (4000-2500 cm-1) digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan ikatan tunggal, seperti O-H, C-H, dan N-H. Kisaran bilangan gelombang 2500-2000 cm-1 digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan ikatan rangkap tiga, seperti C≡C dan C≡N. Kisaran panjang gelombang 2000-1500 cm-1 digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan ikatan rangkap dua, seperti C=C dan C=O. Kisaran panjang gelombang fingerprint (1500-650 cm-1) digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan ikatan molekul kompleks, seperti C-C, C-O, dan C-Cl (Mohamed et al. 2017). Gambar 3 menunjukkan bahwa spektrum FTIR asam askorbat memiliki banyak puncak serapan. Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 7 puncak serapan pada spektrum FTIR asam askorbat yang dapat diidentifikasi sebagai gugus fungsi dan ikatan pada asam askorbat. Puncak serapan kuat pada bilangan gelombang 3417.61 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan O-H stretching intermolekuler. Ikatan O-H stretching intermolekuler terbentuk karena adanya gugus hidroksil



(-OH) pada asam askorbat yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul lain. Puncak serapan lemah pada bilangan gelombang 2769.58 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan O-H stretching intramolekuler. Ikatan O-H stretching intramolekuler terbentuk karena adanya gugus hidroksil (-OH) pada asam askorbat yang membentuk ikatan hidrogen dengan gugus fungsional lain di dalam asam askorbat. Ikatan O-H stretching pada asam askorbat akan mengalami vibrasi perubahan panjang ikatan ketika mengabsorpsi sinar radiasi inframerah (Khan et al. 2018). Puncak serapan medium pada bilangan gelombang 1319.21 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan O-H bending. Ikatan O-H bending terbentuk karena adanya gugus hidroksil (-OH) pada asam askorbat. Ikatan O-H bending pada asam askorbat akan mengalami vibrasi perubahan sudut ikatan ketika mengabsorpsi sinar radiasi inframerah (Khan et al. 2018). Identifikasi gugus hidroksil pada asam askorbat oleh instrumen FTIR telah sesuai dengan struktur asam askorbat murni yang terlampir pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa asam askorbat memiliki 4 gugus hidroksil sehingga asam askorbat bersifat polar dan mudah larut di dalam air (Cinar dan Akinc 2014; Mentari et al. 2018). Puncak serapan kuat pada bilangan gelombang 1758.95 cm-1 dan 1689.52 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan C=O stretching. Ikatan C=O stretching terbentuk karena adanya gugus karbonil C=O yang membentuk ikatan ester pada struktur cincin lakton asam askorbat. Ikatan C=O stretching pada asam askorbat akan mengalami vibrasi perubahan panjang ikatan ketika mengabsorpsi sinar radiasi inframerah (Khan et al. 2018). Identifikasi gugus karbonil C=O pada asam askorbat oleh instrumen FTIR telah sesuai dengan struktur asam askorbat murni yang terlampir pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa asam askorbat memiliki struktur cincin lakton yang terbentuk dari 6 atom karbon, 1 gugus karbonil C=O, dan 2 gugus hidroksil (Febrianti et al. 2015). Puncak serapan kuat pada bilangan gelombang 1118.63 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan C-O stretching. Ikatan C-O stretching terbentuk karena adanya ikatan antara atom karbon dengan atom oksigen pada gugus hidroksil alkohol sekunder asam askorbat. Gugus hidroksil alkohol sekunder adalah gugus hidroksil (-OH) yang mengikat dua gugus metil (CH3) (Maulina 2016). Ikatan C-O stretching pada asam askorbat akan mengalami vibrasi perubahan panjang ikatan ketika mengabsorpsi sinar radiasi inframerah. Identifikasi gugus karbonil C-O pada asam askorbat oleh instrumen FTIR telah sesuai dengan struktur asam askorbat murni yang terlampir pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa asam askorbat memiliki 1 gugus hidroksil alkohol sekunder pada rantai alifatiknya (Cinar dan Akinc 2014). Puncak serapan medium pada panjang gelombang 817.76 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan C=C bending. Ikatan C=C bending terbentuk karena adanya ikatan rangkap dua antar atom karbon pada struktur cincin lakton asam askorbat. Ikatan C=C bending pada asam askorbat akan mengalami vibrasi



