Laporan Uji Kekerasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur Lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna Kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan mater ial yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat. Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji. Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas. Uji keras juga dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang teah mengalami cold working, hot working, dan heat



treatment, dapat diketahui



gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita sapat dengan mudah melakukan quality control terhadap material. 1.2 Rumusan Masalah 4.2.1. Jelaskan metode pengukuran kekerasan menurut: Brinnel, Rockwell, Vickers dan Knoop?



4.2.2. Bagaimanakah analisis hasil pengujian kekerasan yang telah saudara lakukan? 4.2.3. Mengapa kekerasan suatu bahan munurun jika bahan tersebut dipanaskan? 4.2.4. Jelaskan hubungan antara kekerasan dengan kekuatan? 4.2.5. Jelaskan sumber-sumber kesalahan hasil pengujian kekerasan yang anda lakukan?



1.3 Tujuan Pengujian Tujuan dari pengujian kekerasan ini adalah untuk mengetahui angka kekerasan dari suatu bahan, hal ini merupakan salah satu sifat mekanik yang penting.



BAB II DASAR TEORI



2.1 Pengertian Kekerasan Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : 1. Brinnel (HB / BHN) 2. Rockwell (HR / RHN) 3. Vikers (HV / VHN) 4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red) Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada : a. Permukaan material b. Jenis dan dimensi material c. Jenis data yang diinginkan d. Ketersedian alat uji 2.2 Pengujian Kekerasan Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung cara melakukan pengujian yaitu: 2.2.1.



Metode goresan (scratch hardness)



Metode goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Pengukuran kekerasan berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun berdasarkan kemampuan goresan satu sama yang lain. Ada beberapa metode dalam pengujian kekerasan antara lain:



a. Metode skala Mohs Metode Mohs disebut juga metode abrasi atau uji kekerasan. Skala ini terdiri atas 10 standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores, seperti tampak pada Tabel 2.1. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan gores 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan tinggi tidak benar. Logam yang paling keras mempunyai harga kekerasan pada skala Mohs, antara 4 sampai 8. Pengujian ini digunakan untuk mengukur kekerasan batuan. Prinsip kerjanya adalah mineral atau batuan digores dengan mineral lain yang memiliki kekerasan tinggi. Tabel Skala Mohs Material standar Mohs



Material lain



Talc Pb Gypsum Cu Calcite Mild Steel Fluorite Apatite Feldspar W Quartz Martensitic steel Topaz Hard Cr Plating Corundum WC Diamond



(Vander Voort,George. Metallography)



Angka Kekerasan Skala Mohs Knoop 1 1 s/d 2 2 2 s/d 3 3 3 s/d 4 4 5 6 7 7 7 s/d 8 8 8 9 9 s/d 10 10



2 5 32 40 120 100 150 400 560 700 700 1300 1800 1800 1800 6000



b. Metode Jarum Penggores dari Intan Metode ini dilakukan dengan cara mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan. Beban sebesar 3 kgf digunakan dan lebar goresan diukur melalui mikroskop dengan rumus:



dimana H = nilai kekerasan goresan d = lebar goresan dalam mikrometer.



2.2.2.



Metode Lekukan ( indentation hardness )



Dari ketiga cara pengujian kekerasan, indentation hardness adalah yang banyak digunakan. Pengetesan ini dapat dilakukan terhadap logam hasil perlakuan panas (Heat treatment). Identation hardness terdiri dari: 1. Metode Brinell Metode ini pertama kali dilakukan oleh Brinell pada tahun 1900. Metode ini berupa pengidentasian sejumlah beban terhadap permukaan material dengan penetrator yang digunakan berupa bola baja yang dikeraskan dengan diameter 10 mm dan standar bebanya antara 0.97 s.d 3000 kgf. Pembebanan dilakukan dengan standar waktu, biasanya 30 detik. Kekerasan yang diberikan merupakan hasil bagi beban penekan dengan luas permukaan lekukan bekas penekan dari bola baja. Dapat dirumuskan dengan



dimana : BHN = nilai kekerasan brinell P = beban yang diterapkan (kg)



