LAPORAN SGD LBM 1 7.1 Fix [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Henri
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL SGD 4 LBM 1



IDENTIFIKASI KORBAN KEBAKARAN



ANGGOTA KELOMPOK : 1. BELLA SARITA FARIANDEWI



31101700018



2. BUNGA CLARISSA SOEGIHARTO



31101700020



3. GALUH EKA SASANTI



31101700036



4. HAFIZHAH ATHIF AISYAH



31101700037



5. JASSICA NAUFAL ZIKRILLAH



31101700043



6. MILLANIA MURTIKASARI



31101700049



7. MUHAMMAD HENRI INDRAWAN



31101700057



8. PUTRI AMANATUN NIKMAH



31101700065



9. REGILIA SHINTA MAYANGSARI



31101700068



10. SYAFA LAYINA NUR HANIF



31101700083



11. YULYA DWI KARTIKASARI



31101700089



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2020



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN TUTORIAL SGD 4 LBM 1



IDENTIFIKASI KORBAN KEBAKARAN Telah Disetujui Oleh :



Tutor



14 September 2020



Drg. Moh. Yusuf, Sp. Rad. O. M



i



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................................... i PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1 1.1



Latar Belakang ........................................................................................................................ 1



1.2



Skenario .................................................................................................................................. 2



1.3



Identifikasi Masalah ................................................................................................................ 2



BAB II..................................................................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................................... 3 2.1



Landasan Teori............................................................................................................................ 3



BAB III ................................................................................................................................................. 23 KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 24



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi



forensik



adalah suatu



ilmu



yang menerapkan



ilmu



pengetahuan mengenai gigi untuk memecahkan masalah kejahatan untuk kepentingan pengadilan. Salah satu aspek ruang lingkupnya adalah peranannya dalam membantu tugas fungsi pelayanan kedokteran forensik pada penanganan kasuskasus yang memerlukan identifikasi dengan sarana gigi. Ruang lingkup pada odontologi forensik diantaranya yaitu human identification dan bite mark. Human identification sering digunakan untuk mengetahui suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Pada



dasarnya



prinsip



identifikasi



adalah



membandingkan



data



antemortem (data semasa hidup) dan data postmortem (data setelah kematian) pada korban yang tidak dikenal. Metode human identification dikelompokkan menjadi 2 yaitu identifikasi data primer dan data sekunder. Setiap bencana yang terjadi akan menimbulkan banyak korban yang mungkin dapat utuh, separuh utuh, membusuk,



terpecah menjadi fragmen-fragmen, terbakar



menjadi abu, separuh terbakar, atau terkubur. Pada korban yang mengalami pembusukan, identifikasi melalui sidik jari akan sulit dilakukan maka dapat digantikan dengan pemeriksaan gigi geligi karena gigi bersifat lebih tahan lama dalam proses pembusukan. Gigi geligi digunakan dalam odontology forensic karena mempunyai sifat individualistic sehingga dapat dimasukkan ke dalam salah satu



metode



identifikasi primer pada Disaster Victim Investigation (DVI) selain menggunakan sidik jari dan DNA. Gigi geligi digunakan karena mempunyai ketahanan yang tinggi dalam segala kondisi sedangkan sidik jari dan DNA mempunyai keterbatasan, maka dari itu dibutuhkan peranan besar dari dokter gigi dalam pemecahan kasus odontology forensic ini. 1



1.2 Skenario Judul : Identifikasi korban kebakaran Sebuah ruko mengalami kebakaran yang mengakibatkan kelima penghuni ruko tersebut tidak ada yang selamat. Kelima korban tersebut tewas terbakar dengan keadaan seluruh tubuh sudah hangus. Bahkan dua diantaranya hanya dapat ditemukan sisa tulang rahang dan giginya saja. Untuk kepentingan identifikasi, jenazah korban dibawa ke rumah sakit. Tim forensik di rumah sakit segera melakukan death identification system terhadap kelima korban tersebut. Beberapa dokter gigi turut tergabung dalam tim odontologi forensik. Untuk kepentingan identifikasi, tim forensik mengumpulkan data ante mortem untuk dicocokkan dengan data post mortem. Gigi korban menjadi salah satu petunjuk penting dalam melakukan human identification pada kasus tersebut. 1.3 Identifikasi Masalah 1. Apa saja komponen yang harus ada dalam human identification ? 2. Apa saja kegunaan death identification system dalam kasus kematian ? 3. Apa saja ruang lingkup dan peran odontologi forensik dalam death identification system? 4. Apa saja yang harus dilakukan pada death identification system pada korban kebakaran? 5. Mengapa gigi menjadi salah satu petunjuk penting pada human identification pada kasus tsb? 6. Apa saja data untuk ante mortem dan



post mortem dan apa



hubungannya? 7. Bagimana cara membedakan pada korban antara tersisa hanya tulang dan tersisa jaringan lunak bersama tulang ? 8. bagaimana kegunaan dan cara identifikasi tulang rahang dan gigi dalam forensik? 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Landasan Teori 1. Apa saja komponen yang harus ada dalam human identification ?



