LBM 1 Herbal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SGD 4 HERBAL LBM 1 KRITERIA DAN REGULASI OBAT TRADISIONAL STEP 1 Obat tradisional  Bahan atau ramuan bahan yg berupa bahan tumbuhan, hewani, mineral, sediaan bisa sarian (galenik) atau campuran dari bahan tsb yg secara turun temurun telah digunakan dalam pengobatan, berdasarkan pengalaman. Jamu  Produk ramuan bahan alam asli Indonesia untuk kesehatan, mencegah penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan dan kebugaran.  Belum dibuktikan secara ilmiah, tapi dipercaya orang berdasarkan pengalaman empirik. STEP 2 1. Apa saja macam-macam obat tradisional? Bedanya apa? 2. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes? 3. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional? 4. Apa saja kelebihan dan kelemahan obat tradisional? 5. Apa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional? 6. Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional? 7. Apa saja uji untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional/herbal?



STEP 3 1. Apa saja macam-macam obat tradisional? Bedanya apa?  Macam-macam a. Jamu (ada ranting, lingkaran hijau) Kriteria: - Aman, sesuai ketentuan yg sudah disyaratkan - Klaim khasiat dibuktikan berdasar data empiris - Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku  Uji secara klinik (4 fase: 1) untuk mengetahui efek pada manusia, 2) dosisnya: untuk 100-200 manusia, 3) untuk terapi: pada pasien, 4) dipasarkan),  sebelumnya preklinik dlu, ujinya uji toksisitas.



b. Obat herbal terstandar (3 pasang jari2 daun): obat tradisional yg disajikan dari ekstrak/penyaringan, dari tanaman obat/hewani/mineral Kriteria: - Aman, sesuai ketentuan - Klain dibuktikan secara ilmiah/preklinik - Telah dilakukan standarisasi trhadp bahan baku yg digunakan - Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku c. Fitofarmaka (jari2 daun, seperti rangka segi 6, dilingakari warna hijau): bentuk obat tradisional yg disejajarkan dg obat modern, karena sudah terstandar dan ditunjak bukti klinik pada manusia. Kriteria: - Aman, sesuai persyaratan - Klaim khasiat dibuktikan berdasar uji klinik - Telah dilakukan standarisasi trhdp bahan baku pada produk jadi - Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku  Obat tradisional termasuk obat herbal. Obat herbal: obat tradisional, obat bahan alam, obat asli.  Obat tradisonal: asli dari negara itu sendiri, turun temurun  Obat bahan alam: belum diapa2in  Obat asli: dari bahan alam, ramuan dan pembuktian khasiat berdasarkan masyarakat, pengetahuan tradisioanal.



 Regulasi obat tradisional??? - Mulai dari yg belum diketahui khasiatnya secara ilmiah (jamu)  uji preklinik (OHT)  fitofarmaka (uji klinik)  bisa digunakan. -



OHT Persyaratan Logo/tulisan Bahan baku; syarat mutu Syarat uji Kriteria Persyaratan mutu: bahan utama, bahan tambahan Produk jadi Cara pembuatan Cara pengujian obat tradisional Spesifikasi produk jadi Bentuk sediaan



FITOFARMAKA -



Persyaratan Logo/tulisan Bahan baku; syarat mutu Isi ramuan/komposisi Bentuk sediaan: topikal, oral Standar fitofarmaka Khasiat: dengan istilah medis Kriteria Syarat uji: dasar pemikiran, Tujuan uji fitofarmaka, Tahapan uji - Syarat2 uji klinik - Daftar OT yg harus dikembangkan menjadi fitofarmaka - Persyaratan mutu: bahan utama, tambahan - Produk jadi - Cara pembuatan - Cara pengujian OT - Spesifikasi produk jadi 2. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes? a. Sudah tergolong fitofarmaka b. Jaminan kualitas, bahan produksi akhir harus memenuhi kestabilan kandungan aktif c. Jaminan keamanan, produk akhir harus aman, tdak toksik pada hewan, preklinik, maupun manusia d. Jaminan efikasi, produk akhir harus menunjukkan aktivitas biologis pada uji preklinik, hewan coba, dan uji klinik pada manusia. OT yg boleh diedarkan harus memenuhi kriteria a. Menggunakan bahan yg memenuhi persyarakatn keamanan dan mutu b. Dibuat dg menerapkan cara pembuatan obat tradisional yg baik (CPOTB) c. Memenuhi persyaratan farmakope herbal Indonesia/ yg lain yg diakui d. Berkhasiat yg dibuktikan secara empiris turun-temurun, dan/atau secara ilmiah e. Penandaan berisi informasi yg objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. OT dilarang mengandung: - Etil alkohol > 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yg pemakaiannya dg pengenceran - Bahan kimia obat yg merupakan hasil isolasi/sintetik yg berkhasiat obat - Obat narkotika/psikotropika



-



Bahan lain berdasarkan pertimbangan kesehatan / berdasarkan penelitian bisa menyebabkan/membahayakan kesehatan.



