Laporan Praktikum Indeks Kepadatan Tikus Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGU-A TENTANG “INDEKS KEPADATAN TIKUS”



OLEH : KELOMPOK 2 FANI AFRILIANY MAKU JENI SUMURI MARSELA SAYEDI MARDALINA ASWAD MUHAMAD DICKI PRAMUDIA R. LAYA RIA AZRINA DOKA SATYA HARYO WAHYUDI SITTI WASILA DATUNSOLANG SRIYULIANINGSI H. NUSI



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN 2021



LEMBAR PERSETUJUAN Laporan Praktikum Pengendalian Vektor Dan Binatang Penggangu-A Tentang “Indeks Kepadatan Tikus” ini telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Instruktur.



Mengetahui Dosen Pembimbing



Dosen Pembimbing 1



Dosen Pembimbing 2



Bun Yamin M. Badjuka, S.Pd., M.Kes Nip. 196302201985021002



Abd. Thaif Hamzah, S.Kep., M.Si Nip. 197910312005011004



Dosen Pembimbing 3



Indra Haryanto Ali, S.KM., M.Epid



INSTRUKTUR



Novalia Warow S.Tr, Kes



ii



KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta izinnya sehingga penulisan dan penyusunan laporan ini dapat diselesaikan dengan sesuai waktu yang tersedia. Adapun laporan ini adalah “Indeks Kepadatan Tikus”. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, dikarenakan kemampuan kami yang terbatas. Meskipun demikian, kami berharap mudah-mudahan laporan ini ada manfaatnya khususnya bagi kami dan umumnya dosen.



Gorontalo, 19 April 2021 Penyusun



Kelompok 2



iii



DAFTAR ISI COVER LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................ii KATA PENGANTAR...................................................................................iii DAFTAR ISI..................................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1 1.1 Latar Belakang.................................................................................1 1.2 Tujuan...............................................................................................2 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan......................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3 2.1 Dasar Teori.......................................................................................3 BAB 3 KEGIATAN PRAKTIKUM............................................................12 3.1 Alat dan Bahan................................................................................12 3.2 Prosedur Kerja.................................................................................13 3.3 Hasil Praktikum...............................................................................14 BAB 4 PENUTUP.........................................................................................16 4.1 Keseimpulan....................................................................................16 4.2 Saran................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................17 LAMPIRAN..................................................................................................18



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aspek kesejahteraan manusia dan aspek penyakit dipengaruhi oleh faktorfaktor lingkungan. Dalam banyak kasus penyakit, kecenderungan semakin buruknya kondisi lingkungan fisik dan biologis tertentu akibat kegiatan manusia, ternyata menimbulkan habitat bagi binatang atau organisme tertentu untuk berkembangbiak. Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir semua habitat. Faktor lingkungan biotik dan abiotik akan mempengaruhi dinamika populasi tikus. Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Tingginya populasi tikus dapat berdampak pada kerugian di berbagai bidang kehidupan manusia. Di bidang pertanian, tikus sering menjadi ancaman bagi pengelola pertanian dalam usaha budidaya tanaman. Di bidang pemukiman, tikus seringkali menimbulkan kerusakan pada bangunan tempat tinggal, sekolah, perkantoran dan industri pangan. Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan kondisi lingkungan yang kumuh, kotor, dan mengindikasi kebersihan lingkungan yang kurang baik. Tikus termasuk jenis binatang yang perkembangannya sangat cepat apabila kondisi lingkungan menguntungkan bagi kehidupannya. Faktor yang menunjang reproduksi tikus meliputi ketersediaan makanan, minuman, dan tempat perlindungan. Banyak tempat - tempat potensial ditemukan tikus dalam jumlah cukup tinggi, salah satunya adalah pasar tradisional dan pemukiman.



1



2



Dalam rangka mencegah penyakit yang disebabkan oleh tikus, maka perlu memperhatikan populasi tikus. Beberapa tikus yang ada di lingkungan pemukiman daerah tropis adalah Rattus tanezumi (Tikus rumah), Rattus norvegicus (Tikus got), dan Rattus-rattus tanezumi temminh (tikus atap). Berdasarkan latar belakang di atas tentang identifikasi kepadatan tikus di lingkungan kampus poltekkes kemenkes gorontalo. 1.2 TUJUAN PRAKTIKUM 1. Untuk menambah wawasan dan kompetensi mahasiswa dalam mengetahui indeks kepadatan tikus. 2. Untuk mengetahui indeks kepadatan tikus. 1.3 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN Hari/Tanggal



