Laporan Tutorial A Blok Xii (Fix) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK XII : SISTEM ENDOKRIN



Dosen Pembimbing : Dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG Kelompok II: Dale Anggara



702014004



Istiqomah Maximiliani



702014057



Gral Weilan Sari



702014069



Hurait Hernando Hurairo



702014074



Shinta Anggia Prawesti



702014077



Ardhia Amalia



702014078



Rara Krisdayanti



702014083



Ahmad Ihsan Hanif



702014084



Agung Prasetio



702014088



Altiara Risky Suciandari



702014089



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN AJARAN 2016



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A Blok XII Semester 4. Shlawat seiring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna perbaikan tugas-tugas selanjutnya . Dalam penyelesain tugas tutorial ini,kami banyak mendapat bantuan,bimbingan dan saran. Pada kesempatan inikami sampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada : 1.Yth. Dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG 2.Semua Anggota dan pihak yang terkait dalam pembuatan laporan ini Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.Amin.



Palembang, 13 Mei 2016



Penulis



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1 DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 3 1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Data Tutorial ................................................................................................ 4 2.2 Skenario Kasus ............................................................................................. 4 2.3 Klarifikasi Istilah .......................................................................................... 5 2.4 Identifikasi Masalah...................................................................................... 6 2.5 Analisis Masalah dan Sintesis ...................................................................... 7 2.6 Kesimpulan .................................................................................................. 40 2.7 Kerangka Konsep ......................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 41



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Blok Sistem Endokrin adalah Blok ke-12 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan (KBK) Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada. Pada kesempatan ini dilaksanakan studi kasus skenario A yang memaparkan kasus Tn. Kahraman, 52 Tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya karena sesak nafas yang semakin menghebat sejak 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan cuaca. Tn. Kahraman juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu. Menurut keluarganya, Tn. Kahraman sejak 2 bulan yang lalu mengeluh BAK terus menerus setiap malam, sering haus dan minum terus-menerus, Tn. Kahraman juga sering mengeluh gatal-gatal diseluruh tubuhnya. Berat badan menurun sebanyak 5 kg selama 2 bulan terakhir padahal nafsu makannya meningkat. Tn. Kahraman hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga. Dalam 3 tahun ini diketahui, Tn. Kahraman menyandang DM dan kontrol tidak teratur dan mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari, gula darah sewaktu berkisar 250-300 mg/dl.



1.2



Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran studi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran seven jum



tutorial berdasarkan



langkah-langkah



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Data tutorial Tutor



: Dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG



Moderator



: Agung Prasetio



Sekretaris Meja



: Istiqomah Maximiliani



Sekretaris Papan



: Rara Krisdayanti



Waktu



: Senin, 9 Mei 2016 Rabu, 11 Mei 2016



Peraturan tutorial



:



1. Alat komunikasi dinonaktifkan. 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat/ aktif. 3. Mengacungkan tangan saat akan mengutarakan pendapat. 4. Izin terlebih dahulu saat akan keluar ruangan. 5. Tidakboleh membawa makanan dan minuman pada saat proses tutorial berlangsung. 6. Dilarang memotong pembicaraan ketika ada yang sedang memberikan pendapat. 7. Dilarang berbisik-bisik dengan teman. 2.2 Skenario kasus Tn. Kahraman, 52 Tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya karena sesak nafas yang semakin menghebat sejak 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan cuaca. Tn. Kahraman juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu. Menurut keluarganya, Tn. Kahraman sejak 2 bulan yang lalu mengeluh BAK terus menerus setiap malam, sering haus dan minum terus-menerus, Tn. Kahraman juga sering mengeluh gatal-gatal diseluruh tubuhnya. Berat badan menurun sebanyak 5 kg selama 2 bulan terakhir padahal nafsu makannya meningkat. Tn. Kahraman hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga. Dalam 3 tahun ini diketahui, Tn. Kahraman menyandang DM dan kontrol tidak teratur dan mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari, gula darah sewaktu berkisar 250-300 mg/dl. Pemeriksaan Fisik



Keadaan umum



: tampak sakit berat, kesadaran delirium, TB: 154 cm, BB: 40 kg



Tanda Vital



: TD 100/60 mmHg, HR 120x/menit, suhu tubuh 38,8˚C, RR:



38x/menit (nafas cepat dan dalam) Kepala



: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik



Leher



: JVP 5-2 cmH2O



Thoraks



: Jantung dan paru dalam batas normal



Abdomen



: datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal



Ekstremitas



: akral dingin (-/-), edema (-/-)



Status lokalis



: regio plantar pedis dekstra : Inspeksi : tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+), hiperemis dan edema jaringan sekitar, Palpasi : nyeri (+), krepitasi subkutis pada jaringan sekitar (-)



2.3 Klarifikasi Istilah No . 1. 2. 3. 4.



Istilah



Klarifikasi



Sesak nafas Demam



Pernapasan yang sukar (dalam dan cepat) Peningkatan suhu tubuh diatas normal (37,5 derajat



Gatal- gatal



C) Sensasi kulit yang tidak nyaman, menimbulkan



DM



keinginan untuk menggaruk/ menggosok kulit Penyakit kronis ditandai peningkatan kadar glukosa darah, akibat gangguan sekresi insulin/ kerja insulin



5.



Glibenclamide



atau keduanya Obat yang digunakan pada DM tipe IIm untuk



6.



GDS



mengendalikan glukosa darah yang tinggi Pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara



7.



Diet



spontan Kebiasaan dalam hal jumlah dan jenis makanan dan



Delirium



minum yang dimakan oleh seseorang dari hari ke hari Penuruann kesadaran yang berlangsung singkat,



8.



ditandai oleh ilusi, halusiansi, gangguan memori, 9.



Pus



kegelisahan Cairan kaya protein hasil proses peradangan yang mengandung leukosit, debris sesuler dan cairan encer



10. 11.



Hiperemis Krepitasi Subkutis



(Liquor Puris) Pembengkakan; ekses darah pada bagian tertentu Suara bergerak seperti menggesekkan ujung ujung tulang yang patah pada bagian sub kutis



2.4 Identifikasi Masalah 1.



Tn. Kahraman,52 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya karena sesak nafas yang semakin menghebat seja 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh akticitas dan perubaha cuaca.



2.



Tn. Kahraman juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu



3.



Menurut keluarganya, Tn. Kahraman sejak 2 bulan yang lalu mengeluh BAK terus menerus setiap malam,sering haus dan minum terus menerus, Tn. Kahraman juga sering mengeluh gatal gatal diseluruh tubuhnya.



4.



Berat badan menurun sebanyak 5 kg selama 2 bulan terakhir padahl nafsu makan meningkat.



5.



Tn. Kahraman hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga



6.



Dalam 3 tahun ini diketahui, Tn. Kahraman menyandang DM dan control tidak teratur dan mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari,GDS berkisar 250-300 mg/dl



7.



Dokter menyarankan agar Tn. Kahraman mengatur pola makan sesuai penderita DM namun Tn. Kahraman tidak patuh.