D = diameter bola (mm) d = diameter lekukan (mm) Tabel Standar Uji Brinell (ASTM 10) Diameter Bola



Beban (kgf)



Angka Kekerasan yang



(mm)



Disarankan (HB)



10



3000



96-600



10



1500



48-300



10



500



16-100



2. Metode Rockwell Metode pengujian kekerasan



Rockwell merupakan metode yang paling



sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena metode ini mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Beberapa skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi yang mungkin dari bermacam – macam indenter dan beban yang berbeda-beda. Indenter ( penekan) terdiri dari bola baja yang dikeraskan mempunyai diameter antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in (1.588, 3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan penekan intan yang berbentuk kerucut yang digunakan untuk material yang sangat keras. Dengan metode ini, angka kekerasan dapat ditentukan melalui perbedaan kedalaman dari hasil penekanan dari penerapan beban awal minor dan diikuti oleh beban mayor, penggunaan beban minor dapat mempertinggi akurasi dari pengujian. Berdasarkan besar beban dari minor maupun mayor, ada dua tipe pengujian yaitu Rockwell dan Superficial Rockwell. Untuk Rockwell, beban minor adalah 10kgf, dimana beban mayor adalah 60, 100, dan 150 kgf. Masing – masing skala diwakili oleh huruf –huruf alphabet yang ada di tabel. Untuk Superficial Rockwell, beban minornya 3 kgf dan beban mayornya 15, 30, dan 45 kgf. Skala ini diidentifikasi dengan 15, 30, atau 45 (berdasarkan beban) diikuti dengan N, T, W, X, atau Y, tergantung pada penekan. Pengujian Superficial biasanya digunakan untuk spesimen tipis.



Ketika menentukan kekerasan Rockwell dan Superficial, angka kekerasan dan skalanya harus ditunjukan. Skala ditunjukan dengan simbol



HR diikuti



dengan penunjukan skala yang tepat. Contohnya 80 HRB menunjukan kekerasan Rockwell 80 pada skala B dan 60HR30W menunjukan kekerasan Superficial 60pada skala 30W. Untuk masing – masing skala kekerasannya dapat mencapai 130, namun nilai kekerasan meningkat diatas 100 atau menurun dibawah 20 pada skala berapapun, mereka menjadi tidak akurat. Ketidakakuratan juga dapat dialami jika spesimen terlalu tipis. Ketebalan spesimen seharusnya paling tidak 10 kali dari kedalaman penekanan.



Gambar Mata Tekan Uji Kekerasan Rockwell dan Proses Pengujian Rockwell Tabel Skala Kekerasan Rockwell Skala



Beban Mayor (Kgf)



A



60



B



100



Tipe Indentor



Tipe Material Uji



1/16” bola intan



Sangat keras, tungsten,



kerucut



karbida Kekerasan sedang, baja



1/16” bola



karbon rendah dan sedang, kuningan, perunggu Baja keras, paduan yang



C



150



Intan kerucut



dikeraskan, baja hasil tempering Besi cor, paduan



D



100



1/8” bola



alumunium, magnesium



E F



100 60



Intan Kerucut 1/16” bola



yg dianealing Baja kawakan Kuningan yang



G



150



1/8” bola



H



60



1/8” bola



K



150



¼” bola



L M R S V



60 100 60 100 150



¼” bola ¼” bola ¼” bola ½” bola ½” bola



dianealing dan tembaga Tembaga, berilium, fosfor, perunggu Pelat alumunium, timah Besi cor, paduan alumunium, timah Plastik, logam lunak Plastik, logam lunak Plastik, logam lunak Plastik, logam lunak Plastik, logam lunak



