Lapres Lingkungan Abiotik - Upn Veteran Jatim - Teknologi Pangan 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM BIOLOGI LAPORAN RESMI LINGKUNGAN ABIOTIK



SOFIA RIZKY AMALIA 20033010046



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM



SURABAYA 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan adalah segala sesuatu benda yang ada disekitar, baik mahkluk hidup ataupun benda mati. Air, batu tanah, tanaman, hewan, debu adalah komponen penyusun lingkungan. Komponen-komponen ini hampir selalu ada di dalam setiap lingkungan. Ada beberapa macam lingkungan. Jika dilihat dari pengusunnya, lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik adalah segala sesuatu benda yang memiliki nyawa. Lingkungan ini biasanya dominan diisi oleh komponen flora dan fauna. Dan lingkungan abiotik adalah benda yang mendukung keberlangsungan hidup lingkungan abiotik. Sederhananya, lingkungan abiotik sangat berhubungan dengan lingkungan biotik. Lingkungan abiotik memiliki banyak komponen, salah satunya adalah udara. Udara sangatlah berkaitan dengan suhu. Dan jika terlah membahas suhu, maka akan ada keterkaitannya dengan kelembaban. Di dalam kelembaban, ada namanya kelembaban relatif atau kelembaban nisbi. Kelembaban nisbi adalah banyaknya air yang terdapat dalam udara pada temperatur tertentu dibandingkan dengan banyaknya uap yang dapat dikandung udara secara maksimum pada temperatur tertentu (dalam bentuk persen). Pada umumnya organisme akan kehilangan lebih banyak air dalam atmosfer dengan kelembaban nisbi lebih rendah daripada dalam atmosfer dengan kelembaban nisbi tinggi. Oleh karena itu, salah satu faktor abiotik yang sangat penting pada organisme darat adalah kelembaban nisbi. 1.2 Tujuan Untuk mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik yang penting untuk dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem. 1.3 Manfaat Mahasiswa dapat mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik untuk membandingkan dalam membedakan ekosistem.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Para ahli biologi, lingkungan memberikan definisi tentang lingkungan yang agak berbeda satu dengan yang lain namun memiliki substansi yang sama. Lingkungan secara harfiah berarti "ruang lingkup" atau "sekitar" atau "alam sekitar" atau "masyarakat sekitar", dll. Lingkungan juga dapat berarti segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupan makhluk-makhluk hidup secara kolektif atau lingkungan adalah penjumlahan untuk semua yang ada di sekitar sesuatu atau seseorang atau disekitar makhluk hidup termasuk semua makhluk hidup dan kekuatan-kekuatan alaminya (Dantje, 2015) Berdasarkan pengertian tersebut, maka lingkungan diartikan sebagai penjumlahan dan hubungan satu dengan yang lain antara air udara dan tanah dengan organisme organisme hidup yaitu flora dan fauna termasuk di dalamnya semua ruang lingkup baik fisik maupun biologis dan interaksinya satu dengan yang lain. Menurut Wikipedia, dalam ebook Toksikologi (2014), lingkungan dapat juga diartikan segala sesuatu yang ada disekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Pada dasarnya, lingkungan terdiri dari dua komponen penting yaitu biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah segala sesuatu yang hidup atau bernyawa, seperti tumbuhan, hewan, manusia, makanan, dan cendawan,



fitoplankton,



zooplankton,



mikroorganisme, yaitu virus, bakteri,



dan jenis-jenis mikroorganisme



lainnya.



Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak hidup atau bernyawa, seperti tanah, udara, air, curah hujan, foto periode, kelembaban, cahaya, bunyi, dan bahan pencemar. Sering komponen abiotik juga dimasukkan faktor-faktor kimia, seperti PH, aktivitas air, dan faktor-faktor kimia lainnya (I Putu, 2014) Makhluk-makhluk hidup ini berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan abiotik dan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan masing-masing individu. Oleh sebab itu, maka setiap organisme atau makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik dan tidak hanya secara kebetulan hidup dalam suatu lingkungan. Dengan kata lain, makhluk hidup dibentuk oleh lingkungan yang ada disekitarnya dan dapat berubah-ubah untuk merespon adanya perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya (Dantje, 2015). Spesies adalah salah satu unit dasar klasifikasi biologi dan paling sering mengacu pada sekelompok organisme yang sama secara fisik yang dapat bertukar informasi getik dan menghasilkan keturunan yang subur. Untuk secara efisien menempatkan organisme dalam kelompok - kelompok yang berbeda, para ilmuwan mengembangkan



sistem klasifikasi organisme ini. Sistem ini mengambil semua organisme di Bumi dan menempatkan mereka dalam kelompok berdasarkan bentuk tubuh, kesamaan genetik, zat kimia dalam tubuh, perkembangan dan dengan perilaku. Studi organisme dengan cara ini disebut sistematika. Spesies atau jenis memiliki pengertian, indivdu yang mempunyai persamaan secara morfologi, anatomis, fisiologi, dan mampu saling kawin dengan sesamanya (interhibridasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur) untuk melanjutkan generasinya. Kumpulan makhluk hidup satu spesies atau satu jenis inilah yang disebut populasi (BMC, 2012). Berbicara tentang lingkungan memang tidak dapat terlepas dari pemahaman tentang ekologi dan ekosistem. Ekologi dalam arti yang sangat sederhana berarti tempat atau rumah dimana kita hidup. Dalam kamus Webster memberikan definisi ekologi sebagai totalitas atau kerangka berbagai hubungan antar organisme dengan lingkungannya jadi ekologi sebetulnya merupakan bagian dari biologi (Dantje, 2015). Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh E. Haeckel (ahli biologi Jerman). Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan logos = ilmu), sehingga secara harfiah bisa berarti sebagai kajian organisme hidup dalam rumahnya. Secara lebih formal, ekologi didefinisikan sebagai kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) dalam suatu ekosistem (Anonim,2012). Dalam lingkungan sendiri bisa berubah karena adanya pengaruh iklim seperti pemanasan global atau pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh manusia. Perubahan ini dapat terjadi adanya berbagai perubahan faktor biotik dan abiotik yang terjadi dalam lingkungan tersebut (Dentje, 2015). Faktor abiotik terbagi menjadi dua kategori yaitu sumber daya fisik (physical resource) dan faktor fisik (physical factors). menurut Megurran, dalam jurnal Rahma, dkk (2013) bahwa sumber daya fisik adalah faktor abiotik yang dibutuhkan oleh organisme untuk bertaham hidup. sedangkan faktor fisik adalah faktor abiotik yang dibatasi derajat atau kualitas hidup organisme untuk bertahan hidup (Rahma, 2013). Menurut Risma, dkk (2019), Faktor lingkungan abiotik meliputi suhu, kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya, pH, kelembaban tanah, posisi geografi (ketinggian tempat, garis lintang dan garis bujur), serta curah hujan. Faktor abiotik diukur menggunakan alat pengukur spesifik, meliputi suhu, kelembaban, kecepatan angin,



intensitas cahaya, pH, kelembaban tanah, posisi geografi (ketinggian tempat, garis lintang dan garis bujur), serta curah hujan. Pengukuran temperatur udara dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif pengukuran kuantitatif dinyatakan dalam satuan kalori yaitu gram kalori atau kg kalori sedangkan pengukuran kualitatif dinyatakan dalam satuan derajat Celcius derajat Fahrenheit Reamur atau Kelvin. Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan alat termometer termometer bekerja berdasarkan prinsip pemuaian atau pengurutan suatu zat padat atau cair akibat pemanasan dan pendinginan (Rahma, 2013). Kelembaban