8.



Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran delirium, TB: 154 cm, BB: 40 kg Tanda Vital



: TD 100/60 mmHg, HR 120x/menit, suhu tubuh 38,8˚C, RR: 38x/menit (nafas cepat dan dalam)



Kepala



: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik



Leher



: JVP 5-2 cmH2O



Thoraks



: Jantung dan paru dalam batas normal



Abdomen



: Datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal



Ekstremitas



: Akral dingin (-/-), edema (-/-)



Status lokalis : Regio plantar pedis dekstra : Inspeksi



: Tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+), hiperemis dan edema jaringan sekitar,



Palpasi : nyeri (+), krepitasi subkutis pada jaringan sekitar (-)



9. Pemeriksaan laboratorium Glukosa darah 600 mg/dl diperiksa oleh dokter yang bertugas menggunakan glucometer darah digital, keton urin +2, glukosa urin +4



2.5 Analisis Masalah 1. Tn. Kahraman,52 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMP oleh keluarganya karena sesak nafas yang semakin menghebat seja 6 jam yang lalu. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubaha cuaca. a. Apa etiologi sesak nafas? Jawab: Diagnosis dari dyspnea memiliki keberagaman yang sangat luas dan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu kardiak, pulmonal, gabungan kardiak dan pulmonal serta nonkardiak atau nonpulmonal. 1) Kardiak Seperti pada penyakit gagal jantung, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, disfungsi katup, hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi katup asimetrik, perikarditis ataupun aritmia. 2) Pulmonal Ditemukan seperti pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, penyakit paru restriktif, penyakit paru herediter dan pneumothorax. 3) Gabungan kardiak-pulmonal Ditemukan pada penyakit cor pulmonal, dekondiri, emboli paru kronik dan trauma. 4) Nonkardiak dan nonpulmonal Contohnya adalah pada kondisi metabolik seperti asidosis, penyakit neuromuskular dan gangguan fungsional seperti gelisah, panik dan hiperventilasi. Sumber: Morgan & Hodge, 2008 b. Mengapa sesak nafas menghebat sejak 6 jam yang lalu? Jawab:



Maknanya adalah telah terjadinya penurunan ph tubuh akibat dari pemecahan lemak yang berlebihan sehingga tubuh mengkompensai dengan sesak nafas yang hebat. Sumber: Price & Wilson, 2005 c. Bagaimana patofisiologi sesak nafas pada kasus? Jawab: DM Tipe 2  glukosa tidak dapat masuk kedalam sel  penurunan ATP  lipolysis meningkat  asam lemak bebas meningkat  asetil-KoA meningkat  peningkatan ketogenesis  peningkatan badan keton  Ph darah menurun (asam)  penggunaan bicarbonate sebagai buffer  bicarbonate menurun  tubuh mengkompensasi dengan peningkatan pernapasan



 pernapasan



meningkat  CO2 (asam) banyak dikeluarkan  pernapasan menjadi cepat dan dalam  kussmaul  sesak napas. Sumber: Price & Wilson, 2005 d. Apa makna sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktifitas & perubahan cuaca? Jawab: Karena sesak nafas pada kasus ini disebabkan karena ketoasidosis diabetik, bukan karena asma bronchial. Dimana faktor pencetus atau asma bronchial dipengaruhi oleh aktivitas (hiperaktivitas), cuaca dingin, infeksi saluran napas atas, alergen, dan faktor psikis. Sumber: Sudoyo, 2014 2. Tn. Kahraman juga mengalami demam sejak 3 hari yang lalu a. Apa kemungkinan penyebab demam pada kasus? Jawab; Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak



antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain . Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin,



leukemia,



dll),



dan



pemakaian



obat-obatan



(antibiotik,



difenilhidantoin, dan antihistamin). (Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya. Demam dimaknai sebagai peningkatan suhu tubuh berdasar derajat tertentu. Demam di inisiasi akibat pelepasan mediator inflamasi yang dapat dipicu oleh berbagai etiologi; seperti: peningkatan metabolisme tubuh (glukoneogenesis), risiko infeksi (inflamasi, ulkus, dll) ataupun kekurangan cairan (dehidrasi, syok). Sumber: Karmen, 2014 b. Bagaimana Patofisiologi demam pada kasus? Jawab: Adanya infeksi oleh kuman yang mengeluarkan pirogen eksogen pada daerah luka (seperti lipopolisakarida) → mengaktifkan makrofag dan mengeluarkan pirogen endogen (IL-6, interleukin 1 (α and β), TNF- α → mengaktifkan jalur asam arakhidonat yang diperantarai oleh enzim pospolipase, cyclooxygenase-2 (COX2), dan prostaglandin E2 sintase → sintesis dan pelepasan PGE2 → PGE2 memicu neuron di preoptic area melalui prostaglandin E reseptor 3 → meningkatkan set point temperatur di hipotalamus.



Sumber: Price&Wilson,2005 3. Menurut keluarganya, Tn. Kahraman sejak 2 bulan yang lalu mengeluh BAK terus menerus setiap malam,sering haus dan minum terus menerus, Tn. Kahraman juga sering mengeluh gatal gatal diseluruh tubuhnya. a. Apa makna BAK terus menerus tiap malam, sering haus, dan minumminum terus menerus? Jawab: Maknanya adalah merujuk kepada penyakit Diabetes Mellitus, terjadi poliuria (sering buang air kecil/peningkatan pengeluaran urin).Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti konsentrasi ke plasma yang hipertonik.



Dehidrasi



intrasel



merangsang



pengeluaran



hormone



ADH



(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus,Polifagi (peningkatan rasa lapar), dan gatal – gatal. Sumber: Harrison, 2000 b. Bagaimana mekanisme BAK terus menerus tiap malam, sering haus, dan minum-minum terus menerus? Jawab: 



Poliuria : DM tipe II →Resistensi insulin → Hiperglikemia di ekstrasel → akan diinfiltrasi oleh glomerulus



→reabsorpsi oleh tubulus ginjal



melewati



ambang batas glukosa → glukosuria→ diuresis osmotic (bersifat menarik cairan) → pengeluran urin ↑ → poliuria 



Polidipsi : DM tipe II →Resistensi insulin → Hiperglikemia di ekstrasel → akan diinfiltrasi oleh glomerulus



→ reabsorpsi oleh tubulus ginjal



melewati



ambang batas glukosa → glukosuria→ diuresis osmotik → pengeluran urin ↑



→ poliuria → kompensasi tubuh merangsang pusat haus di hipotalamus → polidipsi 



Polifagi : DM tipe II →Resistensi insulin→ Penurunan penyerapan glukosa oleh sel → Hiperglikemia di ekstrasel → Defisiensi glukosa di intrasel → Polifagi



