Laporan Praktikum Hidroponik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HIDROPONIK



“Pengaruh Pemberian Jenis Air Terhadap Tingkat Keberhasilan Persemaian”



Dosen Pengampu :



Aprilia Hartanti,SP.,MP. NIDN. 0714047303



Nama Anggota Kelompok 1



Safitri Qory Oktaviana NIM. 161410005



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PANCA MARGA PROBOLINGGO 2019



KATA PENGANTAR Assalamu’alakum Wr. Wb. Puj syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum Teknologi Hidroponik dengan judul “Pengaruh Pemberian Jenis Air Terhadap Tingkat Keberhasilan Persemaian” Keberadaan laporan praktikum yang disusun dapat memberikan informasi bagaimana jenis air yang digunakan memberikan pengaruh pada keberhasilan dalam persemaian hidroponik. Selain itu, dari hasil praktikum dapat ditentukan rekomendasi jenis air yang dapat memberikan tingkat keberhasilan tertinggi pada persemaian hidroponik. Penulis menyadari bahwa laporan yang disusun masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dari laporan praktikum yang penulis sajikan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb



Probolinggo, 11 Mei 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI SAMPUL LAPORAN. ............................................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A.



Latar Belakang ......................................................................................... 1



B.



Rumusan Masalah .................................................................................... 2



C.



Tujuan Praktikum ..................................................................................... 2



BAB II ..................................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3 A.



Hidroponik................................................................................................ 3



B.



Persemaian Hidroponik ............................................................................ 6



C.



Macam-Macam Air .................................................................................. 7



1.



Air AC .......................................................................................................... 8



2.



Air Sumur ..................................................................................................... 9



3.



Air PDAM .................................................................................................... 9



4.



Air Mineral ................................................................................................. 10



BAB III ................................................................................................................. 11 METODOLOGI PRAKTIKUM ........................................................................... 11 A.



Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................. 11



B.



Bahan dan Alat ....................................................................................... 11



C.



Prosedur Pelaksanaan ............................................................................. 11



D.



Parameter Pengamatan ........................................................................... 12



BAB IV ................................................................................................................. 14 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 14 A.



Hasil Pengamatan ................................................................................... 14



B.



Pembahasan ............................................................................................ 15



iii



BAB V................................................................................................................... 23 PENUTUP ............................................................................................................. 23 A.



Kesimpulan ............................................................................................. 23



B.



Saran ....................................................................................................... 23



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24 LAMPIRAN .......................................................................................................... 25



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Hidroponik berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari kata hydro yang berarti air dan kata ponos yang berarti kerja. Jadi definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat poros, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool (Lingga, 1999). Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh tanaman. Persemaian merupakan salah satu kegiatan yang harus diperhatikan agar menghasilkan bibit yang sehat. Pada budidaya hidroponik, persemaian dilakukan dengan menanam benih pada rockwool yang sudah dibasahi dengan air. Penggunaan jenis air dalam hidroponik adalah salah satu hal terpenting yang menentukan sejauh mana benih dapat melakukan perkecambahan dan tumbuh secara seragam. Oleh karena itu, pada kegiatan praktikum kali ini penulis melakukan pengamatan tentang aplikasi jenis air yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam persemaian hidroponik.



1



B. Rumusan Masalah 1. Apakah asal air berpengaruh pada pertumbuhan tanaman? 2.



Manakah air yang paling baik digunakan untuk persemaian?



3.



Apakah nutrisi berperan penting pada saat persemaian?



C. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui apakah asal air berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. 2.



Untuk mengetahui perlakuan air yang paling baik digunakan untuk persemaian.



3.



Untuk mengetahui apakah nutrisi berperan penting pada saat persemaian.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidroponik Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. Jadi, hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam. Sejarah mencatat bahwa hidroponik sudah dimulai oleh Bangsa Babylonia pada tahun 600 SM yaitu berupa taman gantung (hanging garden). Taman gantung ini adalah merupakan hadiah dari Raja Nebukadnezar II untuk istri tercintanya bernama Amytis, yang juga sebagai permaisuri. Taman gantung ini dibuat secara bertingkat dan tidak semuanya menggunakan media tanah sebagai media tanam. Seperti halnya Bangsa Babylonia, Bangsa Cina juga telah mencoba menerapkan cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam. Bangsa Cina telah menerapkan teknik bercocok tanam yang dikenal dengan “Taman Terapung”. Bahkan di Mesir, Cina dan India juga sudah menerapkan cara bercocok tanam yang tidak menggunakan tanah sebagai media tanam. Istilah hidroponik lahir sekitar tahun 1936, sebagai penghargaan yang diberikan kepada DR. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California. DR. WF. Gericke melakukan percobaan dan penelitian dengan menanam tomat di dalam bak yang berisi mineral sehingga tomat tersebut mampu bertahan hidup dan dapat tumbuh sampai ketinggian 300 cm dan memiliki buah yang lebat. Sebelumnya beberapa ahli patologis tanaman juga melakukan percobaaan dan penelitian untuk dapat melakukan bercocok tanam tanpa media tanah sebagai media tanam, sehingga pada masa itu bermunculan istilah-istilah: “Nutri Culture”, “Water Culture”, ”Gravel Bed Culture”, dan istilah “Soilless Culture” (Roberto, 2003). Adapun jenis-jenis hidroponik yang digunakan yaitu:



