Laporan Praktikum Satuan Operasi Industri (Kesetimbangan Massa) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nilai :



LAPORAN PRAKTIKUM SATUAN OPERASI INDUSTRI (Kesetimbangan Massa) Oleh : Nama



: Renita Nur Trisdiana



NPM



: 240110120026



Hari, Tanggal Responsi : Kamis, 27 Maret 2014 Waktu



: 12.30 – 15.00 WIB



Co. Ass



: Novriana Ekatama



LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pengolahan pangan melibatkan berbagai jenis bahan, baik tunggal maupun kombinasi yang masuk maupun keluar dari suatu tahapan proses. Sesuai dengan teori konservatif kekekalan massa, maka bahan yang masuk ke dalam dan keluar dari proses akan tetap, hanya berubah bentuk dari wujud yang satu ke wujud yang lain. Namun dalam prakteknya, kita mungkin tidak menemukan total input yang sama dengan total bahan output, karena terjadinya akumulasi bahan pada alat yang sering kali tidak bisa dihindarkan selama proses atau adanya kehilangan bahan yang tidak terkontrol. Kesetimbangan massa menerangkan massa bahan yang melewati operasi pengolahan. Setiap bentuk kesetimbangan didasari oleh hukum konservasi dimana jika proses berlangsung tanpa terjadi akumulasi, maka massa yang masuk ke dalam sistem akan sama dengan massa yang ke luar sistem. Aplikasi kesetimbangan massa diantaranya terdapat pada proses pengolahan produk pertanian seperti ekstraksi dan pengeringan. Mengingat hal tersebut, maka perlunya penjelasan dan pemahaman yang lebih dalam mengenai kesetimbanagan massa terutama pengaplikasiannya dalam bidang operasi indutri pertanian. 1.2 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Mahasiswa dapat mempelajari kesetimbangan massa secara umum. 2. Mempelajari keadaan sistem steady state dan unsteady statedengan larutan gula. 3. Menentukan model neraca massa steady state pada alir massa dan unsteady state pada komponen gula.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prinsip Kesetimbangan Massa Di dalam hukum konservatif kekekalan massa diketahui bahwa materi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan, tetapi hanya berubah bentuk dari satu wujud ke wujud lainnya. Prinsip ini pun berlaku dalam proses pengolahan pangan, dimana total input bahan yang masuk ke dalam suatu proses pengolahan akan sama dengan total outputnya, yang terjadi adalah perubahan wujud dari bahan yang masuk dan yang keluar. Prinsip ini dikenal dengan istilah kesetimbangan massa/materi (mass/material balance). Prinsip dari kesetimbangan massa adalah total berat yang masuk (input) ke dalam suatu tahap proses atau proses keseluruhan akan sama dengan total berat dari outputnya. Perubahan yang ter-jadi adalah perubahan wujud dari input menjadi bentuk lainnya. Masukkan bahan yang masuk ke dalam suatu tahap proses dapat berupa satu jenis bahan atau lebih, begitu juga bahan yang keluar dapat berupa satu atau lebih produk yang dikehendaki, limbah (waste), ataupun kehilangan yang tidak terkontrol. Dalam suatu proses apapun jika tidak ada akumulasi dalam peralatan prosesnya, maka jumlah bahan yang masuk akan sama dengan jumlah yang keluar. Dengan kata lain, dalam suatu sistem apapun jumlah materi dalam sistem akan tetap walaupun terjadi perubahan bentuk atau keadaan fisik. Oleh sebab itu, jumlah bahan yang masuk dalam suatu proses pengolahan pangan jumlahnya akan sama dengan jumlah bahan yang keluar sebagai produk yang dikehendaki ditambah jumlah yang hilang dan yang terakumulasi dalam peralatan pengolahan. Secara matematis, prinsip kesetimbangan massa tersebut dapat dinyata- kan dengan persamaan 1 berikut (m adalah total massa): m;/jput — mouput + makumuJasj



(1)



Proses pengolahan yang tidak mengalami akumulasi disebut "steady state process", sedangkan yang mengalami akumulasi disebut "unsteady state process". Pembahasan kesetimbangan massa berikut mengasumsikan tidak terjadi nya akumulasi dalam peralatan proses (steady state process).



2.2. Derajat Brix Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur. Indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat dengan brix. Artinya bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira dapat dihitung berdasarkan indeks bias tersebut. Alat untuk mengukur brix dengan indeks bias dinamanakan Refraktometer. Dengan menggunakan alat ini contoh nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak mudah rusak. (Risvan, 2011). 2.3 Refraktometer Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar konsentrasi bahan terlarut misalnya gula, garam dan protein. Alat ini pertama ditemukan oleh Ernst Abbe (1840 - 1905) yang bekerja untuk Perusahaan Zeiss di Jena, Jerman pada akhir 1800-an. Instrumen pertamaterdiri dari termometer dan air yang bersirkulasi yang berfungsi untukmengontrol suhu instrumen dan cairan Refraktometer Abbe dapat digunakan untuk mengukur bermacam-macam indeks bias suatu larutan juga dapat digunakan untuk mengukur kadar tetapi dalam pengukurannya diperlukan kurva. (Deva,2012)