Forensic identification of human remains generally involves three main stages of investigation (FORENSIC IDENTIFICATION OF HUMAN REMAINS, ICRC) : a. penelitian latar belakang Investigasi awal diperlukan untuk menemukan, menilai, menyusun dan mengatur semua informasi yang tersedia tentang orang hilang dan keberadaan jenazah. Informasi ini dapat meningkatkan proses identifikasi dalam beberapa cara, misalnya, dengan pernyataan saksi dan rincian spesifik seperti visual, dental dan medical record. Penelitian latar belakang dapat diambil dari berbagai sumber, seperti wawancara atau catatan tertulis. Semua informasi harus didokumentasikan secara menyeluruh dan dokumen disimpan di pusat register b. Pemulihan sisa-sisa Pemulihan dan pengelolaan jenazah yang tepat dan bukti terkait (misalnya pakaian, barang pribadi, dan bukti lainnya) yang dilakukakan oleh arkeolog forensic. Memilah data primer maupun sekunder dan juga melakukan dokumentasi. salah satu dokumentasi dengan menggunankan sidik bibir dengan 3 cara  Foto langsung jika sidik bibir berada di permukaan kaca  Bisa menggunakan bantuan lipstik



: bibir ditempel



seperti selotip kemudian akan tercetak dari sidik bibir tsb  Menggunakan Finger powder : kertas diletakan diatas bibir kemudian hasil kertas diberikan bubuk dari bubuk lisocromedye. 3



 Analisis dan rekonsiliasi laboratorium. Setelah jenazah dipulihkan dengan benar, jenazah harus dikirim untuk analisis laboratorium dan rekonsiliasi, yang melibatkan menjawab lima pertanyaan utama: -



Apakah jenazahnya manusia atau bukan manusia?



-



Apakah sisa-sisa tersebut terkait dengan konflik / bencana /



-



situasi yang bersangkutan?



-



Berapa banyak individu yang diwakili oleh sisa-sisa yang ditemukan?



-



Siapa mereka Apa IDENTITAS mereka?



-



Apa penyebab kematiannya?



3 Stages : a. Examination/pemeriksaan



Bila ditemukan jenazah korban bencana massal maka tim pemeriksa jenazah atau tim post mortem akan melakukan komparasi data dengan tim pengumpul fakta orang hilang atau tim ante mortem yang datanya diperoleh dari laporan keluarga. Berdasarkan komparasi pemeriksaan masing- masing tim bila 4



terdapat tiga macam primary identifiers, pemilihan sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan yang bersifat: cepat, akurat, efektif terutama dalam hal ekonomis. Dalam skema Gambar 9, meskipun DNA merupakan salah satu bagian dari pemeriksaan primer namun diletakkan dalam sisi yang . Hal ini mengingat bagaimanapun pemeriksaan DNA, baik nukleus maupun mitokondria merupakan pemeriksaan



identifikasi



yang



terpercaya,



dalam



pelaksanaannya



tetap



memerlukan waktu dan biaya yang relatif mahal, meskipun bersifat sensitif. Sebaliknya pemeriksaan sekunder tetap dilakukan sebagai tugas rutin sesuai prosedur meskipun hasil pemeriksaan primer sudah dapat dilakukan identifikasi. Syarat identifikasi dikatakan tepat, yaitu menentukan identitas seseorang secara positif berdasarkan Identification Board DVI Indonesia adalah didukung minimal salah satu primary identifiers positif, atau didukung dengan minimal dua secondary identifiers positif. Nb : memilih pemeriksaan primer yang relevan sesuai kasus. b. Correlation/menghubungkan c. Interpretasi A. Comparative -



Bisa pada proses comparative dental identification: perlu post mortem dentakl record , ante mortem dental record Bisa juga terjadi penemuan lebih dari 1 ante mortem dibandingkan ke 1 post mortem Pertama perlu menemukan hasil post mortem bisa dari peemriksaan kembali pada tubuh korban untuk bertujuan kolektif data:







Dental photograp, perlu dilakuakn sebelum insisi jar. Lunak maupaun resection pada RB -> photograph bertujuan untuk mencari trayma atau proses perusakan pada jar. Lunak / RB (jaw bone)







Pemeriksaan lengkap full mulut dengan oddontogram Akses diterima 5



Pembersihan gigi dan mulut -> cleaning debris decomposed material di gigi (toothbrush, air, alkohol, swab, dll) 



Full mouth dental radiograpfi (KECUALI jika fasilitas benar2 tdk ada)



B. Dental profiling 



Penting untuk Dental Profiling apalagi jika comparative tidak bisa dilakukan : Ekstraksi info dari gigi untuk mendapatkan informasi perindividual : gender, ras, habits, nutritional dfecieency dll. Berguna jika ante mortem benar2 tidak ada. a. Gender : area gigi mesiodistal dan buccolingual yang laki lebih luas, dimensi crown diagonal lebih luas laki, diameter cusp b. Ras : upper arch pada rahang atas gigi bentuk seperti sepatu kuda > Asia, u-shaped -> Caucasian, gigi yang berbentuk sekop di I RA -> Asia dan Amerika, enamel lebih luas di perm. Fasial pd molar > asia, mesial ridge pada kaninus menonjol -> Afrika c. Age : Lamendin, Gustafson, dll. d. Habit : stain cukup banyak -> penyuka rokok, the, kopi, wine merah,, permukaan menipis pada gigi mudah erosi -> penyuka minuman berasam seperti alkohol, dan konsumsi asam lain, bisa juga bulimia,, erosi di bagian palatal padda gigi insisiv atas -> pekerja sebagai penunggang kuda karena sering mengalami rasa muntah yang membuat makanan kembali ke mulut



C. Radiografi pada identifikasi dental Perbandingan yang lebih jelas dari radiografi melihat secara visual



2. Apa saja kegunaan death identification system dalam kasus kematian ?



Menurut (American Board of Forensic Odontology (ABFO) Body Identification Information & Guidelines, 2017) Identifikasi positif seorang individu sangat penting karena pentingnya sebuah identifikasi untuk individu yang hidup tidak teridentifikasi: 6



a. Identifikasi positif sangat penting untuk menyatukan kembali individu hidup yang tidak teridentifikasi dengan mereka anggota keluarga. b. Untuk sisa-sisa tubuh manusia c. Identifikasi positif sangat penting untuk membantu anggota keluarga untuk proses duka (cara pemulasaran, kepercayaan, pemakaman), memberikan rasa lega karena mengetahui bahwa orang yang mereka cintai telah ditemukan. d. Identifikasi positif dan sertifikat kematian berikutnya diperlukan untuk menyelesaikannya urusan bisnis dan pribadi. Pencairan hasil asuransi jiwa, transfer harta benda, penyelesaian surat pengesahan hakim, dan eksekusi surat wasiat, pernikahan kembali pasangan dan hak asuh anakmasalah dapat ditunda selama bertahun-tahun oleh proses hukum kalau identifikasi positif belum ditemukan e. Investigasi kriminal dan kemungkinan tuntutan dalam kasus pembunuhan tidak dapat dilanjutkan tanpa identifikasi positif korban.



3. Apa saja ruang lingkup dan peran odontologi forensik dalam death



identification system? a. Human identification -



Comparative identification : mencocokan data AM dan PM. Data sudah tersedia. Penggunakan dental record



-



Rekonstruksi : mengira-ngira hasil dari rekonstruksi gender, umur, ras. (forensic antropologi)



b. Bite mark analysis Menganalisis dan membandingkan bite mark pada dasarnya terdiri dari dua asumsi, yaitu pertama bahwa setiap gigi manusia memilik bentuk karakteristik, ukuran, pola, dan setiap fitur individualis dalam lengkung tertentu (gigi patah, atau anomali 7



perkembangan). Yang kedua adalah bahwa gigi memiliki fitur besar



dalam



identifikasi



tersangka



sebagai



pelaku



dalam



identifikasi gigi forensik, terutama ketika menganalisis bite mark. Forensic odontology harus menerapkan metode ilmiah untuk analisis bite mark. Terutama pada kasus-kasus seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Jadi kehadiran bukti bite mark sangat berperan dalam mengungkap kasus kriminal, dan juga dalam menggungkap identitas pelaku kejahatan. Klasifikasi bitemark sesuai dengan kerasnya gigitan adalah :  Kelas 1 : Bite mark terdapat jarak dari gigi insisivus dan kaninus  Kelas 2 : Bite mark kelas II seperti bite mark kelas I, tetapi terlihat cusp bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat bite marknya masih sedikit  Kelas 3 : Bite mark kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu permukaan gigi insisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat lebih parah dari bite mark kelas II  Kelas 4 : Bite mark kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat bite mark irregular.  Kelas 5 : Bite mark kelas V terlihat luka yang menyatu bite mark insisivus, kaninus dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah  Kelas 6 : Bite mark kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari rahang atas dan rahang bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut Cara menganalisis bite mark : 8