Obat tradisional tidak boleh ada bahan sintetik. 3. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional? a. Permenkes No 007 tahun 2012 tentang Registrasi obat tradisional Bab I: ketentuan umum - Isi tentang frase/kata2 yg ada di permenkes Bab II: izin edar Bab III: syarat registrasi Bab IV: tata cara registrasi Bab V: evaluasi kembali Bab VI: kewajiban pemegang nomor izin edar Bab VII: sanksi Bab VIII: ketentuan peralihan Bab IX: ketentuan penutup  27 pasal  Cari lagi yaaa...., dibaca!!! b. 4. Apa saja kelebihan dan kelemahan obat tradisional? Kelebihan a. Memiliki efek samping yg saling mendukung jika berada dalam 1 ramuan yg berbeda b. Memiliki efek samping yg relatif rendah c. Pada 1 tanaman memiliki > 1 efek farmakologi d. Sesuai pada penyakit yg diakibatkan pertukaran zat didalam tubuh dan genetik e. Murah, f. mudah digunakan, tergantung sediaannya sediaan yg tidak boleh: - intravaginal - supositoria, kecuali untuk wasir. - tetes mata - parenteral sediaan yg tersedia? Beserta contohnya, gambarnya juga... :P -



Kapsul Sirup



- Serbuk - Pil - Salep g. mudah didapat h. sudah dikenal dan dipercaya masyarakat Kelemahan a. Takaran harus tepat, ok bisa jadi toksik b. Harus tepat memilih jenis obat sesuai riwayat penyakitnya. c. Beberapa spesifitasnya masih rendah d. Beberapa efek samping belum diketahui dg jelas e. Beberapa kadar zat belum jelas f. Efikasi belum jelas. 5. Apa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional?  Obat kimia: satu kandungan senyawa no 1



Kimia sintetik satu



OT banyak



2



perbedaan Kandungan senyawa Zat aktif



jelas



3 4



mutu keamanan



Bisa dikendalikan Pasti sudah melalui uji preklinik dan klinik  aman



Ada yg jelas, ada jg yg belum diketahui Masih sulit dikendalikan Jamu dan OHT  belum tentu aman Fitofarmaka: bisa aman ok sudah diuji Diarahkan pada sumber penyakit dan perbaikan fungsi organ yg rusak Rekonstruktif, kuratif Mencegah penyakit, pemulihan penyakit komplikasi Lebih lambat



5



Lebih diarahakn utk menghilangkan gejala



6 7



Sifat



Simptomatis, paliatif Untuk penyakit akut



8



Reaksi didalam tubuh



lebih cepat



9 Persamaan dan perbedaan jamu, Oht, fitofarmaka (dibuat tabel) Persamaan: izin edar, kriteria, syarat bahan baku, persyaratan mutu, produk jadi, cara pembuatan, cara pengujian OT, spesifikasi, produk jadi



Perbedaan: syarat bahan baku, kriteria (klaim, jenis klain), uji penelitian dalam isi ramuan, logo dan penggunaan



-



OT yg tidak perlu memiliki izin edar Larangan bahan-bahan (nama simplisia (nama umum dan nama ilmiah) 6. Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional? Lapis pertama: dari produsen OT, harus sesuai standar mutu mulai dari bahan baku, alat produksi Lapis kedua: dari pemerintah, membuat regulasi dan peraturan untuk mencegah obat berbahaya beredar, membuat BPOM. Lapis ketiga: masyarakat, harus punya pengetahuan dan kesadaran tentang obat yg sesuai dg penyakitnya.



7. Apa saja uji untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional/herbal? a. Uji preklinik; pada hewan coba 1) Uji farmakologi 2) Uji farmakodinamik: efek obat didalam tubh 3) Uji toksisitas: mengetahui seberapa toksik bahan tersebut; kadar toksik b. Uji klinik; pada manusia 1) Fase 1: untuk mengetahui efek pada manusia pada orang sehat 2) Fase 2: untuk mengetahui dosisnya; untuk 100-200 orang 3) Fase 3: untuk terapi: pada pasien, RCT 4) Fase 4: dipasarkan, dan dievaluasi lagi



STEP 4 MAPPING OBAT TRADISIONAL



OHT



JAMU



persyarata n



Persamaa n



Perbedaa n



HERBAL STANDAR



Penggunaan dalam yankes



formal



STEP 7 1. Apa saja macam-macam obat tradisional? Bedanya apa?



informal



PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL



BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. http://www.binfar.depkes.go.id/dat/Permenkes_0072012_Registrasi_Obat_Tradisional1.pdf -



Sediaan galenik adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. - Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 600°C.  Regulasi obat tradisional??? JAMU  Jamu adalah obat tradisional Indonesia.  Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.  Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah: a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. b) Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu. c) Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. d) Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.  (1) Jamu harus memenuhi kriteria: a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;



b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.  (2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku. KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : HK.00.05.4.2411



Tentang



KETENTUAN POKOK PENGELOMPOKAN DAN PENANDAAN OBAT BAHAN ALAM INDONESIA



Pasal 2 Jamu harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional



dan



tingkat



pembuktiannya



yaitu



tingkat



pembuktian umum dan medium; Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata – kata : “ Secara tradisional digunakan untuk …”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.



