LARINGITIS - REFRAT THT [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dias
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3 2.1



ANATOMI LARING.......................................................................................3



2.2



FISIOLOGI LARING......................................................................................8



2.3



HISTOLOGI LARING..................................................................................10



2.4



LARINGITIS..................................................................................................11



2.4.1



Laringitis Akut.......................................................................................11



2.4.2



Laringitis kronik.....................................................................................15



BAB III KESIMPULAN................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21



1



BAB I PENDAHULUAN Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring)yang dapat menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa. Laringitis ialah pembengkakan dari membran mukosa laring. Pembengkakan ini melibatkan pita suara yang memicu terjadinya suara parau hingga hilangnya suara. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama. Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 7 hari dan biasanya muncul dengan gejala yang lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap dan telah bermanifestasi beberapa minggu.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI LARING Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah.Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaanbelakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangulari, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid,sedangkan batas belakang ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum



krikotiroid



medial,



ligamentum



krikotiroid



posterior,



ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hipoepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikukaris(pita suara palsu).Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan diantara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.Plika laring dalam



vokalis 3



dan



bagian,



plika



yaitu



ventrikularis vestibulum



membagi



laring,



rongga



glotik



dan



subglotik.Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plika ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni.Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika



3



vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.



Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid, dan beberapa tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tenggorok oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otototot ini bekerja untuk membuka mulut danmembantu menggerakkan lidah.Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid,kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago komikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaanbelakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks,sedangkan sepasang kartilago kuneiformis



4



terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea di dalam ligamentum hiotiroid lateral. Pada laring terdapat 2 buah sendi yaitu, artikulasi krikotiroid dan artikulasikrikoaritenoid. Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot instrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (suprahyoid),seperti m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Sedangkan otot-otot ekstrinsik laring yang terletak di bawah tulang hyoid (infrahyoid) ialah m.sternohioid,m.omohoid dan m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik suprahyoid berfungsi untuk menarik laring ke bawah,sedangkan otot-otot ekstrinsik infrahyoid menarik laring ke atas. Otototot



instrinsik



yang



m.krikoaritenoidlateral,



terletak



di



m.tiroepiglotika,



bagian



lateral



m.vokalis,



laring



ialah



m.tiroaritenoid,



m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Sedangkan otot-otot instrinsik yang terletak di bagian posterior laring adalahm.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior. Sebagian besar otot-otot instrinsik adalah otot-otot aduktor (kontraksinya akan mendekatkan kedua pita suara ke tengah) kecuali m.krikoaritenoid posterior yangmerupakan otot abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral). Persarafan laring Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf sensorik dan motorik. Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas m.konstriksor faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriksor faring inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid



5



terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringis superior menuju ke mukosa laring. Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. N.rekuren merupakan cabang dari n.vagus.Nervus rekuren kanan akan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian lateral, sedangkanramus posterior mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus. Pendarahan Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor dari faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi membran krikotiroid, a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikoiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior.Vena laringis superior dan vena



6



laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. Pembuluh limfa Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal. Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vokal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.



7



2.2 FISIOLOGI LARING Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.3 Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri. Fungsi



fonasi



dengan



membuat



suara



serta



menentukan



tinggi



rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika



8



vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat. Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (laring), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi supraglotik/oral.



Kata



(word)



terbentuk



sebagai



pada



aktivitas



fase faring



(tenggorok), lidah, bibir, dan gigi.5 Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai



hoarseness oleh seseorang/penderita.Adapun perbedaan frekuensi



suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.6 Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan (Adam’s Apple”). Di posterior,ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini kemudian



9



berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago krikoid.4 Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot- otot dari kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligament vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot ini juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass) 2.3 HISTOLOGI LARING Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.



10



epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori 2.4 LARINGITIS Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik. 2.4.1



Laringitis Akut Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. 



2.4.1.1 Etiologi: Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri HaemophilusInfluenzae,Staphylococcus,streptococcus,  atau  pneumococcus. Timbulnya



penyakit



ini



sering



dihubungkan dengan perubahan cuaca atau suhu, gizi yang 11



kurang/malnutrisi,



imunisasi



yang



tidak



lengkap



dan



pemakaian suara yang berlebihan. 2.4.1.2 Patofisiologi: Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita



suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu.



Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya



sempit,



bahkan



sampai



hanya



sebuah



celah. Membran pelindung plika vokalis biasanya merah dan membengkak. Puncak terendah pada pasien dengan laringitis berasal dari penebalan yang tidak beraturan sepanjang seluruh plika vokalis. 2.4.1.3 Gejala klinis: Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni). 1. Sesak nafas dan stridor



12



2. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara. 3. Gejala radang umum seperti demam, malaise 4. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental 5. Gejala common



cold seperti



bersin-bersin,



nyeri



tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung, nyeri kepala, batuk dan demam. 2.4.1.4 Diagnosis Diagnosis



ditegakkan



berdasarkan



gejala



klinis,



pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 2.1.1.4.1 Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan gejala radang umum, seperti demam, malaise, serta gejala lokal, seperti suara parau sampai afoni. Selain itu didapatkan juga batuk kering yang lama-kelamaan disertai dahak kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan di bawah pita suara. 2.4.1.4.2 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama di bagian atas dan bawah glotis



13



Gambar laring dari wanita 62 tahun yang mengalami laringitis akut 2.4.1.5 Penatalaksanaan 2.4.1.5.1



Medika mentosa: 



Antibiotika : eritromisin, anak 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, dewasa 3 x 500 mg perhari



 2.4.1.5.2



Kortikosteroid untuk mengurangi edema



Non medika mentosa: 



