Leukimia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Leukemia adalah istilah umum untuk sekelompok penyakit dimana ada proliferasi sel darah putih abnormal yang tidak terkontrol. Diperkirakan bahwa kelainan leukemia pada dasarnya adalah bentuk kanker yang menyerang jaringan di sumsum tulang, limpa dan kelenjar getah bening yang memproduksi sel darah putih (leukosit) (Fishbein's Illustrated Medical dan Health Encyclopedia). Leukemia adalah kanker darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang menghasilkan sel darah. Leukemia bisa terjadi bila ada masalah dengan produksi sel darah. Biasanya mempengaruhi leukosit, atau sel darah putih. Hal ini kemungkinan besar akan mempengaruhi orang berusia di atas 55 tahun, tapi juga merupakan kanker paling umum pada mereka yang berusia di bawah 15 tahun. Di Amerika Serikat, 62.130 orang diperkirakan menerima diagnosis leukemia pada 2017, dan sekitar 24.500 kematian kemungkinan terjadi karena penyakit ini. Leukemia akut berkembang dengan cepat dan memburuk dengan cepat, namun leukemia kronis memburuk seiring berjalannya waktu. Leukemia merupakan kanker pada jaringan pembuluh darah yang paling umum ditemukan pada anak (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008; American Cancer Society, 2009). 2. Perumusan Masalah 2.1 Klasifikasi Leukimia 2.2 Leukimia Limfoblastik Akut 2.3 Proses terjadi Leukimia Limfoblastik Akut 2.4 Penjelas secara biokimia (sel) dalam Leukimia Limfoblastik Akut 3. Tujuan Penulisan Dari perumusan masalah yang kami buat, tujuan penulisan makalah kami adalah untuk mengetahui dasar-dasar mengenai sel darah putih dan munculnya leukemia, mengtahui hubungan antara penyakit leukemia



dengan ilmu biokimia dan proses biokimia



terjadinya leukemia.



1|Acute Lymphoblastic Leukemia



BAB II ISI & PEMBAHASAN I.



Leukimia 1.1. Definisi Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. 1.2. Klasifikasi Leukimia 1.2.1. Acute Leukemia Acute leukemia biasanya bersifat agresif, dimana proses keganasan terjadi di hemopoietic stem cell atau sel progenitor awal. Perubahan genetika diduga berperan pada sistem biokimia yang menyebabkan peningkatan laju proliferasi, a. Acute Myelogenous Leukemia (AML) AML adalah penyakit keganasan sumsum tulang dimana sel-sel prekursor



hemopoietik



terperangkap



di



fase



awal



perkembangannya. Kebanyakan subtipe dari AML dibedakan dari kelainan darah lainnya berdasarkan jumlah blast yang berada di sumsum tulang, yaitu sebanyak lebih dari 20%. b. Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) ALL adalah penyakit keganasan klonal sumsum tulang dimana prekursor



awal



limfoid



berproliferasi



dan



menggantikan



kedudukan sel-sel hemopoietik di sumsum tulang. Hal ini akibat ekspresi gen abnormal, paling sering akibat translokasi kromosom. Karena limfoblast menggantikan posisi komponen-komponen sumsum tulang normal, terjadi peningkatan signifikan terhadap produksi sel-sel darah normal. Selain di sumsum tulang, sel-sel ini juga berproliferasi di hati, limpa dan nodus limfetikus. 1.2.2. Chronic leukemia a. Chronic Myeloid Leukemia (CML) 2|Acute Lymphoblastic Leukemia