3



1. Nutrient Film Technique (NFT) NFT adalah teknik hidroponik dimana aliran yang sangat dangkal air yang mengandung semua nutrisi terlarut diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang kembali beredar melewati akar tanaman di sebuah alur kedap air. Dalam sistem yang ideal, kedalaman aliran sirkulasi harus sangat dangkal, sedikit lebih dari sebuah film air. Sebuah sistem NFT yang dirancang berdasarkan pada penggunakan kemiringan saluran yang tepat, laju aliran yang tepat, dan panjang saluran yang tepat. Keuntungan utama dari sistem NFT dari bentuk-bentuk lain dari hidroponik adalah bahwa akar tanaman yang terkena kecukupan pasokan air, oksigen dan nutrisi. Kelemahan dari NFT adalah bahwa NTF ini memiliki gangguan dalam aliran, misalnya, pemadaman listrik. Prinsip dasar dalam sistem NFT merupakan suatu keuntungan dalam pertanian konvensional. Artinya, pada kondisi air berlebih, jumlah oksigen diperakaran menjadi tidak memadai. Namun, pada sistem NFT yang nutrisinya hanya selapis menyebabkan ketersediaan nutrisi dan oksigen pada akar selalu berlimpah. 2. Drip-Irrigation atau Micro-Irrigation Drip-Irrigation, juga dikenal sebagai irigasi tetes atau irigasi mikro atau irigasi lokal, adalah metode irigasi yang menghemat air dan pupuk dengan membiarkan air menetes perlahan ke akar tanaman, baik ke permukaan tanah atau langsung ke zona akar, melalui jaringan katup, pipa, tabung, dan emitter. Hal ini dilakukan melalui tabung sempit yang memberikan air langsung ke dasar tanaman. Dengan demikian, kerugian (kehilangan air) seperti perkolasi, run off, dan evapotranspirasi bisa diminimalkan sehingga efisiensinya tinggi. 3. Aeroponics Aeroponics adalah proses tumbuh tanaman di lingkungan udara atau kabut tanpa menggunakan tanah atau media agregat



4



(dikenal sebagai geoponics). Kata "aeroponics" berasal dari makna Yunani aero (udara) dan ponos (kerja). Budaya aeroponics berbeda dari kedua hidroponik konvensional dan in-vitro (kultur jaringan tanaman) tumbuh. Tidak seperti hidroponik, yang menggunakan air sebagai media tumbuh dan mineral penting untuk mempertahankan pertumbuhan tanaman, aeroponics dilakukan tanpa media tumbuh. Karena air digunakan dalam aeroponics untuk mengirimkan nutrisi, kadang-kadang dianggap sebagai jenis hidroponik. Prinsip dasar dari tumbuh aeroponik adalah untuk tumbuh tanaman digantung di dalam lingkungan tertutup atau semi-tertutup dengan menyemprotkan akar tanaman menjuntai dan batang bawah dengan solusi dikabutkan atau disemprot air kaya nutrisi (Wikipedia, 2013). 4. Deep Water Culture (DWC) Deep Water Culture (DWC) adalah salah satu metode hidroponik



yang



memproduksi



tanaman



dengan



cara



menggantungkan akar tanaman ke dalam larutan kaya nutrisi, air beroksigen (Wikipedia, 2013). 5. Flood & Drain (Ebb and Flow) Ebb and flow merupakan suatu bentuk hidroponik yang dikenal karena kesederhanaan, kehandalan operasi dan biaya investasi awal yang rendah. Pot diisi dengan media inert yang tidak berfungsi seperti tanah atau berkontribusi nutrisi untuk tanaman tapi yang jangkar akar dan berfungsi sebagai cadangan sementara air dan pelarut nutrisi mineral (Wikipedia, 2013). 6. Floating Raft (Rakit apung) Pada sistem rakit apung, tanaman ditempatkan pada stereofoam yang diapungkan pada sebuah kolam. Kolam sedalam 40 cm tersebut berisi nutrisi. Sistem ini perlu ditambahkan airstone ataupun aerator. Aerator berfungsi menghasilkan oksigen untuk pertukaran udara dalam daerah perakaran. Kekurangan oksigen akan mengganggu penyerapan air dan nutrisi oleh akar. Rakit apung hanya dapat



5



ditanami oleh tumbuhan yang memiliki bobot rendah (Randys Hydroponics, 2010). B. Persemaian Hidroponik Pada prinsipnya, cara menyemai benih tanaman hidroponik hampir sama dengan cara konvensional, yang berbeda adalah teknik cara menyemai benih tanaman tersebut. Sebelum ditanam pada wadah hidroponik, benih sayur harus disemai terlebih dahulu. Meskipun bisa langsung ditanam, proses penyemaian dinilai penting. Proses penyemaian bertujuan agar pertumbuhan akar tanaman lebih terkontrol sehingga tidak menjuntai atau menyentuh larutan nutrisi saat ditanam. Kualitas tanaman yang baik dipengaruhi oleh: 1.



