Lima Tipe Prosedur Analitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LIMA TIPE PROSEDUR ANALITIS Kegunaan prosedur analitis sebagai bukti audit sangat tergantung pada bagaimana auditor mengembangkan suatu ekspektasi tentang harus seperti apa suatu saldo akun atau rasio, apapun tipe prosedur analitis yang digunakan. Auditor biasanya membandingkan saldo – saldo akun dalam pembukuan klien dan rasio – rasio dengan saldo dan rasio yang diharapkan auditor dengan menggunakan satu atau lebih tipe – tipe prosedur analitis di bawah ini. Dalam prosedur analitis auditor membandingkan data klien dengan: 1. Data industri 2. Data serupa dari periode sebelumnya 3. Hasil ekspektasi yang ditentukan klien 4. Hasil ekspektasi yang ditentukan auditor 5. Hasil ekspektasi dengan menggunakan data non-keuangan Manfaat terpenting dari pembandingan dengan data industri adalah membantu dalam memahami bisnis klien dan sebagai petunjuk kemungkinan adanya kesalahan keuangan. Kelemahan terbesar pengguaan rasio industri dalam pengauditan adalah perbedaan antara informasi keuangan klien dengan perusahaan – perusahaan sejenis yang membentuk data rata – rata dari total industri



Membandingkan Data Klien Dengan Data Serupa Dari Tahun Sebelumnya Adanya



berbagai



macam



prosedur



analitis



memungkinkan



auditor



untuk



membandingkan data klien dengan data serupa dari satu atau dua tahun sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa contoh: 1. Bandingkan Saldo Tahun Ini dengan Saldo Tahun Lalu Salah satu cara untuk mempermudah pelaksanaan pengujian ini adalah dengan memasukkan hasil saldo tahun lalu setelah disesuaikan dalam kolom terpisah pada neraca dalam kertas kerja audit tahun ini dengan saldo tahun lalu, untuk menentukan lebih dini, apakah suatu akun perlu mendapat perhatian lebih besar karena ada perubahan saldo yang besar. 2. Membandingkan Detil dari Saldo Total dengan Detil yang Sama dari Tahun Lalu Dengan secara teliti membandingkan detil periode ini dengan detil yang sama dari tahun lalu, auditor sering menemukan informasi yang membutuhkan pmeriksaan lebih lanjut. Pembandingan antar detil bisa dalam bentuk detil sepanjang waktu tertentu, seperti misalnya pembandingan detil suatu utang pinjaman pada akhir thun ini dengan detil pada akhir tahun yang lalu.



3. Membandingkan Rasio – Rasio dan Hubungan dalam Persentase dengan Tahun Sebelumnya Pembanding total atau detil dengan tahun sebelumnya memiliki dua kelemahan. Pertama, pembanding semacam itu tidak mempertimbangkan perkembangan atau penurunan dalam aktivitas bisnis. Perbandingan antara data yang satu dengan lainnya tidak dilakukan seperti misalnya perbandingan antara penjualan dan harga pokok penjualan. Rasio dan hubungan persentase menetralisasi kelemahan tersebut. Auditor sering menyiapkan laporan keuangan common – size untuk satu atau beberapa tahun yang menggambarkan semua pos sebagai persentase dari suatu dasar tertentu.



Membandingkan Data Klien Dengan Harapan Yang Dibuat Klien Karena anggaran mencerminkan ekspektasi (harapan) klien untuk periode tertentu, auditor harus menyelidiki perbedaan yang paling signifikan antara anggaran dengan hasil sesungguhnya karena hal itu bisa mengandung kesalahan penyajian potensial. Tidak adanya perbedaan menujukkan bahwa kesalahan penyajian kecil kemungkinan terjadi



Membandingkan Data Klien Dengan Ekspektasi Auditor Dalam prosedur analitis jenis ini, auditor membuat suatu estimasi tentang berapa besar saldo seharusnya dengan menghubungkan saldo tersebut dengan saldo – saldo akun neraca atau akun laba rugi atau dengan membuat suatu proyeksi berdasarkan data non keuangan atau trend masa lalu.



Membandingkan Data Klien Dengan Taksiran Hasil Dengan Menggunakan Data Non Keuangan Masalah terbesar dalam penggunaan data non keuangan adalah ketelitian data. Sebaiknya jangan menggunakan perhitungan taksiran pendapatan sebagai bukti audit, kecuali bila dirasa sudah puas dengan kewajaran perhitungan jumlah kapasitas, tarif, dan rata-rata pendapatannya.



