Laporan Akhir Praktikum Satuan Operasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SATUAN OPERASI



Disusun Oleh :



Nama



: Listia Irma Yunita



NPM



: E1G015018



Dosen



: 1. Drs. Bosman Sidebang, M.Si. 2. Dr. Ir. Kurnia Herlina dewi, MP. 3. Yessy Rosalina, STP, M.si.



Ko-Ass



: 1. Prasetyo Bayu Pamungkas 2. Odi Andanu



Kelompok



: 1 (satu)



Hari



: Selasa



LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2016



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Sortasi dan Grading Sortasi dan grading memegang peranan penting dalam industri khususnya industri pertanian. Secara tidak langsung hasil kegiatan sortasi dan grading akan berpengaruh nyata terhadap mutu produk akhir industri pengolahan hasil pertanian. Hasil industri pertanian yang berkualitas tinggi , tidak saja memberikan penampakan tekstur dan rasa yang baik tetapi ditinjau dari segi keawetan juga memberikan hasil yang memuaskan. Sortasi adalah suatu kegiatan pemilihan dan pemisahan bahan industri untuk mendapatkan keseragaman dengan kriteria tertentu. Sedangkan grading merupakan operasi pengkelasan mutu berdasarkan tingkat kualitas/standar kualitas yang berbeda-beda untuk komoditi yang berbeda. Sortasi ini memiliki banyak manfaat bagi industri-industri kecil maupun besar, karena dengan adanya sortasi ini suatu produk akan memiliki suatu kelasnya masing-masing berdasarkan warna, berat,ukuran dan juga bentuknya. Grading juga memiliki manfaat yaitu kita dapat mengetahui suatu mutu bahan baku atau kualitas yang berbeda-beda untuk digunakan dalam komiditi yang berbeda pula. 1.1.2 Pengeringan Pengeringan dalam suatu industri juga memiliki peranan penting karena bahan baku yang telah dikeringkan dapat menjadi lebih awetdan juga dapat menghemat pengemasan dan juga memudahkan industri dalam engolahan-pengolahan selanjutnya. Pengeringan merupakan suatu proses dalam pengeluaran air dari bahan hasil pertanian atau bahan pangan dengan menggunakan bantuan cahaya matahari atau juga bisa menggunakan alat-alat yang canggih, sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setar dengan nilai aktifitas air (Aw) yang aman dan kerusakan ini krobiologis, enzimatis, atauu kimiawi. Berbagai cara pengeringan telah banyak dilakukan, baik pengeringan secara alami (menggunakan energi cahaya matahari) maupun menggunakan alat pengering. Perhitungan waktu pengerigan diperlukan untuk mengatur berapa lama suatu bahan pangan akan dikeringkan sampai batas kadar air yang diinginkan dengan beberapa ketentuan. Pengeringan ini juga dapat mempengaruhi seberapa lama suatu bahan akan tahan. 1.1.3 Pengecilan Ukuran Pengecilan ukuran ini memiliki dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengecilan ukuran ini dilakukan supaya memudahkan konsumen dalam menggunakan bahan baku tersebut. Dan juga supaya konsumen tidak susah payah lagi haus melakukan pengecilan ukuran suatu bahan sendiri. Sekarang ini sudah banyak bahan baku yang dikecilkan ukurannya, misalnya saja jika kita pergi kepasar pasti kita akan menemukan bahan-bahan baku yang sudah dikecilkan ukurannya. Pengecilan ukuran ini bisa menambah keuntungan karena dengan adanya pengecilan ukuran harga pada bahan baku yang telah mengalami pengecilan ukuran akan menjadi memiliki harga jual yang lebuh mahal diabndngkan sebelum mengalami pengecilan ukuran.



