(Laporan) Semisolid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I



A. Tujuan Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan teknik pembuatan beberapa jenis sediaan semisolida (Salep, Gel dan Krim) 2. Melakukan beberapa uji fisik sediaan semisolida 3. Membandingkan cara pembuatan, karakteristik fisik dan pelepasan obat dari berbagai jenis (basis) sediaan semisolida.



B. Dasar Teori Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal, seperti lotio, salep, dan krim. Rute pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari variabilitas ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak langsung obat dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu, juga untuk memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yng dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik. Contoh obat yang diberikan melalui topikal adalah salep, krim dan gel. Salep (unguenta) menurut FI edisi III adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan sebagai obat luar. Bahan obat harus terdispersi homogen ke dalam dasar salep yang cocok. Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin : 1) Peraturan salep pertama “Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu dengan pemansan.” 2) Peraturan salep kedua “Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap



seluruhnya oleh basis salep danjumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya.” 3) Peraturan salep ketiga “Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak atau air harus dileburkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak no.60.” 4) Peraturan salep keempat “salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin, bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobot.” Persyaratan salep menurut FI III : 



Pemerian : tidak boleh berbau tengik







Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalan 10%.







Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin putih. Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut: 



Dasar senyawa hidrokarbon (vaselin album, vaselin flavum, cera



album



(malam



putih),



dan



cera



flavum



atau



campurannya.) 



Dasar serap (lemak bulu domba, campuranmalam putih dan 86 bag vaselin putih atau campuranny)







Dasar yang dapat dicuci dengan air atau dasar emulsi, misalnya emulsi o/w







Dasar yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau campurannya.







Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.







Penandaan : pada etiket harus tertera obat luar.



Penggolongan salep.



Menurut konsistensinya salep dapat dibagi : 



Unguenta : salep yang mmepunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga.







Cream (krim) : salep yang banyak mengandung air,mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.







Pasta : salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.







Cerata : salep berlemak yang mengandung presentase liin (wax) yang tinggi sehingga konsistensinya lebih keras







Gelones.



Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya salep dibagi menjadi : 



Salep epidermis (epidermic ointment;salep penutup) guna melindungi kulit dan menghasilkan efek lokan, tidak diabsorpsu, kadang-kadang ditambahkan antiseptik, astringensia untuk meredakan rangsangan atau anestesi lokan. Dasar salep yang baik adalah dasar salep hidrokarbon.







Salep endodermis : salep yang bahan obatnya menembus ke dalam kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagian, digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar alep yang baik adalah minyak lemak.







Salep diadermis : salep yang bahanobatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida, beladona.



Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi : 



Salep hidrofobik, yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak







Salep hidrofilik, yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya tipe o/w.



Syarat salep yang baik adalah :







Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan dan selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas.







Lunak, harus halus dan homogen







Mudah dipakai







Dasar salepnya cocok







Dapat terdistribusi secara merata



Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air (Anonim,2010). Selain itu, Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada dua yaitu: 1. Krim tipe air - minyak (A/M) contohnya sabun polivalen, span, adeps lanae, kolesterol dan cera. 2. Krim tipe minyak



- air (M/A) contohnya sabun monovalen seperti



triethanolaminum stearat, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat (Anief, 2005). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionic, kationik dan nonionik (Anief, 2005). Keuntungan penggunaan krim adalah umumnya mudah menyebar rata pada permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air (Ansel, 2005). Krim dapat digunakan pada luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan. Tetapi emulsi air di dalam minyak dari sediaan semipadat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit (Lachman, 2008). Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur 700- 800C. (Dirjen POM,1995). Krim merupakan obat yang digunakan



sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya. ( Anief, 1999 ). Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang diharapkan adalah sebagai berikut : a. Stabil b. Lunak c. Mudah dipakai d. Dasar krim yang cocok e. Terdistribusi merata Fungsi krim adalah: a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat berbahaya. (Anief,1999) Stabilitas krim akan menjadi rusak, jika terganggu oleh sistem campurannya terutama disebabkan perubahan suhu, perubahan komposisi dan disebabkan juga oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan. Dalam penandaan sediaan krim, pada etiket harus tertera “Obat Luar” dan pada penyimpanannya harus dalam wadah tertutup baik atau tube dan disimpan di tempat sejuk (Depkes RI, 1979). Gel merupakan sediaan semisolid yang terdispersi dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar yang terpenetrasi oleh suatu cairan (FI IV, 1995). Gel merupakan sediaan semipadat digunakan pada kulit, umumnya sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat topikal, sebagai pelunak kulit, atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif) (Lachman et al, 1994). Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang



terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Penampilan gel adalah transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi. Terbentuknya gel dengan struktur tiga dimensi disebabkan adanya cairan yang terperangkap, sehingga molekul pelarut tidak dapat bergerak. Sifat gel yang sangat khas (Lieberman et al, 1996) yaitu : 1. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume. 2. Sineresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam massa gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah. 3.



Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi atau aliran viskoelastis. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel. Mekanisme stabilitas gel adalah terbentuknya rantai polimer akibat terbasahinya



gelling agent, rantai polimer tersebut akan cross –linking yang membentuk ruangan untuk menjebak zat aktif. Gel dapat membentuk struktur house of card, di mana bagian dalam hingga pinggir sistem gel membentuk jaringan tiga dimensi dari partikel yang seluruhnya dalam bentuk cairan. Interaksi antara partikel-partikelnya sangat lemah. Larutan dari gelling agent dan disperse dari padatan yang sudah terflokulasi cenderung mempunyai sifat pseudoplastik, yang menunjukkan sifat/ karakter dari aliran nonNewton. Formulasi gel yang tidak stabil di bawah keadaan normal menunjukkan perubahan irreversible pada sifat rheologinya. Contoh gel yang tidak stabil adalah gel yang mengalami pemisahan terhadap fase cair (syneresis) dan terhadap fase padatnya (sedimentasi), gel yang kehilangan viskositas atau konsistensinya (terjadi perubahan dari semisolid ke liquid) (Liebermann, 1996). Mekanisme ketidakstabilan dalam gel dibagi menjadi 2, yaitu syneresis Fenomena Syneresis terjadi, jika suatu gel didiamkan selama beberapa saat, maka gel tersebut seringkali akan mengerut secara alamiah dan cairan pembawa yang terjebak dalam matriks keluar/lepas dari matriks. Fenomena swelling merupakan mekanisme dimana gel dapat menyerap cairan dari system sehingga volume pada gel dapat



bertambah dan airnya akan terperangkap dalam matriks yang terbentuk pada gel. Swelling merupakan kebalikan dari fenomena syneresis dimana terjadi penyerapan cairan oleh suatu gel dengan diikuti oleh peningkatan volume (Martin, 1993). Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut: 



kemampuan penyebarannya baik pada kulit







efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit







tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis







kemudahan pencuciannya dengan air yang baik







pelepasan obatnya baik Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya



kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping penggunaan bahanbahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt, 1994). Salah satu sediaan semisolid yang memiliki efek anti fungi adalah krim asam salisilat. Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolitik dimana akan mengurangi ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasana kulit (Anief, 1997). Asam salisilat berkasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam salep. Disamping itu zat ini berkasiat bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitis, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%. Asam salisilat banyak digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur ringan. Asam salisilat juga digunakan sebagai obat ampuh terhadap kutil kulit yang berciri penebalan epidermis setempat dan disebabkan oleh infeksi virus vapova (Tjay, 2007). Rumus molekul



:



C7H6O3



Titik lebur



:



158-161oC



Pemerian



:



Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau,rasa agak manis dan tajam.



Kelarutan



:



Larut dalam 550 bag air dan dalam 4 bagian etanol, mudah larut dalam kloroform dan dalam eter; larut dalam larutan amonium asetat , dinatrium hidrogen, kalium sitrat dan natrium sitrat.



Stabilitas



:



Stabil dalam udara bebas. Formulasi sediaan asam salisilat yang efektif adalah yang memiliki pH mendekati 2.97.



Inkompabilitas



:



Asam salisilat tidak dapat dicampurkan ke dalam vanishing cream sebab cincin sromatiknya akan menghancurka komponen sabun yang diperlukan dalam pembentukan emulsi. Pencampuran asam salisilat dengan kalsiprotein tidak dianjurkan karena membuat senyawa tidak stabil.



Keterangan lain



:



Digunakan sebagai zat aktif.



Penyimpanan



:



Dalam wadah terlindung dari cahaya.



Kadar penggunaan :



Digunakan 10% sebagai keratolitik.



BAB II



A. Alat dan Bahan 1. Alat -



Mortir Stamper Cawan porselen Gelas arloji Botol timbang Gelas ukur 10 ml Sudip Spatula Beker glass Kertas saring Alat daya sebar



-



Milimeter blok Alat daya lekat Perlengkapan uji disolusi Spektrofotometer kuvet



2. Bahan



-



Parafin padat/cair



-



Asam salisilat



-



Cetil alcohol



-



Akuades



-



Vaselin



-



Penoftalein



-



Propilen glikol



-



KOH 0,1 N



-



CMC Na



-



Kertas saring



-



PEG 4000



-



Alkohol 96%



-



PEG 400



-



Pot salep



-



HPMC



-



Gliserin



-



Tween 80



-



Span 80



Perhitungan : Formula 1



: R/ Asam Salisilat



5



Etanol



qs



Vaselin ad



50



a. Asam salisilat : 5 gr b. Etanol



: Secukupnya (3 tetes)



c. Vaselin



: 45 gr



Formula 3



: R/ Asam salisilat



5



Etanol



qs



CMC Na



2.5



Aqua ad



50



a. Asam salisilat : 5 gr b. Etanol



: secukupnya (3 tetes)



c. CMC Na



: 2.5 gr



d. Aqua



: 50 mL – 5 gr - 2.5 gr = 42.5 mL



Formula 5



: R/ Asam salisilat 5 Etanol



qs



Parafin cair



7.5



Cetil alcohol



0.25



Gliserin



2.5



Tween 80 Span 80 Aqua add



50



a. Asam salisilat : 5 gr b. Etanol



: secukupnya



c. Parafin cair



: 7.5 gr



d. Cetil alcohol



: 0.25 gr



e. Gliserin



: 2.5 gr



(Misalkan) total emulgator 10 gram, HLB tween 15, HLB span 4.5, HLB paraffin cair 12, HLB cetil alcohol 15. HLB = [7.5/7.75 x 12]+[0.25/7.75 x 15] = 11.64 + 0.45 = 12.09



