Laporan Reaksi Saponifikasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Biokomia II



REAKSI SAPONIFIKASI disusun oleh Nama : Dara Hadisah Islami NPM



:1808103010044



Asisten : Sufi Az Zaharawani



LABORATORIUM BIOKIMIA II FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM - BANDA ACEH 2020



Lembaran Pengesahan



REAKSI SAPONIFIKASI disusun oleh Nama : Dara Hadisah Islami NPM



:1808103010044



Asisten : Sufi Az Zaharawani



Mengetahui



Darussalam, 03 Desember 2020



Asisten



Mengetahui praktikan



(Sufi Az Zaharawani)



(Dara Hadisah Islami)



ABSTRAK



Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Reaksi Saponifikasi” yang bertujuan untuk mempelajari reaksi saponifikasi. Prinsip yang digunakan pada percobaan ini adalah analisa kualitatif. Hasil yang diperoleh pada percobaan pertama yaitu air yang ditambahkan minyak kemudian dipanaskan akan terbentuk dua lapisan, ketika ditambahkan larutan NaOH dalam alkohol maka terbentuk busa. Percobaan kedua yaitu air yang ditambahkan NaOH dan minyak kelapa kemudian dipanaskan akan terbentuk busa, setelah ditambahkan CaCl2 10% maka akan terbentuk endapan. Kesimpulan dari percobaan ini yaitu larutan minyak dengan air tidak dapat larut, akan tetepi ketika ditambahkan NaOH dalam alkohol maka akan terlarut dan terbentuk busa, sedangkan pada percobaan kedua terjadinya salting out karena garam mineral (Ca) tidak dapat larut dalam pelarut utamanya sehingga terbentuk endapan.



BAB I PENDAHULUAN



1.1



LATAR BELAKANG Sabun merupakan sediaan yang terdiri dari asam lemak yang berasal



dari minyak nabati maupun hewani. Terdapat dua jenis sabun yaitu padat dan cair, kelebihan sabun cair dibandigkan sabun padat yaitu mudah disimpan dan dibawa, lebih higienis dan tidak mudah rusak serta tidak mudah kotor. Sabun cair efektif untuk mengangkat kotoran larut air atau kotoran larut lemak yang menempel pada permukaan kulit. Pada pembuatan sabun



cair



terjadi



reaksi



saponifikasi. Saponifikasi merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan asamlemak bebas dari minyak untuk direaksikan dengan basa sehingga terbentuk sabun dan menghasilkan produk samping berupa gliserol. Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi, terutama sesuai dengan fungsi utamanya yaitu membersihkan. Berbagai jenis sabun ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun cuci (krim dan bubuk), sabun mandi (padat dan cair), sabun tangan (cair) serta sabun pembersih peralatan rumah tangga (krim dan cair) (Fadiatul, 2012). Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Reaksi penyabunan melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserida. Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat. Prinsip dari saponifikasi adalah pemecahan atau penguraian lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak dengan perlakuan tertentu dengan penambahan alkali. Campuran antara minyak lemak sengan alkali akan membentuk cairan yang mengental) Selanjutnya ditambahkan NaCl untuk memisahkan sabun padat dari gliserol. Formulasi sabun cair terbentuk dari reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak dengan alkali. Untuk membentuk sabun cair, alkali yang dipilih yaitu natrium hidroksida karena NaOH bersifat lebih mudah larut dalam air. Penambahan NaOH akan bepengaruh terhadap hasil uji pH, bobot jenis dan kadar alkali bebas pada sabun cair. (Mufida, 2014).



Alkali yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun yaitu NaOH dan KOH. NaOH digunakan dalam pembuatan sabun cair sedangkan KOH digunakan dalam pembuatan sabun padat. KOH merupakan starting material yang digunakan dalam reaksi saponifikasi sabun. Sabun kalium (ROOCK) disebut juga sabun padat atau keras dan umumnya digunakan untuk sabun mandi cair, sabun cuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Sedangkan sabun natrium (RCOONa), disebut sabun cair dan umumnya digunakan. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. Kemampuan sabun dalam mengangkat dan mengikat kotoran itu disebabkan oleh struktur molekulnya yang unik. Setiap molekul sabun tersusun atas komponen polar dan non polar. Komponen polar bersifat hidrofilik (suka air) dan komponen non polar bersifat hidrofobik (tidak suka air) (Suhara, 2008).



1.2



TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari reaksi saponifikasi.



BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN



Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam lemak. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah natrium (NaOH) dan amonia (NH4OH) sehingga rumus molekul selalu dinyatakan sebagai RCOONa, RCOOK atau RCOONH4. Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah atau kuat. Berikut merupakan reksi saponifikasi: O ║ CH2―C―OR1 │ O │ ║ CH― C―OR1 │ O │ ║ CH2―C―OR1 Lemak



+ 3NaOH



Alkali (Basa)



O CH2―OH ║ │ + 3R1―C―O Na + CH―OH │ CH2―OH Sabun



Gliserol



Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau pakaian. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani ataupun nabati, lilin, maupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun (Sukeksi, 2017). Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam karbosilat yang panjang. Bahan-bahan utama pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa basa. Dalam pembuatan sabun, penggunaan senyawa basa ada dua jenis



yaitu meggunakan NaOH untuk pembuatan sabun lunak atau cair, dan KOH untuk pembuatan keras atau padat. Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Sabun merupakan senyawa garam organik yang bersifat sebagai pembersih kotoran dalam keadaan tidak terikat dengan sabun sehingga buihbuih sabun dapat meresap dan melarutkan kotoran. Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah C12 – C18. Jika < C12 dapat menyebabkab iritasi pada kulit, jika > C18 maka kurang larut ketika digunakan sebagai campuran. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya (Salendra, 2018). Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses panas dan proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan proses dingin dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80°C. Sabun mandi dibagi menjadi dua jenis yaitu sabun cair dan sabun padat. Sabun padat terdiri dari 3 jenis yaitu sabun opaque, translucent dan transparan. Sabun opaque (sabun padat biasa) adalah sabun yang digunakan sehari-hari. Sabun translucent adalah sabun yang sifatnya berada diantara sabun opaque dan transparan. Sabun transparan adalah sabun yang sering digunakan untuk sabun kecantikan wajah dan sabun kesehatan kulit (Widiyati & Wahyuningtyas, 2020). Kemampuan utama sabun padat transparan sebagai pembersih tidak cukup membuatnya menarik dari segi pemasaran apabila tidak disertai manfaat yang lebih spesifik. Oleh sebab itu, dibutuhkan bahan aktif yang mampu memberikan manfaat ganda pada sabun transparan selain zat pembersih yang bisa berfungsi sebagai penangkal radikal bebas dan mencegah infeksi bakteri maupun mikroba. Sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi. Sabun jenis ini memancarkan cahaya yang menyebar dalam partikel-partikel kecil, sehinga obyek yang berada diluar sabun akan kelihatan jelas (tembus pandang). Faktor yang dapat mempengaruhi transparansi sabun adalah kandungan alkohol, gula, dan gliserin dalam sabun. Ketika sabun akan dibuat jernih dan bening, maka hal yang paling



penting adalah kualitas gula, alkohol, dan gliserin. Kandungan gliserin baik untuk kulit karena berfungsi sebagai pelembab pada kulit dan membentuk fasa gel pada sabun (Widiyati & Wahyuningtyas, 2020). Proses penyabunan apabila semakin banyak KOH yang ditambahkan maka semakin besar % alkali bebas yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya KOH pada waktu penyabunan dan kecepatan pengadukan yang tetap, maka basa alkali yang tidak bereaksi akan semakin besar sehingga akan mempengaruhi kualitas sabun. Untuk memenuhi standart SNI penambahan berat KOH tidak melebihi 17 gram. Pada proses penyabunan, semakin banyak KOH yang ditambahkan maka semakin kecil % lemak tak tersabunkan. Hal ini disebabkan karena semakin banyak KOH akan mempercepat proses saponifikasi sehingga lemak atau minyak yang dapat disabunkan akan semakin besar pada waktu penyabunan dan kecepatan pengadukan yang sama. Secara otomatis lemak tak tersabunkan semakin kecil dengan bertambahnya KOH. Pada saat penyabunan, semakin banyak KOH yang ditambahkan maka akan semakin besar pula % asam lemak jumlah yang diperoleh. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam masing–masing sabun. Kadar air sabun sendiri disebabkan karena KOH yang digunakan dalam penyabunan jumlahnya lebih besar. Sehingga dengan semakin banyak KOH yang ditambahkan, maka kadar airnya akan semakin sedikit. Karena semakin sedikit air yang ditambahkan, asam lemak jumlah yang terdapat pada sabun akan semakin besar (Perwitasari, 2011).



BAB III METODOLOGI PERCOBAAN



3.1



ALAT DAN BAHAN Alat – alat



yang digunakan pada percobaam ini adalah tabung reaksi,



penangas air mendidih, erlenmeyer, gelas ukur, dan penghitung waktu Bahan – bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah lemak, minyak kelapa, NaOH dalam alkohol, dan CaCl2.