Pasal 5 (1). Kelompok Jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU” sebagaimana contoh terlampir; (2). Logo



sebagaimana



“RANTING



DAUN



dimaksud



TERLETAK



pada



DALAM



Ayat



(1)



berupa



LINGKARAN”,



dan



ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus/brosur : (3). Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo; (4). Tulisan “JAMU” sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”;



-



-



OHT Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi Persyaratan Logo/tulisan Pasal 7



(1). Obat Herbal Terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal



1 butir b harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” sebagaimana contoh terlampir; (2). Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “JARI – JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah /pembungkus /brosur; (3). Logo (jari – jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo; (4). Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang dimaksud pada Ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok



kontras



dengan



tulisan



“OBAT



HERBAL



TERSTANDAR”.



-



Bahan baku; syarat mutu Syarat uji Kriteria Pasal 3



Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.



-



Persyaratan mutu: bahan utama, bahan tambahan Produk jadi Cara pembuatan Cara pengujian obat tradisional Spesifikasi produk jadi Bentuk sediaan



FITOFARMAKA -



Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.



-



Persyaratan Logo/tulisan Bahan baku; syarat mutu Isi ramuan/komposisi Bentuk sediaan: topikal, oral Standar fitofarmaka Khasiat: dengan istilah medis Kriteria Pasal 8



(1). Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1



butir



c



harus



mencantumkan



logo



dan



tulisan



“FITOFARMAKA” sebagaimana contoh terlampir; (2). Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “JARIJARI



DAUN



(YANG



KEMUDIAN



MEMBENTUK



BINTANG)



TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah /pembungkus / brosur; (3). Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo; (4). Tulisan “FITOFARMAKA” yang dimaksud pada Ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di



atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.



Pasal 4 Fitofarmaka harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik; c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.



-



Syarat uji: dasar pemikiran, Tujuan uji fitofarmaka, Tahapan uji Syarat2 uji klinik Daftar OT yg harus dikembangkan menjadi fitofarmaka Persyaratan mutu: bahan utama, tambahan Produk jadi Cara pembuatan Cara pengujian OT Spesifikasi produk jadi



Jenis-jenis Obat Tradisional yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka Lampiran Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 tentang daftar obat tradisional yang harus menjadi Fitofarmaka • Antelmintik • Anti ansietas (anti cemas) • Anti asma • Anti diabetes (hipoglikemik) • Anti diare • Anti hepatitis kronis • Anti herpes genitalis • Anti hiperlipidemia • Anti hipertensi • Anti hipertiroidisme • Anti histamine



• • • • • • • •



Anti inflamasi Anti kanker Anti malaria Anti TBC Antitusif/ekspektoransia Disentri Dispepsia (gastritis) Diuretik



http://www2.pom.go.id/public/hukum_perundanga n/pdf/KRITCARA%20PENDAFT.OT.pdf http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2012/07/permenkes003-tahun2010.pdf 2. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes?  OT yg boleh diedarkan harus memenuhi kriteria Pasal 6 (1) Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu; b. dibuat dengan menerapkan CPOTB; c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui; d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah; dan e. penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan. 



OT dilarang mengandung: Pasal 7 (1) Obat tradisional dilarang mengandung: a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran; b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;



c. narkotika atau psikotropika; dan/atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan. (2) Bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan. - Tingtur?? Pasal 8 Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan: a. intravaginal; b. tetes mata; c. parenteral; dan d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir. Obat tradisional tidak boleh ada bahan sintetik. 3. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional?  Permenkes RI No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional  BAB I KETENTUAN UMUM  Pasal 1: istilah-istilah yang ada di Permenkes, 21.  BAB II IZIN EDAR  Pasal 2: izin edar; (1) - (3)  Pasal 3: berlaku  Pasal 4: yang boleh beredar tanpa izin edar (a) - (c)  Pasal 5: ketentuan ttg pasal 4 (c)  Pasal 6: kriteria OT yg dpt izin edar (1) – (2)  Pasal 7: kandungan OT yg dilarang (1) – (2)  Pasal 8: sediaan yg dilarang  BAB III PERSYARATAN REGISTRASI Bagian kesatu: Registrasi OT produksi dalam negeri  Pasal 9 Bagian kedua: Registrasi OT kontrak  Pasal 10 : (1) – (4) Bagian ketiga: Registrasi OT lisensi  Pasal 11 Bagian keempat: Registrasi OT impor  Pasal 12 (1) – (6) Bagian kelima: Registrasi OT khusus ekspor  Pasal 13: (1) – (3)  BAB IV TATA CARA REGISTRASI Bagian kesatu: Umum