Tabel Skala Kekerasan Superficial Rockwell Skala



Indenter



Beban Mayor ( kgf )



15N



Diamond



15



30N



Diamond



30



45N



Diamond



45



15T



1/16 in. Ball



15



30T



1/16 in. Ball



30



45T



1/16 in. Ball



45



15W



1/8 in. Ball



15



30W



1/8 in. Ball



30



45W



1/8 in. Ball



45



3. Metode Vickers Metode ini mirip dengan metode Brinell tetapi penetrator yang dipakai berupa intan berbentuk piramida dengan dasar bujur sangkar dan sudut puncak 1360. Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg [6].



Gambar Cara Pengukuran Diameter pada Identor Vickers



d=



d1 + d 2 2



HV = 1,854



P L2



dimana: P = Beban yang ditetapkan L = Panjang diagonal rata-rata



Gambar the Vickers Diamonds-piramids Identor



Gambar Macam –Macam Lekukan yang Dihasilkan Penumbuk Intan Lekukan yang benar yang dibuat oleh penumbuk piramida intan harus berbentuk bujur sangkar (a). Akan tetapi, sering juga ditemukan penyimpangan pada pengujian Vickers. Lekukan bantal jarum pada gambar (b) adalah akibat pengukuran terjadinya penurunan logam disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terdapat pada logam-logam yang dilunakkan dan mengakibatkan pengukuran panjang diagonal berlebih. Lekukan berbentuk tong pada (c) terdapat pada logam-logam yang mengalami proses pengerjaan dingin.



Bentuk demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas logam-logam disekitar permukaan penumbuk 4. Uji Kekerasan Mikro ( Microhardness Tester) Metode ini menggunakan prinsip indentasi yang digunakan untuk mengukur kekerasan benda-benda mikro. Penetratornya adalah intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek sekitar 7:1. Intan tersebut berupa intan kasar yang dibentuk sedemikian menjadi bentuk piramida.. Angka kekerasan knoop (KHN) adalah beban dibagi luas proyeksi lekukan yang tidak akan kembali ke bentuk semula.



Gambar The Knoop diamond-pyramid indenter Angka kekerasan Knoop (KHN) dirumuskan sebagai berikut (Dieter, Goerge . Mechanical Metallurgy) KHN =



P



A



P



=



P 2



LC



dimana P = beban yang diterapkan (kg) Ap = luas proyeksi lekukan yang tidak pulih ke bentuk semula L = panjang diagonal yang lebih panjang C = konstanta untuk setiap penumbuk



5. Metode Meyer Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang membedakan adalah pada Meyer yang diperhatikan adalah projected area pada bekas indentasi sedangkan pada Brinell adalah pada luas area permukaan. Rata – rata tekanan antara permukaan indentor dan indentasinya sama dengan beban dibagi projected area dari bekas indentasi. P=



P



πr 2



Cara menghitung kekerasan dengan metode Meyer atau MHN V MHN =



4P πd 2



dimana MHN = nilai kekerasan Meyer P = Beban yang diberikan d = diameter penekanan Seperti uji kekerasan Brinell, uji kekerasan Meyer memiliki satuan kg/mm2. Uji Meyer kurang sensitif dibandingkan dengan uji kekerasan Brinell. Untuk pengerjaan pendinginan pengujian kekerasan Meyer lebih konstan dan valid dibandingkan dengan uji kekerasan Brinell yang hasilnya berfluktuasi. Uji kekerasan Meyer lebih fundamental dalam perhitungan kekerasan indentasi namun secara prakteknya jarang digunakan untuk pengujian kekerasan



Gambar Alat Penguji Kekerasan Meyer



6.