CML adalah salah satu myeloproliferative disorder yang ditandai dengan



peningkatan



proliferasi



sel-sel



granulositik



tanpa



kehilangan kemampuan berdiferensiasi. Selain itu, gambaran darah perifer menunjukkan peningkatan jumlah granulosit dan prekursor imaturnya termasuk beberapa jenis sel blast. CML merupakan satu dari beberapa kanker yang disebabkan oleh mutasi genetik tunggal. Lebih dari 90% kasus, muncul akibat aberasi sitogenetik yang dikenal dengan sebutan Philadelphia chromosome. b. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL) CLL adalah kelainan monoklonal yang ditandai dengan akumulasi limfosit yang inkompeten secara fungsional dan progresif. Seperti kasus malignansi lainnya, penyebab pasti CLL belum diketahui. Penyakit ini merupakan penyakit yang didapat, jarang sekali ditemukan kasus familial. Onsetnya perlahan, dalam bentuk tersamar namun dengan hasil yang berbahaya dan jarang ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung jenis sel darah untuk tujuan lain. Sebanyak 25-50% pasien CLL tidak menunjukkan gejala. Pembesaran nodus limfe merupakan gambaran klinis yang paling umum terjadi. Namun pasien dengan CLL bisa saja menunjukkan gejala yang sangat beragam. II.



Leukimia Limpoblastik Akut Pada makalah ini kami membahas mengenai Leukimia Limpoblastik Akut atau pada bahasan sebelumya lebih dikenal dengan Acute Lymphotic Leukemia (ALL) merupakan salah satu golongan jenis kanker. Diakibatkan oleh proliferasi sel darah putih secara ganas dan berlebihan pada sel darah. Dimana proliferasi sel darah putih ini berasal dari sel prekursor limfoid dimana 80% kasus berasal dari sel limfosit B dan sisanya dari sel limfosit T. Keganasan ini bisa terjadi pada stase manapun pada saat proses diferensiasi sel leukosit (Howard dan Hamilton, 2008). Leukemia Limpoblastik Akut merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan pada anak usia 2-5 tahun (Permono dan Ugrasena, 2010) dan akan terus meningkat seiring berkembangnya usia. Pada kasus LLA anak, tingkat kesembuhan



3|Acute Lymphoblastic Leukemia



dengan pengobatan kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80% sedangkan pada orang dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena banyaknya pengobatan yang mengalami multi-drug resistance (MDR) (Howard dan Hamilton, 2008). 2.1. Etiologi Leukimia Limpoblastik Akut Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada penelitian terbaru yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan atau bakteri (Permono dan Ugrasena, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang membantu meningkatkan angka kejadian LLA seperti faktor lingkungan, faktor genetik dan faktor paparan terhadap radiasi pada saat sedang dalam kandungan maupun pada saat kanak-kanak. Selain itu, infeksi virus Epstein – Barr serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian LLA pada negara berkembang (Tubergen dan Bleyer, 2007). Proses pematangan limfoid sangat dikontrol oleh proses aktivasi dari faktor seleksi dan transkripsi. Leukemia Limfoblastik Akut mewakili sekelompok kanker sel limfoid B / T-prekursor yang timbul dari perubahan genetik yang menghalangi diferensiasi limfoid dan mendorong proliferasi sel yang menyimpang dari kelangsungan hidup. Dengan kemajuan terbaru dalam rangkaian urutan generasi berikutnya, kami menemukan mutasi baru yang mempengaruhi limpfosis normal yang secara signifikan berkesinambungan, serta perubahan epigenetik. Data yang diperoleh dengan cara ini membantu dalam evaluasi prognosis pada pasien secara individu, tetapi yang terpenting juga dalam memasukkan terapi yang sesuai untuk kelainan mutasional. 2.2.Klasifikasi LLA Klasifikasi dari LLA terbagi atas beberapa jenis, yaitu klasifikasi berdasarkan morfologik, berdasarkan genetika, dan immunofenotip. 1. Klasifikasi French-American-British (FAB) Klasifikasi dari LLA yang digunakan oleh dunia adalah klasifikasi morfologik menurut FAB (French-American-British) yang berdasarkan atas karakteristik dari sel blas (ukuran sel, rasio sitoplasma-inti, ukuran dari inti sel, dan warna sel). 4|Acute Lymphoblastic Leukemia