Sumber: Sherwood, 2014 c. Bagaimana hubungan gatal-gatal diseluruh tubuhnya dengan keluhan yang dialami? Jawab: Gatal-gatal dimaknai sebagai tanda adanya inflamasi yang cukup hebat.Gatal (pruritus) timbul akibat stimulasi pada saraf C tak bermielin pada daerah perifer kulit akibat pengeluaran histamine berlebihan akibat reaksi inflamasi. Hubunganya pada kasus, dikaitkan dengan luka yang terjadi pada plantar pedis yang menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi. Dimana luka tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh tekanan yang tinggi pada daerah tersebut dan gangguan peredaran darah pada pasien hiperglikemia sehingga daerah tersebut mengalami hipoksia (kulit kering) rentan untuk terjadi nya luka. Penyembuhan luka juga terhambat karena factor pembekuan luka juga ikut terganggu akibat resistensi insulin sehingga luka akan sulit untuk sembuh dan memudahkan terjadinya infeksi oleh kuman. Sumber: Soegondo, 2013 d. Bagaimana patofisiologi gatal diseluruh tubuh pada kasus? Jawab: Resistensi insulin → hiperglikemi → gangguan peredaran darah→ Hipoksia jaringan (kulit kering) + tekanan yang tinggi pada plantar pedis → rentan terjadinya Luka → bakteri menginfeksi (mudah untuk berkembang)→ stimulasi makrofag → pelepasan histamin → Gatal Sumber: Soegondo, 2013



4. Berat badan menurun sebanyak 5 kg selama 2 bulan terakhir padahl nafsu makan meningkat. a. Apa makna BB menurun sebanyak 5 kg padahal nafsu makan meningkat? Jawab: Maknanya berarti telah terjadi gangguan pada metabolisme. Dalam hal ini,Tn. Kahraman yang menderita DM Tipe 2 dimana glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Walaupun Tn. Kahraman nafsu makannya meningkat namun karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tetap saja ATP yang dihasilkan sebagai sumber energy pun sedikit, akhirnya terjadi pemecahan lemak dan protein yang merupakan cadangan energy sehingga jika dipecah akan menyebabkan penurunan berat badan Sumber: Guyton & Hall, 2011 b. Bagaimana patofisiologi penurunan BB pada kasus? Jawab: DM Tipe 2  glukosa tidak dapat masuk kedalam sel  sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme  penurunan ATP  pemecahan simpanan cadangan makanan dalam tubuh  peningkatan pemecahan lemak dan asam amino dalam tubuh  penurunan berat badan Sumber: Guyton & Hall, 2011 5. Tn. Kahraman hampir tidak mempunyai waktu untuk olahraga a. Apa hubungan Tn. Kahraman hampir tidak mempunyai waktu olahraga dengan keluhan yang dialaminya? Jawab: Pada pasien Diabetes Mellitus, khususnya tipe-2 yang bersifat insulin resisten, olahraga diperlukan khususnya yang bersifat aerobik dan meningkatkan kerja kardiovaskuler dan memperlancar sirkulasi. Pada kasus DM, tidak pernah olahraga berdampak pada gangguan vaskularisasi, hiperglikemia semakin memberat karena glukosa darah tidak diutilisasi, risiko terbentuknya artheroma meningkat, sumbatan arterosklerosis ataupun emboli dapat menyebabkan komplikasi selanjutnya yaitu mikroangiopati dan makroangiopati; ex: stroke,



infark miokard, dll. Pada saat olahraga, glukosa tidak memerlukan insulin untuk masuk ke dalam sel karena reseptor insulin yang sensitive, sehingga akan baik sekali dilakukan untuk penderita DM. Dapat disimpulkan, pasien yang berolahraga akan lebih terhindar dari komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul dari DM. Sedangkan pada kasus, Tn. Kahraman jarang berolahraga. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pemberat sehingga terjadi komplikasi berupa ketoasidosis diabetik dan ulkus diabetikum, selain DM Tn. Kahraman yang tidak terkontrol. Sumber: Sudoyo,2014 6. Dalam 3 tahun ini diketahui, Tn. Kahraman menyandang DM dan control tidak teratur dan mendapat pengobatan glibenclamide 2,5 mg 1x/hari,GDS berkisar 250-300 mg/dl. a. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi organ yang terlibat pada kasus DM? 1) Anatomi Pankreas



Pankreas merupakan organ endokrin dan eksokrin. Bagian eksorin kelenjanr menghasilkan



sekret



yang



mengandung



enzim-enzim



yang



dapat



menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Bagian endokrin kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans yang menghasilkan hormon insulin, glukagon dan somatostatin yang mempunyai penanan penting dalam metabolisme karbohidrat. (Snell, 2012) Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dari kuadran kiri atas. Strukturnya luna, berlobus dan terletak pada dinding



posterior abdomen di belakang gaster. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pankreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, dan cauda. (Snell, 2012) • Caput pancreatis; berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung abdome. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan pocessus untinatus. • Collum pancrteatis; merupakan bagian pankreas yang mengecil



dan



menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkanya arteri mesenterica superiordari aorta. • Corpus pancreatis; berjalan keatas dan kiri, menyilang garis tengah, pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga. • Cauda pancreatis; berjalan kedepan menuju ligamnetum lienorenale dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale. (Snell, 2012) Hubungan Ke anterior; dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis dan gaster. (Snell, 2012) Ke posterior; dari kanan ke kiri: ductus choledohus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava superior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m.psoas major sinistr, glandula suprarenalis dan hilum lienale. (Snell, 2012) Ductus Pancreaticus Ductus pancreaticus mulai dari cauda pancreatis dan berjalan disepanjang kelenjar, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars descendens duodenum disekitar pertengahannya bersama dengan ductus choleductus pada papila duodeni major. Kadang juga terpisah. (Snell, 2012) Ductus pancreaticus accesorius (bila ada) mengalirkan getah pankreas dari bagian atas caput dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit diatas muara ductus pancreaticus pada papila duodeni minor. (Snell, 2012) Perdarahan Arteriae: A. Lienalis dan A. Pancreati coduodenalis superior dan inferior Venae: vena yang sama dengan arterinya mengalirkan darah ke sistem porta (Snell, 2012)



Aliran limfe Kelenjar limfe terletak disepanjang arteri yang memperdarahi kelnjar. Pemnuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterici superior. (Snell, 2012) Persarafan Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis (N.Vagus). (Snell, 2012) 2) Histologi Pankreas



