LAPORAN Resmi Vial Vitamin C  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “VIAL VITAMIN C 10%”



Disusun Oleh : Gelombang



:D



Kelompok



: 3 (Tiga)



Nama Anggota



: Eza Yulistiyan Hendriyani ( 16040076 ) Ulfi Khaerun Nisa



( 16040083 )



Muhammad Al Mustagfiri ( 16040084 ) Zenniah Anggraini Zein



( 16040093 )



Ahmad Saeful Bahri



( 15040006 )



PROGRAM STRATA 1 SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan karunianya kepada kita semua. Sehingga kita dapat merasakannya hingga sekarang ini, shalawat serta salam kita panjatkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah hingga zaman modern seperti sekarang ini. Penulisan Laporan Resmi diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril. Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Kepada ibu sefi megawati S.Farm., M.Sc., Apt, selaku dosen mata kuliah praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril di Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang. 2. Kepada kedua orang tua yang senantiasa menjaga dan memberikan motivasi kepada penyusun. 3. Kepada teman-teman dan pihak yang telah membantu proses penyusunan laporan ini hingga terselesaikan pada waktunya. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penyusun serahkan segalanya mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun umumnya bagi kita semua.



Tangerang, April 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................... ii A. Tujuan ............................................................................ ii B. Tugas .............................................................................. C. Dasar Teori .................................................................... 1 1. Sediaan Steril ............................................................ 1 2. Wadah Vial................................................................ 2 3. Keuntungan dan Kerugian Sediaan vial .................... 2 4. Vitamin C .................................................................. 3 5. Tonisitas .................................................................... 3 6. Penggolongan Injeksi ................................................ 5 D. Praformulasi .................................................................. 7 1. Tinjauan Farmakologi Obat ...................................... 7 2. Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat ................................. 8 3. OTT ........................................................................... 10 4. Cara Penggunaan Sediaan ......................................... 10 E. Formulasi ....................................................................... 11 1.



Permasalahan dan Penyelesaian ............................... 11



2.



Formula yang akan dibuat (perhitungan isotonis) .... 12



3.



Perhitungan ............................................................... 12



F. Alat Dan Bahan ............................................................. 13 G. Cara Kerja ..................................................................... 14 •



Metode Sterilisasi ...................................................... 14







Pembuatan aquadest bebas pirogen ........................... 14







Pembuatan Vial Vitamin C ....................................... 14



H. Hasil Dan Pembahasan ................................................. 14 1.



Hasil.......................................................................... 15



2.



Pembahasan .............................................................. 16



I. Kesimpulan .................................................................... 18



ii



J. Daftar Pustaka ............................................................... 19 K. Lampiran ....................................................................... 20



iii



PRAKTIKUM IV VIAL VITAMIN C 10%



A. Tujuan Mahasiswa dapat membuat sediaan vial dan melakukan uji untuk sediaan vial



B. Tugas Buatlah sediaan vitamin C sebanyak 4@5 ml dengan formula sebagai berikut: R/



Asam Ascorbat



sebagai zat aktif



Na. EDTA



sebagai zat pengkhelat



NaHCO3



sebagai pengatur pH



Aqua p.i ad 5 ml



Jika diketahui : Ptb Asam Ascorbat



: 0,105



Ptb Na. EDTA



: 0,132



Ptb NaHCO3



: 0,380



Ptb NaCl



: 0,576



C. Dasar Teori 1. Sediaan Steril Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik patogen maupun non patogen, vegetatif. Sediaan yang termasuk steril yaitu sediaan obat suntik volume keciil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau obat injeksi misalnya vial vitamin C. Sterilisasi sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dari jaringan tubuh yang merupakan tempat injeksi dapat terjadi dengan mudah (Ansel, 2005).



1



Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, pembuatan sediaan steril yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari bahan asing, Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) juga mensyaratkan setiap wadah akhir injeksi harus diamat secara fisik yang menunjukan wadah bebas dari bahan asing jika terlihat ada bahan asing harus di tolak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995) 2. Wadah Vial Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia nya sehingga tidak akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Obat suntik di tempatkan dalam wadah dosis tunggal dan dosis ganda, wadah dosis ganda lebih dikenal dengan vial dan dosis tunggal di kenal sebagai Ampul. Vial dilengkapi dengan tutup karet untuk memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila jarum di tarikkembali dari wadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali dan melindungi isi dari pengotoran udarabebas (Ansel, 2005).