3.2



KONSTANTA FISIK DAN TINJAUAN KEAMANAN



Tabel 3.1 Konstanta Fisik dan Tinjauan Keamanan Berat Titik Didih Titik Leleh No. Bahan Molekul (oC) (oC) (gram/mol) 1. NaOH 40 1350 318 2. C2H5OH 46 78,37 -114,1 3. H2O 18 100 0 4. CaCl2 110,98 1,93 772



3.3



Tinjauan Keamanan Iritasi Mudah Terbakar Aman Iritasi



SKEMA KERJA



3.3.1 Uji Pertama (A) Lemak dimasukkan sedikit sebesar kepala korek api ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml air dan dipanaskan di atas penangas air yang mendidih dilihat apa yang terjadi, lalu ditambahkan 5 ml larutan NaOH dalam alkohol dan dipanaskan lagi hingga terbentuk larutan jernih dikocok dan diperhatikan apakah terbentu busa Hasil



3.3.2



Uji Kedua (B) Air dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 mL sebanyak 60 mL, 15 mL NaOH 10% dan 3 mL minyak kelapa didihkan selama lebih kurang 30 menit di dalam penangas air mendidih dijaga agar volume tetap dengan menambahkan air dilihat apakah menghasilkan larutan sabun diambil 5 mL ditambahkan air sebanyak 5 mL dan 2 mL CaCl 2 10% dilihat perubahan apa yang terjadi Hasil



BAB IV DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



4.1



DATA HASIL PENGAMATAN



Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan No. Perlakuan 1.



Air + Lemak



Tidak larut



Air + Lemak (arutan 1)



Terbentuk 2 lapisan



Larutan 1 + NaOH dalam alkohol



Terbentuk busa



Air + NaOH + Minyak Kelapa 2.



4.2



Pengamatan



Larutan 2 + CaCl2 10%



(larutan 2)



Terbentuk busa Terbentuk endapan



PEMBAHASAN Reaksi saponifikasi (penyabunan) merupakan reaksi hidrolisis lemak atau



minyak dengan menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses panas dan proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan proses dingin dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80°C. Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah C12 – C18. Jika < C12 dapat menyebabkab iritasi pada kulit, jika > C18 maka kurang larut ketika digunakan sebagai campuran. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya. Dalam pembuatan sabun, penggunaan senyawa basa ada dua jenis yaitu meggunakan NaOH untuk pembuatan sabun lunak atau cair dan KOH untuk pembuatan keras atau padat. Kelebihan sabun cair dibandigkan sabun padat yaitu mudah disimpan dan dibawa, lebih higienis dan tidak mudah rusak serta tidak mudah kotor. Sabun cair efektif untuk mengangkat kotoran larut air atau kotoran larut lemak yang menempel pada permukaan kulit. (Salendra, 2018).



O ║ CH2―C―OR1 │ O │ ║ CH― C―OR1 │ O │ ║ CH2―C―OR1 Lemak



+ 3NaOH



Alkali (Basa)



O CH2―OH ║ │ + 3R1―C―O Na + CH―OH │ CH2―OH Sabun



Gliserol



Gambar Reaksi Saponifikasi (penyabunan) Percobaan ini dilakukan untuk melihat dan mempelajari proses reaksi saponifikasi (uji A). Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan memasukkan sedikit lemak (sebesar kepala korek api) ke dalam tabung reaksi. Kemudian dtambahkan 2 mL air. Hasil yang didapatkan antara air ditambahkan minyak yaitu tidak larut. Kemudian dipanaskan diatas penangas air yang mendidih. Hasil yang diperoleh setelah dipanaskan dan didiamkan maka larutan terbentuk dua lapisan dimana larutan atas jernih dan larutan bawah agak kekuningan yang merupakan minyak. Pemanasan pada percobaan ini dilakukan untuk mempercepat reaksi. Lalu ditambahkan 5 mL larutan NaOH dalam alkohol dan panaskan lagi hingga terbentuk larutan jernih dan dikocok perlahan. Hasil akhir yang diperoleh setelah dikocok perlahan maka akan terbentuk busa dan larutan berwarna sedikit keruh. NaOH dalam alkohol merupakan NaOH yang dilarutkan dalam alkohol (pelarut). Hal ini karena gugus akhir dari alkohol merupakan -OH, dimana pada saat bereaksi akan samasama dapat menghidrolisis minyak. Apabila menggunakan pelarut air dalam NaOH maka akan berikatan dengan air pada saat direaksikan dengan larutan awalnya. Pada percobaan ini digunakan minyak makan dan larutan NaOH dakam alkohol yang memiliki fungsi berbeda. Minyak kelapa yang digunakan pada percobaan ini berfungsi sebagai lemak. Larutan NaOH dalam alkohol (pelarut) yang digunakan pada percobaan ini berfungsi sebagai basa dan juga untuk menghidrolisis lemak dan air agar dapat menyatu atau bercampur, karena pada saat minyak dan air direaksikan maka tidak dapat larut karena perbedaan kepolaran diantara keduanya yaitu air bersifat polar sedangkan minyak bersifat nonpolar. Jadi ketika ditambahkan NaOH, larutan tersebut akan bercampur dengan sempurna karena terhidrolisis oleh NaOH.