perubahan sudut ikatan ketika mengabsorpsi sinar radiasi inframerah (Khan et al. 2018). Identifikasi ikatan C=C pada asam askorbat oleh instrumen FTIR telah sesuai dengan struktur asam askorbat murni yang terlampir pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa asam askorbat memiliki struktur cincin lakton yang terbentuk dari 6 atom karbon, 1 ikatan rangkap dua antar atom karbon, 1 gugus karbonil C=O, dan 2 gugus hidroksil. Keberadaan ikatan rangkap dua antar atom karbon pada asam askorbat menyebabkan asam askorbat mudah teroksidasi. Sifat asam askorbat sebagai reduktor dapat dimanfaatkan dalam pembentukan senyawa antioksidan. Melalui analisis FTIR, didapatkan bahwa asam askorbat tersusun dari 4 jenis ikatan, yaitu ikatan O-H, C=O, C-O, dan C=C. Selain itu, sampel asam askorbat yang digunakan dalam analisis FTIR memiliki kemurnian tinggi karena memiliki struktur yang sama dengan asam askorbat murni (Febrianti et al. 2015). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan dalam analisis FTIR (Fourier Transform Infrared) antara lain kesalahan dalam persiapan sampel, kesalahan dalam pengoperasian instrumen, interferensi dari bahan lain, ketidakcocokan antara spektrum referensi dan sampel, dan ketidakmampuan membaca pita yang tumpang tindih. Jika sampel tidak dipersiapkan dengan benar maka dapat menyebabkan kesalahan dalam pengukuran. Sebagai contoh, sampel yang tidak homogen atau terkontaminasi dapat menghasilkan spektrum yang tidak akurat atau bahkan tidak terbaca oleh spektrometer FTIR. Jika instrumen FTIR tidak dikalibrasi dengan benar atau tidak dioperasikan dengan benar maka akan memengaruhi hasil pengukuran. Sebagai contoh, jika terjadi pergeseran pita atau ketidakstabilan baseline maka dapat menghasilkan spektrum yang tidak akurat (Ghanem dan Saleh 2014). Adanya interferensi dari bahan-bahan lain dalam sampel atau dalam lingkungan sekitarnya, seperti udara atau kelembaban, dapat memengaruhi hasil pengukuran. Sebagai contoh, air yang terkandung dalam sampel dapat menyerap radiasi inframerah sehingga menyebabkan pergeseran pita dan memengaruhi hasil pengukuran. Jika spektrum referensi yang digunakan tidak cocok dengan sampel yang diukur maka dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi spektrum. Sebagai contoh, jika spektrum referensi yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa tidak cocok dengan spektrum sampel maka identifikasi dapat menjadi tidak akurat. Jika terdapat pita spektrum yang tumpang tindih maka interpretasi spektrum dapat menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin. Sebagai contoh, jika terdapat pita spektrum yang tumpang tindih pada daerah 1400-1600 cm-1 maka interpretasi spektrum dapat menjadi sulit karena daerah ini sangat padat dengan pita-pita spektrum yang tumpang tindih (Manning et al. 2019). SIMPULAN FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) dapat digunakan untuk analisis gugus fungsi, ikatan, dan kemurnian dari asam askorbat. Gugus fungsi



dan ikatan pada asam askorbat dapat diketahui melalui pembacaan bilangan gelombang pada puncak spektrum FTIR. Melalui analisis FTIR, didapatkan bahwa asam askorbat tersusun dari 4 jenis ikatan, yaitu ikatan O-H, C=O, C-O, dan C=C. Selain itu, sampel asam askorbat yang digunakan dalam analisis FTIR memiliki kemurnian tinggi karena memiliki struktur yang sama dengan asam askorbat murni. DAFTAR PUSTAKA Ali AA, Rammah YS, El-Mallawany R, Souri D. 2017. FTIR and UV spectra of pentaternary borate glasses. Measurement. 105(1): 72-77. Bakri MK, Jayamani E. 2016. Comparative study of functional groups in natural fibers: Fourier transform infrared analysis (FTIR). International Conference on Futuristic Trends in Engineering, Science, Humanities, and Technology. 