-



Menentukan apakah korban masih hidup atau telah tewas, bila masih hidup, upaya terutama ditujukan untuk menolong jiwanya; hal yang berkaitan dengan kejahata, dapat ditunda untuk sementara.



-



Bila korban telah tewas tentukan perkiraan saat kematian, dari penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat dan perubahan post mortal lainnya; perkiraan saat kematian berkaitan dengan alibi dari para tersangka,



-



Tentukan identitas atau jati diri dari korban, baik secara visual, pakaian, perhiasan, dokumen, medis dan dari gigi; pemeriksaan serologi, sidik jari dan ekslusi di lakukan di laboratorium, jati diri korban dibutuhkan untuk memulai penyidikan, oleh karena biasanya ada korelasi antara korban dan pelaku, pelaku umumnya telah mengenal siapa korban,



-



Tentukan jenis luka dan jenis kekerasan serta perkiraan sebab kematiannya, jenis luka dan jenis kekerasan dapat memberi informasi perihal alat atau senjata yang dipakai serta perkiraan proses terjadinya kejahatan tersebut, hal mkana berguna dalam interograsi dan rekonstruksi dengan diketahui jenis senjata, pihak penyidik dapat melakukan pencarian secara lebih terarah.



c. Dna In Forensic Odontology Dna yang digunakan dalam forensic biasanya berasal dari genom mitokondria. DNA ini banyak ditemukan disetiap inti sel dari manusia. Sumber DNA genom mitokondria terbaik adalah gigi geligi. Kemudian dilakukan tes PCR dimana membandingkan material genetic pada data PM dan AM d. Saliva in forensic odontology Saliva merupakan gambaran kecil dari darah (potensial serologis) dikarenakan banyak mengandung enzim seperti ylase, alkaline phosphatase, esterases, 9



glucose-6-phosphate dehydrogenase and parotid peroxide dalam jumlah yang dapat diukur. Selain itu saliva juga dapat digunakan sebagai deteksi obat yang biasanya digunakan sehari2 atau medical record dari jenazah. Obatobatan seperti fenobarbital, amfetamin dan morfin telah terdeteksi dalam



saliva



menggunakan



radioimmunoassay,



enzyme



immunoassay. Peran saliva dalam odontologi forensik yaitu :  Melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan mengenai sebab-sebab kematian, Apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari peristiwa apa sebenarnya yang telah terjadi  Identifikasi mayat  Meneliti waktu kapan kematian itu berlangsung/ Time of Death  Penyidikan pada tindak kekerasan, seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga  Pelayanan penelusuran keturunan  Beberapa



negara



maju



kedokteran



forensik



juga



spesialisasikan Dirinya dalam bidang kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan



4. Apa saja yang harus dilakukan pada death identification system pada



korban kebakaran? a. Pemeriksaan Sidik Jari Metode ini membandingkan data sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Merode ini diakui memiliki ketepatan yang tinggi. b. Pemeriksaan DNA Gambaran DNA tiap individu sangat spesifik dan dapat dijadikan patokan dalam identifikasi. Keungkinan dua individu yang tidak 10



memiliki hubungan darah untuk memiliki sekuens DNA yang sama sangat kecil yaitu 1 : 1.000.000.000. c. Pemeriksaan Gigi Pemeriksaan ini membandingkan data gigi dan rahang jenazah dengan data antemortem. Seperti sidik jari, data gigi setiap individu juga berbeda satu sama lainnya. Pencatatan data gigi dan rahang (odontogram) dilakukan secara manual, sinar-X, dan pencetakan gigi dan rahang. Data ini berisi tentang jumlah gigi, susunan, bentuk, tambalan, gigi palsu dan sebagainya. d. Metode Visual Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah kepada orangorang yang merasa kehilangan kerabatnya. Jenazah sebaiknya dalam keadaan yang belum membusuk sehingga wajah dan bentuk tubuh masih dapat dikenali oleh lebih dari satu orang. Metode ini juga harus memperhatikan faktor



emosi



kerabat



dalam



mebenarkan



atau



menyangkal identitas jenazah tersebut. e. Pemeriksaan Dokumen Metode ini dapat dilakukan apabila ditemukan dokumen yang berisikan identitas seperti kartu identitas pribadi, surat izin mengemudi dan sebagainya di dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah. Dokumen yang berada didekat jenazah belum tentu merupakan milik jenazah yang bersangkutan, terutama pada kasus seperti kecelakaan masal. f.



Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan Pada pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah kemungkinan dapat diperoleh data berupa merk pakaian, ukuran, inisial nama, lencana dan sebagainya yang dapat membantu, walaupun telah terjadi proses pembusukan pada jenazah tersebut.



5. Mengapa gigi menjadi salah satu petunjuk penting pada human



identification pada kasus tersebut? 11



a. Identifikasi gigi merupakan alat yang sangat vital karena gigi mungkin satu-satunya bagian tubuh yang tersisa utuh. Gigi adalah zat yang paling keras di tubuh dan dapat menanggung kondisi yang sangat merugikan tions (Tabel 2.1), termasuk suhu tinggi hingga 1.600 ° C. Gigi adalah komponen tubuh yang sering bertahan kebakaran parah karena sangat tahan b. Gigi geligi dalam rongga mulut merupakan bagian tubuh yang terkeras, memiliki sifat individual serta tahan terhadap suhu, kimia, dan trauma. Posisi gigi geligi dalam mulut memiliki rangkaian jaringan yang secara anatomis, antropologis dan morpologis terlindungi dengan baik oleh otot pipi, bibir, lidah serta selalu dibasahi oleh air liur, sehingga jaringan tersebut yang terlebih dahulu mengalami kerusakan apabila terjadi kebakaran ataupun trauma. Hal semacam ini dapat menjadi bagian yang sangat baik untuk sarana identifikasi, sehingga metode odontologi forensik memiliki derajad ketepatan sangat tinggi hampir sama dengan sidik jari. c. Identifikasi ras korban atau pelaku dari gigi geligi dan antropologi ragawi d. Identifikasi sex atau jenis kelamin korban dari dirmofisme gigi geligi e. Identifikasi umur korban dari benih gigi f. Identifikasi umur korban dari gigi campuran g. Identifikasi umur korban dari gigi tetap h. Identifikasi umur korban dari gigi susu i. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi, seperti bruxism dll j. Identifikasi pekerjaan korban atau status sosial menggunakan gigi k. Identifikasi golongan darah korban melalui jaringan pulpa l. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur m. Identifikasi DNA menggunakan air liur dan jaringan lunak pada rongga mulut n. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakai o. Identifikasi wajah korban melalui rekontruksi tulang rahang dan tulang facial p. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku 12



q. Identifikasi korban melalui eksklusi pada kasus massal



6. Apa saja data untuk ante mortem dan post mortem dan apa hubungannya?



No



Data Antemortem



Data Postmortem



1



Dental record, keterangan Gigi yang ditambal, jenis bahan dan tertulis tentang keadaan gigi kalsifikasinya. pada



pemeriksaan,



pengobatan, perawatan gigi. 2



Foto rontgen gigi



Anomali bentuk dan posisi gigi.



3



Cetakan gigi



Karies atau kerusakan gigi yang ada.



4



Prothesis



gigi



atau



alat Jenis dan bahan restorasi, perawatan



ortodonsi. 5



dan rehabilitasi yang mungkin ada.



Foto close up muka atau Atrisi profil



daerah



gigi



atau



pengikisan



dataran



atau kunyah karena proses mengunyah.



mulut.



Derajat atrisi akan berbanding lurus dengan usia.



6



Keterangan dari keluarga Pertumbuhan gigi molar ketiga. satau rekan terdekat korban yang



diambil



di



bawah



sumpah.



Data antemortem yang didapat harus memenuhi keakuratan, misalnya kelengkapan data, kejelasan data, dan kriteria yang sama untuk dibandingkan. Data-data antemortem tersebut bisa didapatkan melalui:  Klinik gigi rumah sakit pemerintah/TNIPolri dan swasta.  Puskesmas.  Rumah Sakit Pendidikan Universitas/Fakultas Kedokteran Gigi.  Klinik gigi swasta.  Praktik pribadi dokter gigi. 13



