Laporan Tutorial KASUS  [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Syah
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN JIWA II LAPORAN TUTORIAL 1 Perilaku Kekerasan



Di susun Oleh : Kelompok 3 M.Jemi Setiawan Mega Mustika



21119023 21119024



Muhammad Agusman



21119025



Muthiah Amanda



21119026



Nofta Viani



21119027



Novita Devi



21119028



Oktariana Putri



21119029



Peggya Utami



21119030



Putri utami Diyanti



21119031



Rahmania Sandika rega



21119032



Rendi Afriansah



21119033



DOSEN PEMBIMBING : Murbiah, S.Kep, Ns, M.Kep



INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2021



1



KATA PENGANTAR



Ketua



: Rahmania Sandika Rega 21119032



Sekretaris



: Novita Devi 21119028



Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyusun Laporan Tutorial Keperawatan Jiwa II. dalam proses penyusunan makalah ini tentunya kami Kelompok III (Tiga) mengalami berbagai masalah. Namun berkat arahan dan dukungan dari teman-teman kelas PSIK A Semester V akhirnya laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, kami kelompok III mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Perkuliahan “Keperawatan Jiwa II”, yaitu Bapak Murbiah S.Kep.,Ns.,M.Kep yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini. Kami sebagai penyusun menyadari laporan ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun penjelasan dari laporan ini, maka dari itu kami kelompok III meminta maaf jika Laporan kami masih banyak kekurangannya apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Laporan ini kami mengucapkan terima kasih.



Palembang, 14 Oktober 2021



Kelompok 3



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 21



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1 B. Rumusan masalah ................................................................................................... 2 C. Tujuan ..................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Perilaku kekerasan ..................................................................................... 3 B. Etiologi Perilaku Kekerasan .................................................................................... 3 C. Jenis- Jenis Perilaku Kekerasan ............................................................................... 4 BAB III KASUS ................................................................................................................ 8 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................................ 19 B. Saran ...................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 20



3



BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang North American nursing diagnosis association (NANDA) menyatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan salah satu gangguan perilaku dimana seseorang berisiko melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa tindakan individu dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain secara fisik, emosional, dan atau seksual yang tidak sesuai dengan norma lokal, kultural dan menganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu (NANDA, 2014). Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi (Kusumawati & Hartono, 2010). Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan respon kemarahan yang palin maladaftif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2010) Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model teori importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model situasionisme, amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan rumah sakit yang terbatas yang membuat klien merasa tidakberharga dan tidak diperlakukan secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu model interaksi, model ini menguraikan bagaimana proses interaksi yang terjadi antara klien dan perawat dapat memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk. Amuk merupakanrespon marah terhadap adanya stress, cemas, harga diri rendah, rasa bersalah,putus asa dan ketidakberdayaan. Respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal.secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu secara verbal, menekan dan menantang. (Keliat, 2010) B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian perilaku kekerasan ? 2. Bagaimana Etiologi pada perilaku kekerasan ? 3. Apa saja Jenis-jenis perilaku kekerasan ?



4



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa itu perilaku kekerasan 2. Untuk mengetahui apa etiologi perilaku kekerasan 3. Untuk mengetahui apa saja jenis jenis perilaku kekerasan



5



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan melakukanan caman, mencederai orang lain, dan merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,dkk, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2010). Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanisfestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan merupakan suatu komunikasi atau proses penyampaian pesan individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnyaingin menyampaian pesan bahwa ia “tidak setuju, merasa tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituntut atau diremehkan” (Yosep, 2011). B. Etiologi 1.Faktor Predisposisi Menurut Riyadi dan Purwanto terjadinya perilaku kekerasan,yaitu :



(



2009



)



faktor-faktor



yang



mendukung



Faktor biologis 1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat. 2) Psycomatic theory (teori psikomatik) Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal inisistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah. Faktor psikologis 1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi) Menurut teori ini perilaku kekerasanterjadi sebagai hasil akumulasi frustasi yang terjadi apabila keinginan individuuntuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.