Pemecahan ukuran menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dibedakan menjadi pengecilan yang ekstrim (penggilingan) dan engecilan ukuran yang relatif msih berukuran besar misalnya pemotogan dengan bentuk-bentuk yang khas. Tingkat kehalusan hasil pengecilan ukuran mempunyai pengaruh terhadap laju penggilingan, dimana kapasitas penggilingan menurut dan spesifikasi energi serta biaya meningkat bila penggilingan makin halus. Bahan olahan dan hasil pengecilan ukuran didefinisikan menurut ukuran rata-rata. Setiap hasil pengecilan ukuran akan menurunkan distribusi ukuran saringan, kecepatan pengendapan dan lain-lain. Analisis ukuran partikel menggunakan ayakan tyler dapat menunjukkan distribusi ukuran partikel dari hasil suatu penggilingan, kelembaban suatu bahan dan indek keseragaman suatu bahan berdasarkan berat bahan tertahan dari setiap ayakan. 1.1.4 Pencampuran Proses pencampuran ini dilakukan suapaya bahan yang memiliki nilai jual yang rendah memiliki nilai jual yang cukup besar dan juga bisa menghasilkan keuntungan. Prinsisp pencampuran ini didasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi dua atau lebih komponen yang mempunya sifat berbeda. Derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dan waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau bahkan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran. Derajat keseragaman pencampuran, dapat diukur dan sampel yang diambil selama pencampuran. Pengadukan (agitation) adalah pemberian gerakan tertentu sehingga menimbulkan reduksi gerakan pada bahan, biasanya terjadi pada suatu tempat seperti bejana. Gerakan hasil reduksi tersebut mempunyai pola sirkulasi. Akibat yang ditimbulkan dari operasi pengadukan adalah terjadinya pencampuran (mixing) dari satu atau lebih komponen yang teraduk. Ada beberapa tujuan yang ingin diperoleh dari komponen yang dicampurkan, yaitu membuat suspensi, blending, dispersi dan mendorong ,Pada industri kimia seperti proses katalitik dari hidrogenasi, pengadukan mempunyai beberapa tujuan sekaligus. Pada bejana hidrogenasi gas hidrogen disebarkan melewati fasa cair dimana partikel padat dari katalis tersuspensi. 1.2 Tujuan 1. Sortasi dan Grading Pengenalan bermacam- macam satuan operasi sortasi dan grading, khususnya untuk bahan cabe sortesi berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna. 2. Pengeringan Mahasiswa dapat menghitung laju pegeringan pada alat pengering buatan serta dapat menghitung laju engeringan pada alat pengering buatan. 3. Pengecilan Ukuran Mengetahui pengaruh pengulanagn penggilingan terhadap kelembutan dan keseragaman produk yang dihasilkan setra distribusi ukuran hasil pengecilan ukuran pada berbagai pengulangan penggilingan. 4. Pencampuran Memperkenalkan prinsip kerja dan operai pencampuran bahan pasta, granula dan cair serta membandingkan laju pencampuran pada setiap waktu.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sortasi dan Grading Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis, tekstur, warna, benda asing/ kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa ketengikan) dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian) ( Raharjo, 1976 ). Ada dua macam proses sortasi, yaitu sortasi basah dan sortasi kering. Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar. Proses ini untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya dari simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, maka bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Hal tersebut dikarenakan tanah merupakan salah satu sumber mikroba yang potensial. Sehingga, pembersihan tanah dapat mengurangi kontaminasi mikroba pada bahan obat. Sedangkan sortasi kering pada dasarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuannya untuk memisahkan bendabenda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih tertinggal pada simplisia kering. Sortasi dapat dilakukan dengan atau secara mekanik (Tjahjadi, 2011). Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis, tekstur, warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa ketengikan) dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian) (Kartasapoetra, 1994). Grading adalah proses pemilihan bahan berdasarkan permintaan konsumen atau berdasarkan nilai komersilnya. Sortasi dan grading berkait erat dengan tingkat selera konsumen suatu produk atau segmen pasar yang akan dituju dalam pemasaran suatu produk. Terlebih apabila yang akan dituju adalah segmen pasar tingkat menengah ke atas dan atau segmen pasar luar negeri. Kegiatan sortasi dan grading sangat menentukan apakah suatu produk laku pasar atau tidak. Pada kegiatan grading, penentuan mutu hasil panen biasanya didasarkanpada kebersihan produk, aspek kesehatan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kematangan, kesegaran, ada atau tidak adanya serangan/ kerusakan oleh penyakit, adanya kerusakan oleh serangga, dan luka/ lecet oleh faktor mekanis ( Desrosier, 1969 ). Pada usaha budidaya tanaman, penyortiran produk hasil panenan dilakukan secara manual, yaitu menggunakan tangan. Sedang grading dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin penyortir. Grading secara manual memerlukan tenaga yang terampil dan terlatih, dan bila hasil panen dalam jumlah besar akan memerlukan lebih banyak tenaga kerja ( Buckle, 1987 ). 2.2 pengeringan Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul saling bertumbukan merekasaling bertukar energy