Tween 15



7.59 = (12.09-4.5) 12.09



+



Span 4.5



2.91 = (15-12.09)



Tween 80 = 7.59/10.5 x 10 = 7.3 gr Span 80 = 2.91/10.5 x 10 = 2.7 gr : 50 – 5 – 7.5 – 0.25 – 2.5 – 10 = 24.75 ml



f. Aqua



Formula 7



: R/ Asam salisilat



5



Etanol



qs



PEG 400



25



PEG 4000



15



Propilen glikol



5



a. Asam salisilat



= 5 gr



b. Etanol



= secukupnya



c. PEG 400



= 25 gr



d. PEG 4000



= 15 gr



e. Propilen glikol = 5 gr



Formula 9



: R/ Asam salisilat 5 Etanol



qs



HPMC



3



Gliserin



2.5



Aqua ad



50



10.5



a. Asam salisilat = 5 gr b. Etanol



= secukupnya (3 tetes)



c. HPMC



= 3 gr



d. Gliserin



= 2.5 gr = 50 mL – (5-3-2.5)gr = 39.5 mL



e. Aqua add



B. Cara Kerja Formula 1 R/ Asam Salisilat



5



Etanol



qs



Vaselin ad



50



Timbang semua bahan



Asam salisilat dimasukkan mortar sebanyak 5 gr



Ditambah etanol secukupnya



Digerus hingga halus (hilang bentuk kristal jarum)



Masukkan vaselin secara geometris



Gerus hingga homogen Formula 3 R/ Asam salisilat



5



Etanol



qs



CMC Na



2.5



Aqua ad



50



Timbang semua bahan



CMC Na dikembangkan terlebih dahulu



Ditaburkan pada air mendidih (100ᵒC digoyangkan perlahan-lahan & dibiarkan semalaman dan aduk hingga homogen



CMC Na dilarutkan dengan sejumlah air



Asam salisilat 5 gr ditambahkan etanol lalu gerus hingga halus



Masukkan CMC Na dan aduk hingga homogeny



Formulasi 5 R/ Asam salisilat 5 Etanol



qs



Parafin cair



7.5



Cetil alcohol



0.25



Gliserin



2.5



Tween 80 Span 80 Aqua add



50



Timbang semua bahan



Fase minyak : Cetil alcohol dan paraffin dilelehkan dengan waterbath Fase hidrofil : Gliserin dan air dipanaskan dengan suhu 70֯C



Tween dan span dicampurkan dalam fase minyak 70ᵒC lalu aduk hingga homogen



Asam salisilat + etanol lalu di gerus hingga halus



masukkan campuran minyak dan emulgator (tween dan span) lalu gerus



masukkan fase air sambil digerus terus menerus



Formula 7 R/ Asam salisilat



5



Etanol



qs



PEG 400



25



PEG 4000



15



Propilen glikol



5



Timbang semua bahan



PEG 4000 dilelehkan dengan waterbath



Dicampurkan PEG 400 dan propilenglikol



Asam salisilat + etanol, lalu gerus hingga halus



Masukkan campuran PEG 4000,PEG 400 dan propilen glikol lalu aduk hingga homogen



Formula 9 R/ Asam salisilat 5 Etanol



qs



HPMC



3



Gliserin



2.5



Aqua ad



50



Timbang semua bahan



HPMC dilarutkan dengan air



Asam salisilat + etanol, gerus hingga halus



Masukkan gliserin, aduk hingga homogen



C. Evaluasi Sediaan 1. Uji Daya Sebar  Timbang Salep/Gel/Krim seberat 0.5 gram  Timbang kaca tak berskala  Salep diletakkan ditengah kaca berskala  Ditimpa kaca 1 menit  Hitung diameter sebar di 3 titik  Tambahkan beban mulai 50 gram, diamkan selama 1 menit dan hitung diameter sebar  Tambahkan beban 100 gram, 200 gram, 300 gram dan 500 gram  Replikasi 3x dan hitung luas sebaran rata-rata



2. Uji Daya Rekat  Timbang Salep/Krim/Gel seberat 0.5 gram  Oleskan Salep/Krim/Gel pada area 2x2 cm pada obyek glass  Letakkan object glass lain (sedikit bergeser)  Timpa dengan beban 1 kg selama 5 menit  Pasang alat uji  Lepaskan beban 80 gram  Hitung waktu hingga rekatan terlepas  Replikasi 3x