6



2)Behavioral theory (teori perilaku) Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima padasaat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai individu mengadopsi perilaku kekerasan. 3)Existential theory (teori eksistensi) Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif. 2.Faktor Presipitasi Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasaldari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.



C. Jenis-jenis Perilaku Kekerasan Menurut Darmono (2008) bentuk–bentuk perilaku kekerasan ,kekerasanfisik, emosional, seksual, sosial dan ekonomi, dan penelantaran. Berikutpenjelasan dari masing –masing bentuk perilaku kekerasan : a. Kekerasan fisik (Physical Abuse) Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa penganiayaan fisik. Bentuk dar kekerasan fisik ada beberapa macam yaitu, tujuan untuk melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan atau kaki ) mulai dari pukulan, jambakan, cubitan, mendorong secara kasar,penginjakan, pelemparan, tendangan sampai penyiksaan menggunakan alat seperti,pentungan, pisau, ban pinggang, setrika, sudutan rokok, serta air keras. b. Kekerasan Emosional / Psikis (Psychological Abuse) Tindakan kekerasan yang dilakukandengan menyerang wilayah psikologis korban, bertujuan untuk merendahkan citra seorang perempuan baik melalui kata-kata maupun perbuatan seperti, mengumpat, membentak dengan kata-kata kasar, menghina, mengancam. Tindakan tersebut mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya dan penderitaan psikis berat pada psikis seseorang. c.Kekerasan Seksual ( Material abuse or theft of money or personal property ) Penganiayaan atau penyerangan seksual bukan monopoli kegiatan penjahat dan pemerkosa di luar rumah, tetapi ternyata dapat terjadi pada kehidupan ruamah tangga.Suami memaksa istrinya berhubungan seksual dengan cara yang menyakitkan (dengan alat atau perilaku sadomasochim ) adalah contok ekstrim kekerasan seksual dalam rumah tangga. 7



Contoh kekerasan seksual yang tersamar (sering dianggap kewajaran ) adalah suami mengharuskan istri melayani kebutuhan seksualnya setiap saat tanpa mempertimbangkan kemauan istri, dengan kata lain istri tidak boleh menolak (marital rape) d. Kekerasan sosial dan ekonomi Tindak kekerasan dilakukan oleh suami dengan cara membuat istri tergantung secara ekonomi dengan cara melarang istri bekerja, atau suami melarang istrinya bekerja mencari uang sementara ia juga tidak memberikan nafkah kepada istrinya, suami mengeksploitasi istri untuk mendapatkan uang bagi kepentingannya, membatasi ruang gerak ( mengontrol setiap keutusan, mengontol uang ), atau mengawasi kegiatan istri hingga mengisolasi korban dari kehidupan sosialnya.( Darmono, 2008) e. Penelantaran Rumah Tangga Penelantaran adalah jenis kekerasan yang bersifat multidimensi ( fisik, seksual, emosional, sosial, ekonomi. Menelatarkan istri dengan cara tidak memenuhi kebutuhan dasar seperti,makanan, pakaian, pengobatan. Tidak pernah melakukan hubungan seksual terutama di saat yang memungkinkan di kedua belah pihak, membiarkan anak dan istri terlantar tanpa uang dan mempertahankan sikap tidak acuh untuk tidak berusaha mencarinafkah (kekerasan pasif ) adalah beberapa contoh dari penelantaran lainnya.(Darmono, 2008)



.