Kualitas Benih Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Benih yang dipilih untuk semai harus memiliki kualitas daya berkecambah yang baik dan tahan penyakit. Untuk mngetahui daya kualitas benih dapat dilakukan dengan merendam benih menggunakan air bersih dan tunggu sekitar 1015 menit. Setelah itu, benih yang berada dalam kondisi tetap tenggelam dapat digunakan.



2.



Pemilihan Media Semai Media semai merupakan media yang digunakan untuk benih tumbuh dan berkembang, termasuk juga pada persemaian. Pemilihan media semai menjadi salah satu faktor untuk mendukung dalam keberhasilan persemaian. Media untuk persemaian harus dalam keadaan bersih, steril dan mampu menyimpan air dengan baik. Kondisi bersih dan steril wajib agar tidak menghambat proses benih dalam berkecambah.



3.



Kebutuhan Air Air merupakan faktor penting dalam persemaian karena untuk menjaga kelembaban dan mendukung proses perkecambahan benih. Kegagalan dalam persemaian terjadi karena saat proses perkecambahan, air yang diberikan kurang sesuai dengan kebutuhan. Jumlah air yang



6



terlalu sedikit membuat benih kering dan tidak dapat berkecambah dengan baik dan jika jumlah air terlalu banyak berdampat pada benih mudah busuk. 4.



Kebutuhan Cahaya Cahaya merupakan faktor terpenting dalam fotosintesis untuk tumbuh dan berkembang tanaman. Fotosintesis adalah proses dimana tanaman memasak makanan yang membutuhkan cahaya, air dan CO2. Semaian harus mendapatkan cahaya yang cukup untuk proses perkecambahan benih. Efek negatif yang didapatkan jika semaian kurang cahaya adalah benih sulit berkecambah, lambat berkecambah dan dapat terjadi etiolasi. Ciri-ciri dari terjadinya etiolasi adalah dengan memanjangnya batang namun tidak diikuti dengan pertumbuhan daun.



5.



Kebersihan Menjaga kebersihan berfungsi untuk menekan dan menghindari adanya jamur, bakteri, dan virus yang dapat menghambat proses perkecambahan. Hal wajib yang harus dilakukan untuk menjaga kebersihan adalah dengan menggunakan wadah untuk semaian dan perakaran menyemai dalam kondisi bersih (Bayu, 2012).



C. Macam-Macam Air Air memiliki peranan yang penting sekali dalam budidaya tanaman dengan cara hidroponik. Namun untuk bisa memproduksi tanaman hidroponik yang higienis, segar dan sehat ternyata tidak seluruh jenis air bisa digunakan menjadi media tumbuh bagi tanaman hidroponik. Ada beberapa syarat air untuk tanaman hidroponik yang wajib terpenuhi supaya bisa menjadi media tumbuh tanaman yang maksimal dan baik guna keberhasilan budidaya tanaman hidroponik. a. Mineral Yang Terlarut Di Dalam Air Air selalu berisi dengan mineral-mineral yang terlarut di dalamnya, tetapi tidak semuanya bermanfaat karena ada beberapa unsur mineral yang membahayakan untuk pertumbuhan tanaman, malahan mengancam



7



bagi kesehatan tubuh manusia bila terlalu tinggi nilai terlarutnya. Di Indonesia umumnya air tanah mempunyai nilai mineral terlarutnya sekitar 150-250 ppm dan untuk air yang bersumber dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) mempunyai nilai mineral terlarutnya di atas 250 ppm. Nilai mineral terlarut yang terlalu tinggi inilah yang tidak cocok untuk media tumbuhnya tanaman hidroponik sebab akan mengganggu kinerja akar tanaman ketika menyerap unsur hara atau nutrisi. Adapun kualitas air yang diinginkan oleh tanaman hidroponik yaitu air dengan kadar mineral terlarut 0-50 ppm. Dengan rendahnya kadar mineral terlarut akan membuat tanaman bisa tumbuh dengan maksimal di dalam air sebab kemampuan akar saat menyerap nutrisi menjadi mudah dan optimal serta nutrisi akan tercampur sempurna. b. Nilai pH (part of Hydrogen) Nilai pH air akan berpengaruh pada kemampuan akar tanaman saat menyerap nutrisi karena berhubungan dengan kemampuan sel-sel akar tanaman tersebut ketika melakukan interaksi antar jaringan di dalam tubuh tanaman terhadap berbagai garam mineral di luar tubuh tanaman (nutrisi). Kebanyakan tanaman hidroponik menginginkan nilai pH optimal antara 5.5-7.5 . Nilai pH d iluar kisaran angka itu akan menghambat sekali kemampuan akar saat menyerap nutrisi di dalam larutan. Nilai pH di bawah angka 5 akan cenderung bersifat asam yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel akar tanaman dan nilai pH yang ada di atas angka 7.5 akan cenderung memiliki sifat basa serta meracuni tanaman. 1. Air AC AC (Air Conditioner) merupakan suatu modifikasi pengembangan teknologi mesin pendingin yang dimanfaatkan untuk berbagai tujuan terutama yang bertempat tinggal di wilayah subtropis. AC membantu memberikan udara yang sejuk dan menyediakan uap air yang dibutuhkan