Pasal 14: (1) – (3) Pasal 15: (1) – (2) Bagian kedua: Evaluasi  Pasal 16  Pasal 17: (1) – (2) Bagian ketiga: Pemberian Izin Edar  Pasal 18: (1) – (2) Bagian keempat: Peninjaun Kembali  Pasal 19: (1) – (2) Bagian kelima: Pelaksanaan izin edar  Pasal 20: (1) – (2)  BAB V EVALUASI KEMBALI  Pasal 21: (1) – (2)  BAB VI KEWAJIBAN PEMEGANG NOMOR IZIN EDAR  Pasal 22: (1) – (3)  BAB VII SANKSI  Pasal 23: (1) – (2)  BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN  Pasal 24: (1) – (3)  BAB IX KETENTUAN PENUTUP  Pasal 25  Pasal 26  Pasal 27  http://www.binfar.depkes.go.id/dat/Permenkes_0072012_Registrasi_Obat_Tradisional1.pdf 4. Apa saja kelebihan dan kelemahan obat tradisional? Kelebihan  



sediaan yg tersedia? Beserta contohnya, gambarnya juga... :P Kelebihan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. 1). Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu. a. Ketepatan takaran/dosis Daun sledri (Apium graviolens) telah diteliti dan terbukti mampu menurunkan tekanan darah, tetapi pada penggunaannya harus



berhati-hati karena pada dosis berlebih (over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengkonsumsi lebih dari 1 gelas perasan sledri untuk sekali minum. Demikian pula mentimun, takaran yang diperbolehkan tidak lebih dari 2 biji besar untuk sekali makan. Untuk menghentikan diare memang bisa digunakan gambir, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, bukan sekedar menghentikan diare bahkan akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama berhari-hari (kebebelen). Sebaliknya penggunaan minyak jarak (Oleum recini) untuk urusurus yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Demikian juga dengan pemakaian keji beling (Strobilantus crispus) untuk batu ginjal melebihi 2 gram serbuk (sekali minum) bisa menimbulkan iritasi saluran kemih. b. Ketepatan waktu penggunaan Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin, beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe puyang sepanjang masa (termasuk selama masa kehamilan).  Setelah dilakukan penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi otot pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin didalamnya.  Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan hal itu, seyogyanya bagi wanita hamil minum jamu cabe-puyang di awal kehamilan (antara 1-5 bulan) untuk menghindari resiko keguguran dan minum jamu kunir-asem saat menjelang persalinan untuk mempermudah proses persalinan.  Kasus lain adalah penggunaan jamu sari rapet terus menerus sejak gadis hingga berumah tangga dapat menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi wanita yang kurang subur karena ada kemungkinan dapat memperkecil peranakan. c. Ketepatan cara penggunaan



Daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui mengandung alkaloid turunan tropan yang bersifat bronkodilator (dapat memperlebar saluran pernafasan) sehingga digunakan untuk pengobatan penderita asma. Penggunaannya dengan cara dikeringkan lalu digulung dan dibuat rokok serta dihisap (seperti merokok). Akibat kesalahan informasi yang diperoleh atau kesalah fahaman bahwasanya secara umum penggunaan TO secara tradisional adalah direbus lalu diminum air seduhannya; maka jika hal itu diperlakukan terhadap daun kecubung, akan terjadi keracunan karena tingginya kadar alkaloid dalam darah. Orang Jawa menyebutnya ‘mendem kecubung’ dengan salah satu tandanya midriasis, yaitu mata membesar. d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar  Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang ada 3 jenis, yaitu lempuyang emprit (Zingiber amaricans L) lempuyang gajah (Zingiber zerumbert L.) dan lempuyang wangi (Zingiber aromaticum L.). Lempuyang emprit dan lempuyang gajah berwarna kuning berasa pahit dan secara empiris digunakan untuk menambah nafsu makan; sedangkan lempuyang wangi berwarna lebih putih (kuning pucat) rasa tidak pahit dan berbau lebih harum, banyak digunakan sebagai komponen jamu pelangsing.  Kenyataannya banyak penjual simplisia yang kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga kalau ditanya jenisnya hanya mengatakan yang dijual lempuyang tanpa mengetahui apakah lempuyang wangi atau yang lain.  Kerancauan serupa juga sering terjadi antara tanaman ngokilo yang di’anggap sama’ dengan keji beling, daun sambung nyawa dengan daun dewa, bahkan akhir-akhir ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria dan Kaempferia rotunda) seringkali sama-sama disebut sebagai ‘kunir putih’ yang sempat mencuat kepermukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. e. Ketepatan pemilihan TO/ramuan OT untuk indikasi tertentu Kenyataan dilapangan ada beberapa TO yang memiliki khasiat empiris serupa bahkan dinyatakan sama (efek sinergis). Sebaliknya untuk indikasi tertentu diperlukan beberapa jenis TO yang memiliki efek farmakologis saling