• LLA-L1 Pada tipe ini, sel blas berukuran kecil dengan sitoplasma yang sempit, nukleolus tidak jelas terlihat, dan kromatin homogen. L1 merupakan jenis leukemia limfoblastik akut yang sering terjadi pada anak-anak, sekitar 70% kasus dengan 74% nya terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (Gamal, 2011). • LLA-L2 L2 terdiri dari sel blas berukuran lebih besar, ukuran inti tidak beraturan, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti, dan membrane nukleolus yang irregular serta sitoplasma yang berbeda warna. Sekitar 27% kasus LLA, didapati morfologik tipe L2 dan lebih sering terjadi pada pasien usia di atas 15 tahun (Gamal, 2011). • LLA-L3 L3 terdiri dari sel blas berukuran besar, ukurannya homogen, ukuran inti bulat atau oval dengan kromatin berbercak, anak inti banyak ditemukan, sitoplasma yang sangat basofilik disertai dengan vakuolisasi. Pada tipe ini, terjadi mitosis yang cepat sebagai pertanda dari adanya tahapan aktifitas dari makrofag (Gambar 1) (Gamal, 2011).



(Gambar 1) LLA – L1 5|Acute Lymphoblastic Leukemia



LLA – L2



LLA – L3 (Howard dan Hamilton, 2008)



2. Klasifikasi World Health Organization (WHO) Kelainan klon kromosom sekarang juga dapat diidentifikasi pada sebagian kasus dengan menghitung jumlah kromosom per sel leukemia dan hasil perhitungannya dapat digunakan sebagai penentu baik buruknya prognosis penyakit leukemia. Selain itu juga dilihat translokasi dari genetika sel itu sendiri. Pembagian dari klasifikasi berdasarkan genetika yang dipakai adalah yang diluncurkan oleh WHO.



6|Acute Lymphoblastic Leukemia



3. Klasifikasi Imunofenotip Klasifikasi berdasarkan imunofenotip dapat mengklasifikasikan leukemia sesuai dengan tahap-tahap maturasi normal yang dikenal. Klasifikasi ini membagi LLA ke dalam prekursor sel-B atau sel-T. Prekursor sel B termasuk CD 19, CD 22, CD 34, dan CD 79. Sedangkan prekursor sel T membawa imunofenotip CD 2, CD 3, CD 4, CD 5, CD 7, atau CD 8. 2.3. Patofisiologi Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya LLA seperti faktor genetika, imunologi, lingkungan, dan obat-obatan. LLA terjadi karena pada sel progenitornya mengalami abnormalitas (Gambar 2) (Roganovic, 2013).



Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses terjadinya LLA. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan pada gen ARID5B dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan diferensiasi sel limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan seperti radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta imunodefisiensi juga berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian LLA karena menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih dalam proses 7|Acute Lymphoblastic Leukemia



pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia anak-anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari LLA (Roganovic, 2013). Anakanak dengan penyakit imunodefisiensi yang diobati dengan obat - obatan yang bersifat imunosupresif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami keganasan terutama limfoma. LLA bisa saja muncul tetapi jarang. Adanya perkembangan sel kanker pada pasien immunocompromised berhubungan dengan infeksi (Roganovic, 2013).



2.4. Gejala Klinis Gejala klinis yang dialami oleh pasien LLA biasanya bervariasi. Adanya akumulasi dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsum tulang menyebabkan supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan menunjukkan kondisi dari sumsum tulang, seperti anemia (pucat, lemah, takikardi, dispnoe, dan terkadang gagal jantung kongestif), trombositopenia (peteki, purpura, perdarahan dari membran mukosa, mudah lebam), dan neutropenia (demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa). Selain itu, anoreksia dan nyeri punggung atau sendi juga merupakan salah satu tanda klinis LLA (Roganovic, 2013). Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati (hepatomegali). Pada pasien dengan LLA prekursor sel-T dapat ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013). 2.5. Diagnosic Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan memastikan diagnosis dari LLA, yaitu : 1.



Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk



8|Acute Lymphoblastic Leukemia



menegakkan diagnosis dari LLA. Pada pemeriksaan darah lengkap, dimana akan didapatkan adanya peningkatan sel darah putih/white blood cell (WBC) mencapai > 10.000/mm3 sedangkan pada 20% kasus peningkatan mencapai >50.000/mm3. Selain itu, akan ditemukan neutropenia, anemia (Hb < 10 mg/dL) normokromik dan normositik disertai



rendahnya



retikulosit,



trombositopenia



(hitung



platelet



50.000/mm3 akan mempunyai prognosis yang buruk. 3. Jenis kelamin Beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan cenderung mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki mempunyai kecenderungan untuk terjadi relaps testis, insidensi leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis, dan organomegali serta massa pada mediastinum. 4. Imunofenotipe Imunofenotipe juga berperan dalam menentukan faktor prognostik pasien LLA. Leukemia sel-B (L3) dengan antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaannya diketahui mempunyai prognosis buruk tetapi dengan pengobatan yang spesifik, prognosisnya membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang buruk dan digolongkan sebagai kelompok resiko tinggi. 5. Respon terhadap terapi



10 | A c u t e L y m p h o b l a s t i c L e u k e m i a



Respon pasien terhadap terapi dapat kita ukur dari jumlah sel blas yang ditemukan pada pemeriksaan darah tepi seminggu setelah dimulai terapi prednison. Prognosis dikatakan buruk apabila pada fase induksi hari ke 7 atau 14 masih ditemukan adanya sel blas pada sumsum tulang. 6. Kelainan jumlah kromosom LLA hiperdiploid (>50 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang baik, sedangkan LLA hipodiploid (< 45 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang buruk. Adanya translokasi t(9;22) atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis buruk.



11 | A c u t e L y m p h o b l a s t i c L e u k e m i a



BAB III KESIMPULAN & PENUTUP 1. Kesimpulan Dari informasi yang didapat dan telah dipaparkan pada Bab II, dapat disimpulkan : 1.1. Dalam biokimia kita mengenal sel yang merupakan bagian dasar dari struktur makhluk hidup. 1.2. Pada kasus Leukemia, terjadi kerusakkan sel yang spesifik. Yaitu, sel limfosit dari sel limfosit -prekusor T/B. 1.3. Penggolongan Leukimia bergantung pada tingkat kerusakkan sel dan terbagi menjadi dua, yaitu Akut & Kronik. 1.4. Pada kasus Leukimia Limfoblastik Akut yang ganas sering terjadi pada usia pediatrik (anak). Namun, tinggkat kesembuhan pada kasus pediatric lebih tinggi dibanding dewasa dikarenakan pada anak pertumbuhan imun tubuh sedang berkembang dan tingkat resistensi pada suatu obat cenderung minim. 1.5. Leukimia Limfoblastik Akut diklasifikasikan lagi berdasarkan jenis proliferasi sel darah putih yang menyimpang, yaitu tipe L1 – L2 – L3. 1.6. Penanganan / pengobatan Leukimia Limfoblastik Akut berdasarkan tingkat kerusakkan & keganasan dari proliferasi sel leukosit serta golongan penderita.



2. Penutup Sekian makalah ini kami buat. Semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat menjadi sumber pelajaran bagi semua pihak. Kami memohon maaf bila ada kesalahan kata dan penulisan. Wassalamu’alaykum. Wr. Wb



12 | A c u t e L y m p h o b l a s t i c L e u k e m i a



DAFTAR PUSTAKA



http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra023001 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4108947/#bib-021 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61941/Chapter%20II.pdf?seq uence=4&isAllowed=y http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64855/Chapter%20II.pdf?seq uence=3&isAllowed=y http://www.bloodjournal.org/content/bloodjournal/68/1/1.full.pdf?sso-checked=true



13 | A c u t e L y m p h o b l a s t i c L e u k e m i a