3. Uji Daya Proteksi  Ambil selembar kertas saring (A)



 Basahi fenolftalein lalu keringkan  Olesi dengan Salep/Krim/Gel  Pada kertas saring lain (B), buat area dengan diameter 2.5 cm  Tutup pinggirnya dengan paraffin yang dicairkan  Lalu tempel kertas saring (A)  Tetesi dengan KOH 0.1 N sebanyak 1 tetes  Amati pada detik/menit ke berapa muncul warna pink (Maksimal 5 menit)



4. Uji Homogenitas Fisik Dioleskan pada gelas objek dan dilihat secara fisik.



5. Uji Kekentalan Oleskan pada kedua jari dan diamati secara fisik.



D. Data Pengamatan 1. Uji Daya Proteksi, Uji Homogenitas dan Uji Kekentalan Formula



Uji Daya Proteksi Uji Homogenitas (Waktu) Formula 1 5.83 detik Homogen Formula 3 4.73 detik Homogen Formula 5 Tidak dilakukan uji Tidak dilakukan uji Formula 7 20.94 detik Homogen Formula 9 Tidak dilakukan uji Tidak dilakukan uji Tingkat kekentalan dari yang paling encer : Formula 3 < Formula 1 < Formula 7.



Uji Kekentalan Kental Encer Tidak dilakukan uji Lebih Kental Tidak dilakukan uji



2. Uji Daya Rekat Formulasi\ Replikasi Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Rata-rata



Formula 1 0.1 detik 0.1 detik 0.3 detik 0.167 detik



Formula 3 2 detik 1 detik 2 detik 3.67 detik



Formula 7 3 detik 2 detik 2 detik 2.3 detik



Formula Formula 5 9 Tidak Tidak dilakukan dilakukan uji uji



3. Uji Daya Sebar a. Formulasi 1 Beban (gram) Timpa kaca (22.3 gram) 50 gram 100 gram 200 gram 300 gram 500 gram



Rata-rata Replikasi 1 2.8 cm



Rata-rata Replikasi 2 2.86 cm



Rata-rata Replikasi 3 2.9 cm



Rata-rata



2.9 cm 2.9 cm 2.96 cm 2.96 cm 2.96 cm



2.93 cm 2.93 cm 2.93 cm 2.93 cm 2.96 cm



2.96 cm 3 cm 3 cm 3 cm 3 cm



2.93 cm 2.94 cm 2.96 cm 2.96 cm 2.97 cm



Rata-rata Replikasi 1 4.33 cm



Rata-rata Replikasi 2 3.46 cm



Rata-rata Replikasi 3 3.8 cm



Rata-rata



4.66 cm 4.7 cm 4.93 cm 5.03 cm 5.16 cm



3.7 cm 3.73 cm 3.8 cm 3.9 cm 3.93 cm



4 cm 4 cm 4.26 cm 4.26 cm 4.3 cm



4.12 cm 4.14 cm 4.33 cm 4.4 cm 4.46 cm



2.85 cm



b. Formulasi 3 Beban (gram) Timpa kaca (22.8 gram) 50 gram 100 gram 200 gram 300 gram 500 gram



3.86 cm



c. Formulasi 7 Beban (gram) Timpa kaca (23.9 gram) 50 gram 100 gram 200 gram 300 gram 500 gram



Rata-rata Replikasi 1 1.9 cm



Rata-rata Replikasi 2 1.56 cm



Rata-rata Replikasi 3 2.26 cm



Rata-rata



1.93 cm 1.96 cm 1.96 cm 2.0 cm 2.03 cm



1.6 cm 1.63 cm 1.67 cm 1.67 cm 1.73 cm



2.8 cm 3.26 cm 3.53 cm 3.56 cm 3.6 cm



2.11 cm 2.3 cm 2.39 cm 2.41 cm 2.45 cm



1.9 cm



Pada Formula 5 dan 9 tidak dilakukan uji daya sebar E. Grafik Evaluasi Sediaan a. Uji Daya Proteksi



Uji Daya Proteksi (detik) 25 20 15



Uji Daya Proteksi (detik)



10 5 0 Formula 1



Formula 3



Formula 7



b. Uji Daya Rekat



Uji Daya Rekat (detik) 4 3.5 3 2.5 2



Rata-rata



1.5 1 0.5 0 Formula 1



Formula 3



Formula 7



c. Uji Daya Sebar 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0



Rata-rata Formulasi 1 Rata-rata Formulasi 3 Rata-rata Formulasi 7 Timpa 50 gram 100 kaca gram (22.3 gram)