3. Keuntungan dan Kerugiaan Sediaan Vial (Basset, 1994) •



Keuntungan Sediaan Vial : e. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktif f. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak di absorbsi baik oleh cairan lambung. g. Kemurniaan dan takaran zat aktif lebih terjamin h. Dapat digunakan sebagai depo terapi. •



Kerugiaan Sediaan Vial : e. Karena bekerja cepat jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan f. Cara pemakaian harus dilakukan dengan tenaga khusus g. Kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan



2



h. Secara ekonomis lebih mahal daripada obat yang diberikan dari oral atau per oral i. Kemungkinan terkontaminasi dalam pengambilan obat berulang



4. Vitamin C Vitamin C mudah larut dalam air sehingga apabila vitamin C yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine. Karena tidak di simpan dalam tubuh vitamin C sebaiknya di konsumsi setiap hari, dosis rata-rata yang dibutuhkan bagi orang dewasa yaitu 60-90 mg/hari.Tetapi masih bisa melebihi dosis yang dianjurkan, tergantung pada kondisi tubuh dan daya tahan tubuh masing-masing orang yang berbeda-beda (Sudarmadji, 1989). Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti ini : (poedjiadi, 1994) a. Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur b. Pencucian sayur setelah di potong-potong terlebih dahulu c. Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan d. Membuka tempat vitamin C sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversible.



Fungsi vitamin C adalah kompleks dan yang terpenting adalah membentuk kalogen, juga berfungsi sebagai protein tambahan sebagai bahan penunjang utama dalam tulang/rawan dan jaringan ikat. Bila sintesa kalogen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada didnding pembuluh yang berakibat pendarahan. Khasiat ini berdasarkan efek stimulasi vitamin C terhadap pengubahan prolin menjadi hidroksiprolin (Sudarmadji, 1989).



5. Tonisitas Dua larutan dikatakan isotonis satu sama lain apabila kedua larutan tersebut mempunyai tekanan osmosa yang sama. Bila dua larutan mempunyai tekanan osmosa berbeda dengan yang lain dipisahkan oleh suatu membran yang bersifat semi permeable maka pelarut dari larutan yang



3



mempunyai tekanan osmosa rendah akan berpindah melalui membran ke dalam larutan yang mempunyai tekanan osmosa tinggi hingga terjadi keseimbangan tekanan. Dimana tekanan osmosa keduanya sama besar. Akibatnya volume larutan yang mempunyai telarutkanan osmosa lebih kecil akan berkurang. Tekanan osmosa dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: (Lukas, 2006) a. Kadar zat b. Derajat Disosiasi c. Berat molekul dari zat terlarut. Beberapa metode perhitungan isotonis : (Lukas, 2006) a. Metode perhitungan Ekuivalensi NaCl Ekuivalen NaCl (E), adalah jumlah gram NaCl yang memberikan tekanan osmosa yang sama dengan satu gram zat terlarut tertentu. Harga E NaCl dapat dihitung dari Liso suatu substan, dimana harga ini dapat diperoleh dari hasil penurunan titik beku molar substan dengan konstanta Vant Hoff. b. Metode White– Vincent. Rumus : V= W x E x 111,1 Dimana : V = Volume yang harus digunakan untuk melarutkan zat supaya isotonis. W = Berat zat dalam gram E = Ekuivalensi NaCl dari bahan obat 111,1 = Volume dari 1 gram NaCl yang isotonis. c. Metode Penurunan Titik Beku. Rumus : B = 0,52 – (b1xc) : b2 Dimana : B



= Bobot dalam gram zat yang ditambahkan dalam 100 ml akhir supaya didapat larutan isotonis.



B1 = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% zat berkhasiat. b2 = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% zat tambahan. C



= Kadar zat berkhasiat dalam % b/v.