dalam berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energy ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan molekul tersebut dapat terbang kedalam gas dan menguap. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbeda an kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan (Sathu, 2006). Proses pengeringan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara lingkungan, kecepat analiran udara pengering, kandungan air yang diinginkan, energy pengeringan dan kapasitas pengeringan. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bias diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Dan lebih lanjut, pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di samping itu, kondisi pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-pertimbangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 850°C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: 1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volume aliran udara pengering, dan kelembaban udara. 2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. (Pantastico, 2002). Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah perubahan mutu produk yang dikeringkan sebagai akibat perubahan faktor-faktor tertentu yaitu suhu, luas permukaan, kecepatan pergerakan udara, dan tekanan atmosfir. Jenis alat pengering yang cocok untuk suatu bahan pangan dan preparasi yang harus diberikan pada bahan pangan tersebut untuk mendapatkan kondisi pengeringan terbaik (Afrianti, 2008). Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan (evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air dalam bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang mengandung air dalam jumlah yang relatif banyak. Meskipun demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan (Astutik, 2008). Proses pengeringan suatu bahan padat dengan cara alami dapat dilakukan dengan menggunakan/memanfaatkan energi panas matahari, namun cara ini memiliki kelemahan diantaranya yaitu proses terlalu lama dan bisa terkontaminasi komponen lain seperti debu ataupun mikroba perusak yang dapat merugikan. Sedangkan proses pengeringan suatu bahan padat dengan menggunakan cara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat pengering yang dibuat seefektif mungkin agar dapat mengeringkan suatu bahan dengan memperimbangkan besarnya efisiensi pengeringan dan sekecil mungkin faktor kerugian yang dialami dalam proses pengeringan suatu bahan (Earle, 2006). 2.3 Pengecilan Ukuran Bahan mentah sering berukuran lebih besar daripada kebutuhan, sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi menjadi dua kategori



utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair attau bahan padat. Apabila bahan padat, operasi pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan, dan apabila bahan cair disebut emulsifikasi atau atomisasi (Stumbo, 1949). Pemecahan bahan-bahan menjadi bagian yang lebih kecil, dibedakan menjadi pengecilan yang ekstrim (penggilingan) dan pengecilan ukuran yang relatif masih berukuran besar.dalam pengecilan dikenal dengan tiga macam gaya yang bekerja untuk mendapatkan efek pengecilan ukuran. Ketiga gaya tersebut adalah : 1. Penekanan 2. Pukulan 3. Gaya sobek (Tim Penyusun, 2016). Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan ukuran yang ekstrim atau penggilingan penecilan ukuran yang relatif masih berukuran lebih besar atau sering menjadi bentuk khusus atau pemotongan. Pengecilan ukuran merupakan usaha untuk mengurangi ukuran bahan dengan kerja mekanis, membaginya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Apriyantono, 1989). Penghancuran dan pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel lebih kecil. Penggunaan proses penghancuran yang paling luas di dalam bidang industri pangan barang kali adalah penggilingan butir-butir gandum menjadi tepung, akan tetapi penghancuran ini dipergunakan juga untuk berbagai tujuan, seperti penggilingan jagung untuk menghasilkan tepung jagung, penggilingan gula dan penggilingan bahan kering seperti sayuran. Pemotongan dipergunakan untuk memecahkan potongan besar bahan pangan menjadi potongan-potongan kecil yang sesuai untuk pengolahan lebih lanjut, seperti dalam penyiapan daging olahan (Earle, 1969). Apabila suatu partikel yang seragam dihancurkan, setelah penghancuran pertama, ukuran partikel yang dihasilkan akan sangat bervariasi dari yang relatif sangat kasar sampai yang paling halus bahkan sampai abu. Ketika penghancuran dilanjutkan, partikel yang besar akan dihancurkan lebih lanjut akan tetapi partikel yang kecil akan mengalami perubahan relatif sedikit. Pengawasan yang teliti memperlihatkan bahwa ada kecenderungan bahwa beberapa ukuran tertentu akan meningkat dalam proporsinya pada campuran yang kelak akan menjadi ukuran fraksi yang dominan (Suharto, 1991). 2.4 Pencampuran Pencampuran adalah suatu operasi yang menggabungkan dua macam atau lebih komponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman.prinsip pencampuran bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika fluida dan perpindahan bahan akan ada bila terjadi gerakan atau perpidahan bahan yang akan dicampur secara horizontal ataupun vertikal (Azwar, 1991). Derajat pencampuran dapat didikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencampura. Derajat keseragaman pencampuran dapat diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, dalam hal ini jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random (acak) maka dikatakan pencampuran telah berlangsung dengan baik (Elin, 1992). Pencampuran dengan bentuk liquid memiliki maksud untuk mensuspensikan partikel padatan, menggabungkan bahan cair yang dapat saling bercampur, mendispersikan gas dalam bentuk gelembung halus, mendisperisikan bahan cair lain yang tidak dapat bercampur, menigkatkan pindah panas antar bahan cair dan sumber panas. Pengadukan bahan cair