200 gram



300 gram



500 gram



BAB III



A. PEMBAHASAN Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan membuat serta membandingkan formulasi sediaan salep, krim dan gel yang berbahan aktif asam salisilat, cara pembuatan sediaan, serta melakukan evaluasi terhadap sediaan semisolida. Pada pembuatan sediaan kali ini digunakan asam salisilat 10% sebagai zat aktif, dimana fungsinya adalah sebagai antifungal dan antikeratolitik. Kelompok kami mendapatkan 5 formulasi yaitu formula nomor 1, 3, 5, 7, dan 9. Dari masing-masing formula tersebut kita mendapatkan berbagai jenis sediaan. Dan dilakukan uji terhadap masing-masing sediaan, yaitu uji daya sebar, uji daya rekat, uji daya proteksi, uji homogenitas dan uji kekentalan sediaan. Langkah yang dilakukan untuk uji daya sebar dengan cara menimbang sediaan seberat 0.5 gram lalu timbang kaca tak berskala selanjutnya gel diletakkan ditengah kaca berskala lalu diitimpa kaca 1 menit dan hitung diameter sebar, tambahkan beban mulai 50 gram, diamkan selama 1 menit, tambahkan beban seberat 100 gram, 200 gram, 300 gram dan 500 gram dan replikasi 3x dan hitung luas sebaran rata-rata. Tujuan dari penambahan beban ini adalah ntuk membantu sediaan (salep, krim, gel) menyebar ke permukaan kaca dengan adanya tekanan dari beban tersebut. Sedangkan untuk uji daya rekat yang perlu dilakukan adalah dengan mengoleskan sediaan pada area 2x2 cm pada object glass, lalu letakkan object glass lain (sedikit bergeser), timpa dengan beban 1 kg selama 5 menit, pasang alat uji, lepaskan beban 80 gram, hitung waktu hingga rekatan terlepas dan lalukan replikasi 3x. Untuk uji daya proteksi adalah dengan mengambil selembar kertas saring (A) lalu basahi fenolftalein dan keringkan, olesi dengan Salep/Krim/Gel, pada kertas saring lain (B), buat area dengan diameter 2.5 cm, tutup pinggirnya dengan paraffin yang dicairkan agar lokasi uji daya proteksi terfokus pada area yang telah dibuat yaitu dengan diameter 2.5 cm, lalu tempel kertas saring (A) diatasnya, beri 1 tetes di area dengan KOH 0.1 N dan amati pada detik/menit ke berapa muncul warna pink (Maksimal 5 menit). Warna pink ini muncul karena penambahan KOH 0.1 N. Selain ketiga uji tersebut dilakukan pula uji homogenitas dan uji kekentalan yang dilakukan dengan cara diamati secara fisik dan dioleskan ke tangan.



Pada formulasi 1 menggunakan asam salisilat sebagai zat aktifnya, dan dipilih vaseline album sebagai basis karena tidak memberikan warna dan lebih bagus dari segi estetika dibandingkan Vaseline flavum, vaseline album kompatibel dengan seluruh zat yang dipilih di sediaan ini. Vaseline album tidak perlu dipanaskan karena tidak ada kombinasi basis. Untuk cara pembuatannya yang pertama adalah timbang semua bahan dimana untuk berat asam salisilat adalah 5 gr, etanol diberikan secukupnya karena etanol disini digunakan untuk melarutkan asam salisilat saat proses penggerusan, dan berat vaselin 45 gr lalu selanjutnya asam salisilat dimasukkan mortar lalu ditambah etanol secukupnya, penggerusan bertujuan untuk menghilangkan bentuk kristal pada asam salisilat lalu masukkan vaselin secara geometris sambil digerus hingga homogen setelah mendapatkan sediaan yang homogen maka dikemas didalam tube dan selanjutnya dilakukan beberapa uji. Pada formulasi 3, dibuat sediaan gel. Pada pembuatan gel ini, pertama yang dilakukan adalah mengembangkan CMC-Na dimana CMC-Na digunakan sebagai gelling agent. Cara mengembangkan CMC-Na adalah panasakan air sebanyak 15 ml sampai suhunya mencapai 100⁰C. Kemudian CMC-Na 2,5 gram dibasahi dengan air biasa 5 ml. Setelah itu campur air panas kedalam CMC-Na, aduk perlahan-lahan, tutup dengan menggunakan alumunium foil dan biarkan semalaman. setelah itu masukan asam salisilat kedalam mortir dan beri etanol secukupnya dan gerus hingga bentuk kristal jarum hilang, tambahkan CMC-Na yang telah dikembangkan sedikit demi sedikit aduk perlahan, kemudian masukan sisa aquades dan aduk perlahan hingga homogen. Untuk formulasi 5, bahan yang butuhkan yaitu : Asam salisilat sebagai zat aktif dalam sediaan, etanol digunakan sebagai pelarut zat aktif, parafin cair sebagai basis minyak, cetil alkohol juga sebagai basis minyak, gliserin dapat digunakan sebagai bahan pembasah atau basis air, ataupun humektan, tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator. Emulgator merupakan bahan aktif yang dapat menurunkan tegangan antar muka antara minyak dengan air, dan membentuk film yang dapat dilihat dari tetesan terdispersi sehingga mencegah koalesensi dan terpisahnya fase terdispersi (parrot, 19710). Emulgator ada yang berasal dari alam dan emulgator sintetik atau buatan, adapun yang termasuk kedalam emulgator alam yaitu : gom arab, tragacant, agar-agar, chondrus, pectin, metil selulosa, CMC, kuning telur, adeps lanae, magnesium, aluminium silikat, veegum, bentonit. Sedangkan emulgator sintetik yaitu sabun, tween