4



d. Metode Kryoskopi Rumus : d = u.k.g (1000 / M x l) Dimana : d = penurunan titik beku yang disebabkan penambahan zat berkhasiat. u = Jumlah ion k = Konstanta Kryoskopi (1,86) g = Gram zat yang terlarut m = BM zat terlarut l = Berat Larutan Osmolaritas (M osmole/Liter)



Tonisitas



> 350



Hipertonis



329 – 350



Sedekit hipertonis



270 – 328



Isotonis



250 – 269



Sedikit hipotonis



0 – 249



Hipotonis



6. Penggolongan Injeksi Menurut Anief tahun 2008 Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut : 1.



Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c) Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikan sedikit (0,1-0,2 mL). digunakan untuk tujuan diagnosa.



2.



Injeksi subkutan atau hipoderma (s.c) Umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikan tidak lebih dari 1 mL. Disuntikan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam “alveola”, kulit mula-mula diusap dengan cairan desinfektan (etanoL 70%). D 5



3.



apat ditambahkan vasokonstriktor seperti epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan harus sedapat mungkin isotonus, sedang pH-nya sebaiknya netral, maksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis (mengendornya kulit). Jika tidak disuntikan secara infus, volume injeksi 3 Lt sampai 4 Lt sehari, masih dapat disuntikkan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase ke dalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase.



4.



Injeksi intramuscular (i.m) Merupakan larutan atau suspense dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan masuk otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. Penyuntikan volume besar dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. Ke dalam otot dada dapat disuntikkan sampai 200 mL, sedang otot lain volume yang disuntikkan lebih kecil.



5.



Injeksi intravenus (i.v) Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL sampai 10 mL. Larutan ini biasanya isotonus atau hipertonus. Bila larutan hipertonus maka disuntikan perlahan-lahan. Jika larutan yang diberikan banyak umumnya lebih dari 10 mL disebut infus, larutan diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan. Emulsi minyak-air dapat diberikan, asal ukuran butiran minyak cukup kecil (emulsi mikro). Bentuk suspensi atau emulsi makro tidak boleh diberikan melalui intravena.



6.



Injeksi intraarterium (i.a) Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat bercampur dengan air, volume yang disuntikan 1 mL sampai 10 mL dan digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer



7.



Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d) Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikan ke dalam otot jantung atau ventrikulus.



6



8.



Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradural Berupa laturan harus isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus. Larutan harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di sini sangat peka.



9.



Injeksi intrakulus Berupa larutan atau suspense dalam air yang disunikan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi.



10. Injeksi subkonjungtiva Berupa larutan atau suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL 11. Injeksi yang digunakan lain: a. Intraperitoneal (i.p) disuntikkan langusng ke dalam rongga perut, penyerapan cepat, bahaya infeksi besar dan jarang dipakai. b. Peridural (p.d) ekstra dural, disuntikan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang. c. Intrasisternal (i.s) disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada otak.



D. Praformulasi 1.



Tinjauan Farmakologi Obat a. Indikasi Pengobatan dan pencegahan kekurangan vitamin C pada wanita hamil, menyusui, sariawan, astenia, pencegahan pendarahan pada gusi dan anorexia. b. Kontraindikasi Hipersensitivitas terhaap komponen dalam sediaan. c. Efek Samping Non toksik 1%-10% : Renal : hyperoxaluri (kejadian tergantung dosis) 100mg/ml asam ascorbat mengalami dekomposisi melalui karbon dioksida. e. Sterilisasi bahan Pada pembuatan vitamin c tidak dilakukan sterilisasi pada masingmasing bahan. Karena vitamin C tidak tahan terhadap panas sehingga gampang teroksidasi sehingga menggunakan metode penyaringan (filtrasi). f. Obat tak tercampurkan Kontrasepsi oral karna dapat meningkatkan efek atau toksisitas dan warfarin menurunkan efek antikoagulasi.



3.



OTT ( Inkompatibilitas ) a. AsamAskorbat (vitamin C) Asamaskorbat tidak cocok bila digunakan bersama dengan garam besi, bahan pengoksidasi dan garam dari logam berat terutama tembaga.