Metode Kerucut (HRC) Metode ini termasuk metode Rockwell yang dalam penerapannya



menggunakan indentor berupa sebuah batu intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 120° Pada metode ini beban awal dipasang sebesar 10 kgf dan ujung kerucut masuk sedikit ke dalam bahan. Hal ini pertama kali dilakukan agar terhindar dari ketidakrataan permukaan. Selanjutnya penunjuk jam diset pada kedudukan 100. Lalu beban utama sebesar 140 kgf dipasang, sehingga beban seluruhnya sebesar 150 kgf yang menyebabkan kerucut masuk lebih dalam lagi dan penunjuk jam kembali. Setelah beberapa saat beban utama diambil kembali, maka kerucut tersebut merapat kembali karena bentuk elastis dari bahan yang diukur. Penunjuk jam ukur akan berputar sedikit naik, kedudukan penunjuk saat itulah dinyatakan dalam HRC (dengan skala 0 s/d 100).



Gambar Perbandingan Penetrator dari metode Brinell dan Rockwell Berdasarkan gambar perbandingan diatas sudah dapat kita simpulkan bahwa metode ini hanya sesuai untuk specimen yang strukturnya homogen saja. Hal ini dikarenakan ujung penetrator memiliki luas permukaan yang sempit sehingga tidak dapat mewakili struktur permukaan specimen yang strukturnya heterogen 7.



Metode Knoop Diamond Microhardness Test Metode yang dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan indenter



intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya, dan sekitar 30 kali lebih



besar dari kedalamannya . Bentuk ini memberikan keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai kekerasan. Nilai kekerasan Knoop, HK adalah sebagai berikut:



dimana HK = nilai kekerasan Knoop L



= beban yang diberikan



d



= panjang dari diagonal pada micrometer.



Gambar Schematic of diamond-point indenter and plan view of the indentation area 8.



Metode Peluru Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kerucut, hanya pada metode



ini menggunakan penetrator sebuah peluru baja yang dikeraskan dengan diameter 1/16 inci menggunakan beban tertentu dalam bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130, dengan skala 30 dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang paling keras. Prinsip kerjanya mula-mula peluru ditekan pada bahan dengan beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban utama sebesar 90 kgf. Setelah



beberapa lama beban utama diambil dan pengukur menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan. Pada metode ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan metode kerucut, karena ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini hampir tidak dipakai.



a.



b.



c.



Gambar Penetrator a.) steel ball 1/8” b.) steel ball 1/16” c.) intan Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan spesimen-spesimen dengan syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi. Syarat spesimen untuk uji kekerasan, yaitu: 1.



Permukaan spesimen harus rata (sejajar).



2.



Permukaan spesimen harus halus.



3.



Permukaan spesimen harus bersih.



4.



Jarak indentasi satu dengan yang lain minimal 3d (d = diameter bekas indentasi).



5.



Ketebalan spesimen minimal 10 d (d = diameter bekas indentasi).



Tabel Macam-Macam Metode Kekerasan Lekukan



2.2.3.



Metode pantulan ( rebound / dynamic hardness )



Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan logam dan kekerasan dinyatakan oleh energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore scleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Standar yang digunakan pada metode scleroscope shore adalah ASTM C-886. ). ASTM C-866 merupakan American society for testing and materials dengan spesifikasi C-866 yang merupakan material untuk mesin mesin penguji yang merupakan paduan atau campuran dari carbon, chromium, vanadium, tungsten atau kombinasi cobalt atau standar konversi kekerasan dari logam. Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap permukaan benda uji. 1.



Metode scleroscope shore Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh



tingginya ujung palu kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap permukaan benda uji.



2.3 Nilai Konversi Kekerasan Fasilitas untuk mengonversi pengukuran kekerasan pada satu skala menjadi skala yang lain sangat diinginkan. Namun, karena kekerasan merupakan sifat material yang tidak ditetapkan dengan baik dan karena perbedaan eksperimen antara bermacam-macam teknik, sebuah skema konversi yang luas tidak ditemukan. Data konversi kekerasan telah ditentukan secara eksperimen dan ditemukan bergantung pada tipe dan karakteristik material. Data konversi yang paling dapat dipercaya ada pada gambar di bawah ini.



