LAPORAN TUTORIAL Skenario B BLOK 28, KEL 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 28 TAHUN 2018



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 Tutor : dr. Rendra Leonas, SpOT(K)Spine,MH.Kes



Icha Ariska Putri



04011281520002



Rifqoh Trikurnia



04011181520008



Siti Utari Nadya



04011181520021



Mardiati Nurul Hidayah HRP



04011181520064



Mayasari



04011181520082



Fajri Irwinsyah Manalu



04011181520086



Quintiana Ruthie Haris



04011281520158



Silvalena



04011281520159



Rony Wiranto



04011281520166



Opel Berlin



04011281520168



Muhammad Dodi Fakhirin



04011281520169



Litania Leona Hidayat



04011281520172



Nur Azizah



04011281520180



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 0|Page



TAHUN 2018



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 28 Tahun 2018” dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan, 2. Tutor kelompok 3, dr. Rendra Leonas, SpOT(K)Spine,MH.Kes 3. Teman-teman sejawat FK Unsri, 4. Semua pihak yang telah membantu kami. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.



Palembang, 20 September 2018



Kelompok 3



1|Page



DAFTAR ISI



Kata Pengantar.................................................................................................................1 Daftar Isi..........................................................................................................................2 Bab I Pendahuluan I. Kegiatan Tutorial..............................................................................................3 Bab II Isi I. Skenario B........................................................................................................4 II. Klarifikasi Istilah..............................................................................................5 III. Identifikasi Masalah.........................................................................................6 IV. Prioritas Masalah..............................................................................................7 V. Analisis Masalah...............................................................................................8 VI. Learning Objectives a. Aspek Klinis : Abortus Inkomplit......................................................27 b. Abortus............................................................................................... c. Fisiologi Kehamilan Trimester I........................................................ VII. Kerangka Konsep............................................................................................. VIII. Sintesis.............................................................................................................. Bab III Penutup Kesimpulan.......................................................................................................... Daftar Pustaka..................................................................................................................



2|Page



BAB I PENDAHULUAN I. Kegiatan Tutorial Tutor



: dr. Rendra Leonas, SpOT(K)Spine,MH.Kes



Moderator



: Rifqoh Trikurnia



Sekretaris



: 1. Rony Wiranto 2. Mayasari



Hari/Tanggal Pelaksanaan: 17 dan 19 September 2018 Peraturan selama tutorial : 1. Diperbolehkan untuk minum dan dilarang untuk makan. 2. Diperbolehkan permisi ke toilet. 3. Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin moderator baru bicara. 4. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain. 5. Harus lebih aktif selama kegiatan tutorial.



3|Page



BAB II ISI I. Skenario B Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit, kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah. Dari hasil pemeriksaan didapatkan: RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-) Regio Temporal dekstra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang. Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang hidung. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan: Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.



4|Page



II. Klarifikasi Istilah No. Istilah 1. Pingsan



Arti Jatuh tiba-tiba dan menjadi tidak sadar akibat suatu



2.



cedera atau penyakit. Compos mentis; kondisi seseorang yang sadar



Sadar



sebelumnya, baik terhadap dirinya, maupun terhadap lingkungannya, dan dapat menjawab pertanyaan dari 3.



Visum et repertum



pemeriksa dengan baik. Merupakan laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat oleh dokter yang memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia atau benda yang berasal dari



tubuh



manusia



yang



diperiksa



sesuai



pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan 4.



Memar



penyidik untuk kepentingan peradilan. Suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat pecahnya kapiler dan vena yang



5. 6. 7.



Pupil isokor Pupil reaktif



disebabkan oleh benda tumpul. Ukuran dua pupil sama besar. Pupil dengan mudah bereaksi ketika diberikan



Nyeri kepala hebat



stimulus. Cephalgia; nyeri hebat yang dirasakan di daerah kepala atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman



8. 9. 10.



Muntah Regio orbita



yang dirasakan pada daerah kepala. Mengeluarkan sesuatu dari lambung melalui mulut. Rongga tulang yang terdapat bola mata serta otot,



Hematom



pembuluh darah dan saraf yang terkait. Sekelompok sel darah yang telah mengalami ekstravasasi, biasanya telah menggumpal baik



11.