RASIO-RASIO KEUANGAN YANG LAZIM DIGUNAKAN Prosedur analitis yang digunakan auditor seringkali berupa rasio-rasio keuangan pada tahap perencanaan dan tahap review akhir dari suatu audit laporan keuangan. Apabila



digunakan rasio-rasio tersebut, auditor harus yakin dalam membuat perbandingan yang tepat. Pembandingan yang paling penting adalah pembandingan dengan tahun yang lalu dan pembandingan dengan rata-rata industri atau dengan perusahaan sejenis pada tahun yang sama. Rasio-rasio dan prosedur analitis lainnya biasanya dihitung dengan menggunakan spreadsheets dan perangkat lunak audit lainnya, sehingga data klien dan data industri selama beberapa tahun dapat diselenggarakan untuk tujuan pembandingan. Rasio-rasio dapat dihubungkan ke neraca saldo sehingga perhitungan-perhitungan akan secara otomatis dimutakhirkan apabila terjadi penyesuaian dalam laporan klien. Rasio keuangan yang lazim digunakan antara lain:



Kemampuan Membayar Kewajiban Jangka Pendek



Rasio Kas =



Kas+Surat Berharga



828



Kewajiban Lancar



13.216



Rasio Cepat =



= 0.06



Kas+Surat Berharga+Piutang Usaha Bersih



828+18.957+945



Kewajiban Lancar



13.216



51.027



Aset Lancar



Rasio Lancar = Kewajiban Lancar



13.216



= 1,57



= 3.86



Perusahaan perlu memiliki tingkat likuiditas tertentu untuk membayar kewajiban yang akan jatuh tempo dan ketiga rasio diatas digunakan untuk mengukur likuiditas tersebut. Rasio kas berguna untuk mengukur kemampuan membayar kewajiban segera. Rasio – Rasio Aktivitas Likuiditas Apabila perusahaan tidak memiliki kas dan setara kas untuk memenuhi kewajibannya, maka kunci untuk mengukur kemampuan membayar kewajiban adalah waktu yang diperlukan perusahaan untuk mengubah aset lancar yang kurang likuid menjadi kas. Hal ini diukur dengan rasio-rasio aktivitas likuiditas. Penjualan Bersih



Perputaran Piutang Usaha = Rata−rata Piutang Bruto 365 Hari



Hari Pengumpulan Piutang =Perputaran Piutang Perputaran Persediaan =



Harga Pokok Penjualan Rata−rata persediaan 365 Hari



Hari Penjualan Persediaan = Perputaran Persediaan



143.086 ((18.957+1.240)+(16.210+ 1.311))/2 365 hari 7,59 103.241 (29.865+31.600)/2 365 hari 3,36



= 7,59



= 48,09 hari = 3,36 = 108,63 hari



Kemampuan Untuk Memenuhi Kewajiban Jangka Panjang Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang tergantung pada keberhasilan operasi dan pada kemampuan untuk meningkatkan modal untuk ekspansi, serta kemampuan membayar pokok pinjaman beserta bunganya Kewajiban berbanding Ekuitas =



Total Kewajiban



13.216+25.688



Total Ekuitas



22.463



7.370



Laba Operasi



Laba Operasi berbanding Beban Bunga = Beban Bunga



2.409



= 1,73



= 3,06



Rasio kewajiban terhadap ekuitas menunjukkan seberapa banyak penggunaan kewajiban dalam pendanaan suatu perusahaan. Apabila rasio tinggi maka itu menunjukkan bahwa perusahaan telah menggunakan seluruh kapasitas untuk mendapatkan pinjaman dan tidak ada lagi peluang untuk mendapat tambahan pinjaman. Apabila terlalu rendah, maka bahwa leverage rata-rata tidak digunakan yang bisa mendatangkan manfaat bagi pemilik Rasio – Rasio Profitabilitas Kemapuan perusahaan menghasilkan kas untuk membayar utang ekspansi dan membayar



dividen,



tergantung



pada



kemampuan



perusahaan



menghasilkan



laba



(profitabilitas). Rasio profitabilitas yang paling banyak digunakan adalah laba per lembar saham (earnings per share). Auditor menggunakn rasio – rasio lain untuk memperdalam pemahaman tentang operasi. Laba Bersih



Laba per Lembar Saham = Rata−rata Saham Biasa Beredar



Persentase Laba Kotor =



Penjualan Bersih−Harga Pokok Penjaualan Penjaulan Bersih



3.934 5.000



= 0,79



143.086−103.241 143.086



7.370



Marjin Laba



Laba Operasi



= Penualan Bersih



143.086



= 27,85%



= 0.05



5.861 Laba Sebelum Pajak



Laba berbanding Aset = Total Aset Rata−rata



(61.367+60.791)/2



= 0,09



Rasio laba berbanding asset mengukur profitabilitas perusahaan secara menyeluruh. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari setiap rupiah yang tertanam dalam aset