umumnya dilakukan dalam suatu bejana, biasanya berbentuk silinder yang memilki sumbu vertical (Shela, 2008). Proses pencampuran banyak dilakukan di dalam industri pangan, seperti pencampuran susu dengan coklat, tepung dengan gula, larutan gula dengan konsentrat buah-buahan, atau CO2 dengan air, dan kegiatan pencampuran melibatkan berbagai jenis alat pencampur. Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka dikatakan pencampuran dengan baik (Kanoni, 1999). Proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk uniform dari beberapa konstituan baik liquid-solid (pasta), solid-solid dan kadang-kadang liquid-gas. Berbagai proses pencampuran harus dilakukan di dalam industri pangan seperti pencampuran susu dan cokelat, tepung dan gula, larutan garam dengan konsentrat buah-buahan atau CO2 dengan air dalam kegiatan pencampuran berbagai jenis alat pencampuran (Khatir, 2006).



BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Sortasi dan Grading 1. Alat  Timbangan  Alat pengumpul, panci, kompor dan plastik 3.1.2 Pengeringan 1. Alat  Oven  Alat pengering buatan  Timbangan  Piringan oven  Plastik



3.1.3 Pengecilan Ukuran 1. Alat  Mesin penggiling cabe  Ayakan bertingkat  Timbangan  Gelas ukur  Stopwatch  Plastik 3.1.4 Pencampuran 1. Alat  Alat pengaduk  Stopwatch  Sendok  Timbangan  Plastik



2. Bahan  Cabe  Air



2. Bahan  Cabe yang telah dirontokan atau direbus



2. Bahan  Cabe kering



2. Bahan  Cabe bubuk  Bawang goreng



3.2 Prosedur Kerja 3.2.1 Sortasi dan Grading 1. Menghitung rendemen cabe - Menimbang cabe sebanyak 250 gr - Memisahkan bagian cabe yang utuh, yang patah, yang busuk dan yang belang dan cabe yang bagus dengan menggunakan panca indra. 2. Menimbang berat masing-masing kelompok 3. Sortasi berdasarkan nilai cacat



- Cabe yang telah dipanen, selanjutnya disortasi dan diklasifikasikan, sebelumnya cabe ditimbang terlebuh dahulu. - Pengkelasan cabe berdasarkan : Cabe patah, cabe busuk, cabe belang dan cabe segar. - Setiap pengkelasan dihitung dan ditimbang. - Hitung rendemen setiap kelompok cabai. - Menghitung rendemen cabe yang dapat diolah lebih lanjut (bagian yang dapat dimakan). - Menghitung bagian yang tidak dapat dimakan. - Menghitung kadar kotoran. 3.2.2 Pengeringan 1. Menyiapkan kotak/piring tempat pengeringan. 2. Menimbang cabe yang telah dipisahkan dari batangnya menjadi 4 bagian yaitu 50 gr, 100 gr, 150 gr dan sisanya. 3. Untuk mendapatkan kapasitas yang diiinginkan ukur luas alat penjemur (kertas) 10x10 cm. 4. Meletakkan ke 4 cabe pada masing-masing tempat yang telah dibuat. 5. Meletakkan cabe yang sudah didalam tempat tadi ke dalam alat pengeringan buatan. 6. Melakukan pengeringan bahan pada jam ke 0, 4, 8, 12, 16, 20, dan 24. 7. Pengeringan bisa juga dilakukab menggunakan oven. 8. Membandingkan laju engeringan pada metode pengeringan yang sama dengan berbagai ketebaln bahan. 9. Membuat grafik laju pengeringan dengan berbagai ketebalan bahan. 3.2.3 Pengecilan Ukuran A. penggilingan Cabe 1. Menghubungkan dengan listrik dan hidupkan blender. 2. Menimbang semua cabe yang telah dikeringkan. 3. Kemudian cabe yang telah ditimbang dibagi menjadi 3. 4. Memasukkan masing-masing ke 3 bagian cabe yang telah dipisah kedalam mesin penggiling. 5. Menggiling cabe denga kecepatan 1,2 dan 3 dalam waktu 1 menit. 6. Sehingga diperoleh penggilingan1, 2 dan 3 dengan 3 kecepatan ada masing-masing penggilingan. B. Analisis Ayakan 1. Menyusun ayakan dengan ukuran saringan. 2. Ayakan yang dipakai yaitu 7, 17 dan 35 mez. 3. Kemudian mengayak cabe penggilingan 1 kecepatan 1 dan melihat cabe yang lolos pada ayakan. Melakukan hal yang sama pada penggilingan 2 kecepatan 2 dan penggilingan 3 kecepatan 3. 4. Setelah mendapatkan cabe yang diayak kemudian menimbangnya. 3.2.4 Pencampuran A. Pecampuran bahan berbentuk granula 1. Mencampur semua cabe yang telah diayak tadi menjadi 1.



