Laporan Praktikum Geolistrik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Metode resistivitas adalah salah satu metode dalam geolistrik yang digunakan untuk mengetahui nilai resistivitas dari lapisan tanah atau batuan. Geolistrik memiliki peranan penting pada banyak bidang seperti hidrogeologi, pertambangan, dan geoteknik. Pada bidang hidrogeologi, geolistrik sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer, yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya lapisan akuifer yang dicari adalah akuifer tertekan yaitu yang berada diantara lapisan kedap air pada bagian bawah dan atasnya. Pada pertambangan geolistrik dapat digunakan untuk mendeteksi adanya lapisan bijih yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Pada bidang geoteknik, geolistrik dapat memberikan gambaran bawah permukaan untuk memperkirakan posisi dan kedalaman bidang gelincir pada suatu wilayah yang terjadi longsor dan kedalaman bedrock untuk fondasi bangunan. Mengingat banyak sekali manfaat dari geolistrik maka penting untuk memahami dasar dan cara kerja dari instrumentasi ini. Makalah ini dibuat untuk memberikan gambaran singkat mengenai instrumentasi geolistrik dan pengaplikasiannya khususnya di bidang geoteknik. 1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud Meningkatkan kemampuan mahasiswa Magister Teknik Sipil kelas Geoteknik dalam kegiatan investigasi lapangan khususnya geolistrik 1.2.2 Tujuan 



Mengetahui prinsip dasar dan cara kerja instrumentasi geolistrik







Dapat mempraktekan secara langsung pekerjaan survei geolistrik







Dapat mengolah data dan menginterpretasikan lapisan tanah berdasarkan data geolistrik lapangan



1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Praktikum survei geolistrik dilaksanakan pada hari Minggu, 13 Agustus 2017 berlokasi di rumah Bapak Idrus M. Alatas daerah Ciracas, Jakarta Timur.



BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Geolistrik Metode Geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya dipermukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus kedalam bumi. Metode ini bertujuan untuk pencarian mineral, penelitian panas bumi,penentuan kedalaman lapisan overbuden batubara dan pencarian sumber air (akuifer) yang diperkirakan prospek. Metode Geolistrik dilakukan dengan cara mengirim arus dan mengukur tegangan atau potensial yang terbaca dipermukaan, sehingga diperoleh resistivitas atau tahanan jenis antar lapisan batuan di bawah permukaan bumi, dan juga ketebalan masing-masing lapisan batuan tersebut. Metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk didalamnya potensial diri, arus telurik, elektromagnetik, induksi polarisasi, dan resistivity (tahanan jenis). Metode Geolistrik secara garis besar dibagi menjadi 2 macam, yaitu : 1. Geolistrik yang bersifat pasif Dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak diperlukan adanya injeksi/pemasukan arus terlebih dahulu. Geolistrik macam ini disebut Self Potensial (SP). 2. Geolistrik yang bersifat aktif Dimana energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus ke dalam bumi terlebih dahulu. Geolistrik macam ini ada 2 metode, yaitu metode resistivitas (tahanan jenis) dan polarisasi terimbas (Induced Polarization).



2.2. Pengertian Geolistrik Tahanan Jenis Geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik dapat menembus lapisan batuan lebih dalam.



Metode geolistrik tahanan jenis lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu, metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman



batuan dasar, pencarian reservoar air, eksplorasi



geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan. Jadi metoda resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan dengan cara menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap medium pada



dasarnya



memiliki



sifat



kelistrikan



yang



dipengaruhi



oleh



batuan



penyusun/komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral, kandungan air, permeabilitas, tekstur, suhu dan umur geologi. Tabel 1. Resistivitas material-material bumi (Telford dkk, 1990)



Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah elektroda tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.



Tabel 2. Resistivitas batuan dan biji mineral (Milsom, 2003). Material resitivitas (Ohm meter) Material resitivitas (Ohm meter)



Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang dapat ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang dapat disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2. Umumnya metode geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan empat buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu dua buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan dua buah elektroda tegangan (MN) di bagian dalam. Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (Apparent Resistivity). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tesebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik. Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu X dan tahan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut dapat dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.



2.3. Kelebihan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Metode geolistrik tahanan jenis memiliki beberapa kelebihan seperti dapat mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m yang sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang biasa dicari adalah Confined aquifer yaitu lapisan akuifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. Confined aquifer ini mempunyai recharge yang relatif jauh, sehingga ketersediaan airtanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat (Damtoro, 2007). Tabel 3. Keunggulan Geolistrik dibandingkan instrumentasi lain



Geolistrik dapat digunakan untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Dapat juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman bedrock untuk fondasi bangunan. Metode geolistrik juga dapat digunakan untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metode ini merupakan salah satu metode bantu dari metode geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.