Gambar Perbandingan dari beberapa skala kekerasan



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat: Alat Uji kekerasan (Hardness Tester), Ampelas, Mesin Penghalus 3.1.2 Bahan: Baja dan Alumunium 3.2 Prosedur Percobaan -



Potong speciment dengan tebal lebih kurang 10 mm



-



Haluskan speciment dengan kertas amplas sampai rata dan halus



-



Pasang spesiment pada tempat datar



-



Atur Hardnees Tester dengan metode pengujian Brinell (HB)



-



Lakukan proses pengujian dengan menekan benda uji



-



Lakukan sebanyak 5x



-



Print hasil pengujian



3.3 Data Pengujian -



Jenis Metode Pengujian: Pantulan Brinell



-



Jenis Mesin: Hardnees Tester



-



Tanggal Pengujian: 23 November 2012



-



Praktikan: Kelompok 16



-



Asisten Pengawas:



BAB IV PEMBAHASAN



4.1 Data Hasil Pengujian



1.



3,4



Kekerasan Lickers 284



2.



2,6



389



2,4



256



4.



3,0



268



5. Rata – Rata



2,2



292 298



No.



3.



Bahan



Alumunium



No.



Bahan



P Kg



500



D mm



10



d mm



P



D



d



Kg



mm



mm



Kekerasan



1.



4,1



BHN 268



2.



4,0



285



4,0



286



4.



4,1



281



5.



4,0



272



3.



Baja



2000



10



Rata - Rata



278



4.2 Pertanyaan 4.2.1. Jelaskan metode pengukuran kekerasan menurut: Brinnel, Rockwell, Vickers dan Knoop? 4.2.2. Bagaimanakah analisis hasil pengujian kekerasan yang telah saudara lakukan? 4.2.3. Mengapa kekerasan suatu bahan munurun jika bahan tersebut dipanaskan? 4.2.4. Jelaskan hubungan antara kekerasan dengan kekuatan? 4.2.5. Jelaskan sumber-sumber kesalahan hasil pengujian kekerasan yang anda lakukan? 4.3 Jawaban



4.3.1. Metode Pengukuran Kekerasan Menurut: Brinnel, Rockwell, Vickers Dan Knoop a.



Kekerasan Brinnel Menurut Brinnel : Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada



permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama selang waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah : BHN = P = P (πD/2) (D - √ D2 – d2) πDt



Jejak yang relatif besar dari pada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada



bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure). b. Kekerasan Rockwell Menurut



Rockwell



:



Metoda



pengujian



kekerasan



Rockwell



yaitu



mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi. Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman.Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell HR = E – e



c.



Kekerasan Vickers Menurut Vickers : Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan



berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua



bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.



d. Kekerasan Knoop Menurut Knoop : Metode yang dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan indenter intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya, dan sekitar 30 kali lebih besar dari kedalamannya . Bentuk ini memberikan



keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat



memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai kekerasan. Nilai kekerasan Knoop, HK adalah sebagai berikut:



dimana HK = nilai kekerasan Knoop L



= beban yang diberikan



d



= panjang dari diagonal pada micrometer.



4.3.2. Analisis Hasil Pengujian Kekerasan Yang Telah Saudara Lakukan a.



Perhitungan



b.



Tabel Data Hasil Perhitungan



No.



Bahan



P Kg



D Mm



d mm



Kekerasan BHN



1.



3,4



53,078



2.



2,6



90,991



2,4



106,157



4.



3,0



67,760



5. Rata – Rata



2,2



127,388 89,0748



3.



Alumunium



No.



Bahan



500



10



P



D



Kg



Mm



d



1.



4,1



BHN 144,760



2.



4,0



151,653



4,0



151,653



4.



4,1



144,760



5.



4,0



151,653



3.