2. 3. 4. 5.



Menimbangnya seberat 76,81. Kemudian menambahkan bawang goreng yang telah ditimbang seberat 76 gr. Perbandingan antara cabe dan bawang goreng 1:1 Mencampurkan bawang goreng dan cabe kemudian mencampurkanya dengan cara gigoyang-goyang dengan waktu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 menit. 6. Pada setiap 2 menit diambil sampel bawang goreng dan cabe bubuk tadi. 7. Setelah itu mengamati apakah cabe dan bawang sangat tercampur, tercampur, kurang tercampur, tidak tercampur, sangat tidak tercampur.



BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Sortasi dan Grading A. Pengamatan Pemisahan Cabe Berat (gram) 30 450 40 10 340 30



Tangkai Cabe - Cabe Patah - Cabe Busuk - Cabe Segar - Cabe Belang



% 6,67 8,89 2,22 75,55 6,67



4.2 Pengeringan A. Hasil Pengamatan laju pengeringan secara alami dengan berbagai ketebalan Pengeringan (jam ke) 0 4 8 12 16 20 24



50 gr 50 40 40 38 30 35 30



100 gr 100 90 85 75 70 65 60



Berat (gram) 150 gr sisa 150 120 140 110 130 90 125 90 120 85 115 75 100 60



jumlah 420 380 345 328 305 290 250



B. Hubungan antara berat dan lama pengeringan 1. Pada berat 50 gr 45 40 35



Berat



30 25 20 15 10 5 0 4



8



12



16



20



Lama Pengeringan (jam)



24



R 100 90,47 82,14 78,09 72,61 69,04 59,52



2. Pada Berat 100 gram 100 90 80



Berat



70 60 50 40 30 20 10 0 4



8



12



16



20



Lama pengeringan (jam)



24



3. Pada Berat 150 gram 160 140 120



Berat



100



80 60 40 20 0 4



8



12



16



20



24



12



16



20



24



Lama Pengeringan (jam)



4. Pada Berat sisa 120 100



Berat



80 60 40 20 0 4



8



Lama Pengeringan (jam)



4.3 Pengecilan Ukuran A. Disrtibusi Bahan Pada Berbagai Ukuran Terhadap Hasil Gilingan 1 Kehalusan (diameter Bahan)



U Berat Pan 8,7 8,7 8,7



I II III



1 8,7 8,7 8,7



2 7,4 7,8 8,0



3 0 0 0



% Tertahan 2 14,36 4,59 4,59



1 0 0 0



3 85,05 89,65 91,95



B. Disrtibusi Bahan Pada Berbagai Ukuran Terhadap Hasil Gilingan II Kehalusan (diameter Bahan)



U Berat Pan 8,7 8,7 8,7



I II III



1 8,7 8,7 8,7



2 6,2 8,2 7,8



3 0 0 0



% Tertahan 2 12,64 5,74 11,49



1 0 0 0



3 77,01 94,25 89,65



C. Disrtibusi Bahan Pada Berbagai Ukuran Terhadap Hasil Gilingan III Kehalusan (diameter Bahan)



U Berat Pan 8,7 8,7 8,7



I II III



1 8,7 8,7 8,7



2 7,9 7,9 8,2



3 0 0 0



1 0 0 0



% Tertahan 2 2,29 8,04 4,59



D. Grafik A. 1. Grafik gilingan 1 (tertahan) 100 90 80 70



%



60 50 40 30 20 10 0 7



17



35



Mez



3 90,80 90,80 94,25



2. Grafik Gilingan II (tertahan) 100 90 80 70



%



60 50 40 30 20 10 0 7



17



35



Mez



3. Grafik Gilingan III (tertahan) 100 90 80 70



%



60 50 40 30 20 10 0 7



17



35



Mez B. Grafik Gilingan I (Berat) 9



%



8.5 8 7.5 7



6.5 7



17



35



Mez



2. Grafik gilingan 2 (Berat) 10 9 8 7



%



6 5 4 3 2 1 0 7



17



Mez



35



C. Grafik Gilingan 3 (Berat) 8.8 8.6 8.4



%



8.2 8



7.8 7.6 7.4 7



17



35



Mez



4.4 Pencampuran 1. Pencampuran Bahan Pasta No



Waktu (menit)



Tingkat Homogen



1.