Keterangan: • Sel alfa; terletak lebih perifer dalam insula • Sel beta; dalam insula lebih ditengah, jumlahnya paling banyak sekitar 70% dari keseluruhan sel di dalam insula pancreatica • Sel delta; jumlahnya paling sedikit, letaknya menyebar di dalam insula pancreatica • Kapiler; insula kaya akan vascularisasi • Sel sentro asinar; terlihat di beberapa asini (Eroschenko. 2008) 3) Fisiologi Pankreas Komponen endokrin pankreas tersebar di seluruh organ berupa sel endokrin yang disebut insula pancreatica (pulau langerhans). Insula pancreatica mengalirkan dua hormon utama yang mengatur kada glukosa dan metabolisme glukosa. (Guyton, 2007)  Sel alfa (endocrinocytus alfa) Menghasilkan hormon glukagon, yang dibebaskan sebagai respon kadar glukosa darah yang rendah(pasca-absorptif). Glukagon mengalirkan kadar



glukosa darah dengan mempercepat perubahan glikogen, as. Amino, as. Lemak di hepatosit menjadi glukosa.  Sel beta (endocrinocytus beta) Menghasilkan insulin, yang pembebasannya dirangsang oleh kada glukosa darah yang tinggi setalah makan. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan peningkatan transpor membran glukosa ke dalam hepatosit, otot, dan sel adiposa. Insulin juga mempercepat konversi gula manjadi glukagon di hepatosit. Efek insulin terhadap glukosa darah berlawanan dengan efek glukagon.  Sel delta (endocrinocytus delta) Mengeluarkan hormon somatostatin. Hormon ini merurunkan dan menghambat sekretorik sel alfa dan beta melalui pengaruh lokal di dalam insula pancreatica.  Sel polipeptida pankreas (PP) Menghasilkan hormon polipeptida yang menghambat pembentukan enzim pankreas dan sekresi alkali. Sumber: Guyton, 2011 b. Bagaimana sintesis, fungsi dan dan cara kerja hormon insulin? Jawab: 1) Sintesis insulin Sintesis insulin dimulai dari bentuk preproinsulin (prekursor insulin) di retikulum endoplasma sel beta pankreas. Dengan bantuan enzim peptidase maka preproinsulin akan dipecah menjadi proinsulin yang kemudian dihimpun dalam gelembung gelembung sekresi (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin akan diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang siap disekresikan secara bersamaan melalui membran sel apabila diperlukan. (Sherwood, 2014) 2) Fungsi insulin  Fungsi insulin mempertahankan tingkat glukosa darah.  Membantu glukosa masuk ke dalam sel untuk di simpan dan di pakai sebagai energi



(Sherwood, 2014) 3) Cara kerja insulin Pankreas melepaskan insulin pada saat Anda makan, Setelah makan, glukosa meningkat di dalam peredaran darah dan pengeluaran insulin oleh pankreas juga meningkat. Tugas pokok insulin adalah mengatur pengangkutan atau masuknya glukosa dari darah ke dalam sel sehingga glukosa darah bisa turun. Jadi, insulin berperan dalam mengatur kestabilan glukosa di dalam darah. Insulin juga bekerja di hati. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal. (Sherwood, 2014) c. Bagaimana klasifikasi DM? Jawab:  DM berdasarkan penyebabnya Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisisensi insulin absolut Tipe 1



 Autoimun  Idiopatik Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi



Tipe 2 Tipe lain



insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin  Defek genetic fungsi sel beta



 Defek genetic kerja insulin  Penyakit eksokrin pancreas  Endokrinopati  Karena obat atau zat kimia  Infeksi  Sebab imunologi yang jarang



 Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM Diabetes mellitus gestasional



 Pada saat kehamilan



(Soegondo, 2013) d. Bagaimana Patofisiologi DM? Jawab: Autoimun/idiopatik  kerusakan sel b pancreas  tempat insulin yang seharusnya diproduksi mengalami gangguan  penurunan sekresi insulin  jumlah insulin sedikit  hiperglikemia  DM Tipe 1. Faktor risiko (obesitas, kurang aktivitas fisik, genetic, usia)  resistensi insulin  glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel  hiperglikemia  hiperglike berkepanjangan  DM Tipe 2 Sumber: Guyton & Hall, 2011 e. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus? Jawab: 



Usia Pada negara berkembang kebanyakan pasien diabetes mellitus berumur antara 45-65 tahun, yaitu golongan usian yang masih produktif. Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit dengan yang terjadi akibat penurunan fungsi organ-organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan fungsi organ pankreas dalam menghasilkan hormon insulin sehingga DM akan meningkat kasusnya sejalan dengan pertambahan usia. Tn. Kahraman berusia 52 tahun, maka memiliki factor resiko terkena diabetes mellitus(Soegondo, 2013)







Jenis kelamin Rasio DM pada wanita lebih banyak daripada Laki-laki



Sumber: Soegondo, 2013 Zahtamal, 2007 f. Mengapa GDS meningkat padahal sudah diberi Glibenclamide? Jawab:



Glibenclamide bekerja merangsang sekresi insulin di pancreas dan mengurangi oksidasi asam lemak dalam darah. Tetapi, pada kasus ini walaupun telah diberi Glibenclamide GDS Tn. Kahraman meningkat kemungkinan disebabkan telah terjadinya resistensi insulin, sehingga walaupun sekresi insulin ditingkatkan tetapi Insulin tersebut tidak beraksi pada sel target yang dituju. Sumber: Katzung, 2012 g. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari Glibemclamide? Jawab Glibenclamide termasuk dalam obat insulin secretagogue : sulfonylurea generasi kedua golongan gliburid. Glibenclamide dimetabolisme di hati dengan lama kerja antara 10-24 jam. (Katzung, 2013) Sebagai agents diabetic oral yang diberikan yaitu Pioglitazone HCl yang dikombinasikan dengan matformin atau sulfoniurea untuk terapi DM tipe 2 dengan control tidak teratur. (Katzung, 2013) a. Farmakokinetik Absorbsi melalui usus cukup efektif, sehingga dapat diberikan per-oral. Setelah diabsorbsi obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70%90%). Obat ini 200x lebih kuat daripada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip dengan sulfonylurea lainnya. Waktu paruh 4 jam efek kerja obat berlangsung 10-24 jam meberikan efek hipoglikemik. Gliburid di metabolism dalam hati, hanya 25% metabolit disekresi melalui urin dan sisanya disekresi melalui empedu dan tinja. Gliburid efektif dengan pemberian dosis tunggal. (Katzung, 2013) Pada kasus Tn. Kahraman ini, pemberian seharusnya hati-hati pada pasien lansia karena penggunaakn jangka panjang dapat menyebabkan hipoglikemia. Gliburid dimetabolisme di hati, dosis awal diberikan adalah 2,5 mg/hari lebih kecil dan dosis pemeliharaan rerata adalah 5-10 mg/hari, dosis tunggal diberikan pagi hari. Tidak dianjurkan dosis pemeliharaan > 20 mg/hari. (FKUI, 2012) b. Farmakodinamik Gliburid / Glibenklamid golongan sulfonilurea bekerja merangsang sekresi insulin di pancreas dan mengurangi oksidasi asam lemak dalam