dan



suhu



udara



merupakan



komponen



iklim



mikro



yang



mempengaruhi pertumbuhan dan mewujudkan keadaan lingkungan optimal bagi tumbuhan. Pertumbuhan meningkat jika suhu meningkat dan kelembaban menurun (Widiningsih, dalam jurnal Risma, 2019). Produksi tanaman dipengaruhi oleh tersedianya sinar matahari (Tjasyono, 2014). Faktor Abiotik 1. Intensitas cahaya adalah intensitas yang lamanya radiasi sinar matahari tidak hanya mempengaruhi variabel atmosfer, seperti suhu, kelembaban, dan angin tetapi juga mempengaruhi jumlah energi untuk produksi bagi hewan dan tumbuhan. Pengukuran intensitas cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan light meter atau lux meter. 2. Kecepatan angin adalah jarak tempuh angin atau pergerakan udara per satuan waktu dan dinyatakan dalam satuan meter per detik. Kecepatan angin bervariasi dengan ketinggian dari permukaan tanah sehingga dikenal dengan profil angin. Dimana semakin tinggi gerakan angin makin cepat. Kecepatan angin diukur dengan menggunakan alat yang disebut Anemometer atau Anemograf. 3. Tanah merupakan faktor abiotik geografi dan geologi. Tanah merupakan sebuah badan yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk akibat aktivitas iklim dan organisme serta materi organik hasil proses dekomposisi yang mampu mendukung kehidupan. Komposisi penyusun tanah terdiri dari partikel mineral bahan organik air dan udara. 4. Kelembaban



yang



umum



dipergunakan



adalah



kelembaban



udara



relatif



(kelembaban nisbi) yaitu berdasarkan perbandingan tekanan uap air di udara pada waktu pengukuran dengan tekanan uap air jernih pada suhu yang bersamaan alat yang dipergunakan untuk menentukan kelembaban udara relatif adalah sling psychrometer (Rahma,2013).



Swarinoto (2011) mengatakan bahwa kelembaban nisbi juga dapat diartikan sebagai nilai perbandingan antara tekanan uap air yang ada pada saat pengukuran dengan nilai tekanan uap air maksimum yang dapat dicapai pada suhu udara dan tekanan udara saat pengukuran. Menurut Umar (2011), tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1.



Suhu



2.



Tekanan udara



3.



Pergerakan angin



4.



Kuantitas dan kualitas penyinaran



5.



Vegetasi



6.



Ketersediaan air.



BAB III METODOLOGI 3.1 Tujuan Mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik yang penting untuk dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem 3.2 Alat dan Bahan 1. Stopwatch 2. Meteran 3. Termometer (0-10˚C) 4. Air 5. Tabel Nisbi 6. Kertas dan bulpoin 3.3 Cara Kerja Mencari tempat untuk melakukan pengukuran kelembaban di empat tempat.



Menyiapkan kertas dan bulpoin untuk mencatat hasil temperatur. Mengisi bagian belakang termometer dengan air, untuk termometer basah.



Meletakkan termoteter di dengan ketinggian 0, 75cm, 150cm diatas tanah.



Melakukan tiga macam pengukuran bersamaan. Dalam rentan waktu 15 menit.



Mencatat hasil kelembaban nisbi pada tabel



BAB IV HASIL PENELITIAN



No



Ketinggian (cm)