0



Tidak tercampur



2.



2



Kurang tercampur



3.



4



Tidak tercampur



4.



6



Tercampur



5.



8



Tercampur



6.



10



Sangat tercampur



BAB V PEMBAHASAN 5.1 Sortasi dan Grading Pada saat melakukan sortasi dan grading, kami melakukan sortasi dan grading dengan menggunakan bahan percobaan yaitu cabe merah. Cabe yang digunakan pertama-tama ditimbang dengan berat 450 gram. Sortasi ini dilakukan untuk mendapatkan keseragaman dengan kriteria tertentu. Sortasi dibedakan atas sortasi berdasarkan kelas, ukuran, bentuk, dan warna. Pada praktikum ini kami menyortasi atau menggrading cabe yang telah ditimbang tadi berdasarkan cabe patah, cabe busuk, cabe segar dan cabe belang. Setelah melakukan pemilihan cabe berdasarkan mutunya, kami mendapatkan hasil timbangan dari cabe patah yaitu seberat 40 gram, cabe busuk seberat 10 gram, cabe segar seberat 340 gram, dan cabe belang seberat 30 gram. Sedangkan berat tangkai dari semua cabe yaitu 30 gram. Untuk mencari persentase dari setiap cabe dapat menggunakan rumus yaitu : 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑖



=



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑖 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙



𝐶𝑎𝑏𝑒 𝑝𝑎𝑡𝑎ℎ =



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑝𝑎𝑡𝑎ℎ 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙



𝐶𝑎𝑏𝑒 𝑏𝑢𝑠𝑢ℎ =



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑘 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙



𝐶𝑎𝑏𝑒 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 = 𝐶𝑎𝑏𝑒 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 =



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑥 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑏𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙



Dari rumus diatas, didapatlah nilai persentase pada masing-masing kelas. Pada tangkai nilai persentase yang didapatkan yaitu sebesar 6,67 %, pada cabe patah yaitu 8,89 %, pada cabe busuk yaitu 2,22 %, pada cabe segar yaitu 75,55 % dan pada cabe belang yaitu sebesar 6,67 %. Sortasi dan grading ini dilakukan supaya bahan-bahan pertanian dapat dipisahkan berdasarkan kelas atau mutunya, sehingga dapat memberikan nilai lebih pada bahan atau produk pertanian. 5.2 Pengeringan Pada praktikum pengeringan ini, cabe yang tadi telah ditimbang berdasarkan kelasnya, kemudian mencampukan cabe tersebut menjadi satu dan merebusnya beberapa menit. Setelah cabe tersebut telah direbus, menimbang cabe tersebut dengan berat 50 gram, 100 gram, 150 gram, dan sisanya. Setelah cabe ditimbang, membuat wadah cabe tersebut dari kertas dengan panjang dari sisi kertas tersebut yaitu 10 cm x 10 cm. Setelah wadah pengeringan cabe dari kertas dibuat, selanjutnya menjemur cabe pada tempat khusus untuk pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebagai media penegringan selama 24 jam, dengan setiap 4 jam cabe diangkat dan menimbang berat dari cabe tersebut. Pada jam ke 0 berat cabe pada 50 gram cabe yaitu 50 gram, pada 100 gram yaitu 100 gram, pada 150 gram yaitu 150 gram, dan pada sisa yaitu 120 gram. Pada waktu pengeringan ke 4, 8, 12, 16, 20, dan 24 pada berat 50 gr, berat cabe menjadi 40 gr, 40 gr, 38 gr, 30 gr, 35 gr, dan 30 gr. Pada cabe dengan berat 100 gr, pada waktu pengeringan ke 4, 8, 12, 16, 20 dan 24, berat cabe mengalami penurunan yaitu 90 gr, 85 gr, 75 gr, 70 gr, 65 gr dan 60 gr. Pada cabe dengan berat 150 gr, pada waktu pengerigan ke 4, 8, 12, 16, 20 dan 24, berat cabe mengalami