darah. Adanya stimulasi melalui interaksi ATP dan K+ pada membran sel-sel beta menimbulkan depolarisasi akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal tersebut akan merangsang granula berisi dan terjadilah sekresi insulin. (FKUI, 2012) c. Kontraindikasi 1) Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes melitus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil. 2) Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal. 3) Ibu menyusui. 4) Diabetes melitus dan komplikasi (demam, trauma, gangren). (FKUI, 2012) Penggunaan obat glibenklamid jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Dalam kasus ini, pemberian obat pada pasien lansia diberikan dengan jangka pendek dan dosis obat direndahkan jika kadar glukosa tercapai serta jika diberikan jangka panjang seharusnya dikombinasikan dengan pemberian insulin. (Katzung, 2013) 7. Dokter menyarankan agar Tn. Kahraman mengatur pola makan sesuai diet penderita DM namun Tn. Kahraman tidak patuh. a. Mengapa dokter menyarankan Tn. Kaharaman megatur pola makan sesuai diet penderita DM? Jawab: Dokter menyarankan pola makan diet yang baik agar kadar gula darah Tn. Kahraman tetap normal atau mendekati normal, dimana kita tahu bahwa kadar gula darah Tn. Kahraman Tinggi. Dengan kadar gula darah yang tinggi menyebabkan Hiperglikemi sehingga timbullah gejala-gejala pada kasus seperti polidipsi, poliuri, dan polifagi. Apabila di biarkan terus menerus dapat



menyebabkan komplikasi yang lebih lanjut



seperti ketoasidosis metabolic, retinopati, nefropati, dll. Sehingga, penting sekali untuk penderita DM menjaga pola makannya agar kadar gula darah tidak meningkat. Sumber: Sherwood,2014



b. Bagaimana diet penderita DM? Jawab: 1. Jenis Bahan Makanan Karbohidrat Sebagai sumber energi, KH yang diberikan tidak boleh lebih dari 5565% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA). Pada setiap gram KH terdapat 4 kkal. Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampain 40 gr/hari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4 kkal/gr. Lemak Mempunyai kandungan energi sebesar 9 kkal/gr. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA : monounsaturated fatty acid) merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA dapat menurunkan trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL, dan meningkatkan kolesterol HDL. Sedangkan, asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA : polyunsaturated fatty acid) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di jaringan perifer, shg dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. 2. Penghitungan Jumlah Kalori Ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani.



3. Penentuan Status Gizi berdasarkan IMT IMT =



BB (kg) TB2 (m)



Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT : - BB kurang



: ‹18,5



- BB normal



: 18,5-22,9



- BB lebih



: ≥23,0



- dengan risiko



: 23-24,9



- Obes I



: 24,9-29,9



- Obes II



: ≥30



BB Tn. Kahraman 40kg TB Tn. Kahraman 154cm



IMT =



40 (kg) = 17,25 (BB kurang) 1,542 (m)



4. Penentuan Status Gizi dan Perhitungan Kalori Perhitungan Kalori dengan Rule Of Thumb Apabila BB kurang dari range gunakan rumus BB kurang, bila normal gunakan rumus BB normal, dan bila lebih gunakan ruus BB lebih. BB normal



: (TB-100) x 30 kalori + TINGKAT AKTIVITAS



BB kurang



: (TB-100) x 35 kalori + TINGKAT AKTIVITAS



BB lebih : (TB-100) x 25 kalori + TINGKAT AKTIVITAS Jenis Aktivitas Ringan Pegawai Kantor;



Sedang Mahasiswa;



Berat Pelaut; Buruh;



Pegawai Toko; Guru;



Pegawai Industri



Penari; Atlet



Supir; Sekretaris



Ringan; IRT



Kebutuhan Kalori /kgBB



Aktivi



Rin



Sed



Be



tas Gemu



gan



ang



rat



25



30



35



30



35



40



35



40



k Norm al Kuru s



4050



Dalam skenario ini, Tn. Kahraman 52tahun BB= 40kg TB= 154cm IMT : 17,25 kg/m2 → BBkurang Perhitungan kalori menurut rumus Rule Of Thumb BBI = (154-100) ± 10% = 54 ± 5,4 = 48,6-59,4 → BB pasien 40 : dibawah range BB kurang



= (154-100) x 35 kalori + TINGKAT AKTIVITAS → ringan = 54 x 35 + 35 = 1925 kal



Jadi kebutuhan Tn. Kahraman dalam sehari adalah sebagai berikut: KH 60% : 60%x1925 = 1155 kal



= 288,75 gr



Protein 15%



: 15%x1925 = 288,75 kal



= 72,18 gr



Lemak 25%



: 25%x1925 = 481,25 kal



= 53,47 gr



Sumber: Suherman, K Suharti. 2009 8. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran delirium, TB: 154 cm, BB: 40 kg Tanda Vital : TD 100/60 mmHg, HR 120x/menit, suhu tubuh 38,8˚C, RR: 38x/menit (nafas cepat dan dalam) Kepala



: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik



Leher



: JVP 5-2 cmH2O



Thoraks



: Jantung dan paru dalam batas normal



Abdomen



: Datar, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal



Ekstremitas : Akral dingin (-/-), edema (-/-) Status lokalis : Regio plantar pedis dekstra : Inspeksi



: Tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+), hiperemis dan



edema jaringan sekitar, Palpasi : nyeri (+), krepitasi subkutis pada jaringan sekitar (-) a. Bagaimana Interpretasi pemeriksaan fisik? Jawab: Pemeriksaan Keadaan umum :



Normal



Interpretasi



Tidak tampak sakit



Abnormal



Compos mentis



Mengalami penurunan kesadaran



18,5-25



Underweight



TD 100/60 mmHg



120/80 mmHg



Hipotensi



HR 120x/menit



60-100x/menit



Takikardi



37˚C



Febris



16-24x/menit



Kussmaul



Tidak tampak luka



Ulkus diabetikum



Tidak nyeri



Tanda inflamasi



tampak



sakit



berat



kesadaran delirium TB: 154 cm, BB: 40 kg = IMT 16 Tanda Vital



:



suhu tubuh 38,8˚C RR: 38x/menit (nafas cepat dan dalam) Inspeksi : tampak luka terbuka, ukuran 2x1 cm, pus (+) Palpasi : nyeri (+) hiperemis



dan



edema



jaringan sekitar,



b. Bagaimana Patofisiologi pemeriksaan fisik? Jawab: 1) Kesadaran delirium Hiperglikemia → glukosuria → dieresis osmotik → kehilangan banyak glukosa dan cairan elektroilit → penuruan suplai nutrisi, cairan elekrolit ke