The american board of forensic odontology telah menerbitkan pedoman identifikasi tubuh yang memberikan arahan kepada ahli odontologi forensik untuk akurasi yang lebih besar dalam identifikasi gigi forensik dari orang yang meninggal. Empat kategori berikut untuk identifikasi tubuh dijelaskan dengan cermat dalam pedoman ini. a. Positive Identification Identifikasi positif dicapai ketika antemortem dan data postmortem cocok dengan detail yang memadai untuk menetapkan bahwa mereka berasal dari individu yang sama. Selain itu, tidak ada perbedaan yang tidak dapat direkonstruksi. b. Possible Identification Identifikasi yang memungkinkan dicapai saat data antemortem dan postmortem memiliki fitur yang konsisten tetapi karena kualitas sisa postmortem atau bukti antemortem, tidak mungkin untuk menetapkan identifikasi gigi secara positif. Kategori ini paling mengganggu forensik ahli odontologi karena ini adalah area abuabu dengan kualitas dan / atau kuantitas yang buruk dari bukti gigi antemortem atau postmortem. c. Insufficient Evidence Hal ini terjadi jika informasi yang tersedia tidak cukup untuk menjadi dasar kesimpulan dari identitas orang yang meninggal. d. Exclusion Ini terjadi ketika antemortem dan post-mortem jelas tidak konsisten.



7. Bagimana cara membedakan pada korban antara tersisa hanya tulang dan



tersisa jaringan lunak bersama tulang ? Dapat melalui cara antropologi forensik . Antropologi Forensik sebagai salah satu cabang spesialisasi (profesi) dari ilmu Antropologi merupakan bidang ilmu terapan yang semakin dibutuhkan guna untuk 14



mengidentifikasi manusia, terutama yang sudah mati, karena kondisi jenazah yang mengalami banyak atau sedikit perubahan mulai dari penampakan fisiknya maupun material organik dan kimiawi yang ada di dalamnya yang disebabkan oleh paparan sumber panas (api). Beberapa studi mengahasilkan beberapa kategori proses pada pola bakar jenazah yaitu : -



Posisi jasad dan tutupan jaringan lunak pada tulang



-



Perubahan warna karena paparan api pada tulang



-



Biomekanik retakan/patahan pada tulang yang terbakar.



a. Penentuan ciri afiliasi populasi melalui pengamatan pada tengkorak spt tulang hidung , eajah, rahang serta kubah tengkorak



15



b. Penentuan jenis kelamin dengan os pelvis, os pubis (kemaluan), tulang usus. Jka os pubis berbeentuk huruf V maka korban tsb jenis kelamin laki-laki.



c. Penentuan



umur



dengan



melihat



cranial



sutre



closure



baik



endocranium dan sutura palatal. d. Pengukuran parsial tulang untuk menentukan tinggi badan korban



Hanya jaringan lunak yang menutupi tulang a. Diperoleh dari dokumentasi dari TKP, namun data ini sulit didapatkan jika jenazah sudah disimpan trlalu lama b. Memperhatikan masa otot/ tutupan jaringan lunak



8. Bagaimana kegunaan dan cara identifikasi tulang rahang dan gigi dalam



forensik? 16



A. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi ragawi 1) Ras Caucasoid dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Permukaan lingual rata pada gigi seri / insisive 1.21.1,2.1 2.2 b. Sering gigi-geligi -> crowded c. Gigi molar pertama bawah (3.6,4.6), lebih panjang, tapered d. Dalberg (1956) : buko-palatal < (P2, 1.5, 2.5), mesio-distal e. Sering cups carabeli pada 1.6,2.6 -> palatal f. Lengkung rahang sempit 2) Ras Mongoloid dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Menurut Herdlicka (1921) bahwa gigi insisive mempunyai perkembangan penuh pada permukaan palatal bahkan lingual sehingga shovel shaped insicor cungulum jelas dominan (pada gigi 1.1,1.2,2.1,2.2) b. Fissure-fissure gigi molar c. Bentuk gigi molar -> segiempat dominan 3) Ras Negroid dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Menurut



R.Biggerstaf



bahwa



premolar



akar



premolar



(1.4,1.5,2.4,2.5) cenderung membelah atau terdapat tiga akar > trifurkasi b. Bahwa cenderung bimaxillary protrusion -> monyong c. Bahwa molar ke-4 sering ditemukan (banyak) d. Premolar pertama bawah (1.4,2.4) terdapat 2 atau 3 cups e. Gigi molar berbentuk segiempat membuat (mirip dmk) 4) Ras Australoid Yang termasuk dalam ras ini adalah : suku amborigin dan sukusuku dikepulauan kecil pacifik 5) Ras khusus a. Bushman Suku ini bermukim dinegara Spanyol 17



b. Vedoid Yang termasuk suku ini bermukim di Afrika Tengah c. Polynesian Yang termasuk suku ini bermukim dipulau-pulau kecil di lautan Himdia dan dilautan Afrika. B. Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geli gimenurut Cotton (1982) antara pria dan wanita dapat di buat table sebagai berikut: Gigi-geligi