2.4. Macam - macam Konfigurasi dalam Geolistrik Tahanan Jenis a) Konfigurasi Wenner Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga dari jarak AB. Bila jarak AB diperbesar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB (Damtoro, 2007).



Gambar 2.1. Konfigurasi Wenner



Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini dapat digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang dapat berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat. b) Konfigurasi Schlumberger Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB. Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama jika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik high impedence dengan akurasi tinggi yaitu yang dapat menampilkan tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengiriman arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi. Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN dapat dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0 miliVolt.



Umumnya perubahan jarak MN dapat dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1:20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1:50 dapat dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 miliVolt. Contoh penggunaan jarak MN/2 terhadap jarak AB/2: 



Untuk jarak AB/2 dari 2.5 m sampai 10 m, gunakan jarak MN/2 = 0.5 m







Untuk jarak AB/2 dari 10 m sampai 40 m, gunakan jarak MN/2 = 2.0 m







Untuk jarak AB/2 dari 40 m sampai 160 m, gunakan jarak MN/2 = 8.0 m







Untuk jarak AB/2 dari 160 m sampai 500 m, gunakan jarak MN/2 = 30 m Contoh di atas tidak mengikat dan dapat juga digunakan pasangan harga yang



lain apabila dirasa perlu.



Gambar 2.2 Konfigurasi Schlumberger



Menurut Damtoro (2007), untuk menghitung nilai resistivitas semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2. Perhitungan bilangan konstanta (K) ini berdasarkan rumus : Apparent Resistivity :



Schlumberger & Wenner :



Keterangan rumus : 



AM = Jarak antara elektroda arus (A) dan tegangan (M) (meter)







BM = Jarak antara elektroda arus (B) dan tegangan (M) (meter)







AN = Jarak antara elektroda arus (A) dan tegangan (N) (meter)







BN = Jarak antara elektroda arus (B) dan tegangan (M) (meter)







π = 3.141592654







ρa = Apparent Resistivity (Ohm meter)







K = Faktor geometri (meter)







V = Tegangan listrik pada elektroda MN (mV, milliVolt)







I = Arus listrik yang diinjeksikan melalui elektroda AB (mA) Agar cepat dalam menghitung tahanan jenis semu sewktu survey, hendaknya



faktor geometri (K) ini dicetak pada kertas data di samping angka jarak AB/2 dan MN/2. Bila menggunakan kalkulator yang mempunyai fasilitas programming, rumus perhitungan faktor geometri ini dapat dimasukkan sebagai langkah program untuk menghitung tahanan jenis semu. Interprestasi dari pengukuran ini dapat dilakukan dengan asumsi bahwa : 



Di bawah permukaan tanah terdapat sejumlah lapisan batuan dengan ketebalan terbatas.







Lapisan batuan dibawah permukaan dalam posisi horizontal.







Setiap lapisan batuan mempunyai sifat homogen (jenis litologi sama) dan secara kelistrikan bersifat isotropik (diukur dari berbagai arah akan memberikan harga yang sama). Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kurva (kurva



matching). Ada 3 (tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan dalam intepretasi Schlumberger dengan metode penyamaan kurva, yaitu : a. Kurva Baku b. Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q c. Kurva Lapangan Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui bentuk umum masing-masing kurva lapangannya. 



Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan dengan ρ1 > ρ2 < ρ3.







Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 < ρ3.







Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 > ρ3.







Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ3



Gambar 2.3 Kurva Bantu dalam metode penyamaan kurva c) Konfigurasi Wenner-Schlumberger Konfigurasi ini merupakan perpaduan dari konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Pada pengukuran dengan faktor spasi (N ) = 1, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan pengukuran pada konfigurasi Wenner (jarak antar elektrode = A ), namun pada pengukuran dengan N = 2 dan seterusnya, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan konfigurasi Schlumberger (jarak antara elektrode arus dan elektrode potensial lebih besar daripada jarak antar elektrode potensial). Konfigurasi wenner-schlumberger adalah konfigurasi dengan aturan jarak spasi yang tetap dengan faktor n untuk konfigurasi wenner-schlumberger dengan perbandingan jarak antara elektroda C1-P2 dengan spasi antara P1-P2. Sehingga jika jarak antar elektroda potensial P1 dan P2 adalah a maka jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na+a. Proses penentuan resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus (Sakka, 2001).