Lokasi 0 cm



75 cm



150 cm



1



Lantai 1, Gedung 1 FT



T. Kering = 29OC T. Basah = 25OC RH = 70%



T. Kering = 28OC T. Basah = 26OC RH = 83 %



T. Kering = 30OC T. Basah = 27OC RH = 79 %



2



Lantai 3, Gedung 1 FT



T. Kering = 31OC T. Basah = 28OC RH = 79 %



T. Kering = 32OC T. Basah = 28OC RH = 71 %



T. Kering = 31OC T. Basah = 28OC RH = 79 %



Parkiran FT



T. Kering = 34OC T. Basah = 28OC RH = 63 %



T. Kering = 33,5OC T. Basah = 27,5OC RH = 62 %



T. Kering = 35OC T. Basah = 27,5OC RH = 58 %



Lapangan Bola UPN



T. Kering = 33OC T. Basah = 29OC RH = 74 %



T. Kering = 33OC T. Basah = 28OC RH = 68 %



T. Kering = 35OC T. Basah = 27,5OC RH = 58 %



3



4



Gambar termometer 1. Lantai 1, Gedung 1 FT



2. Lantai 3, Gedung 1 FT



2. Lantai 3, Gedung 1 FT



3. Parkiran FT



4. Lapangan Bola UPN



BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Dalam Wikipedia (2014), lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Di lingkungan juga ada komponen biotik, yaitu makhluk hidup bernyawa, dan komponen abiotik, yang tidak bernyawa. Komponen komponen ini adalah penyusun dalam lingkungan. Baik lingkungan alami maupun buatan. Teori ini ada pada buku Toksikologi tumbuhan (2015). Menurut I Putu (2014), lingkungan terdiri dari dua komponen penting yaitu biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah segala sesuatu yang hidup atau bernyawa. Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak hidup atau bernyawa. Sering komponen abiotik juga dimasukkan faktor-faktor kimia, seperti PH, aktivitas air, dan faktor-faktor kimia lainnya. Dalam percobaan kali ini kita menguji keterkaitan temperatur dan kelembaban nisbi. Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan pengukuran suhu menggunakan termometer kering dan basah pada empat tempat yang berbedaa. Tempat tempat itu adalah gedung FT lantai 3, gedung FT lantai 1, parkiran gedung FT dan juga di lapangan bola basket. Dantje (2015) mengatakan bahwa dalam lingkungan sendiri bisa berubah karena adanya pengaruh iklim seperti pemanasan global atau pengaruhpengaruh yang disebabkan oleh manusia. Percobaan ini menjawab kebenaran dari teori tersebut. Percobaan mengukuran suhu ini dilakukan secara berkelompok dan dilakukan sebanyak tiga pengukuran setiap tempat dengan total waktu ± 45 menit. Pada setiap 15 menit ada perubahan tata letak dari termometer tersebut. Di lima belas menit pertama, termometer diletakkan di ketinggian 0 cm diatas tanah. Setelah itu mencatat hasil temperatur. Lima belas menit berikutnya termometer diletakkan di ketinggian 75cm diatas tanah dan yang terakhir termometer diletakkan di ketinggian 150cm diatas tanah. Tujuan adanya perbedaan tata letak pada termometer ini agar mengetahui pengaruh ketinggian terhadap suhu yang dapat mempengaruhi kelembaban dari tempat itu. Umar (2011) menyebutkan bahwa kelembaban nisbi di pengaruhi oleh faktor : Suhu, Tekanan udara, Pergerakan angin, Kuantitas dan kualitas penyinaran, Vegetasi, dan Ketersediaan air. Literatur dari Umar (2011) melakukan metode seperti saat ini.