Gambar 1. Hand Refractometer ( Sumber : dokumentasi pribadi, 2014 ) Bagian – bagian dari Refraktometer 1. Day light plate (kaca)



Day light plate berfungsi untuk melindungi prisma dari goresan akibat debu, benda asing, atau untuk mencegah agar sampel yang diteteskan pada prisma tidak menetes atau jatuh. 2. Prisma (biru) Prisma merupakan bagian yang paling sensitif terhadap goresan. Prisma berfungsi untuk pembacaan skala dari zat terlarut dan mengubah cahaya polikromatis (cahaya lampu/matahari) menjadi monokromatis. 3. Knop pengatur skala Knop pengagtur skala berfungsi untuk mengkalibrasi skala menggunakan aquades. Cara kerjanya ialah knop diputar searah atau berlawanan arah jarum jam hinggan didapatkan skala paling kecil (0.00 untuk refraktometer salinitas, 1.000 untuk refraktometer urine). 4. Lensa Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahay yang monokromatis. 5. Handle Handle berfungsi untuk memegang alat refraktometer dan menjaga suhu agar stabil. 6. Biomaterial strip Biomaterial strip teerletak pada bagian dalam alat (tidak terlihat) dan berfungsi untuk mengatur suhu sekitar 18 – 28 OC. Jika saat pengukuran suhunya mencapai kurang dari 18 OC atau melebihi 28 OC maka secara otomatis



refraktometer



akan



mengatur



suhunya



agar



sesuai



dengan range yaitu 18 – 28 OC. 7. Lensa pembesar Sesuai dengan namanya, lensa pembesar berfungsi untuk memperbesar skala yang terlihat pada eye piece. 8. Eye piece Eye piece merupakan tempat untuk melihat skala yang ditunjukkan oleh refraktometer. 9. Skala Skala berguna untuk melihat , konsentrasi, dan massa jenis suatu larutan.



2.4 Pengenceran dan Pemekatan Larutan Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Pengenceran yaitu suatu cara atau metoda yang diterapkan pada suatu senyawa dengan jalan menambahkan pelarut yang bersifat netral, lazim dipakai yaitu aquadest dalam jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu senyawa dan berakibat menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari senyawa yang



dilarutkan/diencerkan



(Brady,1999).



Sebaliknya



pemekatan



adalah



bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut di dalam larutan akibat penambahan zat terlarut.



BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Gelas Ukur 100 ml dan 200 ml Penjepit Selang Pipet Refraktometer Stopwatch Timbangan



3.1.2 Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut ; 1. Air 2. Gula pasir 3. Kertas tissu 3.2 Prosedur Praktikum Beberapa hal yang dilakukan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. 2.



Memasang peralatan tangki kontinu. Mempelajari dan melakukan uji coba terlebih dahulu peralatan tersebut



3.



sebelum digunakan dengan menggunakan air sebagai bahan. Membagi praktikum jadi dua kelompok percobaan yaitu kelompok pertama pemekatan larutan gula dan kelompok kedua pengenceran larutan



4.



gula. Mencampur larutan gula dengan air yang ada dalam gelas ukur pertama



5.



dengan selang penyambung yang telah dijepit. Melepasakan lipatan selang sehingga aliran tidak terhambat. Kemudian



6.



mengaduk keduanya secara bersamaan menggunakan batang pengaduk. Mengambil sampel larutan gula dengan mengunakan pipet tetes untuk diuji



kadar



pengenceran



dan



pemekatan



dengan



menggunakan



7.



refraktometer. Melakukan pengadukan secara bersamaan kembali dan pengujian kembali



8.



sampai pada menit ke-45. Mencatat data pada tabel yang telah dibuat di buku pendahuluan dan menghitung nilai ln (Xf – Xi) untuk pengenceran dan pengentalan.



9.



Membuat grafik konsentrasi gula ln (Xf – Xi) terhadap waktu (t) berdasarkan hasil percobaan dan menentukan model persamaan dari grafik



tersebut (y = ax + b). 10. Membandingkan hasil percobaan antara proses pengenceran dan pengentalan



dengan



kesetimbangan massa.



menggunakan



literatur



yang



sesuai



untuk



BAB IV HASIL PERCOBAAN 4.1 Pengentalan Larutan Gula Tabel 1. Pengentalan Larutan Gula Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45



Kadar gula



ln (Xf – Xt)



24 6 7 7 7.1 7.2 7.25 7.35 7.45 7.45



2.89 2.83 2.83 2.83 2.82 2.82 2.81 2.81 2.81



Laju Pengentalan



Keadaan awal tabung Air = 300 ml Gula = 200 ml



Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Waktu terhadap ln (Xf - Xt) pada Pengentalan Gula



4.2 Pengenceran Larutan Gula Tabel 2. Pengenceran Larutan Gula Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Laju Pengenceran