jaringan saraf otak → gangguan transmisi sinyal sel-sel neuron pada RAS → penurunan kesadaran 2) Hipotensi dan takikardia Hiperglikemia → glukosuria → dieresis osmotik → kehilangan banyak glukosa dan plasma darah (air, dan elektrolit) → volume ekstrasel menurun → stroke volume menurun → curah jantung menurun → hipotensi → tubuh dalam keadaan stress → peningkatan kerja saraf simpatis dan sekresi hormone epinefrin di otot-otot jantung → denyut jantung meningkat (takikardia) 3) Kussmaul Peningkatan lipolisis → peningkatan produksi benda keton → peningkatan kadar ion [H+] plasma dari penguraian benda keton → kadar ion [H+] plasma meningkat → pusat pernapasan di batang otak secara refleks terstimulus → ventilasi paru meningkat (pertukaran udara antara paru dengan atmosfer → kecepatan dan kedalaman napas bertambah. 4) Demam dan nyeri Adanya infeksi oleh kuman yang mengeluarkan pirogen eksogen (seperti lipopolisakarida) → mengaktifkan makrofag dan mengeluarkan pirogen endogen (IL-6, interleukin 1 (α and β), TNF- α →stimulus saraf-saraf aferen dan mengaktifkan jalur asam arakhidonat yang diperantarai oleh enzim pospolipase, cyclooxygenase-2 (COX-2), dan prostaglandin E2 sintase → sintesis dan pelepasan PGE2 dan timbul persepsi nyeri → PGE2 memicu neuron di preoptic area melalui prostaglandin E reseptor 3 → meningkatkan set point temperatur di hipotalamus. 5) Luka terbuka pada regio plantar pedis dekstra Resistensi insulin → hiperglikemi → gangguan peredaran darah→ Hipoksia jaringan (kulit kering) + tekanan yang tinggi pada plantar pedis → rentan terjadinya Luka Kelainan kaki pada DM disebabkan oleh adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan adanya infeksi. Penurunan sirkulasi darah pada daerah kaki akan menghambat proses penyembuhan luka, akibatnya kuman akan masuk kedalam luka dan tejadi infeksi. Peningkatan kadar gula darah



akan menghambat kerja leukosit dalam mengatasi infeksi, luka menjadi ulkus gangrene dan terjadi perlusan infeksi sampai ke tulang (osteomielitis). Sehingga kaki yang mengalami ulkus sulit diatasi. Sumber: Sherwood,2014 Sarwono Waspadji, 2009 9. Pemeriksaan laboratorium Glukosa darah 600 mg/dl diperiksa oleh dokter yang bertugas menggunakan glucometer darah digital, keton urin +2, glukosa urin +4 a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium ? Jawab : Pemeriksaan Glukosa darah 600 mg/dl keton urin +2 glukosa urin +4 (Price & Wilson, 2005)



Normal 40 th > 1000 mg/dl > 140 mEq sering ↑ N / sedikit ↑ > 60 mg/dl > 360 mOsm/kg sangat sensitif mortalitas 50%



ada ada



tidak ada tidak ada



PERKENI,2002 



DM tipe-1, DM tipe-2, dan Diabetes Insipidus



Tolak ukur



DM tipe 1



DM tipe 2



Diabetes Insipidus



Kerusakan sel Resistensi insulin Penurunan ADH



Etiologi



beta pankreas (Autoimun) Poliuria Polidipsia Polifagia Lemas Glukosa darah Glukosuria Ketonuria Ulkus diabetic Penurunan berat



(faktor risiko:



(Vasopresin)



+ + + + >100 mg/Dl + + +



obest) + + + + >100 mg/dL + + +



+ + + 60-100 mg/dL -



+



+



+



badan



Sumber: Price & Wilson, 2005 12. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang pada kasus ini? Jawab: Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau SHH meliputi penentuan kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton, elektrolit (dengan anion gap), osmolaritas, analisa urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel darah lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram. Kultur bakteri dari air seni, darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan



dan antibiotik yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada infeksi.



HbA1c mungkin bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut ini adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak didiagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau suatu episode akut pada pasien yang terkendali dengan baik. Foto thorax harus dikerjakan jika ada indikasi. Konsentrasi natrium



serum pada umumnya berkurang oleh karena



perubahan osmotik yang terjadi terus menerus dari intrasellular ke extracellular dalam keadaan hiperglikemia. Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran kalium extracellular yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin, hypertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum rendah atau low-normal



pada saat masuk, mungkin akan kekurangan



kalium yang berat pada saat perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu



monitoring



jantung



yang



ketat,



menurunkan kalium lebih lanjut



sebab terapi



krisis



hiperglikemia



akan



dan dapat menimbulkan disritmia jantung.



Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas efektif ( > 320 mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab perubahan status mental. Pada mayoritas pasien DKA kadar amilase meningkat, tetapi ini mungkin berkaitan dengan sumber nonpankreatik. Serum lipase bermanfaat



untuk menentukan diagnosa banding dengan pankreatitis. Nyeri



abdominal dan peningkatan kadar amilase dan enzim hati lebih sering terjadi pada DKA dibandingkan dengan SHH. Jadi, pada kasus ini diperlukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan cairan elektrolit (Natrium, Kalium, dll), HbA1c, dan Elektrokardiogram (EKG) (Arifin, dkk. 2008) 13. Bagaimana Working Diagnosis pada kasus ini? Jawab: Ketoasidosis metabolic + Ulkus diabetikum et causa DM tipe-2 14. Bagaimana Tatalaksana pada kasus ini? Jawab: a) Edukasi → Konseling b) Diet → Asupan makanan dan menghitung jumlah kalori per hari c) Olahraga → Sesuai kesanggupan tubuh Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti;  Frekuensi



: Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan



teratur 3-5 kali per minggu  Intensitas



: ringan dan sedang (60 – 70% Maximun Heart Rate)



 Durasi : 30 – 60 menit  Jenis



: Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan



kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda Pada individu sehat, saat melaksanakan latihan fisik pelepasan insulin akan menurun, sehingga hipoglikemi dapat dihindarkan. Namun, pada pasien DM latihan fisik akan mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Mengapa bisa demikian ? Karena



pasien DM memiliki kadar glukosa yang tinggi, sehingga latihan fisik akan menurunkan kadar glukosa. Jadi, latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan pengontrolan kadar glukosa. d) Obat 1. Tatalaksana ketoasidosis a) Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin b) Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit c) Pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis



(Price,2012) 2. Antibiotik untuk ulkus diabetikum Untuk ulkus diabetikum ada beberapa antibiotic yang dapat diberikan, antara lain: Cefotaxime, ciprofloxacin, ampicilin dan meropenem (Kahuripan, 2009) 3. Penatalaksanaan Farmakologi Untuk Penderita DM a. Terapi Insulin Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena, intramuscular, dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan. Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerja : kerja cepat, sedang, dan panjang atau dibedakan berdasarkan asal spesiesnya : human (hasil teknologi rekombinan DNA) dan porcine (babi). Dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dengan unit (U). Standar internasional yang berlaku sekarang, kombinasi bovine dan porcine insulin mengandung 24 U/mg, sedangkan preparat human insulin yang homogen mengandung 25 dan 30 U/mg. Preparat komersial insulin dipasarkan dalam bentuk solusio atau suspense dengan kadar 100 u/mL atau sekitar 3,6 mg insulin per milliliter. Klasifikasi Insulin Jenis-Sediaan



Bufer



Mula Kerja



Puncak*



Masa



Kombinasi



Kerja*



dengan*



Kerja Cepat Regular soluble



-



0,1-0,7



1,5-4



5-8



Semua jenis



Lispro Kerja Sedang



Fosfat



0,25



0,5-1,5



2-5



Lente



NPH (isophan)