Baja



2000



Rata – Rata



c.



10



mm



Kekerasan



148,8958



Analisa Perhitungan Dari table pengolahan data hasil perhitungan percobaan brinell dapat dilihat bahwa: Alumunium



:53,078-127,388 BHN



Baja



:144,760-151,653 BHN



Data pengujian kekerasan menggunakan metode pantulan HB di dapat: Baja



: 278 BHN



Dapat dilihat, Angka brinell pada Baja = 278 BHN, sedangan angka brinell Baja pada perhitungan = 144,760-151,653 BHN. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh berbeda (lebih besar) dengan data perhitungan. Sedangkan perhitungan data Alumunium =53,078-127,388 BHN. Data hasil perhitungan Alumunium tidak dapat dibandingkan dengan data hasil pengujian. Hal ini dikarenakan pada saat pengujian dilakukan dengan menggunakan alat yang memakai metode pantulan HL(Lickers) bukan HB(Brinell). Dari data perhitungan Brinell didapatkan angka brinell yang tertinggi terdapat pada baja, hal ini menunjukkan bahwa material baja mempunyai nilai yang paling besar dibanding yang lain, hal ini menunjukkan material tersebut memiliki kekerasan yang lebih keras. 4.3.3. Penjelasan Mengapa Kekerasan Suatu Bahan Munurun Jika Bahan Tersebut Dipanaskan Perlakuan panas dengan pendinginan udara merupakan proses softening yaitu proses normalizing. Normalizing adalah proses di mana material dipanaskan dahulu sampai suhu austenit kemudian dilakukan pendinginan dengan medium udara secara perlahan. Proses ini terjadi pada suhu 55-650C diatas daerah austenit murni. Pendinginan ini mencegah timbulnya segregasi praeutektoid sehingga struktur mikro yang terbentuk adalah perlit halus dan tidak ada ferit praeutektoid dalam jumlah banyak. Dengan demikian akan dihasilkan material yang kekerasannya lebih kecil dari sebelumnya. Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa kekerasan material dengan perlakuan panas dengan pendinginan udara lebih kecil daripada bahan uji dengan tanpa perlakuan panas. 4.3.4. Hubungan Antara Kekerasan Dengan Kekuatan Kekerasan dari suatu bahan berbanding lurus dengan kekuatan tarik Karena pengertian dari kekerasan dan kekuatan tarik sama.Sama-sama berarti ketahan terhadap deformasi plastis.Hanya saja kekerasan adalah



ketahanan material terhadap deformasi local (permukaan),sementara kekuatan tarik adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis yang terjadi diseluruh permukaan material (global).Sehingga jika suatu bagian dari material tahan terhadap deformasi plastis maka otomatis seluruh bagian dari material itu pun akan tahan terhadap deformasi plastis.Karena itu, semakin keras material maka akan semakin kuat pula pun material tersebut. 4.3.5. Sumber-Sumber Kesalahan Hasil Pengujian Kekerasan Yang Anda Lakukan Terdapatnya



kesalahan-kesalahan



serta



perbedaan-perbedaan



hasil



percobaan jika dibandingkan literature disebabkan oleh beberapa factor,diantaranya adalah : 1. Permukaannya specimen yang terlalu kecil Hal



ini



menyebabkan



pemilihan



titik



uji



tidak



dapat



dimaksimalkan,misalnya pengukuran satu dilakukan terlalu dekat dengan pengukuran lainnya.Pengukuran yang berdekatan ini mempenaruhi daerah elastis yang berada dibawah daerah penekanan (plastis) ke daerah yang laen. 2. Permukaaan benda uji yang berkarat Sehingga memerlukan proses penghilangan karat menggunakan



kikir



atau



amplas.Walaupun



dengan



demikian,masih



terdapat sisa bekas karatan yang masih menempel yang disebabkan karena ketidakmaksimalan dalam melakukan proses pembersihan akibat



keterbatasan



waktu,permukaan



yang



berkarat



ini



mempengaruhi angka kekerasan yang diuji.Sebab ,dengan adanya karat kekerrasan permukaan bertambah ,dan mempengaruhi perbandingan dengan nilai pada literatur. 3. Pengukuran dilakukan pada pinggir specimen