Keadaan awal tabung Air = 300 ml Gula = 200 ml



Kadar gula



ln (Xf – Xt)



25.3 25.2 25.2 25.2 25.4 25.2 24.15 24.15 24.15 24.15



-2.3 -2.3 -2.3 error -2,3 0.14 0.14 0.14 0.14



Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Waktu terhadap ln (Xf - Xt) pada Pengenceran Gula



BAB V PEMBAHASAN Materi praktikum kali ini ialah kesetimbangan massa. Perlakuan yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu mencampurkan larutan gula ke dalam gelas ukur yang berisi air. Dari perlakuan tersebut didapatkan campuran larutan yang berisi air serta larutan yang kedua berisi air dan gula. Dengan menggunakan selang yang menghubungkan antara gelas ukur, maka perpindahan akan terjadi dari cairan yang memiliki konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Dari hasil percobaan dapat terlihat bahwa kadar pengentalan larutan gula semakin lama semakin tinggi namun berbeda dengan kadar pengenceran yang semakin lama semakin rendah. Perubahan kadar yang tidak signifikan membuat praktikum menjadi lebih lama. Nilai fungsi pengenceran dan pengentalan dalam bentuk ln (Xf – Xt) berbanding terbalik dengan kadar dalam satuan obrix. Semakin lama pengentalan maka nilai fungsi semaikn kecil sedangkan semakin lama pengenceran maka nilai fungsi semakin besar. Dari pengukuran yang dihasilkan dengan menggunakan refraktometer nilai pengenceran yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang ada pada literature. oBrix yang didapatkan lebih kecil dan nilainya tidak konstan pada proses pengenceran larutan gula sehingga mendapatkan grafik yang sangat jauh dari linear. Namun pada percobaan pemekatan gula didapatkan nilai yang relatif konstan turun sehingga grafik yang dihasilkan mendekati linear lurus. Beberapa faktor dapat menyebabkan kesalahan dalam pengukuran ini seperti larutan yang ada tidak tercampur secara homogen,



kesalahan dalam



pembacaan alat ukur oleh praktikan dan waktu pengukuran yang singkat sehingga dalam proses pengerjaannya pun harus cepat padahal dalam pembacaan alat ukur tersebut harus teliti dan memerlukan konsentrasi. Selain itu kendala saat melakukan praktikum ialah alat jumlah refraktometer yang kurang mendukung.. Maka dari itu, penggunaannya bergiliran untuk dua kelompok. Sehingga praktikan terburu-buru dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika dibandingkan dengan pengenceran dan pemekatan larutan madu, didapatkan hasil yang berbeda, dimana hasil praktikum pemekatan madu lebih



rendah nilai ln (Xf – Xt)nya. Sedangkan pengenceran larutan madu didapatkan hasil yang lebih besar dari nilai pengenceran larutan gula. Hal tersebut dapat disebabkan karena perbedaan konsentrasi antara larutan gula dengan larutan madu.



BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari praktikum ini diantaranya sebagai berikut : 1. Konsentrasi larutan gula dengan larutan madu berbeda, sehingga mempengaruhi laju pemekatan maupun pengenceran. 2. Perpindahan zat terjadi ketika terdapat perbedaan konsentrasi. 3. Perpindahan konsentrasi antara satu zat dengan zat yang lainnya hanya 4.



terjadi tanpa disertai dengan perpindahan zatnya. o Brix suatu larutan dapat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan tersebut.



6.2 Saran Beberapa saran yang dapat diterapkan untuk melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya praktikan membaca dan memahami terlebih dahulu prosedur dan tujuan praktikum. 2. Pembacaan refraktometer sebaiknya dilakukan oleh praktikan yang tidak mengalami gangguan pada mata agar akurasi data yang didapat lebih baik. 3. Sebaiknya refraktometer yang disediakan lebih dari satu, agar waktu praktikum lebih efisien. 4. Ketelitian sangat diperlukan selama praktikum berlangsung.



DAFTAR PUSTAKA Alfa.



2010.



Pengenceran



Larutan.



Terdapat



pada



http://alfakece.blogspot.com/2010/02/pengenceran-larutan.html. Diakses pada tanggal 1 April 2014 pukul 21.19 WIB Baroroh, Umi L. U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara, Jakarta Deva.



2012.



Refraktometer.



Terdapat



pada



http://devacurii.blogspot.com/2012/10/refraktometer.html. Diakses pada tanggal 1 April 2014 pukul 20.24 WIB Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika, Surabaya. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta. K,



Risvan.



2011.



Pengertian



Pol



Brix



dan



Hk.



Terdapat



pada



http://www.risvank.com/2011/12/21/pengertian-pol-brix-dan-hkdalam-analisa-gula/#more-42. Diakses pada tanggal 1 April 2014 pukul 20.10 WIB Singh, R.P. and Heldman, D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic Press, San Diego, CA.



LAMPIRAN



Gambar Rangkaian Praktikum Kesetimbangan Massa