mendukung satu sama lain (efek komplementer). Walaupun demikian karena sesuatu hal, pada berbagai kasus ditemui penggunaan TO tunggal untuk tujuan pengobatan tertentu. Misalnya seperti yang terjadi sekitar tahun 1985, terdapat banyak pasien di salah satu rumah sakit di Jawa Tengah yang sebelumnya mengkonsumsi daun keji beling. Pada pemeriksaan laboratorium dalam urine-nya ditemukan adanya sel-sel darah merah (dalam jumlah) melebihi normal. Hal ini sangat dimungkinkan karena daun keji beling merupakan diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih. Akan lebih tepat bagi mereka jika menggunakan daun kumis kucing (Ortosiphon stamineus) yang efek diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal berkalsium. Penggunaan daun tapak dara (Vinca rosea) untuk mengobati diabetes bukan merupakan pilihan yang tepat, sebab daun tapak dara mengandung alkaloid vinkristin dan vinblastin yang dapat menurunkan jumlah sel darah putih (leukosit). Jika digunakan untuk penderita diabetes yang mempunyai jumlah leukosit normal akan membuat penderita rentan terhadap serangan penyakit karena terjadi penurunan jumlah leukosit yang berguna sebagai pertahanan tubuh. 2). Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/komponen bioaktif tanaman obat Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.



Misalnya suatu formulasi yang ditujukan untuk menurunkan tekanan darah, komponennya terdiri dari : daun sledri (sebagai vasodilator), daun apokat atau akar teki (sebagai diuretika), daun murbei atau besaren (sebagai Caantagonis) serta biji pala (sebagai sedatif ringan). Formulasi lain dimaksudkan untuk pelangsing, komponennya terdiri dari : kulit kayu rapet dan daun jati belanda (sebagai pengelat), daun jungrahap (sebagai diuretik), rimpang kunyit dan temu lawak (sebagai stomakik sekaligus bersifat pencahar). Dari formulasi ini walaupun nafsu makan ditingkatkan oleh temu lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defakasi dinetralisir oleh temulawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi proses pelangsingan sedangkan proses defakasi dan diuresis tetap berjalan sebagaimana biasa. Terhadap ramuan tersebut seringkali masih diberi bahanbahan tambahan (untuk memperbaiki warna, aroma dan rasa) dan bahan pengisi (untuk memenuhi jumlah/volume tertentu). Bahan tambahan sering disebut sebagai Coringen, yaitu c.saporis (sebagai penyedap rasa, misalnya menta atau kayu legi), c.odoris (penyedap aroma/bau, misalnya biji kedawung atau buah adas) dan c.coloris (memperbaiki warna agar lebih menarik, misalnya kayu secang, kunyit atau pandan). Untuk bahan pengisi bisa digunakan pulosari atau adas, sekaligus ada ramuan yang disebut ‘adas-pulowaras’ atau ‘adas-pulosari’.



KELEMAHAN



http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat %20tradisional.pdf 5. Apa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional?  Bikin tabel yaa  Persamaan dan perbedaan jamu, Oht, fitofarmaka (dibuat tabel) Perbeda an



Jamu



OHT



Fitofarmaka



Lamban g



Keteran gan Lamban g



 Logo



berupa Logo berupa “JARI-JARI “RANTING DAUN DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan LINGKARAN”, dan ditempatkan pada ditmpatkan pada bagian atas sebelah bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/br



•Logo berupa “JARIJARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditmpatkan pada bagian atas sebelah



kiri



dari osur. Logo tersebut wadah/pembungkus/ dicetak dengan warna hijau diatas dasar brosur. Logo putih atau warna lain tersebut dicetak yang menyolok dengan warna hijau kontras dengan warna diatas dasar putih logo. atau warna lain yang menyolok



kontras



dengan warna logo  Tulisan “JAMU” harus



jelas



dan



mudah



dibaca,



dicetak



dengan



warna hitam di atas dasar warna putih atau yang kontras Definisi



Kriteria



warna



lain



kiri dari wadah/pembungkus/br osur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna Tulisan “OBAT HERBAL logo. TERSTANDAR” harus jelas dan mudah •Tulisan dibaca, dicetak “FITOFARMAKA” harus dengan warna hitam di jelas dan mudah atas dasar warna putih dibaca, dicetak atau warna lain yang dengan warna hitam di menyolok kontras atas dasar warna putih dengan tulisan “OBAT atau warna lain yang HERBAL menyolok kontras TERSTANDAR”. dengan tulisan “FITOFARMAKA”.



menyolok dengan



tulisan “JAMU”. Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut.



•Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan •Klaim khasiat dibuktikan berdasarakan data



Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.



Sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.



•Aman dibuktikan  Aman sesuai dengna sesuai dengan persyaratan yang persyaratan yang ditetapkan telah ditetapkan  Klaim khasiat harus dibuktikan •Klaim khasiat dibuktikan secara berdasarkan uji klinik ilmiah/pra klinik  Telah dilakukan



empiris •Memenuhi persyaratan yang telah berlaku.



•Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk



standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi Memenuhi persyaratan yang telah berlaku



Peralata Peralatan sederhana n



Pembua tan



Contoh



dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari jamu



mengacu pada resep Ditunjang oleh peninggalan leluhur pembuktian ilmiah berupa penelitian tidak memerlukan praklinis. Penelitian pembuktian ilmiah ini meliputi secara uji klinis, tetapi standarisasi cukup dengan bukti kandungan senyawa empiris berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas akut maupun kronis.



Diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit. telah terstandar dgn uji klinis pada manusia.



1.JAMU GEMPUR 1.Diapet ® SOHO, OHT •Nodiar (POM FF 031 BATU (AIR MANCUR) diare (mencret) 500 361) (PT. Kimia Farma) - Sonchi fol (daun 2.Fitolac ® Kimia tempuyung). Farma, OHT laktagoga Komposisi : (pelancar ASI) - Strobilanthi fol Attapulgite 300 mg (daun kejibeling). 3.Fitogaster ® Kimia - Orthosiphonis fol Farma, OHT karminatif Psidii Folium ekstrak (daun kumis 50 mg (peluruh kentut) kucing). 4.Glucogard ® Curcumae domesticae - Phyllanthi herba Phapros, OHT diabetes Rhizoma ekstrak 7,5



(herba meniran). (kencing manis) - Imperata rad (akar alang-alang). 5.Irex Max ® Bintang - Pinnatae rad (akar Toedjoe, OHT lemah syahwat (impoten aren). aphrodisiaka) 2. JAMU SIRNA KARANG (CAP JAGO) 6.Kiranti Pegal Linu ® Orang Tua, OHT pegal - Strobilanthus linu crispus (kejibeling) - Ortosiphon stamineus (kumis kusing) - Phyllanthus niruri (meniran) - Hidrocotyle asitica (kaki kuda) - Foeniculum vulgare (adas) - Curcuma xanthorrhiza (temulawak) - Alyxia stellata (pula sari) - Plantago major (daun urat)



mg Sebagai anti diare •Rheumaneer (POM FF 032 300 351) (PT. Nyonya Meneer) Komposisi:



Curcumae domesticae 7.Kiranti Sehat Datang Rhizoma 95 mg Bulan ® Orang Tua, Rhizoma OHT sindrom prahaid Zingiberis (PMS Pre- ekstrak 85 mg menstruation Curcumae Rhizoma Syndrom) ekstrak 120 mg 8.Sehat Kuat (Chang Panduratae Rhizoma Sheuw Tian Ran Ling ekstrak 75 mg Yao) ® Daun Teratai, OHT kanker Retrofracti Fructus (neoplasma ganas) ekstrak 125 mg 9.Lelap ® SOHO, OHT Sebagai anti reumatik gangguan tidur (hipnotika) •Stimuno (POM FF 041 300 411, POM FF 10.Teh Songgolangit ® 041 600 421) Songgolangit Herbal Surabaya, OHT (PT. Dexa Medica) rematik Komposisi: 11.Stop Diar Plus ® Air Mancur - Wonogiri, Phyllanthi Herba OHT diare (mencret) ekstrak 50 mg 12.Virugon Cream ® Sebagai Konimex, OHT herpes imunomodulator (dompo) •Tensigrad Agromed 13.Tolak Angin ® Sido ( POM FF 031 300 031, Muncul, OHT masuk



angin POM FF 031 300 041) (PT. Phapros) Komposisi: Apii Herba ekstrak 95 mg Sebagai anti hipertensi •X-Gra (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021) (PT. Phapros) Komposisi: Ganoderma 150 mg Eurycomae mg



lucidum



Radix



50



Panacis ginseng Radix 30 mg Retrofracti Fructus 2,5 mg Royal jelly 5 mg  Persamaan: izin edar, kriteria, syarat bahan baku, persyaratan mutu, produk jadi, cara pembuatan, cara pengujian OT, spesifikasi, produk jadi  Perbedaan: syarat bahan baku, kriteria (klaim, jenis klain), uji penelitian dalam isi ramuan, logo dan penggunaan  OT yg tidak perlu memiliki izin edar BAB II IZIN EDAR Pasal 2 (1) Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar.



(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Badan. (3) Pemberian izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan. Pasal 4 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terhadap: a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong; b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan tradisional; c. obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan. Pasal 3 PERATURAN BPOM RI NO: HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap : a. obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan untuk penelitian; b. obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas; c. obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas; d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong; e. bahan baku berupa simplisia dan sedíaan galenik.  Larangan bahan-bahan (nama simplisia (nama umum dan nama ilmiah)



http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/ 833/4/BK2008-G105.pdf 6. Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional?