8



BAB III KASUS



SKENARIO KASUS I : Perilaku Kekerasan Ringkasan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan pengelolaan kasus pada pasien Tn. H dengan Resiko Perilaku Kekerasan. Hasil pengkajian tanggal 25 April 2019 pukul 10.00 WIB pada kasus ini diperoleh dengan cara auto anamnesa dan allow anamnesa, melakukan pengkajian langsung, pemeriksaan fisik dan catatan perawat, dari data pengkajian tersebut didapatkan hasil identitas klien bernama Tn. H, umur 30 tahun, masuk tanggal 11 April 2019, agama Islam, alamat Palembang dan dirawat di ruang Merak RS Ernaldi Bahar sudah 2 minggu, setelah Tn. H didiagnosa Resiko Perilaku Kekerasan. Penanggung jawab pasien adalah Tn. W, pekerjaan petani, hubungan dengan pasien adalah ayahnya. Klien dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar pada tanggal 11 April 2019 oleh keluarganya, dengan alasan klien mudah marah, mengamuk, berbicara dengan nada tinggi dan merusak lingkungan. Klien tampak bingung, gelisah, emosi labil, timbul rasa curiga, interaksi sosial kurang dan kurang perawatan diri. Pengkajian faktor predisposisi didapatkan data, klien mengatakan sudah pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar sebanyak dua kali, terakhir klien dirawat setahun yang lalu dan dirawat selama kurang lebih dua minggu. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien tidak bersedia minum obat dan tidak rutin kontrol. Klien tidak bersedia minum obat kurang lebih sudah 5 bulan. Klien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Klien mengatakan tidak pernah mengalami penganaiayaan fisik maupun seksual semasa hidupnya, dan selama klien sakit tidak melakukan penganiayaan pada orang lain. Pengkajian faktor presipitasi, klien mengatakan mudah marah dan mengamuk di rumah lalu merusak lingkungan yang ada di sekitarnya karena merasa jengkel dengan temannya dan tetangganya yang menjelek-jelekkan klien. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda – tanda vital klien, TD 150/90 mmHg, nadi 80 x/ menit. Suhu 36C, RR 22 x/ menit, TB 165 cm, BB 60 kg. Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang terjadi dan yang dirasakan pada dirinya.



9



Mekanisme koping klien dari maladaptif, klien mengatakan jika ada masalah selalu dipendam sendiri dan tidak dibicarakan dengan orang lain, namum masalah yang dipendam sendiri tersebut semakin lama tidak bisa ditahan oleh klien, sehingga membuat rasa jengkel dan marah.



A. THE FIVE JUMPS METHOD 1. STEP I– Clarify Unfamiliar Term ( mengklarifikasi istilah atau identifikasi katakata sulit) 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Allow Anamnesa Faktor predisposisi Auto anamnesis Factor presipitasi Mekanisme koping Mal adaptif Interaksi sosial



Jawaban Klasifikasi Istilah : 1. (Oktariana Putri 21119029) Allow anamnesa yaitu anamnesa yang di peroleh dari orang lain



terhadap keluarga pasien guna memperoleh sebuah informasi tentang keadaan pasien. 2. (peggya utami 21119030 )faktor predisposisi



yaitu faktor dari diri seseorang untuk melakukan praktik kesehatan tertentu yang meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, pekerjaan, paritas dan tradisi / budaya.



3. (Mega mustika 21119024)



Auto anamnesis adalah wawancara medis yang dilakukan secara langsung antara dokter dan pasien itu sendiri 4.( Muhammad Agusman 21119025) izin menjawab. faktor presipitasi adalah faktor pemungkin timbulnya gangguan jiwa atau secara umum adalah klien gangguan jiwa timbulnya gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. 5.(Rendi afriansah 21119033) Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku. 6.(Novita Devi 21119028) Maladatip adalah Kegagalan individu mengintegrasikan aspekaspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikisosial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.



10



7.(Muthiah amanda 21119026). Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis, berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. 2. Step II Identifikasi Masalah (Pertanyaan) 1. Peggya Utami (21119030) Bagaimana cara kita sebagai perawat agar pasien rajin



meminum obat dan mau kontrol rutin? 2. Muhammad Agusman (21119025) bagaimana cara menangani pasien ketika sedang



emosi ? 3. Oktariana Putri (21119029) Tujuan auto anamnesa dan allow anamnesa?