8



bagi tubuh. Dalam prosesnya, AC menghasilkan air yang merupakan hasil kondensasi atau pengembunan udara dari lingkungan sekitar sehingga mengandung sedikit mineral dan memiliki suhu rendah. Air buangan AC tersebut berasal dari udara panas yang diserap dari satu tempat kemudian dikeluarkan ke tempat lain melalui evaporasi (penguapan) dan kondensasi. Kondensasi (pengembunan) udara yang mengandung uap air menghasilkan air dalam bentuk cair. Cairan ini memiliki suhu rendah dan mengandung sedikit mineral. Bila dilihat proses terjadinya air buangan tersebut, maka air AC merupakan air murni yang hampir tidak tercemar oleh elemen - elemen yang mengendap, sehingga bila dibandingkan dengan air hujan, maka sebenarnya air buangan AC lebih bersih. Air buangan AC bisa juga disebut sebagai air suling atau aquades. Aquades merupakan air murni, dengan asumsi hanya berisi molekul – molekul H2O tanpa adanya penambahan unsur lain seperti ion. 2.



Air Sumur Air sumur adalah air yang berasal dari dalam tanah, air tersebut didapatkan dengan cara menggali tanah sehingga akan terbentuk sumur. Air sumur merupakan salah satu sumber air yang bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat dan biasanya mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na, Mg, Ca, dan Fe.



3.



Air PDAM Air yang diolah perusahaan air minum (PDAM) yang bersumber dari air sungai ataupun air tanah. Air ini diolah dengan maksud agar bakteri berbahaya terbunuh dan biasanya untuk dapat membunuh bakteri digunakan larutan kimia klorin. Akan tetapi korin adalah senyawa kimia yang juga berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia karena hasil turunannya yaitu THMs (Trihalomethane) dapat menyebabkan penyakit kanker dan ginjal. Penambahan klorin dalam air PDAM berdampak pada perubahan dalam hal kandungan dan derajat keasaman. Semakin banyak penambahan



9



kaporit dalam air, maka derajat keasaman juga ikut naik. Penambahan kaporit hingga 40 ppm akan meningkatkan pH air menjadi 6,66. Ini disebabkan karena kaporit Ca(OCl)2 bila dilarutkan dalam air, akan menghasilkan senyawa Ca(OH)2 yang dapat menyebabkan kesadahan total sehingga pH air akan naik (Aziz dkk., 2013). 4. Air Mineral Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral. (BSN, 2006). World Health Organization 1980 merekomendasikan bahwa air minum harus mengandung magnesium dan kalsium dengan konsentrasi minimum 10 mg/l dan 20 mg/l. Sedangkan menurut Menkes RI tentang baku mutu air minum menyatakan bahwa air minum mengandung maksimal magnesium 30 Universitas Sumatera Utara mg/l, kalisum 75 mg/l, besi 0,1 mg/l, klorida 200 mg/l, dengan kesadahan minimal 5 mg/l (Kozisek, 2005).



10



BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM



A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Panca Marga Probolinggo. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 14-28 Maret 2018. B. Bahan dan Alat 1.



Bahan Bahan yang digunakan antara lain, benih sayuran (sawi pakchoy, selada merah, sawi dakota, sawi pagoda, kangkung, selada hijau, bayam, sawi pahit), dan macam-macam air (Air AC, air sumur, air mineral, air PDAM).



2. Alat Alat



yang



digunakan



adalah



rockwool,



nampan



plastik,



pisau/gergaji, tusuk gigi, plastik hitam/kertas, label nama, alat tulis, dan kamera C. Prosedur Pelaksanaan 1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Merendam benih dalam air biasa. Jika bibit tenggelam, maka bibit tersebut baik untuk digunakan. 3. Potong rockwool sejumlah yang akan digunakan dengan menggunakan pisau atau gergaji besi kecil. Ukuran umum dalam pemotongan rockwool yang digunakan adalah 2,5 x 2,5 x 2,5 cm. 4. Meletakkan rockwool pada nampan plastik. 5. Membasahi rockwool dengan cara menyiram atau merendam dalam air, angkat dan jangan diperas. 6. Melubangi rockwool dengan pinset atau tusuk gigi sedalam 0,5 cm.