: Kamis, 08 April 2021



Waktu



: 12.00 s/d selesai WITA



Tempat



: Poltekkes Kemenkes Gorontalo



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DASAR TEORI 1. Tikus (Reservoir) Tikus dan mencit termasuk famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui) yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, baik menguntungkan maupun merugikan. Para ahli zoologi sepakat menggolongkan ke dalam ordo rodentia (hewan pengerat). Menurut ITIS Report Taxonomy and Nomenclature, tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Dunia



: Animalia



Filum



: Chordata



Sub Filum



: Vertebrata



Kelas



: Mammalia



Subklas



: Theria



Ordo



: Rodentia



Sub ordo



: Myomorpha



Famili



: Muridae



Sub famili



: Murinae



Genus



: Bandicota, Rattus, dan Mus



Adapun jenis-jenis tikus yang dapat ditemukan pada lingkungan manusia adalah sebagai berikut (Rusmini, 2011) :



3



4



a. Kelompok Tikus Besar 1) Tikus got (Rattus norvegicus) Panjang ujung kepala sampai ekor 170 – 230 mm, panjang kaki belakang 42- 47 mm, ukuran panjang telinga 18-22 mm, rumus mamae 3+3 = 12, warna rambut badan atas coklat kelabu, warna rambut bagian perut kelabu. Jenis tikus ini banyak ditemui di saluran air atau got di daerah pemukiman kota atau lingkungan pasar (Depkes RI, 2001).



2) Tikus Wirok (Bandicota indica) Tikus banyak dijumpai di daerah rawa, padang alang-alang, dan terkadang di kebun-kebun dekat rumah. Adapun ciri-ciri tikus wirok adalah sebagai berikut: ukuran panjang ujung kepala sampai ekor 400-580 mm, ukuran panjang ekor 160-315 mm, ukuran panjang kaki belakang 47-53 mm, ukuran lebar telinga 29-32 mm, rumus mamae 3+3 = 12, warna rambut bagian atas dan rambut bagian perut coklat hitam, rambut agak jarang serta rambut di bagian pangkal ekor kaku atau agak keras seperti ijuk.



b. Kelompok Tikus Sedang



1)



Tikus rumah (Rattus tanezumi)



4



Tikus ini banyak dijumpai di rumah (atap, kamar, dapur), kantor, rumah sakit, sekolah, maupun gudang. Adapun ciri-ciri tikus rumah adalah sebagai berikut: ukuran panjang ujung kepala sampai ekor 220-370 mm, ukuran panjang ekor 101-180 mm, ukuran



5



panjang kaki belakang 20-39 mm, ukuran lebar telinga 13-23 mm, rumus mamae 2+3 =10, warna rambut bagian atas coklat tua, dan rambut bagian perut coklat tua kelabu (Ditjen PP & PL, 2008).



2)



Tikus ladang (Rattus exulans)



Pada umumnya tikus ini terdapat di semak belukar dan kebun maupun ladang sayuran, namun kadang-kadang tikus ladang dapat dijumpai di dalam rumah. Adapun ciri-ciri morfologi tikus ladang adalah sebagai berikut: ukuran panjang ujung kepala sampai ekor 139-365 mm, ukuran panjang ekor 108-147 mm, ukuran panjang kaki belakang 24-35 mm, ukuran lebar telinga 11-28 mm, rumus mamae 2+2= 8, warna rambut badan atas coklat kelabu, sedangkan rambut bagian perut putih kelabu. 2. Morfologi Tikus Ciri-ciri tikus adalah memiliki kepala, badan, dan ekor yang terlihat jelas. Tubuh tertutup rambut, tetapi ekor tikus bersisik dan kadang terlihat rambut. Tikus memiiki sepasang daun telinga, mata, bibir kecil yang lentur. Di sekitar hidung atau moncong terdapat misai, yang bentuknya menyerupai kumis (Sigit, 2006). Salah satu ciri terpenting tikus sebagai ordo Rodentia adalah kemampuan untuk mengerat benda-benda keras. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri yang tumbuh secara terus-



5



menerus. Pertumbuhan gigi seri tikus yang terus menerus disebabkan oleh tidak ada penyempitan pada bagian pangkalnya, sehingga terdapat celah.



6



3. Cara Identifikasi Tikus Cara identifikasi tikus dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Cara identifikasi tikus secara kuantitatif (satuan: mm) diukur sebagai berikut:



a. Panjang total (PT): panjang dari ujung ekor sampai ujung hidung, diukur dalam posisi tubuh lurus dan terlentang.



b.