4.Mega Mustika (21119024 ) apa penyebab masalah pada pasien tn.H sehingga terjadinya perilaku kekerasan? 5. Nofta Viani (21119027)



Apa saja tahap pemeriksaan anamnesa ? 6. Muthiah Amanda (21119026) apa resiko dari perilaku kekerasan? 7. Novita Devi (21119028) Apabila klien tidak bersedia minum obat, bagaimana tindakan



ataupun pengobatan yang bisa dilakukan agar klien bisa pulih kembali? 3. Step III Menjawab Pertanyaan 1.(Muthiah Amanda 21119026) . cara perawat mengajarkan kepada pasien gangguan kekerasan yaitu : Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat : 1.) Latih pasien minum obat secara teratur disertai penjelasan kegunaan obat dan akibat berhenti minum obat. 2.) Susun jadwal minum obat secara teratur. 2.(Nofta Viani 21119027) Dengan cara 1 Berpikiran dan bersikap positif 2. Hindari situasi yang bisa memicu munculnya emosi negatif 3. Lakukan aktivitas yang menyenangkan 4. Ajari pasien melakukan tarik napas relaksasi



11



3.(Rahmania sandika rega 21119032 ) tujuannya anamnesa Menggali informasi medik pasien ,membentuk hubungan dokter dan pasien 4.(Rendi Afriansah 21119033) Penyebab masalah pada Tn.H adalah klien mudah marah, mengamuk,dan merusak lingkungan karena Tn.H setahun yang lalu dan dirawat selama kurang lebih dua minggu. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien tidak bersedia minum obat dan tidak rutin kontrol. Klien tidak bersedia minum obat kurang lebih sudah 5 bulan. Klien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Klien mengatakan tidak pernah mengalami penganaiayaan fisik maupun seksual semasa hidupnya, dan selama klien sakit tidak melakukan penganiayaan pada orang lain. Pengkajian faktor presipitasi, klien mengatakan mudah marah dan mengamuk di rumah lalu merusak lingkungan yang ada di sekitarnya karena merasa jengkel dengan temannya dan tetangganya yang menjelekjelekkan klien.



5.(Mega mustika 21119024) Tahap Pemeriksaan fisik pada anemnesa seperti ini meliputi : Inspeksi : Merupakan bentuk pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien dengan cara melihat atau memperhatikan dari keseluruhan tubuh pasien dengan sistematis. Palpasi : Merupakan bentuk pemeriksaan fisik yang di lakukan dengan cara meraba pada bagian tubuh terasa sakit atau yang tidak normal Perkusi : Merupakan bentuk dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk daerah tertentu dari bagian badan jari dengan mendengar suara detak jantungnya. Auskultasi : Merupakan bentuk pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mendengarkan bunyi-bunyi yang terjadi sehingga dapat di proses fisiologi atau tindakan medis menggunakan alat bantu seperti stetoskop. 6.(M jemy setiawan 21119023) Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang rentan dimana seseorang beresiko dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan Tujuan : Untuk membantu pasien dalam mengekspresikan perasaannya, perlu dilakukan upaya mengajarkan tindakan asertif. 7.( Muthiah amanda 21119026). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah dengan pemberian psikofarmaka, psikoterapi dan modifikasi lingkungan. Psikofarmaka yang diberikan pada klien perilaku kekerasan berupa pemberian obat anti psikotik baik typical, atypical, maupun kombinasi typical dan atypikal.



12



4. Step IV –Main Mapping / pathway Pasien



5. Step V –Learning objective (Merumuskan tujuan pembelajaran) 1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang perilaku kekerasan 2. Mampu memahami dan mengetahui fase - fase perilaku kekerasan.



3.untuk mengetahui penatalaksanaan pada resiko perilaku kekerasan 4.Memahami tipe tipe perilaku kekerasan 5.Mengetahui diagnosis keperawatan pasien dengan gangguan perilaku kekerasan? 6.mampu mengetahui askep pada resiko perilaku kekerasan 7.mampu memahami mengatasi marah atau emosi pada pasien jiwa perilaku kekerasan