11



7. Menanam 2 bibit/potongan rockwool untuk tanaman besar seperti pakchoy dan selada, 3-5 benih/rockwool untuk kangkung. Sedangkan untuk benih bayam merah hanya “menempelkan” secukupnya dengan menggunakan ujung jari yang dibasahkan dan tidak dihitung jumlahnya. 8. Menyimpan selama semalam atau benih telah sprout (pecah). Lebih baik jika semaian disimpan di tempat yang teduh dan tidak ada cahaya. 9. Setelah benih sprout, tempatkan di bawah sinar matahari agar tanaman tidak mengalami etiolasi. Perlu diperhatikan bahwa untuk menjemur semaian, tidak perlu menunggu semua tanaman sprout. Jika sudah lebih dari 30% yang telah sprout, semaian dapat diletakkan di sinar matahari. 10. Selama persemaian, pastikan media semai selalu dalam keadaan lembab dengan cara menyemprotkan air menggunakan semprotan/spray atau menyiram dasar tempat semaian. 11. Jika semaian sudah berdaun, air yang digunakan untuk melembabkan dapat menggunakan air nutrisi dengan ppm rendah sekitar 200-300 ppm. 12. Tahap terakhir adalah memindahkan semaian ke sistem hidroponik yang akan digunakan yang dilakukan pada saat tanaman sudah memiliki daun sejati. D. Parameter Pengamatan 1. Kecepatan Perkecambahan Benih (hari). Kecepatan perkecambahan benih dihitung dari proses praktikum dilaksanakan hingga benih berkecambah. 2. Tinggi Tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dari permukaan rockwool/pangkal tanaman hingga ujung daun (daun paling atas ditegakkan) menggunakan penggaris. Tinggi tanaman diukur dengan inverval waktu 7 (tujuh hari) pada umur 7 HSS hingga 14 HSS.



12



3. Jumlah daun (helai). Jumlah daun dihitung pada saat daun sejati tumbuh. Tinggi tanaman diukur dengan inverval waktu 7 (tujuh hari) pada umur 7 HSS hingga 14 HSS.



13



BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan interval 7 hari pada umur 7 HSS (Hari Setelah Semai) dan 14 HSS. Setiap kelompok mendapatkan 2 jenis tanaman dan air berbeda. Berikut ini adalah hasil pengukuran masing – masing kelompok dengan pemberian air yang berbeda. 1.



Air AC Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pada Pemberian Air AC No.



Tanaman



Hari Kecambah (HSS)



Air AC Jumlah Bibit Jadi



Tinggi Tanaman (cm)



3 2



10 12



1.11 0.54



4 3



12 13



2.86 1.37



Minggu Ke-1 1 Sawi Pakchoy 2 Selada Merah Minggu Ke-2 1 Sawi Pakchoy 2 Selada Merah



2.



Air Mineral Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Pada Pemberian Air Mineral Air Mineral No.



Tanaman



Hari Kecambah (HSS)



Jumlah Bibit Jadi



Tinggi Tanaman (cm)



Minggu ke-1 1



Bayam Merah



1



142



1.42



2



Sawi Pahit



2



6



0.29



Minggu Ke-2 1



Bayam Merah



1



142



2.25



2



Sawi Pahit



2



11



1.63



14



3.



Air Sumur Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Pada Pemberian Air Sumur Air Sumur No.



Tanaman



Hari Kecambah (HSS)



Jumlah Bibit Jadi



Tinggi Tanaman (cm)



2 1



19 10



6.40 1.40



3 2



23 12



9.03 1.83



Minggu ke-1 1 Kangkung 2 Sawi Pagoda Minggu Ke-2 1 Kangkung 2 Sawi Pagoda



4.



Air PDAM Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Pada Pemberian Air PDAM No. Minggu Ke-1 1 2 Minggu Ke-2 1 2



Air PDAM Jumlah Bibit Jadi



Tinggi Tanaman(cm)



3



11 10



1.52 0.82



5 3



12 12



2.80 1.52



Tanaman



Hari Kecambah (HSS)



Sawi Dakota Selada Hijau



3



Sawi Dakota Selada Hijau



B. Pembahasan Praktikum dilaksanakan berdasarkan 3 parameter pengamatan, yaitu hari kecambah terhitung dari hari pada saat dilakukan persemaian, jumlah bibit jadi yang diamati setiap 7 hari, serta tinggi tanaman. Hasil pengamatan dihitung pada setiap tanaman kemudian dilakukan rerata sehingga didapatkan nilai yang telah disajikan dalam tabel. 1.



Hari Kecambah (HSS) Parameter hari kecambah dihitung pada saat hari dilakukan persemaian (hari setelah semai) hingga benih berkecambah (benih telah pecah).



15



Pada minggu pertama untuk perlakuan AC, sawi pakchoy mulai berkecambah pada umur 3 HSS (hari setelah semai) sementara pada selada merah menunjukkan berkecambah pada umur 2 HSS. Tetapi tidak semua benih berkecambah sehingga pada pengamatan minggu kedua didapatkan rerata hari berkecambah untuk pakchoy pada umur 4 HSS dan selada merah pada umur 3 HSS. Pada perlakuan air mineral menunjukkan di minggu pertama dan kedua bayam merah berkecambah pada umur 1 HSS dan sawi pahit pada umur 2 HSS. Sementara itu, pada perlakuan air sumur tanaman sawi pagoda menunjukkan rerata hari kecambah pada umur 1 HSS di minggu pertama dan 2 HSS di minggu kedua, serta kangkung yang mulai berkecambah pada umur 2 HSS di minggu pertama dan 3 HSS di minggu kedua. Untuk perlakuan air PDAM, tanaman sawi Dakota menunjukkan rerata hari kecambah di umur 3 HSS di minggu pertama dan 4 HSS di minggu kedua. Sementara untuk selada hijau menunjukkan hari kecambah yang sama pada minggu pertama dan kedua, yaitu 3 HSS. 2.