penurunan yaitu sebesar 140 gr, 130 gr, 125 gr, 120 gr, 115 gr dan 100 gr. Pada cabe dengan berat sisa, pada waktu pengeringan ke 4, 8, 12, 16, 20 dan 24, berat cabe mengalami penurunan yaitu sebesar 110 gr, 90 gr, 90 gr, 85 gr, 75 gr, dan 60 gr. Jumlah berat pada waktu pengeringan 0, 4, 8, 12, 16, 20, daan 24 yaitu 420 gr, 380 gr, 345 gr, 328 gr, 305 gr, 290 gr dan 250 gr. Untuk mencari nilai R pada proses pengeringan ini yaitu dengan mengunakan rumus :𝑅 =



𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙



𝑥 100. Dengan menggunakan rumus



tersebut, kami mendapatkan nilai R yaitu sebesar 100, 90,47, 82,14, 78,09, 72,61, 69,04, dan 59,52. Pada saat kami melakukan pengeringan, karena cucaca yang kurang mendukung yang menyebabkan cabe yang kami jemur tidak kering merata, maka kami melakukan pengeringan menggunakan oven supaya cabe kering merata. Kami melakukan pengeringan dengan bantuan oven selama 4 jam. Dari hasil diatas, dapat diamati bahwa, kadar air yang terkandung didalam cabe terus berkurang dari awal proses pengeringan sampai akhir pengeringan, sehingga menyebabkan berat cabe terus berkurang. Berdasarkan literatur, luas permukaan dapat mempengaruhi cepatnya proses pengeringan, dan pada percobaan kami, cabe dengan berat 100 gram lebih banyak kehilangan kadar air, dan lebih cepat kering dibanding kan berat lainnya. 5.3 Pengecilan Ukuran Pada pengecilan ukuran ini, kami melakukan percobaan pada cabe yang telah melalui tahap pengeringan. Berat cabe yang telah kering yaitu 78,49. Kemudian dibagi menjadi 3 bagian penggilingan dengan berat masing-masing yaitu 26,1, kemudian masing-masing 3 gilingan tersebut bagiannya dibagi menjadi III kali pengulangan dengan berat masing-masing 8,7, dengan begitu ada IX pengulangan. Kemudian pada masing-masing bagian di haluskan dengan menggunakan blender dengan waktu 10 menit dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kecepatan yang digunakan yaitu kecepatan 1, 2 dan 3. Setelah menghaluskanya kemudian menimbangnya. Setelah menimbangnya kemudian cabe dengan kecepatannya masing-masing diayak dengan menggunakan ukuran mez 7, 17 dan 35. Cabe yang dihasilkan dengan menggunakan blender cukup halus sehingga bagian yang kasar tidak terlihat lagi. Pada gilingan 1, pada percobaan I, II, dan III dengan berat 1 yaitu 8,7 semua, pada berat 2 yaitu sebesar 7,4, 7,8, dan 8,0, pada berat yang ke 3 yaitu 0. Pada bagian yang tertahan (%) pada bagian 1 yaitu 0 semua, pada bagian 2 yaitu 14,36, 4,59 dan 4,59, pada bagian ke 3 yaitu 85,05, 89,65 dan 91,95. Pada gilingan ke 2, pada percobaan I,II dan III dengan berat 1 yaitu sebesar 8,7 semua, pada berat 2 yaitu sebesar 6,7, 8,2, dan 7,8, pada berat 3 yaitu sebesar 0 semua. Pada bagian yang tertahan (%) yaitu pada bagian 1 yaitu sebesar 0 semua, pada bagian 2 yaitu 12,64, 5,74, dan 11,49, pada bagian 3 yaitu sebesar 77,01, 94,25, dan 89,65. Pada gilingan ke 3, pada percobaan I,II dan III dengan berat 1 yaitu 8,7 semua, pada berat 2 yaitu 7,9, 7,9 dan 8,2, ada berat 3 yaitu sebesar 0 semua. Pada bagian yang tertahan (%) yaitu pada bagian 1 yaitu sebesar 0 semua, pada bagian 2 yaitu 2,29, 8,04, dan 4,59, pada bagian 3 yaitu sebesar 90,80, 90,80, dan 94,25. 5.4 Pencampuran Cabe yang telah dihaluskan, kemudian mencampurkanya menjadi satu kembali. Kemudian menyiapkan bawang goreng. Berat antara bawang goreng dan cabe halus sama atau