7. Apa saja uji untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional/herbal? NO 1



OBAT TRADISIONAL JAMU



PENGUJIAN mengacu pada resep peninggalan leluhur tidak



memerlukan



pembuktian



ilmiah



secara



klinis,



uji



tetapi cukup dengan



2



OHT



bukti empiris uji praklinik. Dari uji diperoleh informasi penting tentang efikasi farmakologi, profil farmakokinetik, dan toksisitas calon obat. Uji praklinik adalah pengujian obat pada reseptor kultur sel terisolasi atau organ yang terisolasi. Setelah itu diuji pada hewan utuh seperti mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui efek toksik obat pada dosis pengobatan. Selain itu toksisitas merupakan cara mengevaluasi kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenesitas), pertumbuhan tumor (onkogenisitas dan karsinogenisitas), dan kejadian cacat waktu lahir. Selain uji pada hewan, juga dikembangkan uji in vitro untuk menentukan khasiat obat. Contohnya, uji aktivitas enzim, uji



antikanker menggunakan cell line, uji antimikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi. Jika



sudah



dinyatakan manfaat



memiliki



dan



pada



hewan



percobaan,



bahan



obat



diuji



manusia. disebut 3



FITOFARMAKA



aman



ke



Uji dengan



itu uji



klinik. Uji klinik Adalah



pengujian



pada manusia, untuk mengetahui



atau



memastikan



adanya



efek



farmakologi



tolerabilitas, keamanan



dan



manfaat klinik untuk pencegahan penyakit atau



pengobatan



segala penyakit. Peraturan Menteri Kesehatan



Republik



Indonesia,



No:



760/Menkes/PER/IX/1 992 Fitofarmaka Uji klinis



tentang



Uji klinis fase 1 : untuk



melihat



keamanan



dan



tolerasnsi



yang



dilakukan



terhadap



sukarelawan



yang



sehat. Uji klinis fase 2 : terhadap



sejumlah



pasien di RS untuk menggunakan keputusan



arah



penggunaan



dan



dosis serta uji khasiat dan



keamanan



terhadap pasien. Uji klinis fase 3 : terhadap



pasien



dalam jumlah besar. Uji klinis fase 4 : melihat efek setelah di pasarkan Tahap-tahap Pelaksanaan  Merencanakan fitofarmaka



tahap-tahap termasuk



pelaksanaan



formulasi,



uji



uji



farmakologik



eksperimental dan uji kimia.  Melaksanakan uji klinik fitofarmaka  Melakukan evaluasi hasil uji klinik fitofarmaka  Menyebar luaskan informasi tentang hasil informatika



kepada



mempublikasikan



masyarakat



pengujian



yang



klinik



uji



(peneliti dilakukan



klinik boleh dengan



memperhatikan kode etik publikasi ilmiah)  Memantau penggunaan dan kemungkinan timbulnya efek samping fitofarmaka. Tahap-tahap Pengembangan



 Pemilihan jenis obat tradisional yang akan mengalami pengujian



dan



pengembangan



kearah



fitofarmaka



berdasarkan prioritas yang digariskan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.  Pengujian Farmakologik  Pengujian Toksisitas a. Toksisitas akut waktunya 24 jam b. Toksisitas sub akut waktunya 4 minggu – 3 bulan c. Toksisitas kronik waktunya >3 bulan    



Pengujian Farmakodinamik Pengembangan sediaan (formulasi) Penapisan Fitokimia dan standarisasi sediaan Pengujian klinik



Prof Dr Ellin Yulinah, Farmakolog Institut Teknologi Bandung. http://www.trubus-online.co.id/mod.php? mod=publisher&op=printarticle&artid=1467 Dari segi pengujian : Secara garis besar ada 5 tahapan uji klinik obat 1. Farmakologi & toksikologi, untuk menentukan batas keamanan dan efektivitas obat. Dilakukan terhadap hewan (biasanya mencit, tikus dan kera). Pada hewan, dalam penelitian pra-klinik, telah diteliti sifat-sifat farmakologik suatu obat baru. 2. Fase 1 - untuk mengetahui apa efek obat itu di dalam tubuh manusia. Tujuan penelitian fase ini ialah meneliti sifat-sifat farmakologik obat tsb. sehingga tercapai efek terapetik maksimum. Biasanya dilakukan terhadap 50-150 sukarelawan yang sehat. 3. Fase 2 - untuk menentukan dosis terapi si obat. Tujuan utama dari percobaan-percobaan di sini ialah meneliti apakah suatu obat baru berguna untuk satu (atau lebih) indikasi klinik. Dilakukan terhadap 100-200 pasien. 4. Fase 3 - untuk memastikan efek terapi, efek samping dan keamanan. Yang dipakai sebagai pembanding adalah obat standar dan placebo. Keputusan untuk memasuki fase 3 diambil bila para peneliti yakin bahwa rasio manfaat : risiko obat itu dapat diterima. Pasien yang



dilibatkan biasanya 50-5000 orang. Uji ini mutlak perlu untuk registrasi obat baru ke FDA. 5. Fase 4 - uji klinik setelah obat dipasarkan, jika diminta oleh badan yang berwenang. Dapat dikatakan bahwa fase 4 mencakup semua penelitian yang dilakukan setelah obat baru mendapat izin untuk pemasarannya. Oleh sebab itu penelitian fase 4 harus di-disain untuk mengungkapkan: Efek samping akibat penggunaan kronik; Manfaat obat dalam penggunaan jangka panjang; Data-data komparatif lainnya dalam penggunaan jangka panjang; Nonresponder; Penggunaan-penggunaan baru dan indikasi baru; Penilaian kemungkinan penyalahgunaan obat; Penilaian kemungkinan penggunaan obat secara berlebihan; Interaksi obat dan kompatibilitasnya dengan zat-zat lain. http://www.kalbe.co.id/index.php? mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=141