Jumlah Bibit Jadi Pengamatan jumlah bibit jadi dilakukan dengan menghitung keseluruhan bibit yang tumbuh pada rockwool. Seperti yang diketahui, dalam 12 potong rockwool ditanam 2 jenis tanaman yang berbeda (1 jenis tanaman 6 rockwool) untuk masing- masing kelompok. Benih tanaman selada dan sawi ditanam 2 benih untuk satu potong rockwool, untuk kangkung ditanam 4 benih/rockwool, dan benih bayam merah hanya diusapkan pada potongan rockwool tanpa dihitung jumlah benihnya. Pada minggu pertama, perlakuan air AC mendapatkan jumlah bibit jadi sebanyak 10 bibit sawi pakchoy dan 12 bibit selada. Minggu kedua didapatkan 12 bibit sawi pakchoy dan 13 selada merah yang artinya benih tumbuh 100%. Sementara itu, untuk bayam merah didapatkan 142 bibit bayam merah dan 6 tanaman sawi pahit, di minggu kedua jumlah benih bayam merah tetap dan sawi pahit bertambah 5 bibit menjadi 11.



16



Pada perlakuan air sumur, jumlah bibit kangkung yang jadi sebanyak 19 bibit pada minggu pertama dan bertambah menjadi 23 pada minggu kedua. Begitu juga dengan sawi pagoda yang berjumlah 10 pada minggu pertama bertambah menjadi 12. Pada perlakuan air PDAM, jumlah bibit sawi dakota dan selada hijau yang jadi masing-masing 11 dan 10 bibit dan bertambah pada minggu kedua dengan jumlah yang sama, yaitu 12 bibit. 3.



Tinggi Tanaman (cm) Pada perlakuan air AC, tinggi tanaman sawi pakchoy pada minggu pertama dan kedua berturut-turut adalah 1,11 cm dan 2,86 cm. Sementara untuk selada merah, tinggi tanaman yang diperoleh adalah 0,54 cm dan 1,57 cm. Pada perlakuan air mineral, tanaman bayam merah memiliki tinggi tanaman berturut-turut 1,42 cm dan 2,25 cm pada 7 HSS dan 14 HSS. Tinggi tanaman sawi pahit adalah 0,29 cm dan 1,63 cm pada 7 HSS dan 14 HSS. Tanaman kangkung pada perlakuan air sumur memperoleh tinggi tanaman sebesar 6,40 cm dan 9,03 cm pada umur 7 HSS dan 14 HSS. Sementara itu, tanaman sawi pagoda memperoleh tinggi tanaman 1.40 cm dan 1.83 cm pada umur 7 HSS dan 14 HSS. Perlakuan air PDAM memperoleh tinggi tanaman untuk sawi dakota sebesar 1,52 dan 2,80 cm pada umur 7 HSS dan 14 HSS. Selada hijau pada perlakuan air AC memperoleh tinggi tanaman 0,82 cm dan 1,52 cm pada umur 7 HSS dan 14 HSS. Air merupakan salah satu faktor terpenting dalam pertumbuhan tanaman.



Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90% dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air. Air berfungsi sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma dan senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, menjaga



17



turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, dan sebagai bahan metabolisme dan produk akhir respirasi. Proses perkecambahan biji meliputi beberapa tahap fisiologi, yaitu penyerapan air, metabolisme penguraian materi cadangan makanan, transpor materi hasil penguraian dari endosperm ke bagian embrio yang aktif tumbuh, asimilasi, respirasi dan pertumbuhan. Dalam proses perkecambahan air berperan penting untuk mendukung dan mengaktifkan sel-sel yang bersifat embrionik di dalam biji, melunakkan kulit biji dan menyebabkan mengembangnya embrio dan endosperm, fasilitas unfuk masuknya oksigen ke dalam biji, mengencerkan protoplasma dan media angkutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke daerah titik-titik tumbuh (Lestary, 2012). Pengunaan jenis air akan mempengaruhi keberhasilan persemaian. Pada budidaya hidroponik, keberadaan mineral yang terlarut menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Hal tersebut dapat diduga bahwa semakin tinggi kadar mineral dalam air, dikhawatirkan terdapat unsur-unsur yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan tanaman akan mati akibat kandungan mineral yang sangat tinggi pada air. Pada persemaian, penggunaan air dengan kadar mineral tinggi mendorong benih tidak berkecambah yang dapat menurunkan tingkat keberhasilan persemaian. Kualitas air yang diinginkan oleh tanaman hidroponik yaitu air dengan kadar mineral terlarut 0-50 ppm. Air AC yang berasal dari buangan mesin AC dinilai sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena air AC yang berasal dari kondensasi (pengembunan) pada mesin AC sehingga hanya memiliki molekul H2O tanpa adanya endapan mineral lainnya, sehingga dapat diasumsikan bahwa kadar mineral dalam air AC hampir mendekati 0 ppm. Jenis air yang kedua adalah air sumur yang berasal dari air tanah. Rata-rata air tanah (air sumur) adalah 150 – 250 ppm. Walaupun lebih tinggi, air sumur masih bisa digunakan sebagai sumber air pada proses persemaian hidroponik.