1 : 1. Waktu pencampuran yaitu sampai 10 menit dengan 2 menit sekali berhenti untuk melihat apakah bawang merah dan cabe tercampur. Pada mwnit ke 0 antara bawang greng dan cabe halus tidak tercampur. Setelah 2 menit mengaduknya didalam plastik dengan cara menggoyang-goyangkanya, menghasilkan bawang goreng dan cabe halus kurang tercampur, pada menit ke 4 hasilnya yaitu tidak tercampur, pada menit ke 6 hasilnya yaitu tercampur, pada menit ke 8 yaitu tercampur, dan pada menit ke 10 yaitu sangat tercampur. Tingkat kehomogenan antara bawang goreng dan cabe halus berbeda-beda pada setiap menitnya. Semakin lama kita mengaduknya, maka semakin tercampur pula antara kedua bahan tersebut. Tingkat kehomogenan bahan tersebut juga bergantung pada saat bagaimana kita mengaduknya.



BAB V PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Sortasi dan Grading Melakukan tindakan pengawasan mutu bahan dengan uji fisik dilakukan pada cabe dengan kategori sortasi cabe yang belang, busuk, segar, dan patah. 2. Pengeringan Menghitung laju pengeringan pada alat pengering rumah buatan dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan kehilangan berat cabe setiap 4 jam pengeringan. Dan ratarata kehilangan berat cabe pada berat 50 gram ialah sebesar 2,85 gram, pada cabe 100 gram sebesar 5,71 gram, dan pada cabe 150 gram sebesar 5,71 gram, pada cabe sisa yaitu sebesar 7,14 pada 24 jam pengeringan. 3. Pengecilan Ukuran Untuk mengetahui indeks keseragaman dan tingkat kehalusan dapat dilakukan dengan cara menyaring bahan hasil pengecilan ukuran dengan ayakan. Ayakan yang kami gunakan dalam percobaan ini yaitu 7, 17, dan 35 mez. 4. Pencampuran Prinsip kerja dan operasi pencampuran bahan padat dengan padat ialah dengan cara mencampurkan semua cabe yang telah dihaluskan dengan bawang goreng dengan perbandingan 1 : 1. Dan pada ercobaan ini kami mendapatkan hasil yang homogen yaitu pada menit ke 6 dan 8 cabe halus dan bawang goreng tercampur, sedangkan pada menit ke 10 kami mendapatkan hasil yaitu bawang goreng dan cabe halus sangat tercampur. 6.2 Saran Sebaiknya dalam praktikum lebih kondusif lagi supaya praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tidak terdapat gangguan. Lebih menjelaskan lagi materi yang akan di praktikumkan supaya praktikan tidak mengalami kebingungan saat menjalankan praktikum.



DAFTAR PUSTAKA Afrianti, Leni H. 2008. TeknologiPengawetanPangan. Bandung : Alfabeta Astutik. 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan Cara Perlakuan Suhu dan Tekanan Fakum. Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2 Apriyantono, Anton, dkk. 1989. Analisis Pangan PusbangtepaIPB . Bogor. Azwar. 1991. Pengeringan Produk. Jakarta : Erlangga Buckle, et. al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Desrosier, N. W. 1969. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: Muchji Earle,H.L. 2006. Satuan operasi dalam Pengolahan Pangan. Jakarta: PT Sastra Hudaya. Earle, R.L. 1969. Satuan operasi dalam Pengolahan Pangan. Jakarta : PT. Sastra Hudaya. Elin. 1992. Proses Pengeringan Suatu Produk. Yogyakarta : Yudhistira. Kanoni, Sri. 1999. Landout Viskositas TPHP. Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada Kartasapoetra. 1994. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Semarang : Trubus Agriwidya. Khatir, Rita. 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan pencampuran bahan pangan. Jember : UNEJ. Pantastico, B. ER. 2002. FisiologiPascaPanen. Terjemahan : Kamariyani. Raharjo, M. 1976. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Purwokerto. Gama Excata. Sathu, Suyanti. 2006. PenanganandanPengolahanBuah. Jakarta : PenebarSwadaya. Shela. 2014. Petunjuk Praktikum Satuan Operasi. Jember: FTP UNEJ. Stumbo, G.R. 1949. Teknologi Pangan. Jakarta : P.T. Sastra Hudaya. Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Tim Penyusun. 2016. Buku penuntun praktikum satuan operasi. Fakultas Pertanian. Program studi Teknologi Industri pertanian. Universitas Bengkulu : Bengkulu. Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Jatinangor.Universitas Padjadjaran.