akan terbukti jika kita



Dari hasil penelelitian pengukuran kelembaban nisbi, literatur Umar (2011), memang banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban nisbi. Ini terbukti dengan persentasi kelembaban tiap tempat berbeda-beda. Dan juga pada ketinggian yang beda walaupun tempat yang sama tetapi hasil kelembabannya juga berbeda. Hal ini bisa dilihat pada tabel hasil pengamatan yang menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di tempat pertama, yaitu gedung FT lantai 1, menghasilkan cukup tinggi persentase kelembaban nisbi. Pada ketinggian 0cm, didapat termometer kering yang menghasilkan angka 29˚C dan termometer basah 25˚C, maka dihasilkan kelembaban nisbi sebesar 70%. Hasil angka termomete ketingian 75cm juga tidak cukup berbeda jauh dengan sebelumnya. Termometer kering menunjukkan angka 28˚C dan termometer basah 26˚C sehingga menghasilkan kelembaban sebesar 71%. Ada sedikit perbedaan suhu di ketinggian 150cm. Pada ketinggian 150cm, suhu kering yang dihasilkan 30˚C dan suhu basah 27˚C. Kelembabannya pun berbeda, yaitu 79%. Penjabaran keadaan suhu di gedung FT lantai 1, pada ketinggian 0cm, 75cm, dan 150cm, cukup bisa dibuktikan bahwa teori sebelumnya memang benar. Faktor ketingian juga ikut memengaruhi suhu dan juga memengaruhi kelembaban nisbi tempat tersebut. Jika dikaitkan hasil antara suhu kering dan suhu tinggi, maka akan berdampak pada kelembaban nisbi. Hasil pengamatan yang disajikan dalam bentuk tabel, dapat dilihat bahwa pada gedung FT lantai 3, suhu basahnya relatif stabil. Begitupun juga dengan suhu keringnya, yang memiliki selisih sangat sedikit. Dan hasil kelembabanya, di ketinggian 75cm, relatif rendah daripada ketinggian 0cm dan 150cm, yaitu 71%. Disini faktor ketinggian saja tidak dapat dijadikan acuan mutlak dalam mengukur kelembaban suatu ruangan. Teori dari Umar (2011) tidak cukup kuat pada data ini. Pada pengambilan data suhu di parkiran FT dan di Lapangan bola UPN menghasilkan angka termometer kering yang cukup tinggi, yaitu hingga 35˚C. Namun, termometer basah menunjukkan angka yang cukup stabil. Dari kedua analisis itu, kelembaban di kedua tempat ini rendah. Hanya pada lapangan bola UPN dengan ketinggian 0cm saja yang memiliki kelembaban hampir sama dengan gedung Ft lantai 3 ketinggian 75cm. Dari hasil pengamatan, gedung FT lantai 1 pada ketinggian 75cm memiliki kelembaban yang tinggi, yaitu 83% dibandingkan yang lain. Dan kelembaban yang terendah berada di parkiran FT dan lapangan bola UPN dengan ketinggian masing-



masing 150cm, yakni 58%. Hal ini terjadi karena faktor luar ruangan sangatlah banyak daripada di dalam ruangan seperti gedung FT. Di dalam gedung, adanya tembok penghalang cahaya matahari masuk secara bebas, yang berbeda dengan di luar ruangan. Dan juga faktor angin yang mempengaruhi kelembaban suatu tempat. Disamping itu, faktor angin juga mempengaruhi kelembaban suatu daerah atau tempat. Ketika keadan suhu kering meningkat, suhu basah belum tentu ikut meningkat. Begitupun juga dengan kelembabannya. Hal ini dapat disimpulkan, jika selisih antara suhu basah dan suhu kering sedikit, kelembaban akan memiliki nilai presentase yang lebih tinggi daripada selisih antar kedua suhu kering dan basah banyak. Ini sesuai dengan literatur dari Swarinoto (2011) bahwa kelembaban nisbi adalah perbandingan nilai tekanan air pada suhu udara dan suhu saat pengukuran. 5.2 Jawaban Pertanyaan 1. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling dingin dan paling lembab? Pada gedung FT lantai 1 dengan ketinggian tanah 83%. Walaupun termometer kering menunjukkan angka 28˚C dan termometer basah menunjukkan angka 26˚C tetapi selisih antara keduanya hanya 2 angka sehingga kelembabannya yang paling tinggi diantara lainnya. 2. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling panas dan kurang lembab? Pada tempat yang diluar ruangan, yaitu parkiran FT dan lapangan bola UPN. Selisih antara kedua termometer sangat banyak sehingga kelembaban sangat rendah. 3. Bagaimanakah perbandingan temperatur dan kelembaban di atas permukaan tanah dari kedua habitat tersebut di atas? Pada temperatur dengan kelembaban tinggi memiliki termometer kering menunjukkan angka 28˚C dan termometer basah menunjukkan angka 26˚C sehingga menghasilkan 83% kelembaban nisbi. Dan pada tempat yang kelembabannya rendah, 58%, memiliki termometer kering sebesar 35˚C dan termometer basah hanya 27,5˚C sehingga kelembabannya rendah. 4. Bagaimanakah perbandingan selisih temperatur terbesar dari satu habitat dengan selisih temperatur terbesar dari habitat-habitat yang berbeda? Selisih terbanyak adalah 7,5˚C. Perbandingan selisih terbesar yang berada di parkiran dan di lapangan bola dengan ketinggian yang sama memiliki temperatur yang sama antara temperatur kering dan basah sehingga kelembaban yang dihasilkan pun sama.