Subconjunctival



didalam organ, interstitium, jaringan dan otak. Perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah



12.



bleeding Regio temporal



dibawah lapisan konjungtiva Daerah permukaan kepala



13.



Fraktur



langsung dengan tulang temporal. Suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan



yang



berhubungan



tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan 5|Page



trauma, baik trauma langsung maupun tidak 14. 15.



langsung. Regio nasal Daerah pada wajah disekitar hidung. Darah segar mengalir Rhinorrhea; merupakan suatu keadaan dimana dari



kedua



lubang cavum nasal terisi oleh cairan dengan jumlah yang



16.



hidung Ngorok



cukup banyak. Mendengkur; merupakan proses bergetarnya struktur



17.



Penurunan kesadaran



pernafasan, yang akhirnya menghasilkan suara. Keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respon yang



18. 19.



Mengerang Pupil anisokor



normal terhadap stimulus. Mengeluh atau merintih karena kesakitan. Ukuran diameter pupil tidak sama.



III. Identifikasi Masalah 1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. 2. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah. 3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan: RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-) Regio Temporal dekstra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang. Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang hidung. 4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan: Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal. 5. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.



6|Page



IV. Prioritas Masalah No.



Fakta



1.



Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan



2.



VVV



kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan memar di kepala



3.



Prioritas



VV



sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah. Dari hasil pemeriksaan didapatkan: RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio Temporal dextra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.



VV



Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-) Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang 4.



hidung. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan: Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri,



VV



melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya 5.



pupil kiri reaktif/normal. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.



V. Analisis Masalah



7|Page



V



1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. a) Apa kemungkinan jenis trauma yang dialami Mr. X? : Berdasarkan skenario, trauma yang dialami Mr. X adalah trauma mekanik tumpul dengan jenis luka yaitu luka memar (contusio) di kepala sebelah kanan. 2. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah. a) Bagaimana cara pembuatan visum et repertum? : Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup 1) Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik : Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit tersebut. Yang diutamakan



pada



kegiatan



ini



adalah



penanganan



kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis. 2) Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum : Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV. Sebagai berikut: - Setiap pasien dengan trauma - Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan 8|Page



- Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas - Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan - Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum “Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien umum.” 3) Pemeriksaan korban secara medis : Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan. 4) Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum : Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Contoh :“Pada kepala sebelah kanan ditemukan luka dan memar, tapi tidak rata ukuran 6x1cm” 5) Penandatanganan surat keterangan ahli/visum et repertum : Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan



atas



korban



yang



masih



berkaitan



dengan



luka/cedera/racun/tindak pidana. 6) Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja dengan menggunakan berita acara. 7) Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum 9|Page



Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak penyidik yang memintanya saja. Empat kelompok perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa yang mutlak perlu VeR: 1) Tindak pidana kesusilaan: : Perkosaan. Perkosaaan ialah tindakan menyetubuhi wanita yang bukan istrinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dalam penanganan korban (hidup) perkosaan, dokter memiliki peran ganda yaitu sebagai pemerkosaan yang membuat VeR serta tenaga medis yang mengobati dan merawat korban. Tugas dokter hukum menentukan apakah korban telah diperkosa, melainkan mencari ada/tidaknya bukti berupa tanda-tanda persetubuhan, kekerasan dan jenis kekerasan yang menyebabkannya.



2) Tindak pidana penganiayaan: : Penganiayaan adalah suatu bentuk perbuatan yang mengakibatkan perasaan tidak enak (penderitaan) rasa sakit atau luka bagi orang lain yang dilakukan dengan melampaui batas-batas yang diizinkan. • Penganiayaan ringan : Menghasilkan luka ringan yang tidak menghalangi seseorang melakukan pekerjaannya • Penganiayaan sedang : Menghasilkan luka sedang yang menyebabkan gangguan sementara pada pekerjaan • Penganiayaan berat : Menghasilkan luka berat yang menghalangi seseorang melakukan pekerjaannya selamanya atau permanen 3) Tindak pidana pembunuhan : Sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Korban tindak pidana pembunuhan, ada yang ditemukan telah beberaoa hari meninggal dunia sehingga korban sangat susah dikenali karena telah terjadi perubahan 10 | P a g e