Panjang ekor (E): diukur dari pangkal sampai ujung ekor.



c. Panjang kaki belakang (KB): diukur dari ujung tumit sampai ujung jari kaki terpanjang. Pengukuran KB dengan cakar.



d.



Panjang telinga (T): diukur dari pangkal telinga ke titik terjauh di daun telinga.



e. Berat tubuh (B): diukur dengan timbangan (gram). Cara mengidentifikasi tikus secara kualitatif adalah sebagai berikut:



a. Warna rambut : pengamatan pada warna rambut punggung dan perut. Perbedaan warna rambut tersebut menentukan jenis tikus.



b. Rumus putting susu: angka depan menunjukan jumlah pasangan puting susu yang tumbuh di dada, sedangkan angka belakang menunjukan pasangan puting susu yang tumbuh di perut. Contoh rumus puting susu tikus rumah : 2+3 (2 pasangan susu di dada dan 3 pasangan susu di perut).



7



Disamping karakter morfologi, lingkungan dan tempat hidup atau habitat tikus juga dapat digunakan untuk membantu mengenali tikus (Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, 2002). 4. Kebiasaan bersarang dan perpindahan Tikus biasanya membuat sarang pada tempat-tempat yang dekat dengan sumber makanan dan air. Tempat bersarang tikus tidak sama dengan tempat persembunyiannya karena tempat sembunyi hanya untuk menghindarkan diri dari bahaya. Perpindahan tikus terjadi bila :



a.



Tidak tersedia lagi bahan makanan di sekitar sarangnya



b. Perubahan musim ( musim panen) c.



Terjadi bencana alam



d. Mendapat serangan dari spesies lain atau dari pemangsa Perpindahan dilakukan bisa mencapai jarak 1 km- 2 km (Rusmini, 2011). 5. Kepadatan Tikus Tikus merupakan binatang pengganggu yang merupakan vertebrata utama



sebagai



reservoir



beberapa



penyakit.



Program



surveilans



memberikan gambaran tentang peningkatan risiko penularan penyakit bersumber tikus ke manusia. Pendugaan kepadatan absolut tikus dapat menggunakan teknik tangkap-tandatangkap (T3) kurang efisien untuk dilaksanakan. Cara paling mudah untuk mengetahui kepadatan populasi tikus di lingkungan rumah adalah dengan menduga kepadatan relatif sebagai persentase keberhasilan penangkapan (B2P2VRP Salatiga).



8



Keberhasilan penangkapan tikus dilihat dari hasil trap success yang dilakukan di dalam dan di luar rumah yang dinyatakan dengan rumus :



1. Trap success di dalam rumah Trap success = Jumlah tikus yang tertangkap dalam rumah x 100 % Jumlah perangkap



2. Trap success di luar rumah Trap success = Jumlah tikus yang tertangkap di luar rumah x 100 % Jumlah perangkap Hasil trap success tikus di suatu wilayah dikatakan memiliki kepadatan tinggi apabila:



a.



Trap success di habitat rumah ≥ 7%



b.



Trap success di habitat luar rumah ≥ 2% (Rusmini, 2011).



6. Panca Indra Pada Tikus Tikus memiliki indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupanya. Diantara kelima organ inderanya, hanya indera penglihatan yang kurang berkembang. Sebagai binatang malam, tikus dan mencit mempunyai mata yang sangat peka terhadap cahaya dan intensitas tinggi (Ristiyanto, 2002). 7. Indera Penglihatan Tikus Tikus merupakan hewan yang buta warna. Sebagian besar warna yang ditangkap tikus berwarna kelabu. Mata tikus telah dibiasakan untuk melihat di malam hari. Penglihatan tikus tidak berkembang baik, tetapi mempunyai kepekaan tinggi terhadap cahaya. Pada jarak pandang 10 m



9



tikus masih dapat mengenali bentuk benda di depannya, bahkan mencit dapat mengenali benda pada jarak 15 m dan melihat ke bawah sedalam 1 m.



8. Indera Penciuman Tikus Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukan dengan gerakan tikus saat mencium bau pakanan, keberadaan tikus lain, atau predator. Indera penciuman tikus yang tajam dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu tempat (Rusmini, 2011). 9. Indera Pendengaran Tikus Sebagian besar rodent termasuk tikus memiliki tanggap akustik bimodal cochlear yang artinya ada dua puncak akustik yang dapat dideteksi oleh tikus. Pertama pada frekuensi 40 kHz untuk tikus dan 20 kHz untuk mencit. Kedua pada sinyal ultrasonik yaitu 100 kHz untuk tikus dan 90 kHz untuk mencit. 10. Indera Perasa Indera perasa tikus berkembang dengan baik. Kemampuan tikus untuk mendeteksi zat-zat yang pahit, bersifat toksik, dan tidak berasa berhubungan dengan pengendalian tikus menggunakan umpan beracun. Kemampuan tersebut dapat menyebabkan tikus menolak racun tersebut (Sigit, 2006).