Percobaan kedua yaitu unutk melihat kesadahan air pada sabun (uji B). Langkah awal yang dilakuan yaitu dengan masukkan masukkan 60 mL air ke dalam labu erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan 15 mL NaOH 10%. Selanjutnya ditambahkan 3 mL minyak dan 5 mL larutan NaOH dalam alkohol. Setelah dicampukan semua, kemudian dikocok perlahan dan didihkan selama kurang lebih 30 menit dalam penangas air mendidih. Hasil yang diperoleh setelah pemanasan yaitu terbentuk busa. Kemudian ambil 5 mL larutan yang telah dipanaskan, tambahkan air sebanyak 5 mL dan 2 mL CaCl2 10%. Kemudian dikocok kembali agar homogen. Hasil akhir setelah penambahan CaCl2 10% yaitu terdapat busa atau gelembung yang terbentuk pada sabun. Larutan CaCl2 pada percobaan ini berfungsi untuk melihat kesadahan air yang ditandai dengan bercampurnya garam mineral (Ca) dengan campuran reaksi saponifikasi yang telah dibuat telah. Kesadahan air pada sabun dapat dilihat dengan garam mineral yang berinteraksi dengan sabun dan garam mineralnya yaitu Ca (kalsium). Tingkat kesadahan ini dapat dilihat dari banyaknya gelembung yang terdapat pada sabun tersebut, semakin banyak garam mineral yang terkandung dalam sabun maka semakin sedikit gelembung yang dihasilkan oleh sabun tersebut. Jadi pada proses ini terdapat salting in yaitu zat yang terlarut menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar (garam mineral larut dala pelarut utama) dan salting out zat terlarut (Ca) mempunyai tingkat kelarutan yang lebih besar daripada zat utama yang digunakan yaitu sabun (garam mineral tidak larut dalam pelarut utama), maka menyebabkan penurunan kelarutan zat utama. Jadi pada proses ini terbentuknya salting out karena garam mineralnya (Ca) tidak dapat larut dalam pelarut utamanya yang ditandai dengan terbentuknya endapan dan warna larutan keruh. Pada proses pembuatan sabun, terdapat 2 jenis sabun yaitu sabun cair dan sabun padat. Sabun padat menggunakan basa KOH karena dapat mengendapkan sabun hingga menjadi keras sedangkan basa NaOH akan membentuk sabun menjadi cairan.



BAB V KESIMPULAN



Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Air yang dicampurkan dengan lemak akan tidak larut. 2. Campuran air, minyak dan penambahan NaOH dalam alkohol membentuk dua lapisan dan tedapat busa. 3. NaOH dalam alkohol berfungsi sebagai basa dan untuk menghidrolisis campuran minyak dan air agar dapat menyatu atau bercampur. 4. Air yang ditambahkan minyak kelapa dan NaOH kemudian ditambahkan CaCl2 10% maka akan terbentuk busa dan adanya endapan. 5. Larutan CaCl2 berfungsi untuk melihat kesadahan air pada sabun yang ditandai dengan bercampurnya antara garam mineral (Ca) dengan reaksi saponifikasi. 6. Semakin tinggi kadar kesadahan air maka semakin sukar sabun untuk larut dalam air. 7. Semakin banyak garam mineral yang terkandung dalam sabun maka semakin sedikit gelembung yang dihasilkan oleh sabun tersebut. 8. Pada proses percobaan kedua terbentuknya salting out karena garam mineralnya (Ca) tidak dapat larut dalam pelarut utamanya membentuk endapan.



DAFTAR PUSTAKA



Fadiatul, Taufik. 2012. Saponifikasi. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Mufida, Naufa. 2014. Sabun dan Detergen. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Salendra, Alvin. dkk. 2018. Saponifikasi Asam Lemak dari Lumpur Minyak Kelapa Sawit (Sludge Oil) Menggunakan Basa Abu Sabut Kelapa. Jurnal Kimia Kathulistiwa. Vol 7(2): 8-17. Suhara. 2008. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: Prisma Press. Sukeksi, Lilis. dkk. 2017. Pembutan Sabun dengan Menggunakan Kulit Buah Kapuk (Ceiba petandra) Sebagai Sumber Alkali. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol 6 (3): 8-13. Perwitasari, Dyah Suci. 2011. Pemanfaat Limbah Industri Kulit Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Sabun. Jurnal Teknik Kimia. Vol 5(2): 425-428. Widiyati, Dian wahyu dan Wahyuningtyas, Dewi. 2020. Optimasi Pemanfaatan Minyak Serai (Cyimbopogancitrates Dc) Sebagai Zat Antiseptik Pada Pembuatan Sabun Lunak Herbal. Jurnal Inovasi Proses. Vol 5(1): 1-8.