pada korban. VeR yang dilakukan dokter forensic dapat menyimpulkan sebab kematian selain jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan, dan surat kematian, serta mengungkap pelaku tindak pidana. 4) Penyalahgunaan obat-obatan: • Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mencari penyebab kematian apakah kematian tersebut akibat dari keracunan (mis, kematian karena keracunan morfin,karbon monoksida, sianida keracunan insektisida dan lain-lain) diharapkan dapat ditemukan racun/obat dalam dosis yang mematikan. • Pemeriksaan toksikologi juga untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa terjadi (misalnya: peristiwa pembunuhan, laka lantas, perkosaan, bunuh diri) dengan kata lain bertujuan untuk membuat rekaan/rekontruksi atas peristiwa yang terjadi. Diharapkan dapat ditemukan korelasi sampai sejauh mana racun/obat tersebut berperan dalam memungkinkan terjadinya peristiwa tersebut. b) Bagaimana mekanisme permintaan visum et repertum? : Dalam permintaan pembuatan visum et repertum terdapat 2 syarat yaitu: a. Syarat formil Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam pembuatannya, yaitu:  Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai dengan pasal 



133 ayat 2 KUHAP) Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan







penjelasan tentang pentingnya dilakukan bedah mayat. Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas peristiwa yang telah



 



lampau. Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat.



b. Syarat Materiil Syarat materiil dalam pembuatan visum et repertum adalah berkaitan dengan isi yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang diperiksa, pada saat diterimanya surat visum et repertum dari penyidik. Disamping itu, 11 | P a g e



isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya. Dengan demikian, visum et repertum sah sebagai alat bukti dalam perkara pidana, apabila pembuatannya memenuhi syarat formil dan materiil. c) Apa saja jenis, isi dan fungsi visum et repertum? : - Jenis-jenis visum et repertum:  Visum pada orang hidup : Visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain. Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:  Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan 



perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan







walaupun visum akhir menyusul kemudian Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.



 Visum pada jenazah : Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah jenazah). Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat: 



Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.



12 | P a g e







Pemeriksaan dalam atau bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya.



-



Isi Visum et Repertum Lampiran visum  Fotografi forensic  Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut  Penjelasan istilah kedokteran  Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi,



mikrobiologi) - Tujuan dan Fungsi Visum et Repertum : Maksud pembuatan Visum et Repertum (VeR) adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. JadiVeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 



Keterangan saksi







Keterangan ahli







Keterangan terdakwa







Surat-surat







Petunjuk



Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu: 



Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim







Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat







Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru



Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang



13 | P a g e



atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. d) Bagaimana mekanisme luka dan memar di kepala sebelah kanan? : Trauma benda tumpul pecahnya pembuluh darah kapiler di lokasi trauma  terkumpulnya komponen darah lengkap (leukosit eritrosit trombosit dan plasma) di interstitial  Proses Inflamasi pada daerah memar  pergerakan makrofag untuk memfagosit komponen darah  hasil metabolisme hemoglobin menghasilkan hemosiderin, biliverdin & hematoidin  perubahan warna kulit menjadi biru kehitaman. e) Bagaimana mekanisme nyeri kepala hebat? : Fraktur os temporal  Ruptur pembuluh darah (a. meningeal media)  Perdarahan arteri bertekanan tinggi  Hematoma epidural yang terus meluas  Pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial  Nyeri kepala hebat f) Bagaimana mekanisme muntah? : Fraktur di os temporal dextra  ruptur arteri meningea media  hematoma epidural  darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga cepat memancar  setelah hematoma bertambah besar  pendesakan dan peningkatan TIK  merangsang reseptor tekanan intrakranial  merangsang pusat muntah di dorsolateral formatio retikularis  menyalurkan rangsangan nervus vagus  kontraksi duodenum dan antrum lambung  peningkatan tekanan intraabdomen dan sphincter esofagus membuka  muntah 3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan: RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio Temporal dekstra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang. Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-) Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang hidung. a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan tanda vital dan pupil? : No 1. 14 | P a g e



Pemeriksaan fisik RR : 28 x/mnt



Normal 16-24 x/menit



Interpretasi dan Mekanisme Abnormal Takipneu, merupakan kompensasi



dari ↓ perfusi otak untuk menjaga 2.