Hal ini disebabkan material yang diuji memiliki penampang kecil,sehingga diambil titik yang hampir berdekatan dengan pinggir specimen.Akibatnya,daerah hasil indentasi pada pinggir specimen memiliki nilai yang berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan pada bagian tengah specimen. 4. Permukaan bawah benda uji yang tidak rata Hal mempengaruhi dalam melakukan pengambilan data,sebab permukaan yang tidak rata ini menyebabkan benda uji terangkat keatas.Walaupn sedikit besarnya,namun hal ini mempenagruhi nilai kekerasan yang diperoleh. 5. Hasil dari pembersihan karat tidak benar-benar bersih Mempengaruhi pengambilan data diagonal atau diameter jejak,permukaan yang tidak merata ini menyulitkan dalam pengambilan data pada proses penglihatan nilai melalui mikroskop. 6. Kesalahan paralaks ketika pengambilan data Terjadi pada saat mengukur diameter jejak dan panjang diagonal,pembacaan skala pada mesin uji.Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain alat yang telah digunakan sudah tidak baik lagi,ditunjukkan



pada



saat



pembacaan



skala



pada



mikroskop,angka-angka pada skala yang sudah tidak jelas lagi menyulitkan



dalam



pengambilan



data



sehingga



dilakukan



pembulatan. 7. Kesulitan dalam penggunaan alat Hal ini ditunjukkan ketika melakukan penempatan specimen pada posisi yang pas pada mikroskop di skala nol-nya,akibatnya penempatan specimen uji tidak pas dengan skala nol sehingga mempengaruhi perbandingan dengan literarut. 8. Pengukuran diagonal dan diameter jejak pada suatu titik saja Hasil akan lebih akurat jika diameter jejak diukur di tiap titik kemudian diambil rata-ratanya,begitupun juga dengan pengukuran



diagonal dimana hasil lebih akurat dengan nilai rata-rata dari dua diagonal tersebut. 9. Pengujian titik dilakukan hanya pada satu titik saja (keminiman data). Baik pada pengambilan data nilai kekerasan serta pengukuran jejak.Hasil lebih akurat jika dilakukan ke beberapa titik dan membuat rata-ratanya.



BAB V PENUTUP



5.1 Kesimpulan



5.1.1 Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja 5.1.2 Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. 5.1.3 Metoda pengujian kekerasan Vickers adalah metode pengujian yang permukaan benda ujinya ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. 5.1.4 Metoda pengujian kekerasan Knoop menggunakan indenter intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan panjang serta memberikan keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai kekerasan. 5.1.5 Pada perhitungan Brinell didapatkan angka brinell yang tertinggi terdapat pada baja, hal ini menunjukkan bahwa material baja mempunyai nilai yang paling besar dibanding yang lain, hal ini menunjukkan material tersebut memiliki kekerasan yang lebih keras. 5.1.6 Semakin keras material maka akan semakin kuat pula material tersebut. 5.1.7 Faktor – factor yang menyebabkan terjadinya kesalahan saat melakukan pengujian kekerasan: •



Permukaannya specimen yang terlalu kecil







Permukaaan benda uji yang berkarat







Pengukuran dilakukan pada pinggir specimen







Permukaan bawah benda uji yang tidak rata







Hasil dari pembersihan karat tidak benar-benar bersih







Kesalahan paralaks ketika pengambilan data







Kesulitan dalam penggunaan alat







Pengukuran diagonal dan diameter jejak pada suatu titik saja







Pengujian titik dilakukan hanya pada satu titik saja (keminiman data).



5.2 Saran