Fosfat



1-2



6-12



18-24



Regular



Lente Kerja Panjang



Asetat



1-2



6-12



18-24



Semilente



Protamin Zinc



Fosfat asetat



4-6



14-20



24-36



Regular



-



4-6



16-18



20-36



2-5 5-24 Catatan : *= dalam jam, nilai ini bervariasi



18-24



(kristal)



Ultralente Glargin



NPH = neutral protamine Hagedorn atau suspense isofen insulin Lente = suspense zinc insulin Tipe



Keterangan



Insulin Kerja Singkat Regular



Jernih Jernih



(crystallin e zinc) Lispro Kerja Sedang



Keruh, suspensi insulin seng kristal, 50%



NPH+ Kerja



jenuh dengan protamine



Panjang



Keruh, suspense insulin kristal



Ultralente



Kadar seng tinggi tanpa protamin



(UL)



Nilai esoelektrik 7,0; penurunan solubilitas pada pH fisiologis;



Glargine



membentuk mikropresipitat dalam jaringan SK



Preparat kerja cepat biasanya disuntikan IV atau IM 30-45 menit sebelum makan. Setelah pemberian, glukosa darah akan cepat menurun mencapai nadi dalam waktu 20-30 menit. Bila



tidak ada infus insulin, hormone ini akan segera menghilang dan counterregulatory hormones (glucagon, epinefrin, kortisol, dan GH) akan mengembalikan kadar glukosa ke keadaan basal dalam 2-3 jam. Tetapi pada pasien DM dengan neuropati yang tidak memiliki respon counter-regulatory, glukosa plasma akan tetap rendah untuk beberapa jam setelah pemberian bolus. Infus insulin bermanfaat pada ketoasidosis atau pada keadaan dimana kebutuhan insulin dapat berubah dengan cepat (misal : sebelum operasi, selama proses partus, atau pada situasi gawat darurat). Sedangkan pada keadaan stabil, umumnya dapat diberikan insulin regular bersama preparat yang kerjanya panjang atau sedang, secara subkutan. Indikasi dan Tujuan Terapi Insulin SK terutama diberikan pada DM tipe, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet atau ADO, pasien DM pasca pancreatomi, atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain sebelum tindakan operasi. Tujuannya untuk menormalkan glukosa darah dan memperbaiki semua aspek metabolisme, namun tujuan terakhir inilah yang sukar dicapai. Hasil terapi yang optimal membutuhkan pendekatan dokter pada pasien dan keluarganya, sehingga ada koordinasi antara diet, latihan fisik, dan pemberian insulin. Kebutuhan Insulin Harian Produksi insulin orang normal sehat yang kurus, antara 18-40 U per hari atau 0,2-0,5 U/kgBB/hari dan hamper 50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain karena adanya asupan makanan. Sekresi basal insulin sekitar 0,5-1 U/jam, setelah asupan glukosa oral dalam darah meningkat menjad 6 U/jam. Pada orang non diabetic dengan obesitas dan resisten insulin, sekresi meningkat menjadi 4x lipat/ lebih tinggi. Pada berbagai populasi DM tipe 1, rata-rata dosis insulin yang dibutuhkan berkisar antara 0,6-0,7 U/kgBB/hari, sedangkan pada pasien obesitas membutuhkan dosis lebih tinggi (2 U/kgBB/hari) karena adanya resistensi jaringan perifer terhadap insulin.



Preparat dan Dosis Sediaan insulin umumnya diperoleh dari bovine atau porcine (sapi atau babi) atau dengan cara rekombinan DNA akan diperoleh insulin yang analog dengan insulin manusia. Kombinasi insulin Insulin regular dapat dikombinasi dengan beberapa jenis insulin lain. Bila dikombinasi dengan insulin lente maka efeknya akan lebih lambat. Untuk mencegah perubahan masa kerja kombinasi seperti ini harus segera disuntikan atau diberikan secara terpisah. Insulin lente dapat dikombinasi tanpa mengubah aktivitas dari komponen. Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien. Selain itu untuk penetapan dosis juga perlu diketahui kadar glukosa darah puasa dan dua jam sesudah makan, serta kadar glukosa dalam urin 4 porsi, yaitu antara jam 7-11, 1216, 16-21, dan 21-7. Dosis terbagi insulin digunakan pada DM : (1) yang tidak stabil dan sukar dikontrol, (2) bila hiperglikemia berat sebelum makan pagi tidak dapat dikoreksi dengan insulin dosis tunggal/ hari, dan (3) pasien yang membutuhkan insulin lebih dari 1000 U/ hari. Banyak pasien yang mendapat insulin memerlukan makanan kecil menjelang tidur untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari. Selain itu, kerja fisik juga diperlukan pada pasien DM untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh otot, karena kerja fisik dapat menurunkan kebutuhan insulin pada DM terkontrol dan menimbulkan “rasa sehat”. Kadang-kadang perlu diberikan



makanan



kecil



sebelum



kerja



fisik



untuk



mencegah



hipoglikemia. Kerja fisik akan meningkatkan kecepatan absorbsi insulin regular, maka sebaiknya kerja fisik tidak dilakukan segera sesudah suntikan insulin. b. Obat Antidiabetik Oral 5 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan untuk DM dan telah dipasarkan di Indonesia yakni golongan : sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat α-glikosidase, dan tiazolidinedion.



Kelima golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja. 1. Golongan Sulfonilurea Terdapat 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Sedangkan, generasi 2 yang berpotensi menyebabkan hipoglikemik lebih besar terdiri dari gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid, dan glimepirid. Mekanisme Kerja Sering disebut sebagai



insulin secretagogeus, kerjanya



merangsang sekresi insulin dari granul-granul sel ß Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATPsensitive K channel pada membran sel-sel ß yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca → ion Ca 2+ akan masuk, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan petida-C. Farmakokinetik Berbagai sulfonilurea memiliki sifat kinetik yang berbeda, tetapi absorbsinya melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Masa paruh dan metabolisme sulfonilurea generasi I sangat bervariasi, masa paruh asetoheksamid pendek, tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksi-heksamid lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya diberikan dengan dosis terbagi, sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah 91-96% tolbutamida terikat protein plasma, dan di hepar diubah menjadi karboksitolbutamid, ekskresi melalui ginjal.



Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain, masa paruh sekitar 7 jam, di hepar diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4hidroksimetiltolazamid dan senyawa lain, yang diantarany memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat. Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang 24-48 jam, metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% di ekskresi utuh di urin. Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemik hamper 100x lebih besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, biasanya cukup diberika 1x sehari. Glipzid, absorbsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam, dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain, metabolismenya di hepar menjadi metabolit yang tidak aktif, diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh. Gliburid (glibenklamid), potensinya 200x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam, metabolisme di hepar, pada pemberian dosis tunggal 25% metabolitnya di ekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Karena semua sulfonilurea di metabolisme di hepar dan di ekskresi di ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar dan ginjal yang berat. Sumber: Schteingart, David E. 2012 Suherman, K Suharti. 2009 Sintesis: Obat untuk ketoasidosis -



Kalium Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada saat kadar dalam darah dibawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin cukup.