20, 40, 60, 80, span 20, 40, 60,80. Bahan yang terakhir ditambahkan yaitu aquadest sebagai bahan pembawa atau pelarut. Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum membuat sediaan krim yaitu menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan kemudian menimbang masing-masing bahan sesuai dengan formula nomor 5, sebelum melakukan penimbangan kami terlebih dahulu menghitung besarnya emulgator yang dibutuhkan dalam membuat satu sediaan krim, yaitu dengan cara menghitung nilai HLB campuran terlebih dahulu dengan rumus sebagai berikut : 𝑊𝑚1



𝑊𝑚2



HLB Campuran = (𝑊𝑚𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝐻𝐿𝐵𝑚1) + (𝑊𝑚𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝐻𝐿𝐵𝑚2) HLB Campuran dihitung dari basis minyak yang digunakan, disini ada dua basis minyak yang digunakan yaitu parafin cair dan cetil alkohol. Parafin cair diibaratkan sebagai basis minyak 1, dan berbentuk cairan kental, transparan, tidak berasa serta tidak berbau pada saat dingin tetapi ketika dipanaskan akan berbau, parafin cair memiliki nilai HLB 12. Sedangkan cetil alkohol diibaratkan sebagai basis minyak 2, dan berbentuk granul ataupun kubus, berwarna putih, bau dan rasa yang dimiliki lemah. Setelah dimasukkan nilai masing-masing basis, diperoleh nilai HLB Campuran sebesar 12,09. Setelah diperoleh nilai HLB campuran, langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai W1 dan W2 atau berat bahan yang akan dibutuhkan sebagai emulgator. Emulgator yang digunakan adalah tween 80 dan span 80, tween 80 diibaratkan sebagai W 1 dan memiliki nama resmi Polysorbatum 80, serta memiliki pemerian berupa cairan kental, transpara, tidak berwarna hampir tidak mempunyai rasa, mudah larut dalam air,etanol 95%, etil asetat P dan metanol P dan memiliki nilai HLB 15. Sedangkan span 80 diibaratkan sebagai W2 dan memiliki nama resmi Sorbitan monooleat, dan rumus struktur C3O6H27Cl17, serta memiliki pemerian berupa larutan minyak tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak, dan praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat bercampur dengan alkohol dan memiliki nilai HLB 4,3. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui berat emulgatornya, yaitu : HLB Campuran x W total = (HLB1 x W1) + (HLB2 x W2) Setelah dimasukkan masing-masing nilainya, maka diperoleh W1 (tween 80) sebesar 7,2 gram, dan W2 (Span 80) sebesar 2,8 gram. Setelah semua bahan siap, cetil alkohol dilelehkan terlebih dahulu di atas waterbath ditunggu sampai mencair sempurna,dan kemudian ditambah dengan parafin



cair dan dipanaskan. Sembari menunggu cetil alkohol mencair, asam salisilat digerus hingga halus dengan menambahkan etanol secukupnya. Setelah itu, gliserin dan auadest dipanaskan pada suhu 70oC, serta emulgator dipanaskan dicampurkan kedalam fase minyak (cetil alkohol dan parafin cair) pada suhu 70oC sambil diaduk hingga homogen. Kemudian, cetil alkohol, parafin cair, tween 80 dan span 80 yang sudah dicampurkan secara homogen, dimasukkan kedalam mortir yang berisi zat aktif berupa asam salisilat kemudian digerus secara perlahan, setelah mulai bercampur ditambahkan fase air yaitu gliserin dan aquadest sedikit demi sedikit, sambil diaduk terus menerus dengan adukan memutar konsisten. Setelah itu akan terbentuk sediaan krim, namun pada saat kami melakukannya sediaan krim tidak terbentuk dengan baik atau bisa dibilang percobaan yang kami lakukan gagal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : antara fase minyak dengan fase air perbandingannya kurang sesuai sehingga sediaan yang terbentuk justru menyerupai suspensi, bahan emulgator yang digunakan terlalu sedikit sehingga emulgator tidak mampu mengikat fase air, dan ketika sediaan didiamkan dalam waktu beberapa menit sudah memisah (antara fase minyak dan fase air). Sehingga sediaan krim yang kami buat tidak dapat dilakukan uji daya sebar, uji daya rekat, dan uji proteksi. Selanjutnya untuk formulasi 7, dibuat sediaan gel dengan bahan aktif asam salisilat. Gelling agent yang digunakan pada formulasi ini adalah PEG 4000 dan PEG 400 dimana dalam proses pembuatannya PEG 4000 dipanaskan terlebih dahulu diatas waterbath dengan suhu 70OC hingga meleleh lalu tambahkan PEG 400 dan aduk, apabila sudah tercampur merata tambahkan propilen glikol sebagai pengikat lalu aduk merata, setelah itu masukkan kedalam mortar yang berisi zat aktif berupa asam salisilat yang telah digerus terlebih dahulu dengan menambahkan etanol sebagai pelarutnya, selanjutnya apabila sudah homogen maka dilakukan uji evaluasi sediaan fisik. Uji evaluasi yang dilakukan meliputi uji daya sebar, uji daya rekat, uji daya proteksi, dan uji homogenitas fisik. Pada formulasi 9, gel tidak terbentuk sempurna karena penggunaan basis yg kurang sesuai dan proses pengadukan terlalu keras, sehingga gel terlalu encer dan berbusa sehingga tidak dilakukan evaluasi pengujian. Formulasi yang dilakukan evaluasi ialah formulasi 1, 3 dan 7 sehingga didapatkan data untuk uji homogenitasnya untuk ketiga formulasi yaitu homogenitasnya