10



b. Na EDTA Agen oksidasi kuat, basa kuat ,dan ion logam polivalen seperti tembaga nikel dan tembaga c. Natrium Bicarbonat Natriumbicarbonat bereaksi dengan asam, garam asam dan beberapa garam alkaloid disertai perkembangan karbondioksida, asamborat, bismuth subnitrat. Dalam bentuk larutan, natrium bikarbonat telah dilaporkan tidak kompatibel dengan banyak obat



seperticiproksasin,



amiodaron,



nikardipin,



dan



levofloksasin



4.



Cara Penggunaan Sediaan Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena.Injeksi intravena (I.V)



merupakan injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efektercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untukobat yang tidak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah (Tan Hoan Tjay & Kirana R, 2007 hal 19).



E. Formulasi 1. Permasalahan dan Penyelesaian. a. Asam askorbat sangat tidak stabil dalam larutan air (mudah teroksidasi) membentuk asamdihidroaskorbat, dan juga tidak tahan dengan adanya cahaya, panas, dan udara.Penyelesaian: •



Digunakan vial berwarna coklat untuk menghindari terjadinya oksidasi vitamin C olehcahaya atau disimpan dalam tempat yang gelap dan terlindung dari cahaya matahari.







Ditambahkan Natrium metabisulfit dengan kadar 0,5% sebagai antioksidan.



11







Dengan mengurangi masuknya O2ke dalam air dan tidak dilakukan pemanasan.O2dalam larutan dapat dihilangkan dengan dialiri gas. Gas CO2lebih efektifdari pada gas nitrogen dengan mengusir O2di dalam air. Gas CO2dihasilkandari NaHCO3yang akan melindungi vitamin C dari O2(Reynolds, 1982, hal:1653-1654).



b. Adanya ion logam dalam vial mampu mengkatalisis reaksi peruraian vitamin C menjadi bentuk yang tidak stabil.Penyelesaian: •



Ditambah Na EDTA 0,1% sebagai bahan pengkhelat untuk mengikat ion logam yangkemungkinan berasal dari botol vial dan membentuk senyawa komplek.



c. pH vial yang diinginkan adalah 6. Penyelesaian : Ditambahkan NaHCO3sebagai pengatur pH d. Vitamin C mudah terdegradasi dengan adanya panas. Penyelesaian: Disterilisasi menggunakan cara penyaringan atau filtrasi. 2. Formula yang akandibuat (perhitunganisotonis) Rumus : B = 0,52 – (b1x c) : b2 Keterangan : B :bobotdalam gram zat yang ditambahkandalam 100 mL akhir agar didapatkanlarutanisotonis b1:penurunantitikbeku air yang disebabkanoleh 1% zatberkhasiat b2:penurunantitikbeku



air



yang



zattambahan c :kadarzatberkhasiatdalam % b/v 3.Perhitungan Diketahui : PTB Asamaskorbat



= 0,105



PTB Na EDTA



= 0,132



PTB Na HCO3



= 0,380



PTB NaCl



= 0,576



12



bdisebabkanolehpenambahan



1%



Perhitungan Isotonis Asamaskorbat10%



=



10 100



x 5 mL = 0,5 gram



= 0,5 gram x 4 = 2 gram Na EDTA 0,1%



=



0,1 100



x 5 mL = 0,005 gram



= 0,005 gram x 4 = 0,02 gram Na HCO30,39%



=



1,39 100



x 5 mL = 0,0695 gram



= 0,0695 x 4 = 0,278 gram Aquadest bebas pirogen



= ad 5 mL x 4 = ad 20 mL



B= B= =



0,52 – (b1 x c1 + b2 x c2 + b3 x c3) b4 0,52−(0,105 x 10) +(0,132 x 0,1)+(0,380 x 1,39) 0,576 0,52−(1,05+0,013+0,528) 0,576



= (-) 1,86/ 100 mL (Hipertonis)