Wanita



Pria



Outline Bentukgigi



RelatifLebih



RelatifLebihBesar



Kecil Lapisan Email dan Dentin



RelatifLetih



RelatifLebihTebal



Tipis BentukLengkunggigi UkuranCervicoincisal



Cendrung Oval distal Lebih Kecil



Tapered LebihBesar



caninusbawah Outline incisive pertamaatas



LebihBulat



Lebihpersegi



Lengkunggigi



RelatifLebih



RelatifLebihBesar



Kecil C. Identifikasi Jenis Kelamin Melalui Tulang Rahang Selain dengan pemeriksaan internal dan eksternal,perbedaaan pria dan wanita dapat dilihat daritulang-tulang yang ada.salah satu tulang yang dapat diidentifikasi untuk membedakan jenis kelamin tersebut adalah tulang rahang(Camerondan Sims,1974) 1. Identifikasi jenis kelamin melalui Lengkung Rahang atas



18



Pada pria lengkung rahang lebih besar dari pada wanita karena relative gigi-geligi pria jarak mesio distal lebih panjang-di banding kan dengan wanita.sedangkan palatum pada wanita lebih kecil dan bentuk parabola.Dan pada pria palatum lebih luas serta bentuk huruf U. 2. Identifikasi jenis kelamin melalui Lengkung Rahang bawah Lengkyng rahang bawah pria lebih besar dari wanita karena gigigeligi wanita jarak mesio distalnya lebih kecil daripada pria 3. Identifikasi jenis kelamin melalui tulang rahang Terdapat berbagai sudut pandang pada setiap region dan bentuk serta besar dari rahang pria maupun wanita yang sangat berbeda.Hal ini dapat digunakan sebagai sarana atau data identifikasi jenis kelamin melalui tulang rahang bawah. a. Identifikasi jenis kelamin melalui sudut gonion Sudut gonion pria lebih kecil dibandingkan sudut gonion wanita. b. Identifikasi jenis kelamin melalui tinggi Ramus Ascendens Ramus ascendens pria lebih tinggi dan lebih besar dari pada wanita c. Identifikasi jenis kelamin melalui Inter Processus Jarak prosessus Condyloideus dan ganprosessus Coronoideus pada pria lebih jauh di banding kan dengan wanitya. dengan kata lain pada pria mempunyai jarak lebih panjang di bandingkan dengan wanita d. Identifikasi jenis kelamin melalui Lebar Ramus Ascendens Identifikasi jenis kelamin melalui Ramus Ascendens pada pria mempunyai jarak yang lebih lebar di banding kan dengan wanita e. Identifikasi jenis kelamin melalui Tulang Menton (dagu) 19



Identifikasi jenis kelamin melalui tulang Menton pria atau tulang dagu pria yang di maksut lebih ke anterior dan lebih besar. f. Identifikasi jenis kelamin melalui Pars Basalis Mandibula Pada pria parsbasalis mandibular lebih panjang dibandingkan dengan wanita dalam bidang horizontal. g. Identifikasi jenis kelamin melalui Processus Coronoideus Tinggi



prosessus



Coronoideus



pada



pria



lebih



tinggi



dibandingkan dengan wanita dalam bidang vertical. h. Identifikasi jenis kelamin melalui table tulang Menton Tulang menton pria dalam ukuran pabio lebih tebal dibanding kandenagn wanita,hal ini kemungkinan masa pertumbuhan dan perkembangan rahangp rialebih lama dibandingkan dengan wanita Ukuran ini sanganlah relative tergantung dari ras,subras dan hannya dibandingkan sesame etnik-etniksaja. i. Identifikasi jenis kelamin melalui lebar dan tebal Prosessus Condyloideus Bentuk prosessus condyloideus bermacam-macam,baik pria maupunwanita. Tetapi mempunyai tebal dan lebar yang sama Pada pria ukuran diameter prosessusnya lebih besar di banding kandenagn wanita, hal ini karena ukuran anterior posterior dan Latero medio lebih besar di bandingkan dengan wanita D. Identifikasi umur korban (janin) melalui benih gigi E. Identifikasi umur korban melalui gigi sementara F. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran G. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap H. Identifikasi korban melaluikebiasaan menggunakan gigi I. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi J. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi 20



K. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur L. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam rongga mulut M. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya N. Identifikasi wajah korban dari rekontruksi tulang rahang dan tulang facial O. Identifikasi wajah korban P. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku Q. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban massal R. Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik S. Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik T. Victim Identification Form



21



KERANGKA KONSEP



Death identification system



Komponen yang harus ada



bitemarks



Ruang lingkup



Human identification



komparatif



Perbandingan AM PM



prosedur



Odontology forensik



Rekontruktif



Hanya ada PM



22



BAB III KESIMPULAN Death Identification System bertujuan untuk mengenali identitas korban, lalu selanjutnya dapat dapat dilakukan upaya untuk merawat, mendoakan, dan menyerahkan kepada keluarga korban untuk dikebumikan sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Odontology forensic merupaan cabang ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam upaya penyelidikan suatu data untuk mengetahui identitas korban bencana massal salah satunya kasus kebakaran yang dibahas pada skenario yaitu dengan menentukan jenis kelamin, usia, dan kelompok RAS pada korban. Human identification sering digunakan untuk mengetahui suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Human identification meliputi comparative (membandingkan data ante mortem dan post mortem) dan rekonstruksi (menganalisis bagian tubuh korban satu persatu). Untuk mengidentifikasi korban dilakukan identifikasi primer dan sekunder. Identifikasi primer yaitu identifikasi mengenai DNA, Sidik jari, dan pemeriksaan gigi, sedangkan identifikasi sekunder meliputi identifikasi secara visual maupun data-data yang terdapat pada korban saat itu. Data antemortem merupakan data saat korban masih hidup seperti radiografi, odontogram, dan lain sebagainya sedangkan data post mortem adalah data yang ditemukan saat korban meninggal seperti kartu identitas, pakaian, perhiasan, dan lain sebagainya. Gigi geligi digunakan dalam odontology forensic karena mempunyai sifat individualistic sehingga dapat dimasukkan ke dalam salah satu metode identifikasi primer pada Disaster Victim Investigation (DVI) selain menggunakan sidik jari dan DNA. Gigi geligi digunakan karena mempunyai ketahanan yang tinggi dalam segala kondisi sedangkan sidik jari dan DNA mempunyai keterbatasan, maka dari itu dibutuhkan peranan besar dari dokter gigi dalam pemecahan kasus odontology forensic ini.



23



DAFTAR PUSTAKA American Board Of Forensic Odontology (Abfo). 2017. Body Identification Information & Guidelines. Amalia Widya Larasati, Muhammad Galih Irianto, Eka Cania Bustomi I Peran Pemeriksaan Odontologi Forensik Dalam Mengidentifikasi Identitas Korban Bencana Masal. 2018. Universitas Lampung. Ananta Tantri Budi .Peran Restorasi Gigi Dalam Proses Identifikasi Korban (The Role Of Dental Restoration In Victim Identification) . 2014. Departemen Odontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi Universias Airlangga. Db, E. (2014) ‘Introduction To Forensic’, Pp. 2–3. J. K. Balwant Rai, Evidence-Based Forensic Dentistry, 2013. Springer-Verlag Berlin And Heidelberg Gmbh & Co. Kg Muhammad Galib A. 2018. Pola Bakar Pada Kasus Jenazah Terbakar Pada Studi Kasus Jenazar Terbakar Di Jawa Timur .Prodi Antropologi. Airlangga; Surabaya. Nafi’iyah, N. And Wardhani, R. (2016) ‘Sistem Identifikasi Jenis Kelamin Manusia Berdasarkan Foto Panoramik’, Seminar Nasional Hasil Penelitian Masyarakat, Pp. 120–125. Prawestiningtyas, E. And Algozi, A. M. (2012) ‘Forensic Identification Based On Both Primary And Secondary Examination Priority In Victim Identifiers On Two Different Mass Disaster Cases / Identifikasi Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer Dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban Pada Dua Kasus’, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Xxv(2), Pp. 87–94. Senn, David R; Stimson Paul G. Forensic Dentistry. Second Edition. Crc Press. Boca Raton. 2010. Sita Rose Nandisa ,Bramma. 2016. Penggnaan Radiografi Gigi Untuk Kepentingan Identifikasi Forensik , Odonto Dental Jurnal. Sweet, D. J. Et Al. (2015) ‘Forensic Dentistry: A Review Of Its Scope And Application’, Journal Of The Canadian Society Of Forensic Science, 29(3), Pp. 143–153. Doi: 10.1080/00085030.1996.10757058.



24