Gambar 2.4 Bentuk konfigurasi wenner-schlumberger beserta faktor geometri



Gambar 2.5 Pemasangan elektroda konfigurasi wenner-schlumberger



d) Konfigurasi Dipole-dipole Konfigurasi Dipole-Dipole yaitu konfigurasi dimana sepasang elektroda antara arus dan potensial terpisah, jarak spasi antar elektroda C1-C2 dan P1-P2 adalah a, sedangkan untuk jarak C1 dan P1 adalah na, atau lebih singkat dinyatakan jarak antar dipole harus lebih besar.Keunggulan dari konfigurasi ini sangat baik untuk penetrasi kedalaman, dan CST. Untuk kesensitifan yang tinggi untuk arah horizontal dan sedang untuk arah vertikal, untuk memperoleh adata maksimal maka harus lebih banyak elektroda namun ini juga menyebabkan sinyal yang ditangkap rendah, sehingga konfigurasi ini sangat baik untuk survey mapping horizontal.



Gambar 2.6 Konfigurasi Dipole-dipole



e) Konfigurasi Pole-pole Konfigurasi Pole-pole adalah konfigurasi dengan salah satu elektroda potensial dan elektroda arusnya dibentangkan dengan jarak tak hingga, atau C1 dan P2 tak hingga, dimana jarak antara B-M atau C2-P1 adalah a.



Gambar 2.7 Konfigurasi Pole-pole



f)



Konfigurasi Pole-dipole Konfigurasi Pole-dipole adalah konfigurasi elektrodanya slah satu dari elektroda potensial atau P2 dibentangkan pada jarak tak hingga, sedangkan untuk jarak spasi C1-C2 yaitu a dan jarak spasi C2 dan P1 adalah na.



g) Konfigurasi Square Konfigurasi Square adalah konfigurasi yang menggunakan bentuk kotak dimana jarak spasi C1-C2, C1-P1 dan P1-P2 adalah a, sedangkan untuk C2-P1 dan C1-P2 adalah. Kesensitifan konfigurasi ini yaitu dalam sounding dan mapping, sangat sensitif untuk medan anisotropis dibawah permukaan, seperti dip atau strike.



Gambar 2.8 Konfigurasi Pole-pole



2.5. Macam - macam Teknik Survei Metode Tahanan Jenis 1) Metode Tahanan Jenis 1-D Teknik ini disebut juga dengan metoda sounding, biasanya digunakan untuk menentukan perubahan atau distribusi tahahan jenis kearah vertikal medium bawah permukaan dibawah suatu titik sounding. Pengukurannya adalah dengan cara memasang elektroda arus dan potensial yang diletakkan dalam satu garis lurus dengan spasi tertentu. Kemudian spasi elektroda ini diperbesar secara gradual. Selanjutnya memplot harga tahanan jenis semu hasil pengukuran versus spasi elektroda pada grafik log-log. Survei ini berguna untuk menentukan letak dan posisi kedalaman benda anomali di bawah permukaan. (Virgo, 2002). Konfigurasi elektroda yang dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumbeger dan Dipole-Dipole. Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar



10.



Gambar 2.9 Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 1-D (Virgo, 2002)



Gambar 2.10 Contoh hasil pengolahan data metoda 1-D (Virgo, 2002)



2) Metode Tahanan Jenis 2-D Metode ini disebut juga dengan metoda mapping, digunakan untuk menentukan distribusi tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan cara memasang elektroda arus dan potensial pada satu garis lurus dengan spasi tetap, kemudian semua elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang permukaan sesuai dengan arah yang telah ditentukan sebelumnya (Gambar 11).



Gambar 2.11 Susunan elektroda dan urutan pengukuran geolistrik tahanan jenis 2-D (Loke, 2000)



Untuk setiap posisi elektroda akan didapatkan harga tahanan jenis semu. Dengan membuat peta kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur yang menggambarkan adanya tahanan jenis yang sama (Loke, 2000). Konfigurasi elektroda yang dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, WennerSchlumbeger dan Dipole-Dipole. Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar 12.