13



6. Step VI ( LO Belajar Mandiri )



7. Step VII - (Mensintesis &Menguji Informasi Baru)



1.Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. 2) fase kekerasan 1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulai artinya di mata



masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahanya pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. 2) Proyeksi, menyalahkan orang lain mengenai kesukaranya atau keinginan yang tidak baik. Misalnya seorang wanita muda yang menyangkalnya bahwa ia mempunyai perasaan sesksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya terseburt mencoba merayu, mencumbunya. 3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke dalam alam sadar. Misalnya seseorang ank yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekanya dan akhirnya ia dapat melupakanya. 4) Reaksi Formasi , yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan



melebih- lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar. 5) Displacment, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada objek yang begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karea ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambat di dinding kamarnya. Dia mulai bermmain perang- perangan dengan temanya. 3)penatalaksanaan resiko perilaku kekerasan 1. Medis Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :



14



Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi. b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik. d. Lithiumefektifuntukagresifkarenamanik. e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan. a.



4)tipe tipe perilaku kekerasan 1. Kekerasan Terbuka (overt)



Yakni kekerasan fisik yang dapat dilihat, seperti perkelahian, pukulan, tendangan, menjambak, mendorong, sampai pada membunuh. 2. Kekerasan Tertutup (covert)



Biasanya dikenal dengan kekerasan psikis atau emosional. Kekerasan ini sifatnya tersembunyi, seperti ancaman, hinaan, atau cemooh yang kemudian menyebabkan korban susah tidur, tidak percaya diri, tidak berdaya, terteror, dan memiliki keinginan bunuh diri. 3. Kekerasan Seksual



Merupakan kekerasan yang dilakukan untuk memuaskan hasrat seks (fisik) dan verbal (fisik). Secara fisik misalnya pelecehan seksual (meraba, menyentuh organ seks, mencium paksa, memaksa berhubungan seks dengan pelaku atau orang ketiga, memaksa berhubungan intim. Sedangkan verbal seperti membuat komentar, julukan, atau gurauan porno yang sifatnya mengejek, juga membuat ekspresi wajah, gerakan tubuh, atau pun perbuatan seksual lain yang sifatnya melecehkan dan atau menghina korban. 4. Kekerasan Finansial atau Definisi



Kekerasan yang dilakukan dalam bentuk eksploitasi, memanipulasi, dan mengendalikan korban dengan tujuan finansial. Serta memaksa korban bekerja, melarang korban bekerja tapi menelantarkannya, atau mengambil harta pasangan tanpa sepengetahuannya. (5 dan 6) Asuhan keperawatan dan Diagnosis Perilaku Kekerasan 1.



Pengkajian Keperawatan Keluhan utama Penelitian yang dilakukan pada partisipan ditemukan data pasien



dirawat karena klien mudah marah, mengamuk, berbicara dengan nada tinggi dan merusak lingkungan. Klien tampak bingung, gelisah, emosi labil, timbul rasa curiga, interaksi sosial kurang dan kurang perawatan diri. 15



Berdasarkan data klien mengatakan mudah marah dan mengamuk di rumah lalu merusak lingkungan yang ada di sekitarnya karena merasa jengkel dengan temannya dan tetangganya yang menjelek-jelekkan klien. b. Faktor predisposisi Berdasarkan data klien mengatakan sudah pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar sebanyak dua kali, terakhir klien dirawat setahun yang lalu dan dirawat selama kurang lebih dua minggu. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien tidak bersedia minum obat dan tidak rutin kontrol. Klien tidak bersedia minum obat kurang lebih sudah 5 bulan. Klien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Klien mengatakan tidak pernah mengalami penganaiayaan fisik maupun seksual semasa hidupnya, dan selama klien sakit tidak melakukan penganiayaan pada orang lain. Pengkajian faktor presipitasi, klien mengatakan mudah marah dan mengamuk di rumah lalu merusak lingkungan yang ada di sekitarnya karena merasa jengkel dengan temannya dan tetangganya yang menjelek-jelekkan klien. c. Status Mental Pada status mental terdapat afek nya luas karena semua perasaan diekspresikan penuh. Afek: adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat. Saam Zulfan, dkk (2012). Asumsi menemukan bahwa faktor predisposisi yang menyebabkan pasien gangguan jiwa adalah faktor biologis dan faktor psikologis. 2..Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pohon masalah pada pasien yang diteliti yaitu pasien dengan Perilaku Kekerasan yaitu perilaku kekerasan sebagai core problem, dan harga diri rendah sebagai akibat. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Prabowo Eko (2014) pohon masalah pada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu harga diri yang rendah sebagai penyebab perilaku kekerasan sebagai core problem, dan resiko bunuh diri sebagai akibat. Rumusan diagnose keperawatan dengan perilaku kekerasan sebagai core problem, halusinasi sebagaipenyebab dan harga diri rendah sebagai akibat. Asumsi peneliti bahwa temuan sesuai dengan teori Prabowo Eko (2014) yang menyatakan pohon masalahpada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu harga diri yang rendah sebagai penyebab, perilaku kekerasan sebagai core problem, dan resiko bunuh diri sebagai akibat.