baik, ketiga formulasi tersebut tercampur secara merata. Untuk uji kekentalan dimana uji bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat dituang atau tidak dengan cara dilihat secara fisik dan dioleskan pada kedua jari dan didapatkan hasil bahwa formulasi 7 memiliki tingkat kekentalan paling tinggi, lalu selanjutnya formulasi 1 yang memiliki kekentalan sedang, sedangkan untuk formulasi 3 berbentuk encer dibandingkan 2 formulasi lainnya. Uji daya sebar dilakukan untuk menjamin pemerataan sediaan saat diaplikasikan pada kulit yang dilakukan setelah sediaan dibuat. Cara pengujianya salep/gel/krim ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditengah kaca bulat berskala. Kaca arloji ini berfungsi sebagai tempat diletakannya sediaan. Diatas salep/gel/krim diletakan kaca sebagai pemberat kemudian tunggu satu menit, hitung diameter sebar. Tambahkan beban mulai dari 50-500 gram sebagai pemberat, diamkan



satu menit dan hitung



diameter sebarnya. Hasil pengujian daya sebar yang telah dilakukan menunjukan bahwa formula 1 , 3 dan 7 belum memenuhi parameter daya sebar yang baik. Parameter daya sebar yang baik adalah 5-7 cm. Pada formula 1 setelah replikasi tiga kali, ditimpa oleh kaca diperoleh rata-rata 2,85, kemudian diberi beban 500 gram adalah 2,97 cm, formula 3 dengan replikasi tiga kali, ditimpa kaca rata-ratanya adalah 3,86 cm, dengan beban 500 gram adalah 4,46 cm, pada formula 7 ditimpa kaca adalah 1,9 cm, diberi beban 500 gram adalah 2,45 cm. Dengan bertambahnya beban yang diberikan maka diameter penyebarannya juga bertambah. Tetapi dari ketiga formula tersebut formula 3 memiliki daya sebar lebih baik dari formula 1 dan 7. Pada formula 1 dengan basis vaselin yang memiliki kekentalan yang besar sehingga daya sebarnya kurang sempurna. Hasil daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas. Semakin besar viskositas maka akan semakin kecil daya menyebarnya. Pada formula 7 terdapat kombinasi antara PEG 400 dan PEG 4000, dimana konsistensi sediaan gel dipengaruhi oleh perbandingan jumlah PEG 400 dan PEG 4000, semakin besar jumlah PEG 4000 maka daya sebar nya akan menurun karena PEG 4000 memiliki kekentalan lebih besar dibandingkan dengan PEG 400. Pada formula 3 menggunakan basis CMC Na, yang mana CMC Na memiliki viskositas yang tinggi. Saat CMC Na dilarutkan kedalam air maka viskositasnya akan meningkat, sehingga daya sebarnya menurun. Faktor lain yang mempengaruhi adalah CMC Na tidak mengembang secara baik karena aquades yang ditambahkan saat



mengembangkan sedikit, sehingga penambahn aquades di akhir terlalu banyak dan gel pun terlalu encer (viskositas rendah) sehingga daya sebarnya lebih besar. Uji proteksi dilakukan yang pada prinsipnya untuk mengetahui sediaan krim tersebut memberikan proteksi atau tidak. Cara kerja untuk uji ini adalah dengan membuat kertas dari kertas saring kemudian dibasahi dengan indikator pp dan dikeringkan kemudian dioleskan dengan sediaan semisolid yang telah dibuat. Selanjutnya membuat areal dengan kertas saring lain ukuran 2,5 cm x 2,5 cm dan ditetesi dengan parafin cair dan kemudian dikeringkan. Setelah itu letakkan kertas tersebut dikertas pertama yang lebih besar dan tetesi dengan KOH, amati terjadi warna merahkah pada areal tersebut. Pada formula 1 pada detik ke 5,83 terbentuk noda merah muda setelah ditetesi dengan cairan KOH. Sedangkan formula 3 pada detik 4,73 dan pada formula 7 pada detik ke 20,94. Jika terbentuk noda merah muda maka sediaan tersebut tidak memberikan daya proteksi terhadap cairan. Dengan rentang waktu antara 1 detik hingga 5 menit formula diatas menimbulkan noda merah pada kertas saring yang menandakan bahwa formula tersebut tidak mampu memberikan daya proteksi terhadap suatu cairan. Uji daya rekat dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh sediaan krim/gel/salep untuk melekat pada kulit. Hal ini berhubungan dengan lama daya kerja obat. Cara kerja dari uji ini adalah dengan menimbang 0,5 gram sediaan krim/gel/salep yang telah dibuat, oleskan pada objek glass dan tutup dengan penutup objek glass pada alat uji daya rekat tersebut. Kemudian timpa dengan beban 1 kg selama ± 5 menit. Setelah itu pasang alat uji dan selanjutnya lepaskan beban 80 gram. Hitung lamanya waktu hingga rekatan terlepas. Kemudian lakukan replikasi sebanyak 3 kali. Tujuan dari replikasi ini adalah untuk memperoleh data yang akurat dan tepat. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin lama daya kerja obat. Hasil uji daya rekat pada formula 1 diperoleh replikasi pertama 0,1 detik, replikasi kedua 0,1 detik, dan replikasi ketiga 0,3 detik. Selanjutnya pada formula 3 diperoleh replikasi pertama 2 detik, replikasi kedua 1 detik dan replikasi ketiga 2 detik. Pada formula 7 diperoleh replikasi pertama 3 detik, replikasi kedua 2 detik, dan replikasi ketiga 2 detik. Rata-rata uji daya rekat pada replikasi pertama diperoleh hasilnya adalah 1,7 detik, rata-rata replikasi kedua adalah 1,03 detik, dan rata-rata replikasi ketiga adalah 1,4 detik. Dari hasil uji daya rekat yang diperoleh, maka formula yang memiliki daya rekat paling baik berdasarkan praktikum