Gambar 2.12 Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 2-D (Virgo, 2002)



3) Metode Tahanan Jenis 3-D Teknik ini sering disebut juga dengan metoda imaging, digunakan untuk menentukan distribusi tahanan jenis semu secara vertikal dan lateral per kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan cara membuat grid pada luas area yang akan diukur, kemudian semua elektroda digerakkan sepanjang lintasan yang dibentuk oleh grid tersebut. Salah satu cara pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2.13. Penampang tahanan jenis semu yang dihasilkan akan menggambarkan distribusi tahanan jenis dalam arah vertikal dan lateral per kedalaman. Dari nilai arus (I) dan tegangan (V) yang dirukur dapat dihitung nilai tahanan jenis semu (ra) untuk masing-masing kedalaman. Kemudian nilai ra ini untuk masingmasing posisi-XC dan posisi-YC untuk elektroda arus, serta posisi-XP dan posisiYP untuk elektroda tegangan nantinya digunakan sebagai parameter input dalam pengolahan data. Hasil pengolahan data berupa penampang vertikal dan lateral dari nilai tahanan jenis sebenarnya (r) terhadap kedalaman. Konfigurasi elektroda yang dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi pole-pole, pole-dipole dan dipoledipole. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D dapat dilihat pada Gambar 2.13 di bawah ini.



Gambar 2.13 Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 3-D untuk garis 5 x 5 (Loke, 2000)



Gambar 2.14 Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk irisan horizontal (Virgo, 2002).



Gambar 2.15 Contoh distibusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk irisan vertikal (Virgo, 2002).



BAB III METODOLOGI 3.1. Metode Praktikum Survei geolistrik pada praktikum kali ini dilaksanakan di halaman rumah Bapak Idrus M. Alatas daerah Ciracas, Jakarta Timur pada hari Minggu 13 Agustus 2017. Metode yang dilakukan dalam praktikum kali ini terdiri atas: 1. Metode Survei Lapangan Metode survei lapangan dilakukan dengan cara melakukan pengukuran geolistrik dilokasi yang telah ditentukan menggunakan konfigurasi Schlumberger. Pelaksanaan pengukuran geolistrik dilakukan dengan memberikan variasi jarak dari bentangan elekroda arus AB dengan jarak bentangan elektroda tegangan MN tetap. Pada saat pengukuran di lapangan dikarenakan luas wilayah penelitian yang terbatas sehingga bentangan elektroda arus AB yang dilakukan tidak dapat jauh. Metode survei lapangan menghasilkan data-data pengukuran berupa jarak elektroda arus, jarak elektroda tegangan, besaran nilai arus, dan besaran nilai tegangan. 2. Metode Analisis Setelah dilakukan survei lapangan kemudian dilakukan metode analisis untuk mengolah data-data yang didapat. Analisis geolistrik dilakukan dengan menggunakan software IP2WIN untuk mendapatkan gambaran kurva dari hambatan jenis tanah yang terdapat dilokasi pengujian. Namun sebelum masuk kedalam software IP2WIN, data mentah lapangan dimasukan kedalam tabel excel untuk mendapatkan hambatan jenis semu dengan membagi nilai tegangan (V) terhadap nilai arus (I) dan dikali faktor geometrik (K). Setelah mendapat nilai hambatan jenis semu, kemudian memasukan nilai MN/2, AB/2, dan hambatan jenis semu kedalam software IP2WIN, sehingga didapat kurva yang menggambarkan nilai hambatan jenis yang ada di lokasi pengujian. 3.2. Alat dan Bahan Selama kegiatan praktikum geolistrik kali ini digunakan berbagai macam peralatan seperti: 1. Naniura (Resistivity meter)



4. Kabel



2. Aki motor (Power supply)



5. Palu



3. Elektroda



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum geolistrik hari Minggu 13 Agustus 2017 di rumah Bapak Idrus M. Alatas daerah Ciracas, Jakarta Timur didapat beberapa data lapangan yang kemudian diolah sehingga dihasilkan gambaran bawah permukaan lokasi pengujian (Gambar 4.1). Pada daerah pengujian di dapat rentang tahanan jenis antara 0.547 Ω – 178 Ω yang menggambarkan bahwa cukup bervariasi penyusun lapisan tanah di lokasi tersebut.



Gambar 4.1 Hasil Pengolahan Data di Software IP2WIN



Nilai – nilai resistivity yang didapat kemudian dibandingkan dengan klasifikasi jenis tanah terhadap nilai resistivity. Klasifikasi yang digunakan dalam penentuan jenis tanah kali ini adalah menurut Dept PU, 1987 dan Telford, 1976, dikarenakan pembagian dalam klasifikasi tersebut cukup jelas dan terperinci, serta sesuai dengan jenis tanah/batuan yang ada di Indonesia.