Penimbanganbahan 1. Asamaskorbat = 2 gram 2. Na EDTA



= 0,02 gram



3. Na HCO3= 0,278 gram 4. Aquadestbebaspirogen ad 20 ml



F. AlatdanBahan Alat



Bahan



13



a. Vial



a. Aquadestbebaspirogen



b. Gelasukur



b. Asamaskorbat/ vitamin c



c. Corongkaca



c. Na EDTA



d. Kertassaring



d. Na HCO3



e. Beakerglass



e. NaCl



f. Batangpengaduk g. Pipettetes h. Autoclave i. Kacaarloji j. Timbangananalitik



G. Cara Kerja 1. MetodeSterilisasi Menggunakanmetodepenyaringan (filtrasi) karena vitamin c tidaktahanterhadappanas.



2. PembuatanAquadestBebasPirogen Ukursejumlahaquadest, tambahkankarbonsebanyak 0,1% dari volume airdanpanaskandiatasapibunsenpadasuhu 60-70°C selama 15 menitsambilsesekalidiaduk.



Tutupdenganalumunium foil, kemudiandisaring.



3. Pembuatan Vial Vitamin C



Timbangsemuabahankedalambeakerglass, larutkandenganaquadeststeril, adukhinggahomogen



Masukkancampuranmenggunakanspuit 10 mL kedalam vial masingmasingsebanyak 5 mL.



14



Buatkemasandanlakukanuji (Ujikebocoran, uji pH, ujikejernihandanwarna,sertaujikeseragaman volume)



H. HasildanPembahasan 1. Hasil No



EvaluasiSediaan



Hasil



1



UjiKebocoran



TidakBocor



2



Uji pH



4



15



Keterangan



3



UjiKejernihandan



Warnalarutan



Warna



:



Bening Aroma



:



tidakberaoroma Kejernihan



:



tidakjernih (terdapatsedikitp artikelmelayang)



4



Uji Volume



5,3 mL



2. Pembahasan Praktikum kali ini dilakukan pembuatan vial vitamin c 10% sebanyak 4 vial dengan masing-masing vial berisi 5 mL dan dilakukan pengujian terhadap sediaan vitamin c tersebut. Dan kami melakukan uji evaluasi. Uji kebocoran, uji pH, uji kejernihan dan warna, dan uji volume. Hal yang pertama dilakukan adalah melakukan sterilisasi terhadap alat-alat yang akan digunakan pada praktikum kali ini, meliputi vial, tutup vial, gelasukur, corongkaca, erlenmeyer, beakerglass, batang pengaduk, pipet tetes, dan kaca arloji. Sterilisasi dilakukan dengan autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit, kecuali tutup botol vial. Tutup vial disterilisasi dengan cara direbus dengan aquadest selama 30 menit. Setelah semua alat disterilisasi, kami membuat aquadest bebas pirogen yang bertujuan agar pasien tidak mengalami demam setelah disuntikan vitamin c yang kami buat, karena pirogen merupakan produk mikroorganisme yang dapat menyebabkan naiknya suhu tubuh. Aquadest bebas pirogen dibuat dengan cara melarutkan carboadsor benda lama 16



aquadest sebanyak 0,1% dari volume air lalu dipanaskan pada suhu 60-70°C selama 15 menit. Langkah berikutnya adalah menimbang asam askorbat sebanyak 2 gram, Na EDTA sebanyak 0,02 gram, dan NaHCO3 sebanyak 0,278 gram didalam timbangan analitik menggunakan kaca arloji. Bawa peralatan yang sudah disterilisasi beserta bahan menuju laboratorium steril. Nyalakan LAF, lalu masukkan asam askorbat, Na EDTA, dan NaHCO3 kedalam beakerglass, larutkan dengan aquadest bebas pirogen aduk hingga homogen. Tambahkan aquadest bebas pirogen hingga 20 mL.Kemudian campuran disaring dengan membrane filter, tamping dalam beakerglass 50 mL.Setelah itu masukkan campuran menggunakan spuit 10 mL kedalam