Istirahat berbicara / bersuara selama 2-3 hari







Menghirup udara lembab







Menghindari iritasi pada laring dan faring, dengan cara menghidari asap rokok, minum minuman dingin, makan makanan panas atau pedas



2.4.1.6 Pencegahan Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu



banyak



dan



mudah



untuk



dibersihkan,



batasi



penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi



14



abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir 2.4.1.7 Prognosis Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. 2.4.2



Laringitis kronik Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berta, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga di sebabkan oleh vocal abuse seperti berteriak-teriak atau berbicara dengan suara keras. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa. Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di



tenggorok,



sehingga



pasien



sering



mendehem



tanpa



mengeluarkan secret, karena mukosa menebal.Laringitis kronis spesifik . Yang termasuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis dan laringitis leutika. 2.4.2.1 Laringitis Tuberkulosis Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tb paru. Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap, karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. 2.4.2.1.1



Patogenesis



15



Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran



melalui



aliran



darah



atau



limfe.



Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plica vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta yang terakhir ialah sublogtik. 2.4.2.1.2



Gambaran Klinis Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu: 1) Stadium infiltrasi Yang pertama mengalami pembengkakan dan hiperemis adalah mukosa laring bagian posterior.



Kadang-kadang



pita



suara



juga



terkena, pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tuberkel semakin membesar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang, karena meregang maka akan pecah dan menimbulkan ulkus. 2) Stadium ulserasi Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan, serta dirasakan nyeri oleh pasien. 3) Stadium perikondritis Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan paling sering terkena adalah kartilago aritenoid dan epiglotis. Pada



16



stadium ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. 4) Stadium fibrotuberkulosis Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik. 2.4.2.1.3



Gejala klinis Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, selain itu terdapat gejala seperti: 



Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring







Suara parau yang berlangsung berminggu minggu,



pada



stadium



lanjut



dapat



mengakibatkan afonia 



Hemoptisis







Nyeri menelan







Keadaan umum yang buruk







Pada pemeriksaan paru ( radiologi atau pemeriksaan fisik) terdapat proses aktif tuberkulosis



2.4.2.1.4



Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan foto rontgen thoraks.



2.4.2.1.5



Terapi 



Obat anti tuberkulosis







Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol,



Streptomisin,



Pirazinamid.



Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obatobat ini.



17







Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,



Amikasin,



Kapreomisin



dan



Kanamisin.  2.4.2.1.6



Istirahat suara



Prognosis Tergantung kepada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan berobat. Bila diagnosis



ditegakkan



pada



stadium



dini



makan



prognosisnya baik. 2.4.2.2 Laringitis leutika Laringitis yang disebabkan oleh kuman T. Pallidum 2.4.2.2.1



Gambaran klinik Apabila guma pecah, maka timbul ulkus. Ulkus ini mempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menyebar dengan cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.



2.4.2.2.2



Gejala Suara parau dan batuk kronis. Disfagia timbul bila guma terdapat dekat introitus esofagus. Diagnosis ditegakkan



dari



pemeriksaan



laringoskopi



dan



pemeriksaan serologik. 2.4.2.2.3



Komplikasi Bila terjadi penyembuhan spontan dapat terjadi stenosis laring, karena terbentuk jaringan parut.



2.4.2.2.4



Terapi 



Penisilin dosis tinggi







Pengangkatan sekuester



18







Bila terdapat sumbatan laring karena stenosis, dilakukan trakeostomi



1.



laringitis akut Rhinovirus



1.



Laringitis kronis Infeksi bakteri



2.



Parainfluenza virus



2.



Infeksi tuberkulosis



3.



Adenovirus



3.



Sifilis



4.



Virus mumps



4.



Leprae



5.



Varisella zooster virus



5.



Virus



6.



Penggunaan asma inhaler



6.



Jamur



7.



Penggunaan suara berlebih dalam 7.



Actinomycosis



pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka 8. umum Mengajar 9.



Penggunaan suara berlebih



8.



Alergi



10.



Faktor lingkungan seperti asap,



9.



Streptococcus grup A



debu



10.



Moraxella catarrhalis



11.



11.



Gastroesophageal refluks



granulomatosis, amiloidosis



Alergi



Penyakit



sistemik



:



12.



Alkohol



13.



Gatroesophageal refluks



wegener



BAB III KESIMPULAN 19



Banyak penyakit infeksi pada laring yang dapat berakibat sumbatan pada jalur pernafasan, maka dari itu penyakit-penyakit ini harus cepat terdiagnosa dengan cara melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, termasuk pemeriksaan



penunjang



dan



laboratorium



untuk



mencegah



komplikasi-



komplikasi dari sumbatan tersebut termasuk kematian. Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti sebabnya, besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan usia pasien. Pasien biasanya datang dengan berbagai macam keluhan seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara, disfagia, odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga stridor. Diagnosa laringitis kronis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari. Biasanya disebabkan oleh iritasi asap rokok, sehingga pasien diminta untuk berhenti merokok dan menghindari asap rokok disekitarnya. Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau keparahan penyakit, diagnosa dini, dan tepatnya penatalaksanaan.



20



DAFTAR PUSTAKA 1. Bambang Hermani, Syahrial M Hutauruk. 2008. Disfonia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 231-234. 2. Brandwein-Gensler, Majorie. 2008. Laryngeal Pathology. In:Van De Water Thomas R. , Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York:Thieme. 3. Cody R, Thane. Kern B. Lugene, Pearson W. Bruce. Serak dan Kelainan Suara. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Alih bahasa Samsudin Sonny, Editor, Adrianto Petrus, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 4. Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI. 5. Lee, K. 2003. Essential Otolaryngology, Head and Neck surgery. Edisi ke delapan. McGrawl-Hill.



21