TD 130/90 mmHg



120/80 mmHg



perfusi otak adekuat. Hipertensi, kompensasi iskemik otak. Dengan rumus:



CPP = MAP - ICP Jika



tekanan



intrakranial



meningkat maka MAP juga harus meningkat agar perfusi otak tetap adekuat.



Peningkatan



MAP



menyebabkan peningkatan tekanan darah. TIK (ICP) ↑  kompensasi untuk mempertahankan



3.



4. 5. 6.



Nadi 50 x/mnt



60-100 mmHg



GCS E4M6V5 E4M6V5 Pupil isokor Isokor Refleks cahaya : Reaktif



CPP



peningkatan MAP hipertensi Bradikardi, akibat penekanan pada medulla



oblongata



yang



selanjutnya



merangsang



pusat



inhibisi jantung. Normal Normal, N. III normal Normal, N. III normal



pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif



b) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan regio orbita? : No. 1.



Hasil



Nilai normal



Interpretasi



Mekanisme



pemeriksaan Regio orbita Tidak



Abnormal Raccoon eyes Fraktur basis



dextra et sinistra hematoma



(+)



tampak hematom



cranii di bagian anterior



->



merobek meningens



dan



mengakibatkan 15 | P a g e



sinus-sinus vena berdarah ke vili arachinoid



->



terbendung



di



jaringan lunak di sekitar



mata



(periorbital)



->



hematoma disekitar 2.



Subconjungtival



Negatif



Normal



mata



(raccoon eyes) -



bleeding (-) c) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan regio temporal dekstra? : - Luka dextra ukuran 6x1 : lecet akibat luka trauma tumpul dipukul dengan kayu - Tepi tidak rata : merupakan akibat trauma tumpul, bukan merupakan trauma tajam seperti pisau, karena bila trauma tajam tepi luka rata - Sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang : tulang fraktur kearah dalam sehingga membentuk sudut tumpul akibat pukulan kayu Pada regio temporal terdapat luka dan fraktur tulang. Menurut penyebabnya luka pada kasus ini termasuk Vulnus laceratum (Laserasi). Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi. Mekanisme: Trauma tumpul  Hantaran energi kinetik ke SCALP  Kulit robek  Luka  Energi diteruskan ke temporal  Fraktur temporal d) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan regio nasal? : Manifestasi TampakTida 16 | P a g e



Nilai normal Terdapat



Interpretasi



Mekanisme abnormal



Abnormal



Trauma kepala -> fraktur pada



darah segar darah segar



tengkorak melibatkan fraktur basis



mengalir



cranii



dari



mengalir



kedua dari kedua



yang



mengenai



bagian



bawah (fossa cranii anterior) ->



lubang



lubang



pecahnya



hidung



hidung



sehingga



plexus



kiesselbach menyebabkan



pendarahan dari hidung.



e) Apa makna klinis dilakukan pemeriksaan subconjungtival bleeding? : No. Hasil Pemeriksaan 1. RR : 28x/menit 2. Tekanan darah : 130/90



3. 4. 5. 6.



Interpretasi Takipnea S : Pre hipertensi



Nilai Normal 20x/menit S : 120-139 mmHg



mmHg



D : Hipertensi stage



D : 90-99 mmHg



Nadi : 50x/menit GCS : E4 M6 V5 Pupil isokor Refleks cahaya: pupil kanan



1 Borderline normal Compos mentis Normal Normal



50-90 x/menit Compos mentis



reaktif, pupil kiri reaktif f) Apa makna klinis ditemukan darah segar keluar dari hidung? : Darah segar mengalir menandakan adanya perdarahan pada bagian anterior nasal. Akibat dari benturan kayu yang mengenai bagian wajah (Fossa cranii anterior)  rupturnya plexus kiesselbach  terjadi pendarahan dari hidung. 4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan: Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang 17 | P a g e



dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal. a) Bagaimana hubungan tingkat kesadaran dengan temuan klinis? : Tingkat kesadaran menurut GCS: 10 • Membuka mata dengan rangsangan nyeri  E = 2 • Mengerang dalam bentuk kata-kata  V = 3 • Dapat melokalisir nyeri  M = 5 GCS 10 berarti cedera kepala sedang. Pada cedera kepala sedang yang mengenai tulang sphenoid, dapat menyebabkan laserasi pada saraf optik sehingga dapat menyebabkan reflex pupil negative pada cahaya sehingga pupil anisokor, hal ini dapat menyebabkan penglihatan kabur atau kebutaan pada mata dengan lesi saraf optik. b) Apa makna klinis dari Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit, sadar, kemudian pingsan lagi? : Hal ini menandakan bahwa trauma yang dialami Mr.X tidak mengenai mata secara langsung karena pada perdarahan subkonjungtiva terjadi pecahnya pembuluh darah secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. c) Bagaimana mekanisme Mr. X pingsan setelah dipukul dengan kayu, sadar kemudian pingsan lagi? : Trauma pada os temporal  pecahnya pembuluh darah otak, diduga a.meningea media (arteri yang terdapat diantara os temporal dan duramater yang masuk melalui foramen spinosum)  kekurangan suplai darah di otak yang sifatnya akselerasi dalam jangka waktu yang singkat  goncangan pada batang otak  pons turun, a. basilaris meregang  perfusi ke ascending reticulo activation system (ARAS) terganggu  penurunan kesadaran  pingsan selama 5 menit  stabil (ARAS kembali berfungsi)  sadar kembali, namun perdarahan masih berlanjut  pembentukan hematoma di epidural  TIK↑  kompresi lobus temporalis ke arah bawah dan dalam  herniasi uncus melalui incisura tentorii  menekan batang otak (ARAS)  penurunan kesadaran (pingsan) kembali



18 | P a g e



d) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik setelah pasien tidak sadarkan diri? : Manifestasi Pasien ngorok



Nilai normal Pasien tidak



Interpretasi Abnormal



ngorok



(tanda ada obstruksi jalan napas)



RR: 24x/min,



16-24x/min



Abnormal (Terjadi penurunan RR dari 28x/min menjadi 24x/min)



Mekanisme abnormal Trauma kepala  Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)  Herniasi  penekanan pada medula oblongata  sistem ARAS terganggu  penurunan kesadaran (GCS 10)  lidah jatuh ke belakang  menyumbat saluran pernafasan  udara yang masuk melalui mulut mengalami turbulensi  pasien ngorok Trauma



kepala



Peningkatan intracranial Herniasi makin







tekanan (TIK)







unkus



yang



kekaudal



dan



makin berat  pons akan



tertekan



dan



akhirnya akan berlanjut menekan Nadi: 50x/min



60-100x/min



Abnormal (Bradikardi)



medula



oblongata  gagal napas Trauma kepala  Peningkatan intrakranial Herniasi makin



tekanan (TIK)







unkus



yang



kekaudal



dan



makin berat  menekan 19 | P a g e



medula TD:



140/90 TD:



mmHg



140/90



mmHg



Abnormal (Terjadi peningkatan TD)



Pasien membuka GCS : 15 mata



dengan



rangsang



nyeri,



melokalisir nyeri, dan



mengerang



dalam kata-kata GCS : 10



bentuk



Abnormal



oblongata



menurunkan nadi Trauma kepala  Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)  Otak meregulasi tekanan perfusi dengan dengan vasokonstriksi arteri  kompensasi dari berkurangnya perfusi di otak.  meningkatkan MAP  Tekanan darah akan terus meningkat sebagai hasil dari mekanisme kompensasi Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri: 2 (Eye) Melokalisir



nyeri:



(Motoric) Mengerang bentuk



5



dalam



kata-kata:



3



(Verbal) GCS : 10 (Somnolen) Trauma kepala  Peningkatan



TIK



herniasi



unkus



kompresi



pada



ateria retikularis



System Gangguan







formatio di



medulla 



mengganggu Raticular







siklus



oblongata



Asenden Activating



(ARAS)







kesadaran



(pasien tidak sadar) 20 | P a g e







Pupil dekstra, cahaya



anisokor Pupil



isokor



Abnormal



refleks dextra,







kepala



Peningkatan



pupil refleks



kanan negatif



Trauma



tekanan



intrakranial (TIK) akibat



cahaya pupil



perdarahan



kanan reaktif



Hematoma



 meluas







lobus temporalis tertekan ke arah bawah dan ke dalam  bagian medial lobus



mengalami



herniasi ke bawah tepi tentorium  Herniasi unkus







menekan 



mesencephalon mengenai



Edinger–



Westphal nucleus (suplai preganglionic parasympathetic fibers) dari saraf kranial III (occulomotorius) bagian dextra  gangguan pada saraf parasimpatis yang berfungsi untuk kontriksi pupil







aktivitas



simpatis lebih dominan  pupil kanan midriasis (ipsilateral)  Anisokor dextra, Refleks pupil



cahaya Refleks kiri cahaya pupil



reaktif /normal.



kiri



reaktif



/normal.