Biasanya, 20–30 mEq kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada setiap liter cairan infus cukup untuk mempertahankan konsentrasi kalium serum antara 4–5 mEq/l. Penderita dengan KAD jarang menunjukkan keadaan hipokalemia yang berat. Pada kasus-kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai bersamaan dengan cairan infus, dan terapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi kalium > 3.3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan otot pernapasan Di samping kekurangan kalium dalam tubuh, hiperkalemia ringan sampai sedang sering terjadi pada penderita dengan krisis hiperglikemia. Terapi



insulin, koreksi



asidosis,



dan



penambahan



volume



cairan



akan



menurunkan konsentrasi kalium serum. -



Bikarbonat Penggunaan larutan bikarbonat pada KAD masih merupakan kontroversi ( 28). Pada pH > 7.0, aktifitas insulin memblok lipolysis dan ketoacidosis dapat hilang tanpa penambahan bikarbonat. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan atau perbaikan pada angka morbiditas dan mortalitas dengan pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH antara 6.9 dan 7.1 (10). Tidak ada laporan randomized study mengenai penggunaan bikarbonat pada KAD dengan pH < 6.9. Asidosis yang berat menyebabkan efek vaskuler yang kurang baik, jadi sangat bijaksana pada pasien orang dewasa dengan pH < 6.9, diberikan sodium bikarbonat. Tidak perlu tambahan bikarbonat jika pH > 7.0. Pemberian insulin, seperti halnya bikarbonat, menurunkan kalium serum; oleh karena itu supplemen Kalium harus diberikan dalam cairan infus seperti diuraikan di atas dan harus dimonitor dengan ketat. Sesudah itu, pH aliran darah vena harus diukur tiap 2 jam sampai pH mencapai 7.0, dan terapi bikarbonat harus diulangi tiap 2 jam jika perlu.



-



Fosfat Pada KAD serum fosfat biasanya normal atau meningkat. Konsentrasi fosfat



berkurang



dengan



pemberian



terapi



insulin.



Beberapa



penelitian



prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan dengan penggantian fosfat



pada KAD, dan pemberian fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan hypocalcemia yang berat tanpa adanya gejala tetani . Bagaimanapun, untuk menghindari kelainan jantung dan kelemahan otot dan depresi pernapasan oleh karena hipofosfatemia, penggantian fosfat kadang-kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau depreis pernapasan dan pada mereka



dengan konsentrasi fosfat serum < 1.0 mg/dl. Blia diperlukan, 20–30



mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan ke larutan pengganti. Tidak ada studi mengenai penggunaan fosfat dalam HHS. Sumber: Arifin, dkk. 2008 15. Bagaimana Komplikasi pada kasus ini? Jawab: a) Komplikasi akut 1) Ketoasidosis Diabetik



2) Koma Hiperosmolar Non Ketotik 3) Koma Hipoglikemia



b) Komplikasi kronis 1) Mikroangiopati  Retinopati diabetik  Nefropati diabetik, dll. 2) Makroangiopati  Penyakit jantung koroner  Stroke, dll. 3) Neuropati



4) Rentan infeksi  TBC, ISK, ginggivitis 5) Kaki diabetic  terlibat mikro & makroangiopati serta neuropati dan faktor



infeksi 6) Disfungsi ereksi  mikroangiopati + neuropati



Sumber: Price & Wilson, 2005 16. Bagaimana Prognosis pada kasus ini?



Jawab: Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad malam 17. Bagaimana KDU pada kasus ini? Jawab: Pada kasus ketoasidosis diabetic, kompetensi dokter umum berada di tingkat kemampuan 3B. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan / atau kecaacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. (SKDI, 2012) 18. Bagaimana NNI pada kasus? Ini Jawab: Dan diperintah manusia untuk selalu memperhatikan makanannya, seperti firman Allah :



Artinya : "Maka seharusnya manusia memperhatikan makanannya" (QS. Abasa (80) : 24). Karena manusia yang ingin sehat jasmani rohaninya, salah satu faktor yang menunjang



adalah



dari



makanan



dan



pola



makanan



yang



diterapkan.



Jadi bagi seorang muslim makan dan makanan bukan sekadar penghilang lapar saja atau sekadar terasa enak dan sedap dilidah, tapi lebih jauh dari itu mampu menjadikan tubuhnya sihat jasmani dan rohani sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai "khalifah fil Ardhi Mungkin manusia terlalu banyak makan, terlalu banyak garam, terlalu banyak gula, terlalu banyak lemak dan kholesterol, terlalu banyak bahan makanan tambahan



(food additive), alkohol, merokok dsb. Padahal semua yang berlebihan itu tidak disukai Allah SWT, seperti dalam firman-Nya:



Artinya: "....,makan minumlah dan jangan berlebih-lebihan (melampaui batas yang diperlukankan tubuh dan batas-batas yang dihalalkan)". Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (Q.S Al Araaf (7) : 31). Maka, makanlah saat lapar dan berhentilah sebelum kenyang 2.6 Kesimpulan Tn. Kahraman, 52 tahun, mengeluh sesak nafas karena ketoasidosis dan ulkus diabeticum akibat komplikasi dari DM tipe 2 tidak terkontrol 2.7 Kerangka Konsep



- Kurang aktivitas fisik - Usia - Diet tidak teratur



DM Tipe-2



Diet tidak patuh + Tidak tercontrol



Peningkatan lipolisis



Peningakatan Ketogenesis



Peningkatan Benda keton



Ulkus Diabeticum



DAFTAR PUSTAKA Arifin, dkk., 2008. Krisis Hiperglikemia pada Diabetes Melitus. Bandung: FK UNPAD. Guyton & Hall. 2011. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC. Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Jakarta: EGC. Katzung Bertram. 2013. Farmakologi dasar dan klinik. Ed. 12. Jakarta: Salemba Medika. Morgan, WC, Hodge, HL., 2008. [pdf] Diagnostic evaluation of dyspneaa. Tersedia di http://www.aafp.org (Diakses pada Selasa, 10 Mei 2016) Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta. Sarwono Waspadji., 2009. Kaki Diabetik. Jakarta: Interna Publishing Schteingart, David E. 2012. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Ed. 8. Jakarta: EGC Soegondo S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Interna Publishing Sudoyo, Aru., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suherman, K Suharti. 2009. Insulin dan Antidiabetik Oral dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Suyono, Slamet, dkk. 2009. Kecenderungan Peningkatan jumlah Penyandang Diabetes Mellitus. Jakarta: BP FKUI.



Zahtamal, dkk 2007, Faktor-Faktor Resiko Pada Pasien Diabetes Melitus (Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 3, September 2007), diunduh tanggal 10 Mei 2016; http://www.berita-kedokteranmasyarakat.org Suyono, Slamet, dkk. 2009. Kecenderungan Peningkatan jumlah Penyandang Diabetes Mellitus. Jakarta: BP FKUI.