Laporan Resmi Biofar p4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA PERCOBAAN 4 PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS DOSEN PENGAMPU Dhimas Aditya A., M. Farm Yustisia Dian A., M.Sc., Apt



DISUSUN OLEH KELOMPOK L/1 1. 2. 3. 4.



Wakhidatul Putri Ismiranti Winda Oktavia Andreana Yolanda Putri Ahadyah Yunia Rizqi Nugrahani W



(1041611145) (1041611150) (1041611153) (1041611157)



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI SEMARANG” 2019



PERCOBAAN 4 PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL PADA TIKUS A. Tujuan Mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetik Paracetamol setelah pemberian dosis tunggal pada tikus berdasarkan data kadar obat dalam darah terhadap waktu. B. Dasar Teori Farmakokinetika adalah suatu ilmu yang mempelajari kuantitas obat dalam tubuh sehubungan dengan waktu. Dengan kata



lain,



farmakokinetika



mempelajari bagaimana proses-proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresiterjadi, berdasarkan kadar obat yang terukur dalam cairan tubuh vs waktu setelah pemberian. Dalam praktek parameter farmakokinetika tidak ditentukan secara langsung, tetapi ditentukan melalui percobaan dari sejumlah variable tergantung dan bebas, yang secara bersama dikenal sebagai data. Dari data ini dapat diperkirakan model farmakokinetika yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya diperoleh parameter - parameter farmakokinetiknya (Shargel, 2005). Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh dari 10% (tergantung pula alat apa yang digunakan dalam analisis). Akurasi yang baik untuk bahan obat dengan kadar kecil adalah 90–110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95–105%, akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98-102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80 – 120% masih bisa diterima ( Ritschel, 1976 ).



Profil farmakokinetika yang paling sederhana dapat diperoleh pada pemberian obat dengan dosis tunggal (1 kali pemberian). Secara ringkas, suatu obat diberikan dengan dosis tertentu, kemudian diikuti dengan pengambilan sampel-sampel darah/serum/plasma untuk diukur kadar obatnya pada waktuwaktu tertentu. Kadar obat dan waktu kemudian diplot dalam suatu kurva, sehingga didapatkan profil farmakokinetik.



Parameter farmakokinetik yang dipergunakan untuk mengkaji kinetika absorbsi suatu obat diantaranya adalah tetapan kecepatan absorbsi (Ka), luas daerah dibawah kurva log kadar obat terhadap waktu (AUC), fraksi obat yang diabsorbsi (Fa), dan bioavailabilitas obat (F), sedangkan untuk kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd dan VDss). Dan untuk kinetika eliminasi adalah klirenst total (Cl), tatapan kecepatan eliminasi (K) dan waktu paruh eliminasi (t1/2). 1. Tetapan Kecepatan Absorbsi (Ka) Penetapan laju absorbsi dari data absorbsi oral dapat digunakan beberapa cara, antara lain metode residual. Dengan menganggap Ka>>>k, maka harga 𝑒-𝑘𝑡 tidak bermakna terhadap waktu, oleh karena iu dapat dihilangkan karena pada keadaan tersebut obat telah sempurna terabsorbsi. Harga Ka dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur berikut :



a. Gambar Cp vs t (waktu) pada kertas semilog dengan harga konsentrasi pada sumbu logaritma. b. Dapatkan slop dari fase akhir (garis BC) dengan ekstrapolasi. c.



Ambil beberapa titik pada bagian atas garis BC dan jatuhkan tegak lurus untuk mendapatkan titik-titik yang berhubungan dengan kurva.



d.



Baca harga titik pada bagian atas garis BC dengan titik yang berhubungan dengan kurva. Gambar harga-harga perbedaan tersebut pada titik-titik waktu yang berhubungan, sehingga akan diperoleh suatu garis lurus dengan slopka/2,3. Bila digunakan metode residual, minimun tiga titik digunakan untuk menetapkan garis lurus. Titik-titik data yang terjadi segera setelah tmax dapat tidak diteliti karena absorbsi obat pada saat itu masih berlangsung. Oleh karena bagian dari kurva ini mewakili fase pasca absorbsi, hendaknya hanya titik-titik data dari fase eliminasi yang digunakan untuk menetapkan laju absorbsi obat sebagai suatu proses orde satu.



2. Area Dibawah Kurva (AUC) Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu suatu ukuran dari jumlah bioavailabilitas suatu obat. AUC mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sitemik. AUC adalah area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu dari t=0 sampai t∞, dan sama dengan jumlah obat tidak berubah yang mencapai sirkulasi umum dibagi klirens. AUC dapat ditentukan dengan suatu prosedur integrasi numerik. dapat ditentukan dengan suatu prosedur integrasi numerik. 3. Volume Distribusi (Vd) Volume distribusi menyatakan suatu faktor yang harus



diperthitungkan



dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang ditemukan dalam kompartemen cuplikan. Volume distribusi juga dapat dianggap sebagai volume (Vd) dimana obat terlarut. Jumlah obat dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi suatu cuplikan darah dapat diambil pada jarak waktu secara berkala dan dianalisis konsentrasi tersebut. Vd berguna untuk



mengaitkan konsentrasi obat dalam plasma (Cp) dan jumlah obat dalam tubuh (D), seperti dalam persamaan berikut : Db = Vd Cp Harga Vd tergantung dari kecepatan aliran darah pada jaringan, kelarutan obat dalam tubuh, koefisien partisi yang mempengaruhi kelarutan obat dalam lipid, jenis jaringan (mempengaruhi volume yang ditempati), pH lingkungan, ikatan dengan material biologi. 4. Klirens Total (Cl) Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Klirens ditakrifkan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat persatuan waktu. CL = Vd x Kel Klirens, yang secara definitif diartikan sebagai kemampuan tubuh untuk membersihkan darah dari obat per satuan waktu, dapat dibedakan menjadi 3 hal, yakni: a. klirens yang berasal dari kerja hepar sebagai organ metabolisme utama, b. klirens yang berasal dari kerja ginjal sebagai organ ekskresi utama c. klirens yang berasal dari organ-organ lain. CL(tubuh total) = CLhepar + Cginjal + CLlain-lain Pada kebanyakan obat, hepar dan ginjal memegang peran paling penting dalam proses eliminasi obat, sehingga klirens yang disebabkan organ-organ lain dapat diabaikan, maka didapat persamaan: CL(tubuh total) = CLhepar + CLginjal Pada obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hepatal (misalnya metronidazol, teofilin, dll.), maka klirens oleh organ-organ lain dapat diabaikan sehingga