18



Air mineral berasal dari sumber mata air gunung yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai air minum manusia. Menurut EPA dalam Anonim (2015). Sumber mata air gunung memiliki kadar mineral yang berkisar antara 50-160 ppm. Sehingga, air mineral masih dapat digunakan dalam persemaian hidroponik. Sementara itu, penggunaan air PDAM atau PAM pada persemaian tidak disarankan karena memiliki kadar mineral diatas 250 ppm yang dapat membahayakan pertumbuhan tanaman.



Gambar 4.1. Kadar Mineral (ppm) dari Beberapa Sumber Air Menurut EPA Berdasarkan data hasil pengamatan, rerata tinggi tanaman terbaik berada pada perlakuan air sumur, disusul dengan air mineral, air AC, dan air PDAM. Pada parameter jumlah bibit jadi, persemaian dengan tingkat keberhasilan tertinggi berturut-turut terdapat pada air AC, air PDAM, air sumur, dan air mineral. Sementara itu, untuk parameter hari kecambah tercepat berada pada perlakuan air mineral, air sumur, air AC, dan air PDAM. Ketidaksesuaian hasil pengamatan terhadap literatur disebabkan oleh faktor-faktor luar. Morfologi dan fenologi setiap tanaman yang berbeda menyebabkan terjadinya keragaman nilai pada tinggi tanaman, seperti tanaman kangkung yang cenderung lebih tinggi daripada tanaman sawi dan selada. Diameter batang pada tanaman kangkung cenderung lebih besar daripada tanaman sawi, selada, dan bayam merah pada awal pertumbuhan. Selain itu, diduga terdapat beberapa tanaman yang tidak ditempatkan pada tempat yang gelap pada saat benih belum cepat, atau dalam satu rockwool hanya terdapat



19



beberapa bagian yang berkecambah pada awalnya dan langsung ditempatkan dibawah sinar sementara benih yang belum berkecambah juga ikut dijemur tanpa ditutup, sehingga benih mengalami dormansi selama beberapa saat. Selain itu, ada pula beberapa kelompok yang tidak menempatkan tanamannya pada daerah yang memiliki pencahayaan yang cukup sehingga beberapa jenis tanaman mengalami etiolasi. Selain itu, terdapat benih yang salah posisi tumbuh sehingga pertumbuhan tanaman sedikit terhambat. Benih yang salah posisi tumbuh menyebabkan hipokotil yang terpilin ataupun membengkok yang akan berpengaruh pada kekuatan tanaman, karena batang bawah akan menopang seluruh tubuh tanaman. Demikian pula untuk akar tanaman pun berpengaruh terhadap kekuatan akar dalam mencengkeram tanah sekaligus sebagai organ yang mengambil unsur hara dari dalam tanah (Wulan dkk., 2015). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Benih yang perkecambahannya dihambat oleh cahaya disebut Negatively Photoblastic (Elisa, 2006). Cahaya (energi total) sangat penting dalam penyediaan sumber energi melalui fotosintesis untuk menghasilkan sel baru, pertambahan bahan kering, serta perbanyakan daun pada setiap anakannya. Tanaman yang memperoleh periode penyinaran yang pendek dan intensitas cahaya yang rendah, akan menyebabkan suplai hasil materi kasar dari fotosintesis berkurang. Pencahayaan yang kurang menyebabkan tanaman mengalami etiolasi. Etiolasi adalah pertumbuhan batang secara cepat yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan daun. Ciri-ciri tanaman yang etiolasi adalah batang yang tumbuh tinggi tapi memiliki diameter batang yang kecil (kurus), warna tanaman yang pucat (tanaman tidak melakukan proses fotosintesis maksimal sehingga



20



kandungan klorofil sedikit) serta mudah rebah. Etiolasi dipengaruhi oleh hormon auksin yang bekerja sangat cepat di tempat yang gelap dan dapat dihambat kinerjanya manakala tanaman ditempatkan dibawah sinar matahari. Tanaman yang mendapatkan cahaya yang cukup memiliki kondisi fisik batang yang kokoh, tanaman yang tumbuh lurus ke atas, berwarna hijau, dalam hal ini juga didukung pada kondisi jenis air yang digunakan. Pada perlakuan air AC, setelah benih sprout (pecah) maka langsung ditempatkan dibawah sinar matahari. Walaupun pertumbuhan lebih lambat, tetapi tanaman tumbuh lurus ke atas, batang kokoh, dan tanaman berwarna hijau. Selain itu, penggunaan air AC pada perlakuan tersebut menunjukkan diameter batang yang lebih besar daripada tanaman sejenis pada perlakuan yang lain serta tanaman yang tumbuh lebih sehat. Tanaman pada perlakuan lain (air sumur, air PDAM, air mineral) cenderung memiliki batang yang kurus serta warna yang sedikit pucat. Pemberian nutrisi sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman, yang juga berlaku pada budidaya hidroponik. Nutrisi berperan untuk membantu proses metabolisme tanaman dimana terdapat beberapa unsur hara yang harus dipenuhi (unsur hara esensial), baik dalam jumlah banyak (unsur hara makro) dan jumlah sedikit (unsur hara mikro). Pada budidaya hidroponik, pemberian nutrisi didapatkan dari nutrisi AB mix, dimana nutrisi A mengandung unsur makro dan nutrisi B mengandung unsur mikro yang masing- masing dicampur dan dilarutkan dalam air. Pemberian nutrisi pada saat persemaian dinilai kurang efektif. Hal ini disebabkan karena pada saat usia awal tanaman terdapat daun kotiledon yang berfungsi dalam memberikan sumber makanan pada usia muda dan lambat laun daun kotiledon akan mati seiring penyerapan cadangan makanan di kotiledon yang sudah maksimal. Tanaman muda msih belum bisa menyerap nutrisi terlalu banyak sehingga jika diberikan nutrisi pada awal tanam, dikhawatirkan air yang telah dicampur dengan nutrisi memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada tanaman muda (0-14 HST) yang menyebabkan tekananan osmosis