Tabel 4.1 Ringkasan nilai resistivity batuan (Dept PU, 1987 & Telford, 1976 dalam Kurniawan, 2016) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



Soil/Rocktype Tanah lempungan, lunak-basah Lempung lanauan dan tanah lanauan lembek Tanah lanauan, pasiran Batuan dasar berkekar terisi tanah lembab Pasir kerikil bercampur lanau Batuan dasar berkekar terisi tanah kering Batuan Konglomerat Batu pasir Batu Lempung Alluvium Tufa



12



Lava



Resistivity range (ohm) 1.5 - 3.0 3 – 15 15 – 150 150 - 300 300 300 - 2400 2 x 103 - 104 1-6.4 x 108 1 - 100 10 - 800 2 x 103 (Wet) 105 (dry) 102 - 5 x 104



Berdasarkan data hasil pengolahan di software IP2WIN kemudian dilakukan interpretasi jenis lapisan tanah berdasarkan nilai hambatan jenisnya. Pada kedalaman 0 – 0.956 meter ditemukan lapisan lanau kepasiran (ρ = 101 Ω), pada kedalaman 0.956 – 1.82 meter ditemukan lapisan lempung kelanauan (ρ = 15 Ω), pada kedalaman 1.82 – 3.1 meter ditemukan lagi lapisan pasir kelanauan (ρ = 178 Ω), pada kedalaman 3.1 – 3.6 meter ditemukan lapisan lempung kelanauan (ρ = 14.2 Ω), dan pada kedalaman 3.6 – 14.5 meter ditemukan lempung (ρ = 0.5 – 1.8 Ω) sebagai penyusun tanah lokasi pengujian (Gambar 4.2).



Gambar 4.2 Penampang bawah permukaan berdasarkan analisis geolistrik



Gambaran bawah permukaan yang dapat dijangkau oleh pengujian geolistrik yang telah dilakukan hanya sampai 14 meter dikarenakan jarak bentangan elektroda arus AB berkisar 32 meter saja, sehingga secara teori pengujian kali ini hanya dapat menggambarkan 11 meter kedalaman di bawah permukaan (1/3 dari jarak AB). Pada pelaksanaan praktikum geolistrik kali ini memiliki banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan waktu dan luas lokasi pengujian, sehingga diperlukan beberapa perbaikan jika akan dilakukan pengujian diwaktu yang akan datang seperti mencari wilayah yang luas untuk dapat membentakan kabel elekroda, pembacaan resistivity meter yang lebih teliti, pencatatan jarak bentangan elektroda yang lebih valid, dan waktu praktikum yang lebih lama.



BAB V KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum geolistrik mata kuliah laboratorium lanjut dan investigasi geoteknik kali ini adalah sebagai berikut: 



Metode resistivitas adalah salah satu metode dalam geolistrik yang digunakan untuk mengetahui nilai resistivitas dari lapisan tanah atau batuan.







Metode Geolistrik dilakukan dengan cara mengirim arus dan mengukur tegangan atau potensial yang terbaca dipermukaan, sehingga diperoleh resistivitas atau tahanan jenis antar lapisan batuan di bawah permukaan bumi, dan juga ketebalan masing-masing lapisan batuan tersebut.







Pada kedalaman 0 – 0.956 meter ditemukan lapisan pasir kerikilan (ρ = 101), kedalaman 0.956 – 1.82 meter ditemukan lapisan lanau kepasiran (ρ = 15), kedalaman 1.82 – 3.1 meter ditemukan lagi lapisan pasir kerikilan (ρ = 178), kedalaman 3.1 – 3.6 meter ditemukan lapisan lanau kepasiran (ρ = 14.2), dan kedalaman 3.6 – 14.5 meter ditemukan lempung (ρ = 0.5 – 1.8) sebagai penyusun tanah lokasi penelitian.



DAFTAR PUSTAKA Damtoro, J.2007. Metode Geofisika. Blog Damtoro Juswanto. Diakses 10 September 2017 di http://www.Beave3x.com/Damtoro/geofisiska.htm Loke, M. H., 2000. Electrical Imaging Surveys for Environmental and Engineering Studies: A Practical Guide to 2-D and 3-D Surveys, Penang, Malaysia Kurniawan, H. D., 2016. Air Tanah Kota Tangerang Selatan. Diakses 20 September 2017 di https://desdm.bantenprov.go.id/read/berita/195/category.html



Milsom, John. 2003. Field Geophysics Third Edition. Chichester: John Wiley & Sons Ltd Telford, WM. 1990. Applied Geophysics Second Edition, Cambridge University. Virgo, F., 2002. Pemodelan Fisis Metoda Tahanan Jenis Untuk Benda Berongga di Bawah Lapisan Mendatar, Tesis S-2. Magister Geofisika Terapan ITB, Bandung