CL(tubuh total) = CL(hepar) Sedangkan obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal, maka: CL(tubuh total) = CL(ginjal) Secara ringkas, kemampuan hepar untuk membersihkan darah dari obat persatuan waktu ditentukan oleh kemampuan metabolisme obat oleh hepar dalam sesaat (rasio ektraksi = extraction ratio) dan oleh kecepatan aliran darah yang melalui hepar. Rasio ekstraksi adalah suatu nilai yang menggambarkan fraksi obat yang dapat dimetabolisme oleh hepar pada saat sejumlah obat melalui hepar. Dengan demikian, makin besar rasio ekstraksi, makin besar kemampuan hepar untuk membersihkan darah, sehingga makin sedikit fraksi obat yang masih tertinggal di sirkulasi sistemik. Demikian juga, makin cepat aliran darah yang melalui hepar, makin tinggi kemampuan hepar membersihkan darah dari obat (Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM, 2010). 5. Tetapan Kecepatan Eliminasi Tetapan Kecepatan Eliminasi merupakan laju penurunan kadar obat setelah proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Satuannya adalah fraksi per waktu (jam-1 atau menit-1). Nilai ini menggambarkan proses eliminasi, walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan distribusi masih berlangsung. Secara praktis, nilai ini kemudian diterjemahkan kedalam parameter lain, yakni T 1/2. Tetapan ini dapat ditentukan dengan rumus: Kel = 0,693/ T ½ 6. Waktu Paruh Eliminasi Waktu paruh eliminasi (t ½) menyatakan waktu yang diperlukan oleh sejumlah obat atau konsentrasi obat untuk berkurang menjadi separuhnya. Harga t ½ untuk reaksi orde kesatu dapat diperoleh dari persamaan berikut : t1/2 = 0,693/ k



Dari persamaan tersebut, nampak bahwa untuk reaksi orde kesatu, t ½ adalah konstan. Tanpa perlu diperhatikan berapa jumlah atau konsentrasi obat pada keadaan awal. Maka waktu yang diperluka untuk berkurang menjadi separuhnya adalah konstan. 7. F F adalah fraksi obat terabsorbsi secara sistemik. Oleh karena obat dalam saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan orde kesatu (yakni diabsorbsi melintasi dinding saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama dengan Do𝑒-k.t 8. Waktu mencapai kadar puncak (Tmax) Nilai ini menunjukan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan



kecepatan



absorpsi,



dan



parameter



ini



lebih



mudah



diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundur/memanjangnya T max. Satuan: jam atau menit. 9.Kadar puncak (Cmax) Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang . Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cmax ini umumnya juga digunakan sebagai tolok ukur apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma PARASETAMOL



OH O



N H



acetaminophen



C8H9NO2 BM : 151,16 Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian



: serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.



Kelarutan



: larut dalam air mendidih dan dalamNaOH 1N; mudah



larut dalam etanol (FI ed IV, 1995). 



Farmakokinetika Paracetamol



PCT diabsobsi cepat dan sempurna melalui saluran pencernaan,konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit dan t 1/2 antara 1-4 jam.Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh dalam plasma,25% PCT dikonjugasi dengan as.glukoronat dan sebagian kecil dengan as.sulfat,selain itu juga dapat mengalami hidroksilasi.Metabolit hasil hidrosilasi dapat menimmbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit.Obat ini diekresikan melalui ginjal,sebagian kecil sebagai PCT dan sebagian besar dalam bentk terkonjugasi (farmakologi dan terapi ed V,2007,hal 238). C. Alat dan Bahan Alat: 1. 2. 3. 4. 5.



Labu takar Mikropipet Tabung reaksi Tabung penampung darah Vortex mixer



6. Sentrifuge 7. Spektrofotometer Bahan: 1. Paracetamol 2. Asam trikloracetat (TCA) 20% 3. Natrium nitrit 10% 4. Asam sulfamat 15% 5. HCl 6N 6. Heparin 7. NaOH 10% D. Skema Kerja 1. Pembuatan Larutan Stock Kurva Baku PCT Ditimbang PCT 100,0 mg



Dimasukkan ke dalam labu takar 100,0 ml dilarutkan dengan aquadest panas ad 100,0 ml \ 2. Pembuatan Kurva Baku PCT Kedalam darah 250µl yang mengandung heparin



Ditambah 250 µl lart. Stock PCT hingga kadar 100,200,300,400,500,600, dan 700 µg/ml, dicampur homogen



Ditambah 2,0ml TCA 20% dengan vortexing



Kemudian dibuat blanko ( 250µl darah yang mengandung heparin, ditambah 250 µl aquadest dicampur homogen dan ditambah 2,0ml TCA 5% dengan vortexing Disentrifuge selama 5-10 menit kecepatan 2500rpm



Diambil beningan ( 1,5 ml ), ditambah 0,5 ml HCl 6N



Ditambah larutan 1,0 ml NaNO210%, didiamkan 15menit pada suhu