Berkurangnya respons thdp obat akibat pemberian berulang Toleransi terjadi: berkurangnya konsentrasToleransi konsentrasi obat di reseptor berkurangnya respons dari reseptor terhadap konsentrasi obat yang sama







Toleransi : peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutiknya yang sama  Macam-macan toleransi : a) Toleransi primer (bawaan) b) Toleransi sekunder : timbul setelah menggunakan obat selama waktu tertentu



c)



Toleransi silang : terjadi antara zat-zat yang mempunyai struktur kimia serupa  Habituasi : kebiasaan dalam mengkonsumsi obat  Adiksi : adanya ketergantungan jasmani dan bila pengobatan dihentikan menimbulkan efek yang hebat



Bagaimana terjadinya Pada orang-orang gangguan medis/psikis untuk obat-obat



toleransi obat? yang memulai penggunaan obat karena ada sebelumnya, penyalahgunaan obat terutama psikotropika, dapat berangkat dari



terjadinya toleransi, dan akhirnya ketergantungan. Menurut konsep neurobiologi, istilah ketergantungan (dependence) lebih mengacu kepada ketergantungan fisik, sedangkan untuk ketergantungan secara psikis istilahnya adalah ketagihan (addiction). Pada bagian ini akan dipaparkan secara singkat tentang toleransi obat. Toleransi obat sendiri dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : toleransi farmakokinetik, toleransi farmakodinamik, dan toleransi yang dipelajari (learned tolerance). Toleransi farmakokinetika adalah perubahan distribusi atau metabolisme suatu obat setelah pemberian berulang, yang membuat dosis obat yang diberikan menghasilkan kadar dalam darah yang semakin berkurang dibandingkan dengan dosis yang sama pada pemberian pertama kali. Mekanisme yang paling umum adalah peningkatan kecepatan metabolisme obat tersebut. Contohnya adalah obat golongan barbiturat. Ia menstimulasi produksi enzim sitokrom P450 yang memetabolisir obat, sehingga metabolisme/degradasinya sendiri ditingkatkan. Karenanya, seseorang akan membutuhkan dosis obat yang semakin meningkat untuk mendapatkan kadar obat yang sama dalam darah atau efek terapetik yang sama. Sebagai tambahan infromasi, penggunaan barbiturate dengan obat lain juga akan meningkatkan metabolisme obat lain yang digunakan bersama, sehingga membutuhkan dosis yang meningkat pula. Toleransi farmakodinamika merujuk pada perubahan adaptif yang terjadi di dalam system tubuh yang dipengaruhi oleh obat, sehingga respons tubuh terhadap obat berkurang pada pemberian berulang. Hal ini misalnya terjadi pada penggunaan obat golongan benzodiazepine, di mana reseptor obat dalam tubuh mengalami desensitisasi, sehingga memerlukan dosis yang makin meningkat pada pemberian berulang untuk mencapai efek terapetik yang sama. Toleransi yang dipelajari (learned tolerance) artinya pengurangan efek obat dengan mekanisme yang diperoleh karena adanya pengalaman terakhir. Kebutuhan dosis obat yang makin meningkat dapat menyebabkan ketergantungan fisik, di mana tubuh telah beradaptasi dengan adanya obat, dan akan menunjukkan gejala putus obat (withdrawal symptom) jika penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan obat tidak selalu berkaitan dengan obat-obat psikotropika, namun dapat juga terjadi pada obat-obat non-psikotropika, seperti obat-obat simpatomimetik dan golongan vasodilator nitrat. Di sisi lain, adiksi atau ketagihan obat ditandai dengan adanya dorongan, keinginan untuk menggunakan obat walaupun tahu konsekuensi negatifnya. Obat-obat yang bersifat adiktif umumnya menghasilkan perasaan euphoria yang kuat dan reward,yang membuat orang ingin menggunakan dan menggunakan obat lagi. Adiksi obat lama kelamaan akan membawa orang pada ketergantungan fisik juga. Bagaimana mekanisme terjadinya adiksi ? Untuk menjelaskan tentang adiksi, perlu dipahami dulu istilah system reward pada manusia. Manusia, umumnya akan suka mengulangi perilaku yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang



menyebabkan rasa menyenangkan tadi dikatakan memiliki efek reinforcement positif. Reward bisa berasal secara alami, seperti makanan, air, sex, kasih sayang, yang membuat orang merasakan senang ketika makan, minum, disayang, dll. Bisa juga berasal dari obatobatan. Pengaturan perasaan dan perilaku ini ada pada jalur tertentu di otak, yang disebut reward pathway. Perilaku-perilaku yang didorong oleh reward alami ini dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk survived (mempertahankan kehidupan).