masing-



masing vial sebanyak 5 mL. Namun pada praktikum kali ini kami tidak melakukan



sterilisasi



akhir



menggunakan



metode



penyaringan



menggunakan membrane filter dikarenakan tidak tersedia nya membrane filter dilaboratorium. Setelah itu dilakukan evaluasi pada sediaan yang meliputi uji kejernihan dan warna, uji pH, uji keseragaman volume dan uji kebocoran. Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji kebocoran. Pada pengujian ini digunakan metil blue 0,0025% b/v dalam larutan, setelah itu vial yang berisi vitamin c dimasukkan kedalam larutan tersebut, pastikan vial terendam dalam larutan. Sediaan vial vitamin c yang kami buat tidak bocor, ini ditunjukkan dengan tidak berubah nya warna larutan vitamin c yang ada didalam vial. Pengujian kedua yang dilakukan adalah uji pH. Pada pengujian ini menggunakan kertas indicator dengan cara ambil larutan vitamin c yang dibuat secukupnya lalu teteskan ke atas plat dan masukkan kertas indicator dan tunggu beberapa saat sampai warna kertas indicator berubah warna. Sediaan vial vitamin c yang kami buat memiliki pH 4, yang menunjukkan bahwa vitamin c yang kami buat bersifat asam. Namun vitamin c yang kami buat tidak masuk kedalam syarat vitamin c yang sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi V yaitu pH 5,5-7,0.



17



Pengujian ketiga yang dilakukan adalah uji kejernihan dan warna. Pada pengujian ini vial diputar 180°C secara berulang didepan suatu latar belakang yang gelap dan diberi cahaya, lalu diamati partikel melayang yang berkilau terkena cahaya. Sediaan vial vitamin c yang kami buat berwarna bening dan terdapat partikel melayang, ini disebabkan karena tidak dilakukan nya sterilisasi akhir menggunakan membrane filtrat. Dan pengujian yang terakhir yaitu pengujian keseragaman volume. Pada pengujian ini larutan vitamin c yang sudah dibuat dan sudah dimasukkan kedalam vial dikeluarkan dan dimasukkan kedalam gelasukur. Sediaan vial vitamin c yang kami buat setelah dimasukkan kedalam gelas ukur adalah 5,3mL. Ini dikarena kan praktikan yang terlalu tergesa-gesa memasukkan larutan vitamin c ke dalam vial, sehingga larutan vitamin c tidak seragam volumenya.



G. Kesimpulan 1. Vial adalah wadah dosis ganda obat suntik yang terbuat dari kaca dan dilengkapi dengan penutup karet atau plastic untuk memungkinkan penusukkan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. 2. Vitamin c merupakan vitamin yang di indikasi kan untuk penderita defisiensi vitamin c. 3. Uji yang dilakukanpada vial vitamin c adalahujikebocoran, uji pH, uji kejernihan dan warna, dan uji keseragaman volume. 4. Sediaan vial vitamin c yang kami buat lulus uji kebocoran dan tidak mengalami perubahan warna 5. Sediaan vial vitamin c yang kami buat memiliki pH 4, sehingga larutan vitamin c yang kami buat tidak memenuhi syarat karena tidak sesuai standar FI edisi V yaitu 5,5-7,0. 6. Sediaan vial vitamin c yang kami buat tidak memenuhi syarat kejernihan, karena terdapat partikel melayang akibat tidak dilakukan nya metode sterilisasi akhir. 7. Sediaan vial vitamin c yang kami buatmemiliki volume 5,3 mL, yang berar titidak memenuhi syarat keseragaman volume.



18



DAFTAR PUSTAKA



Anief, Moh. 2008.Ilmu Meracik Obat.Yogyakarta : UGM Press. Ansel, H,C, 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta:UI Press, Hal 50. Basset, J, 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kualitatif Anorganik, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 649 Lukas, Syamsuni, H.A. 2006.Ilmu Resep.Jakarta : Buku Kedokteran EGC Poedjiadi, Anna, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Reynolds. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Edisi 28. London: The Pharmaceutical Press. Sudarmadji, slamet, 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta



19



LAMPIRAN



Proses



Vitamin c yang



UjiKebocoran



pembuatanlarutan



telahdimasukkankedala



vitamin c



m vial



Uji pH



UjiKejernihandanWarna



UjiKeseragaman Volume



Kemasan Vial Vitamin C 5 mL



20



21