10



11. Penyakit yang Disebabkan Oleh Tikus Tikus berperan sebagai tuan rumah perantara untuk berbagai jenis penyakit yang dikenal dengan Rodent Disease. Penyakit yang dtularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus, riketsia, bakteri, protozoa, dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan secara langsung melalui urin, ludah, feses, atau gigitan ektoparasitnya. Ektoparasit merupakan organisme yang hidup pada permukaan luar tubuh tikus, termasuk di dalam liang kulit dan telinga luar seperti kutu, caplak, pinjal, dan tungau (Ditjen P2 & PL, 2008). 12. Pengendalian Pengendalian yang paling sering kita gunakan biasanya menggunakan metode gropyokan atau dengan memasang umpan, namun yang palig tepat dilakukan adalah pengendalian terpadu. Kalau kita menggunakan umpan beracun ada



baiknya kita menggunakan umpan yang tidak langsung



membunuh dengan cepat, gunakanlah rodentisida yang membunuh secara perlahan misal Klerat dan ratikus, karena seperti yang saya bicarakan diatas tikus bila makan makanan yang beracun cepat reaksi kematiannya, maka dia akan memberi sinyal suara kesakitan dan tanda bahaya kepada temannya, sehingga teman-temannya akan waspada terhadap makanan baru, dan tidak mau makan terhadap umpan yang kita berikan. Pemberian umpan tersebut sebaiknya jangan disentuh dengan tangan sebab indra penciuman tikus sangat tajam terhadap bau yang baru dan aneh termasuk bau manusia. Lakukan pada saat paceklik pangan bagi tikus



11



yaitu saat lahan beras (tidak ditanami) sampai pada saat menjelang produksi pangan (bila pada padi menjelang bunting). 13. Jenis-jenis tikus antara lain: a. Mencit (Mus sp.) b. Tikus rumah (Rattus rattus) c. Tikus got (Rattus norvegicus) d. Tikus sawah (Rattus argentiventer) e. Wirok (Bandicota sp.) f. Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus) g. Mencit Rumah (Mus-musculus) h. Mencit Ladang (Mus-Caroli) i. Celurut (shrew), yang sering disebut sebagai “tikus”, sesungguhnya bukanlah termasuk golongan hewan pengerat, melainkan hewan pemangsa serangga (Insectivora). Tikus rumah (Rattus rattus) adalah hewan pengerat biasa yang mudah dijumpai di rumah-rumah dengan ekor yang panjang dan pandai memanjat serta melompat. Hewan ini termasuk dalam subsuku Murinae dan berasal dari Asia. Tikus rumah pada masa kini cenderung tersebar di daerah yang lebih hangat karena di daerah dingin kalah bersaing dengan tikus got.



12



BAB 3 KEGIATAN PRAKTIKUM 3.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat 1. Perangkap tikus 2. Objek glass 3. Cover glass 4. Wadah penampung pinjal 5. Sisir pinjal 6. Mistar 7. Pingset 8. Mikroskop 9. Timbangan 10. APD 11. ATM B. Bahan 1. Chloroform 2. Umpan tikus 3. Kapas 4. Aluminium foil 5. Kantong plastik hitam



12



13



3.2 PROSEDUR KERJA A. Penangkapan Tikus 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Letakkan perangkap tikus yang terdapatt umpan di masing-masing lokasi yang telah ditentukan. 3. Lakukan pada siang hari dan diamkan selama 1 x 24 jam. 4. Setelah 1 x 24 jam periksa perangkap tikus yang pasang di tiap lokasi. 5. Perangkap yang terdapat tikus di bawa ke laboratorium untuk di identifikasi. B. Identifikasi Tikus 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Masukkan perangkap yang terdapat tikus ke dalam kantong plastic hitam. 3. Kemudian bius tikus dengan memasukkan kapas yang terdapat larutan chloroform kedalam kantong plastic hitam. 4. Tunggu tikus pingsan dan tidak bergerak lagi. 5. Lakukan



pemeriksaan



jenis



tikus



menggunakan



buku



kunci



identifikasi. 6. Lakukan pemeriksaan pinjal dengan cara sisir badan tikus (terdapat wadah penampungan pinjam berisi air) 7. Untuk perhitungan Indeks Pinjal Khusus dilanjutkan dengan pengamatan menggunakan mikroskop untuk melihat jenis pinjal.