21 | P a g e



Normal



refleks



kanan negatif -



pupil



e) Bagaimana makna klinis dari pupil anisokor dextra, refleks cahaya pupil kanan negatif dan refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal? : Makna klinis dari ditemukannya pupil anisokor dextra, refleks cahaya pupil kanan negatif berarti pada kasus terjadi laterasi dikarenakan herniasi unkal yang menekan CN III ipsilateral, sehingga terjadi anisokor pada pupil yang sesuai dengan posisi nervus, dan mata kontralateral tidak akan mengalami gejala seperti mata satunya, sehingga refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal f) Bagaimana makna klinis dari membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata? : - Membuka mata dengan rangsang nyeri : E2 - Melokalisir nyeri : M5 - Mengerang dalam bentuk kata-kata V3 GCS : 10  cedera kepala sedang 5. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat. a) Bagaimana tatalaksana awal dari dokter UGD di RSUD? : Penatalaksanaan awal    



Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace elevasi kepala dari tempat tidur setinggi 30-45° pemberian cairan isotonis terapi medikamentosa sesuai keluhan yang timbul berupa analgetik,







antiemetic, H2 reseptor antagonis, antibiotik. Bila telah stabil pasien dirujuk ke fasilitas rumah sakit yang memiliki



sarana dokter spesialis bedah saraf. Epidural hematoma dengan gejala minimal, tidak ada defisit neurologis fokal, tidak ada tanda herniasi dapat, diberikan terapi, dengan medikamentosa, dengan observasi neurologis ketat. Di Tempat Kejadian - Menjaga stabilitas fungsi kardiovaskuler & pernafasan: A = Membebaskan jalan nafas B = Memberi nafas buatan C = Melakukan pijat jantung - Menghindari penyulit: atasi perdarahan, Immobilisasi fraktur, Pasang collar cervical dan lain-lain Selama Di Perjalanan - Dijaga gerakan akibat goncangan yang bisa menimbulkan rasa nyeri, gelisah, pusing dan muntah 22 | P a g e



- Pakai mobil ambulan khusus dimana tersedia alat fasilitas minimal dan obatobatan Di Rumah Sakit Disini Sarana, Tenaga medis, Fasilitas peralatan, Obat-obatan sudah tersedia lebih khusus Prosedur tahapan-tahapan tindakan dapat dilaksanakan dengan baik. Harus mengikuti urutan prioritas yang disesuaikan kepentingannya dalam mengatasi keadaan darurat: 1. Stabilisasi kardiopulmoner (B L S): - Pembebasan jalan nafas (airway) - Pernafasan (breathing) - Sirkulasi darah (circulation) 2. Pemeriksaan klinis - Pemeriksaan fisik umum - Pemeriksaan neurologik:  Kesadaran (GCS)  Pupil mata  Reflex batang otak (oculocephalic, oculovestibuler, cornea reflex)  Defisit neurologis (tanda fokal serebral/leteralisasi) 3. Pemberian cairan & nutrisi 4. Terapi medikamentosa 5. Tindakan khusus: - Pemeriksaan radiologik - LP / EEG / Angiografi - Transcranial Doppler Ultrasonography - Jugular Oximetry 6. Perawatan umum Transfer/Rujukan ke fasilitas Rumah Sakit dengan sarana/spesialis bedah sarah, dilakukan pada keadaan:  Pasien tidak sadar atau GCS < 15  Terdapat gejala defisit neurologis fokal: hemipareses, hipestesi, gangguan penglihatan, ataksia.  Suspek fraktur skull atau trauma penetrating (tanda fraktur basis kranii, fraktur depress terbuka  Trauma kepala dengan mekanisme trauma akibat benturan high energi: o Terlempar dari kendaraan bermotor o Jatuh dari ketinggian lebih dari 1 meter, atau kurang pada bayi o Tabrakan kendaraan bermotor kecepatan tinggi  Riwayat kejang  Suspek trauma servikal Indikasi pembedahan