adalah formula 7 yang merupakan sediaan gel. Hai ini dikarenakan pada formula 7 memiliki daya rekat rata-rata 2,33 detik dan formula 7 ini memiliki waktu yang lama dibandingkan waktu yang dimiliki formula 1 dan formula 3.



B. KESIMPULAN 1. Sediaan salep, krim dan gel yang telah dibuat dilakukan evaluasi homogenitas, kekentalan, daya sebar, daya serap dan daya proteksi. 2. Hasil pembuatan formulasi 1 berupa sediaan salep, formulasi 3 dan formulasi 7 berupa sediaan gel, dan untuk formulasi 5 dan formulasi 9 tidak terbentuk krim. 3. Pada uji homogenitas pada 3 formulasi yang diuji yaitu formulasi 1,3 dan 7 didapatkan hasil bahwa ketiga formulasi memiliki homogenitas yang baik. 4. Pada uji kekentalan didapatkan data dari yang paling kental yaitu : formulasi 7 ˃ formulasi 1 > formulasi 3. 5. Pada uji daya sebar, semakin berat beban yang ditambahkan maka semakin luas diameter area yang dijangkau sediaan dengan data sebagai berikut : a. Formula 1 rata-rata daya sebar ditimpa kaca yaitu 2.85 cm, beban 50 gr yaitu 2.93 cm, beban 100 gr yaitu 2.94 cm, beban 200 gr yaitu 2.96 cm, beban 300 gr yaitu 2.96 cm dan beban 500 gr 2.97 cm. b. Formula 3 rata-rata daya sebar ditimpa kaca yaitu 3.86 cm, beban 50 gr yaitu 4.12 cm, beban 100 gr yaitu 4.14 cm, beban 200 gr yaitu 4.33 cm, beban 300 gr yaitu 4.4 cm dan beban 500 gr yaitu 4.46 cm. c. Formula 7 rata-rata daya sebar ditimpa kaca yaitu 1,9 cm, beban 50 gr yaitu 2.11 cm, beban 100 gr yaitu 2.3 cm, beban 200 gr yaitu 2.39 cm, beban 300 gr yaitu 2.41 cm dan beban 500 gr yaitu 2.45 cm. 6. Pada uji daya rekat didaptkan hasil yaitu formulasi 7 memiliki daya rekat yang tinggi lalu selanjutnya formulasi 3 dan formulasi 1 yang memiliki daya rekat rendah. 7. Pada uji daya proteksi ketiga formulasi menunjukkan warna pink ini menunjukkan bahwa formulasi 1 pada 5.83 detik formula 3 pada 4.73 detik dan formula 7 pada 20.94 detik tidak memberikan proteksi terhadap cairan.



DAFTAR PUSTAKA



Arvin, B.K. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed.5 Vol.3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta. J.Indon Med ASSOC, vol : 62 nomor 7 juli 2012 Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri ed. 3.Jakarta: UI Press. Lieberman, A. H., Lachman, L., and Kanig L. J., 1996, Teori dan Praktek Farmasi Industri, diterjemahkan oleh Suyatmi S., Edisi ketiga. Jakarta : UI Press. McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. USA: American Society of HealthSystem Pharmacistsm,Inc. Nurtjahja, Kiki., Dwi Suryanto dan Lavarina Winda. 2006. Identifikasi Jenis dan Jumlah Bakteri Pada Pasien Mikosis Kulit vol.1, No 1, hlm.1-2 ISSN 1907-5537. Medan: Departemen Biologi, FMIPA Universitas Sumatera Utara Rowe, Raymond C.2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed. London: pharmaceutical Press. Syamsuni, H. A. 2005, Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Tjay,H.T dan Rahardja, Kirana. 2003. Obat-obat penting. Jakarta: Elex Media Komputindo. Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press



LAMPIRAN