16



Perilaku kekerasan dengan data objektif,subjektif,dan alasan masuk rumah sakit jiwa seperti mudah marah, mengamuk, berbicara dengan nada tinggi dan merusak lingkungan. Klien tampak bingung, gelisah, emosi labil, timbul rasa curiga, interaksi sosial kurang dan kurang perawatan diri. mengatakan mudah marah dan mengamuk di rumah lalu merusak lingkungan yang ada di sekitarnya.Pertanyaan dan respon pasien tersebut sesuai dengan teori menurut Rusdi(2013) tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan.



Pasien ditemukan rumusan diagnosaadalah hargadiri rendah yang disebabkan oleh perilaku yang dilakukan pasien selama beradadirumah dan dimasyarakat. Pasien mengatakan bahwa dia merasa dikucilkan .Pasien mengatakan dia sering jadi bahan pembicaraan oleh masyarakat dan ia merasa sedih,membuatnya merasa tidak berguna dan ingin tinggal ditempat lain.



3. Rencana Keperawatan Sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan yaitu perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial dan harga diri rendah. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada perilaku kekerasan terdiri dari empat yaitu, pada strategi pelaksanaan 1 pasien, perawat membina hubungan saling percaya dan perawat menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik 1 dan 2, membantu pasien melatih cara mengontrol perilaku kekerasan. Strategi pelaksanaan 2 pasien, perawat melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara 6 benar minum obat.Strategi pelaksanaan3 pasien, perawat melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal: mengungkapkan, meminta, dan menolak denganbaik dan benar. Strategi pelaksaan 4pasien, perawat melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual: beribadah, mengaji, berdzikir, berdoa. Diagnosa keperawatan prioritas ketiga pada Pasien adalah harga diri rendah. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien terdiri dari empat, yaitu pertama perawat membantu pasien memilih beberapa kegiatan yang dapat dilakukannya, pilih salah satu kegiatan yang dapat dilatih saat ini, kedua yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan kedua, latih kegiatan kedua, ketiga yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan ketiga, latih kegiatan ketiga, keempat yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan keempat, latih kegiatan keempat.Penyusunan rencana keperawatan pada Pasien telahsesuai dengan rencana teoritis menurut Keliat & dkk (2013). Namun tetap disesuaikan kembali dengan kondisi pasien sehingga tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dapattercapai. Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan yang telah disusun mulai dari menentukan prioritas masalah sampai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2013) yang menyatakan bahwa perencanaan dilakukan berdasarkan teori dan disesuaikan kembali dengan kondisi pasien



17



4. Tindakan Keperawatan Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Hasil penelitian pada pasien dengan perilaku kekerasan terdapat beberapa tindakan keperawatan yang sudah dilakukan diantaranya: strategi pelaksanaan 1 sampai dengan 2 perilaku kekerasan, dan strategi pelaksanaan 1 sampai dengan 4 harga diri rendah. Dalam pemberian implementasi perawat juga memberikan reinforcement positif kepada pasien. Dengan itu pasien tampak lebih bersemangat dalam melakukan strategi pelaksanaan yang dilakukan. Reinforcement posistif memiliki power atau kemampuan yang jika di beri secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan akan memberikan dampak positif (Ngadiran, 2010). ). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2013) dimana reinforcement positif dapat memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dan dapat memberikan memotivasi pada pasien.