5. Perbedaan-perbedaan apa yang terdapat di antara keempat habitat sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur dan kelembaban nisbi? Perbedaan dari faktor pencahayaan matahari, angin, dan air dalam tanah mempengaruhi kelembaban suatu tempat masing-masing. Seperti pada ruangan, maka ada pembatasan cahaya dan angin yang masuk, sehingga kelembaban cukup tinggi. Berbeda dengan diluar ruangan yang tidak ada pembatas apapun untuk sinar matahari yang masuk dan angin yang berhembus di tempat itu. 6. Bagaimana pengaruh interaksi faktor biotik dan abiotik terhadap ekosistem? Abiotik adalah makhluk bernyawa. Makhluk tersebut memerlukan penunjang/komponen lain untuk keberlangsungan hidup mereka. Tanpa adanya air, makhluk bernyawa akan mengalami kesulitan dalam proses perkembangan dan pertumbuhannya. Tanpa adanya media tanah, makhluk hidup akan mengalami penguraian oleh dekomposer atau organisme organisme kecil di dalam tanah.



BAB VI KESIMPULAN 6.1 Simpulan 1. Untuk mengetahui kelembaban nisbi, suhu termometer kering dan basah sangat diperlukan karena angka dari termometer kering dang basah akan mempengaruhi tinggi rendahnya kelembaban suatu tempat. 2. Jika selisih antara termometer kering dan termometer basah banyak, kelembaban nisbi akan cenderung rendah. 3. Ada beberapa faktor yang berperan penting unutk menentukan tinggi rendahnya kelembaban suatu tempat, seperti penyinaran, angin, suhu, dan lainnya. Dan adanya keterkaitan antara faktor satu dengan lainnya. 4. Luar ruangan lebih cenderung memiliki kelembaban yang lebih rendah daripada di dalam ruangan karena semakin tinggi temperatur suhu, maka semakin rendah kelembabannya. Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban.



DAFTAR PUSTAKA A'yun, R. Q, dkk. 2013. Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Ridha, R. M.,dkk. 2015. Ekologi. Bengkulu : Universitas bengkulu. Anonim. 2012. Ekologi Tumbuhan dan Ekosistem. http://rantanie.blogspot.com/. Diakses pada 15 Oktober 2020. Surabaya. Ardhana, I. P. G. 2012. Ekologi Tumbuhan. Bali: Universitas Udayana BMC. 2012. Keanekaragaman Hayati Biodiversitas. https://biologimediacentre.com. Diakses pada 15 Oktober. Surabaya. Risma, dkk. 2019. Kajian Autekologi Harao Area vestiaria Giseke pada Hutan Dataran Tinggi di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah . Vol. 13. No 1 : 87-97 Sembel, D. T. 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta. Andi Offset. Swarinoto, Y. S. dan Sugiyono. 2011. Pemanfaatan Suhu Udara dan Kelembaban Udara dalam Persamaan Regenerasi untuk Simulasi Prediksi Total Hujan Bulanan di Bandar Lampung. Meteorologi dan Geofisika. Vol. 12. No. 3 : 271-281