21



dan dapat membahayakan tanaman muda. Tanaman dapat diberikan nutrisi ketika sudah muncul daun sejati.



22



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada parameter tinggi tanaman, perlakuan terbaik terletak pada air sumur Berdasarkan data hasil pengamatan, rerata tinggi tanaman terbaik berada pada perlakuan air sumur, disusul dengan air mineral, air AC, dan air PDAM. Pada parameter jumlah bibit jadi, persemaian dengan tingkat keberhasilan tertinggi berturut-turut terdapat pada air AC, air PDAM, air sumur, dan air mineral. Sementara itu, untuk parameter hari kecambah tercepat berada pada perlakuan air mineral, air sumur, air AC, dan air PDAM. 2. Perbedaan jenis air terbaik pada setiap parameter disebabkan oleh pengaruh faktor luar, seperti morfologi tanaman yang berbeda, dormansi benih, serta fenomena etiolasi yang menyebabkan hasil pengamatan menyimpang dari literatur.. B. Saran 1.



Diharapkan



mahasiswa



menyesuaikan



lingkungan



tumbuh



setiap



perlakuan persemaian agar nantinya didapatkan hasil pengamatan yang sesuai dengan literatur.



23



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2015. “Kenapa Kita Harus Mengukur Level TDS Air Minum Kita?”. Diakses pada [http://airsehatyangmenyehatkan.blogspot.com/2015/01/kenapa-kitaharus-mengukur-level-tds.html] tanggal 15 Mei 2019 Anonim. 2017. “Syarat Air Untuk Tanaman Hidroponik yang Wajib Terpenuhi”. Diunduh pada [http://urbanina.com/hidroponik/syarat-air-untuk-tanamanhidroponik-yang-wajib-terpenuhi/] tanggal 16 Mei 2019 Anonim. 2019. “Budidaya Tanaman dengan Teknik Hidroponik”. Diunduh pada [http://www.medcofoundation.org/budidaya-tanaman-drngan-teknikhidroponik/]tanggal 11 Mei 2019 Bayu, M.N. 2012. “5 Kunci Keberhasilan dalam Semai”. Diunduh pada [http://hidroponikpedia.com/5-kunci-keberhasilan-dalam-semai/] tanggal 11 Mei 2019 Elisa,



2006. “Dormansi dan Perkecambahan [http://elisa.ugm.ac.id/] tanggal 15 Mei 2019



Faiza.



2015. “Beda Aquades dengan Air Mineral”. Diunduh [http://faizaashop.blogspot.com/2015/07/beda-aquades-dengan-airmineral.html] tanggal 14 Mei 2019



Biji”. Diunduh



pada pada



Lestari, Elviani. 2012. “Perkembangan Kecambah dalam Gelap dan Terang”. Diunduh pada [http://ervianilestary.blogspot.com/2012/12/perkembangankecambah-dalam-gelap-dan.html] tanggal 15 Mei 2019 Sukarsono, Marhaendrajaya, Firdausi. 2008. “Studi Efek Kerr Untuk Pengujian Tingkat Kemurnian Aquades, Air Pam an Air Sumur”. Vol 11. , No.1, Januari 2008. Diunduh pada [https://ejournal.undip.ac.id/index.php/berkala_fisika/article/view/2992/26 76] tanggal 14 Mei 2019 Wulan, Ashari, Ainurrasjid. 2015. “Pengaruh Posisi Semai Benih Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Durian (Durio zibethinus Murr.)”. Diunduh pada [https://www.academia.edu/31915975/PENGARUH_POSISI_SEMAI_BE NIH_TERHADAP_PERKECAMBAHAN_DAN_PERTUMBUHAN_BIB IT_DURIAN_Durio_zibethinus_Murr._The_Effect_of_Seed_Position_o n_Germination_and_Seedling_Growth_of_Durian_Durio_zibethinus_Mu rr] tanggal 15 Mei 2019



24



LAMPIRAN



1. Nutrisi AB Mix



2. Persemaian Tanaman 7 HSS



3. Tanaman 14 HSS



4. Nutrisi AB Mix



25