1(1): 167-173. Cahyadi W, Gazali T, Fachrina A. 2018. Pengaruh konsentrasi gula stevia dan penambahan asam askorbat terhadap karakteristik koktil bawang dayak (Eleutherine palmifolia). Pasundan Food Technology Journal. 5(2): 154-160. Cinar S, Akinc M. 2014. Ascorbic acid as a dispersant for concentrated alumina nanopowder suspensions. Journal of European Ceramic Society. 34(1): 1997-2004. Damayanti T. 2018. Pengaruh variasi massa biochar dari kulit singkong (Manihot esculenta Crantz) terhadap adsorpsi limbah methylene blue. Jurnal Farmaka. 1(1): 15-20. Faghihzadeh F, Anaya NM, Schifman LA, Oyanedel-Craver V. 2016. Fourier transform infrared spectroscopy to assess molecular-level changes in microorganisms exposed to nanoparticles. Nanotechnology for Environmental Engineering. 1(1): 1-16. Febrianti N, Yunianto I, Dhaniaputri R. 2015. Kandungan antioksidan asam askorbat pada jus buah-buahan tropis. Jurnal Bioedukatika. 3(1): 6-9. Ghanem SA, Saleh TA. 2014. Limitations and sources of errors in fourier transform infrared spectroscopy and its applications in medical research. Journal of Medical Research and Practice. 3(3): 66-74. Hien T, Duc MP, Khanh TN, Nguyen VK. 2018. Pellet feed improvements through vitamin C supplementation for snakehead. Bioflux. 14(4): 20-25. Khan SA, Khan SB, Khan LU, Farooq A, Akhtar K, Asiri AM. 2018. Handbook of Materials Characterization. Switzerland (CH): Springer. Lins SE. 2022. Dual optical frequency comb time-resolved spectroscopy for surface-enhanced spectroelectrochemistry [disertasi]. Saskatchewan (CA): University of Saskatchewan. Mallah MA, Sherazi STH, Bhanger MI, Mahesar SA, Bajeer MA. 2015. A rapid fourier-transform infrared (FTIR) spectroscopic method for direct



quantification of paracetamol content in solid pharmaceutical formulations. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy. 141(1): 64-70. Manning CJ. 2019. Review of fourier transform infrared spectroscopy of microplastics: techniques, applications, and limitations. Analytical Methods. 11(35): 4403-4416. Masoomeh, Diaz G, Quintero P. 2014. Vitamin C in the treatment and/or prevention of obesity. Journal of Nutritional Science and Vitaminology. 60(6): 267-379. Maulina W. 2016. Kajian membran komposit nilon-arang melalui karakterisasi FTIR dan SEM. Jurnal Pendidikan Fisika dan Keilmuan. 2(1): 56-60. Mentari VA, Handika G, Maulina S. 2018. Perbandingan gugus fungsi dan morfologi permukaan karbon aktif dari pelepah kelapa sawit menggunakan aktivator asam fosfat (H3PO4) dan asam nitrat (HNO3). Jurnal Teknik Kimia USU. 7(1): 16-20. Mohamed MA, Jaafar J, Ismail AF, Othman MHD, Rahman MA. 2017. Membrane Characterization. Malaysia (MY): Elsevier. Njus D, Kelley PM, Tu YJ, Schlegel HB. 2020. Ascorbic acid: The chemistry underlying its antioxidant properties. Free Radical Biology and Medicine. 159(1): 1-21. Sari NW, Fajri MY, Anjas W. 2018. Analisis fitokimia dan gugus fungsi dari ekstrak etanol pisang goroho merah (Musa acuminate (L)). Indonesian Journal of Biotechnology and Biodiversity. 2(1): 30-34. Siregar YDI, Heryanto R, Riyadhi A, Lestari TH, Nurlela. 2015. Karakterisasi karbon aktif asal tumbuhan dan tulang hewan menggunakan FTIR dan analisis kemometrika. Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan. 1(2): 103-116. Sudiarta WI, Suandi AGPI, Laksmiwati MAIAA. 2021. Analisis kadar asam askorbat (vitamin C) pada minuman suplemen dalam kemasan dengan metode spektrofotometri secara langsung dan tidak langsung. Jurnal Kimia. 15(2): 140-147. Techinamuti N, Pratiwi R. 2018. Metode analisis kadar vitamin C. Farmaka. 16 (2): 309-315. Telang PS. 2013. Vitamin C in dermatology. Indian Dermatology Online Journal. 4(2): 143-146. Wankhede MBS, Gandhi V. 2016. Optimization and validation of spectrophotometric method for the determination of metoclopramide hydrochloride using methylene blue as chromogenic reagent. International Journal of Research in Pharmaceutical Sciences. 23(3): 121-125. Zhang H, Wang X, Li Y. 2018. Measuring radiative properties of silica aerogel composite from FTIR transmittance test using KBr as diluents. Experimental Thermal and Fluid Science. 91(1): 144-154.