14



3.3 HASIL PRAKTIKUM Lokasi Kegiatan : Poltekkes Kemenkes Gorontalo Tabel 1. Hasil Identifikasi Tikus No 1.



Jenis Tikus



Warna Punggung



Rattu s norve gicus



Sawo matang



Warna Warna Dada & Ekor Perut AbuBagian abu atas gelap, bagian bawah pucat.



H+B



Tail



220 mm



110 mm



Hind Foot 40 mm



Ears



Mamae



20 mm



12



Rumus Indeks Kepadatan Tikus 1. Trap success di dalam rumah Trap success = Jumlah tikus tertangkap dalam rumah x 100 % Jumlah perangkap = 0 x 100 % 6 =0 2. Trap success di luar rumah Trap success = Jumlah tikus tertangkap luar rumah x 100 % Jumlah perangkap = 1 x 100 % 6 = 16,6



Habitat



BB



Got, daerah 220 g perkotaan dan High pelabuhan.



15



Rumus Indeks Pinjal 1. Indeks Pinjal Khusus = Jumlah Xenopsylla cheopis yang didapat x 100 % Jumlah tikus yang diperiksa = 0 x 100 % 6 =0 2. Indeks Pinjal Umum = Jumlah seluruh pinjal yang didapat x 100 % Jumlah tikus yang diperiksa = 0 x 100 % 6 =0 Berdasarkan identifikasi kepadatan tikus yang kami amati dapat dilihat berdasarkan kunci identifikasi yaitu jenis tikus Rattus norvegicus, warna punggung sawo matang, warna dada & perut Abu - abu, warna ekor bagian atas gelap dan bagian bawah pucat, H + B dengan panjang 220 mm, Tail 110 mm, Hind Foot 40 mm, Ears 20 mm, dan mamae yaitu 12 untuk habitat kami menemukan tikus yang berjenis Rattus norvergicus di daerah perkotaan ditemukan disekitar selokan dengan berat badan melebihi batas maksimum 220 gram (High) di timbang menggunakan neraca analitik dan tikus yang kami identifikasi tidak memiliki pinjal.



BAB 4 PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Dari hasil identifikasi tikus kami mendapatkan jenis tikus Rattus norvegicus, warna punggung sawo matang, warna dada & perut Abu - abu, warna ekor bagian atas gelap dan bagian bawah pucat, H + B dengan panjang 220 mm, Tail 110 mm, Hind Foot 40 mm, Ears 20 mm, mamae 12 dan habitat kami menemukan tikus berjenis Rattus norvergicus di daerah perkotaan ditemukan disekitar selokan. Untuk berat badan tikus yaitu melebihi batas maksimum 220 gram (High) dan tidak terdapat pinjal pada tubuh tikus Rattus novergicus. 4.2 SARAN Saran kami sebaiknya dalam melakukan identifikasi tikus dilakukan dengan cermat, teliti dan tidak terburu-buru dalam melakukan identifikasi agar hasil yang didapatkan akurat.



16



DAFTAR PUSTAKA Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, Buku Saku Rodent, Banjarnegara: Balai Litbang P2B2. Diakses pada 15 April 2021 Depkes RI, 2001, Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit, Jakarta: Kemenkes RI. Diakses pada 15 April 2021. Ditjen PP & PL, 2008, Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI. Diakses pada 15 April 2021. Ristiyanto, Sutriayu N, Soenarto N, Haripurnomo K, Damar T.B, 2002, Tikus, Ektoparasit, dan Penyakitnya. Salatiga: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP). Diakses pada 18 April 2021. Rusmini, 2011, Bahaya Leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus) & Cara Pencegahannya, Yogyakarta: Gosyen Publishing. Diakses pada 15 April 2021. Sigit Harsono Singgih, Upik Kesumawati, 2006, Hama Pemukiman Indonesia Pengenalan, Biologi & Pengendalian, Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Diakses pada 15 April 2021.



17



LAMPIRAN



Gambar 1. Proses peletakkan tikus sebelum dilakukan identifikasi



Gambar 2. Proses pengukuran H + B pada tikus



Gambar 3. Proses pengukuran telinga pada tikus



18



Gambar 4. Proses penghitungan mamae pada tikus



Gambar 5. Proses penimbangan berat pada tikus



Gambar 6. Dokumentasi setelah melakukan praktikum indentifikasi kepadatan tikus



19