23 | P a g e



 Gejala klinis terdapat penurunan kesadaran, defisit neurologis lokal, tanda 



herniasi dan gangguan kardiopulmonal. Dari CT Scan: epidural hematoma dengan volume >30 cc, tebal > 1 cm dan pergeseran struktur midline < 5mm



b) Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus ini? : - Radiografi: Foto x-ray tulang tengkorak merujukan pada kriteria panel memutuskan bahwa skull film kurang optimal dalam menvisualisasikan fraktur basis cranii. - CT scan: merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu dalam diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 1-1,5 mm, dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull fraktur. CT scan Helical sangat membantu dalam menvisualisasikan fraktur condylar occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan. - MRI: Magnetic Resonance Angiography merupakan suatu nilai tambahan untuk kasus yang dicurigai mengalami cedera pada ligament dan vaskular. Cedera pada tulang jauh lebih baik divisualisasikan dengan menggunakan CT scan. MRI mungkin dapat membantu menentukan kerusakan pada saraf dan mengevaluasi cairan serebrospinal. - Pemeriksaan Laboratorium : Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu atau linen, maka akan menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa.



VI. Learning Objective 1. Aspek Klinis : Epidural Hematoma a. Diagnosis Banding Adapun diagnosis banding yang ada pada kasus ini adalah sebagai berikut: Adapun diagnosis banding dari pendarahan epidural hematoma adalah:



24 | P a g e



-



Hematoma Subdural (SDH) : Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan atau sinus venosus dura mater. Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit.



-



Hematoma Subaraknoid (SAH) : Disebabkan oleh perdarahan subarachnoid space (diantara arachnoid mater dan pia mater). Karena berada diruang subarachnoid, biasanya tanda meningen seperti kaku kuduk positif (+). Gambaran CT Scan telihat adanya pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (Hiperdens). Gambaran hipedens dapat terlihat dalam ventrikel atau pun dalam ruang subarachnoid. Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoidea. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat. Pada CT scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid, yang biasanya dikenal dengan ‘star-sign’. Berbeda dengan SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat.



25 | P a g e



-



Hematoma Intraserebral : Perdarahan pada parenkim otak yang sebabkan robeknya arteri Intraserebral mono



maupun



multiple.



Perdarahan



intraserebral



biasanya



disebabkan



suatuaneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arterimenipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid. Gambaran CT Scan terdapat daerah hiperdens (densitas tinggi) pada daerah parenkim otak. b.



Algoritma penegakan diagnosis



26 | P a g e



c.



Definisi dan diagnosis kerja Adapun diagnosis kerja pada kasus ini adalah epidural hematoma. Epidural hematoma adalah adanya darah yang mengumpul di area epidural, yaitu area di antara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Sedangkan diagnosis kerja pad skenario ini adalah Mr.X menderita cedera kepala sedang, hematoma epidural disertai lucid interval karena terjadi herniasi dan fraktur basis cranii anterior disebebkan trauma tumpul kepala.



d.



Epidemiologi Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan EDH dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian EDH hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang berisiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60 % penderita EDH adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. EDH terjadi pada 1-2% dari seluruh kasus trauma kepala dan di sekitar 10% dari pasien dengan koma traumatis. Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat robekan arteria meningea media. Morbiditas



27 | P a g e



Tingkat kematian dilaporkan berkisar 5-43%. Tingkat yang lebih tinggi berhubungan dengan berikut:



e.







Intradural lesi







Lokasi temporal







Peningkatan volume hematoma







Cepat klinis perkembangan







Kelainan pupil







Peningkatan tekanan intrakranial (ICP)







Penurunan skala koma Glasgow (GCS)



Etiologi dan Faktor risiko Adapun etiologi dan faktor risiko yang dapat terjadi pada kasus epidural hematoma adalah:  Gangguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur.  Akibat trauma kapitis, tengkorak retak.



f. Patofisiologi Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan arteri meningea media. Hematoma epidural di daerah frontal dan oksipital sering tidak dicurigai dan memberi tanda-tanda setempat yang tidak jelas. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang dipermukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematoma bertambah besar. Hematoma yang meluas didaerah temporal menyebabkan tertekannya lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian media lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi dibawah tepi tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke farmasio retikularis medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini juga terdapat nuklei saraf kranial III (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi



28 | P a g e



pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras kortikospinalis asendens pada area ini menyebabkan kelemahan renspon motorik kontralateral (berlawanan dengan tempat hematoma), refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin meluasnya hematoma, seluruh isi otak akan terdorong ke arah yang berlawanan sehingga terjadi peningkatan ICP, termasuk kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat. Kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut dengan interval lucid. Fenomena lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. Sumber Perdarahan pada kasus hematoma epidural:  Arteri Meningea ( lucid interval 2-3 jam)  Sinus duramatis  Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica dan vena diploica. g. Pemeriksaan Penunjang - Foto Polos Kepala (X-ray) Foto polos kepala tidak bisa mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.



29 | P a g e



-



CT Scan Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi



cedera intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma.



30 | P a g e



- MRI MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI juga diperlukan apabila pasien mengalami spinal epidural hematoma (SEH).



-



Pemeriksaan Laboratorium Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu atau linen, maka akan menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa.



h. Tatalaksana Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan pada abortus inkomplit adalah: Langkah-Langkah Tatalaksana a. Perlindungan Umum (General Precaution) 31 | P a g e



b. Stabilisasi Sistem Kardiovaskular c. Survey Sekunder d. Pemeriksaan Neurologis e. Menentukan Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Tambahan f. Menentukan Diagnosis Pasti g. Menentukan Tatalaksana Prinsip-Prinsip Tatalaksana a. Penanganan cedera otak primer b. Mencegah dan menangani cedera otak sekunder c. Optimalisasi metabolisme otak Kriteria Masuk Rumah Sakit a. Kebingungan atau riwayat pingsan / penurunan kesadaran b. Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala menetap dan muntah c. Kesulitan dalam penilaian klinis, misalnya pada alkohol, epilepsi d. Kondisi medik lain : gangguan koagulasi, diabetes mellitus e. Fraktur tengkorak f. CT scan abnormal 13 g. Tak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah sakit h. Umur pasien diatas 50 tahun i. Anak-anak j. Indikasi sosial Kriteria Pulang a. Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan b. Tidak ada gejala neurologis c. Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala hilang d. Tak ada fraktur kepala atau basis kranii e. Ada yang mengawasi di rumah f. Tempat tinggal dalam kota Kriteria Lembar Pesanan saat Pulang a. Muntah makin sering b. Nyeri kepala atau vertigo memberat c. Gelisah atau kesadaran menurun d. Kejang e. Kelumpuhan anggota gerak Kriteria Masuk Ruang Observasi Intensif a. GCS < 8 b. GCS < 13 dg tanda TIK tinggi c. GCS < 15 dengan lateralisasi d. GCS < 15 dengan Hemodinamik tidak stabil. e. Cedera kepala dengan defisit neurologis belum indikasi tindakan operasi f. Pasien pasca operasi ** Pindah dari ROI ke ruang HCU a. Pasien cedera kepala yang tidak memerlukan ventilator dan transportable (layak transport). b. Telah dilakukan koordinasi dengan ruang HCU / F1 Kriteria Masuk Ruang High Care Unit 32 | P a g e



a. Pasien dengan CT scan abnormal yang belum indikasi operasi b. Pasien COR dan COS yang tidak memenuhi kriteria masuk ROI dan memerlukan observasi ketat. c. Pasien yang memerlukan perawatan dengan observasi ketat paska pindah dari ICU/ROI IRD



Algoritma Tatalaksana Pasien Cedera Otak Ringan



Algoritma Tatalakasana Pasien Cedera Otak Sedang



33 | P a g e



Algoritma Tatalaksana Pasien Cedera Otak Berat



34 | P a g e



Indikasi Pembedahan pada EDH a. Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan > 15 mm, atau pergeseran midline > 5 mm, atau b. Pasien EDH akut (GCS 70 mmHg 36 | P a g e



c. d. e. f. g.



Drainase Cairan Serebrospinal(CSF) Manitol 0,25 - 1,0 gr/KgBB Hyperventilation PaCO2 30-35 mmHg Terapi tersier: barbiturat dosis tinggi, hyperventilation PaCo2