5.



Evaluasi Keperawatan



Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan. Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai. Menurut Trimelia (2011), evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Evaluasi yang penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya antara perawat dan klien tercapai ditandai dengan klien bersedia duduk berhadapan dengan perawat, klien bersedia berkenalan dan menjabat tangan penulis, klien bersedia menyebutkan nama dan nama panggilan yang disukai ,klien bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya,selain itu klien juga bersedia diajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, klien juga mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan benar dan mampu melakukan nya secara mandiri.Evaluasi yang dilakukan pada pasien menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Pasien mau berinteraksi dengan orang lain, pasien sudah mau bercakap-cakap dengan 4-5 orang atau lebih selama penulis melakukan evaluasi.Tetapi pasien masih banyak termenung. Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan harga diri rendahpasien juga menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Pasien tidak lagi malas melakukan kegiatan sehari-hari yang bisa ia lakukan. pasien mampu melakukan semua strategi pelaksanaan dengan mandiri namun pasien masih membutuhkan observasi lebih lanjut. Sikap pasien yang sangat kooperatif merupakan faktor pendukung bagi penulis dalam menilai perkembangan pasien.



18



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khusus nya pada klien perilaku kekerasan , maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengkajian keperawatan Pada pengkajian penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus. Pada etiologi disebutkan faktor predisposisi dari perilaku kekerasan meliputi faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural. 2. Analisa data dan Diagnosa keperawatan Diagnosa yang muncul pada pada pasien ditemukan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan sebagaimasalah utama, perilaku kekerasan sebagai masalahutama, halusinasi sebagai penyebab, dan harga diri rendah sebagai akibat.Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara teori dan kasus yang ditemukan, karena pada teori dikatakan bahwa biasanya diagnosa yangmuncul adalah perilaku kekerasan sebagai masalah utama, harga dirirendah sebagai penyebab, dan resiko bunuh diri sebagai akibat. 3. Intervensi keperawatan Pada perencanaan berdasarkan core problem pada teori adalah perilaku kekerasan, sedangkan pada pasien core problem yg ditemukan adalah perilaku kekerasan. 4. Implementasi keperawatan Tahap ini tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan pada asuhan keperawatan dan teori.Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada Pasien adalahdiagnosa perilaku kekerasan, dan harga diri rendah. Pada tahap pelaksanaan ini menemukan hambatan berupa tidak terlaksananya strategi pelaksanaan kepada keluarga karena tidak adanya kunjungan keluarga.



19



5. Evaluasi keperawatan Pada tahap evaluasi ini semua tujuan telah tercapai, pasien sudah mampu mengontrol perilaku kekerasan nya dengan latihan yang telah diajarkan dan yang dilakukan sesuai dengan strategi 4 strategi pelaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan



B. Saran Sebagai seorang tenaga kesehatan yang professional kita harus menjaga kesehatan kita lebih dahulu sebelum kita merawat pasien atau klien yang kita rawat. Sehingga kita dapat merawat pasien ataupun klien dengan semaksimal mungkin.bagi penulis semoga Menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dan atau agar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien jiwa secara optimal sesuai SOAP yang telah ada dan Dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam membuat studi kasus selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku kekerasan.



20



DAFTAR PUSTAKA



Carolina. (2008). Perilaku Kekerasan, dari http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/27602/ 6/Chapter%20I.pdf, Diunduh Pada Tanggal 5 Mei 2014 Damayanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Rafika Aditama. Dermawan, D & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Direja, A. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Fitria, N. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :Salemba Medika. Keliat, B. A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC _____. (2009). Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta : EGC. _____. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC. Kusumawati, F Dan Yudi, H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. NANDA International. (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta: EGC Purba. (2008). Perilaku Kekerasan, dari http://repository.usu. ac.id/bitstream/ 123456789/27602/6/Chapter%20I.pdf. Diunduh PadaTanggal5 Mei 2014 Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa : Jakarta : E



21