Limfoma Hodgkin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT



A. PENGERTIAN Penyakit hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui penyebabnya yang berasal dari sistim limfatika dan terutama melibatkan nodus limfe. (Brunner and Suddarth, 2001). Penyakit hodgkin adalah gangguan malignan pada kelenjar-kelenjar limfe (Mary Baradero, dkk, 2008, 94). Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Steinberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-Steinberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. (Medicastore, 2009) Penyakit Hodgkin (Hodgkin Disease) atau Limfoma Hodgkin ialah limfoma maligna yang khas ditandai oleh adanya sel Reed Steinberg dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, sel plasma dan histiosit). (Hematologi Klinik Ringkas, 2007) Penyakit hodgkin adalah keganasan sistem limforetikular dan jaringan pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai gambaran histopatologi yang khas. (Balai Penerbit FKUI, 2001, 622). Jadi, penyakit hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang menyerang kelenjar getah bening disertai gambaran histopatologi yang khas. B. ANATOMI FISIOLOGI Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik. Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisis pembuluh ini disebut limfe. Komponen Sistem Limfatik antara lain : Pembuluh Limfe, Kelenjar Limfe (nodus limfe), limpa. tymus, sumsum Tulang.



1. Anatomi fisiologi sistem limfatik. a. Pembuluh limfe. Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dalam vili usus. Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah. Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan oleh tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi otot. Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah, membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah. Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring dan menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antibodi untuk melindungi terhadap kelanjutan infeksi. b. Kelenjar limfe (nodus limfe) Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25 mm. Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon dioksida, dan mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus banyak mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal dari cairan jaringan melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler – kapler limfe dan seterusnya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui vena. Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu reasoprbsi lemak. c. Limpa. Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan



ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah besar sel – sel darah. Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak mengandung kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit, karena di dala limpa terdapat jaringan retikulum endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat antibodi. Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi pulpa sehingga dan bercampur dengan unsur limpa. d. Thymus Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian bifurkasi trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau lebih sedikit; ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 – 40 gram dan kemudian mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan produksi antibody dan sebagai tempat berkembangnya sel darah putih. e. Bone marrow / sumsum tulang. Sumsum tulang (Bahasa Inggris : bone marrow atau medulla ossea) adalah



jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang



merupakan tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga sebagai jaringan myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putihdihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya.



Kedua



tipe



sumsum



tulang



tersebut



mengandung



banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang



dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung,tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjangfemur dan humerus. Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah. 2. Lokasi-lokasi nodus limfe. Daerah khusus, tempat terdapat banyak jaringan limfatik adalah palatin (langit mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di usus halus, apendiks dan limfa. 3. Fisiologi sistem limfatik Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut : a. Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi dalam jaringan tubuh. b. Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein didalam cairan jaringan ke dalam aliran darah. c. Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya. d. Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi. e. Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang telah dicerna, terutama lemak. 4. Mekanisme Sirkulasi Limfatik Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-vena besar yang mendekati jantung dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya isap ketika jantung mengembang dan juga gaya isap torak pada gerakan inspirasi. Tekanan timbul pada pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat kontraksi otot-otot, dan tekanan luar ini akan mendorong cairan limfe ke depan karena adanya katup yang mencegah aliran balik ke belakang. Juga terdapat tekanan ringan dari cairan jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar dari kapiler-kapiler darah. Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe yang melalui sistem limfatik, terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan akibat adanya kelebihan caiaran yang terkumpul didalamnya. Edema juga bisa terjadi akibat obstruksi vena, karena vena juga berfungsi mengalirkan sebagian cairan jaringan.



C. EPIDEMIOLOGI



Limfoma hodgkin merupakan penyakit yang relatif jarang dijumpai, hanya merupakan 1% dari seluruh kanker. Di negara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki, dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia, belum ada laporan angka kejadian limfoma hodgkin. Berdasarkan jenis kelamin, limfoma hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan laki-laki: wanita =1,2: 1. Penyakit limfoma hodgkin terutama pada orang dewasa muda antara usia 18-35 tahun dan pada orang di atas 50 tahun.(Handayani & Haribowo,2008) D. ETIOLOGI Penyebab pasti limfoma Hodgkin masih belum diketahui. Pada penyakit ini ditemukan adanya perkembangan sel B abnormal atau dinamakan sel Reed-Sternberg akibat pengaruh paparan virus epstein barr (EBV). Terkait Proses Transkripsi sel B yang terganggu. Diperkirakan aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma. Namun terdapat beberapa faktor risiko terkait timbulnya penyakit limfoma, yaitu : 1. Orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau yang mendapat terapi imunosupresan memiliki risiko tinggi untuk timbulnya limfoma. 2. Orang yang sering kontak dengan herbisida atau pestisida, misalnya petani. 3. Ada keluarga yang menderita penyakit ini. 4. Jenis kelamin laki-laki. E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY Secara pathologi, penyakit ini dikarakterisasikan oleh kehadiran sel ReedSternberg dalam Kelenjar getah bening yang secara khusus membuat dan menyimpan sel darah putih untuk memerangi infeksi. Terdapat 2 jenis lymphocytes: B lymphocytes (sel B) dan T lymphocytes (atau sel T). Sebagian besar kasus penyakit Hodgkin mulai dalam B lymphocytes. Karena jaringan getah bening dapat ditemukan di banyak bagian tubuh, maka penyakit Hodgkin dapat ditemukan hampir di mana saja dalam tubuh. Paling sering dimulai dari kelenjar getah bening di bagian atas tubuh (dada, leher, atau di bawah lengan). Hal ini akan menyebabkan penyakit Kelenjar getah bening membengkak dan nyeri tekan pada struktur terdekat, namun kelenjar getah bening juga dapat



membengkak karena berbagai alasan lain, seperti ketika tubuh memerangi infeksi. Sel kanker di dalam tubuh penderita penyakit Hodgkin sangat unik. Sel kanker tersebut adalah sel Reed-Sternberg. Sel tersebut adalah abnormal jenis B lymphocyte yang jauh lebih besar dari ukuran lymphocytes pada umumnya. Penyakit hodgkin biasanya berawal dari pembesaran nodus limfe tanpa nyeri, pada salah satu sisi leher yang menjadi sangat besar. Setiap nodus teraba kenyal dan tidak nyeri. Nodus limfe medias tinal dan retroperineal kadang membesar menyebabkan gejala penekanan berat : 1) Tekanan terhadap trakhea mengakibatkan sulit bernafas. 2) Penekanan terhadap esophagus menyebabkan sulit menelan 3) Penekanan pada saraf menyebabkan paralisis faringeal dan neuralgia brakhial, lumbal atau sakral. 4) Penekanan pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif. Akhirnya limfa menjadi teraba dan hati membesar. Pada beberapa pasien, nodus pertama yang membesar adalah yang berada diketiak atau selangkangan. (Brunner and Suddarth, 2001, 957). PATHWAY Sistem imun menurun, penyakit (HIV)



Paparan herbisida dan pestisida



Perkembangan sel B abnormal atau sel Reed-Steinberg



Transkripsi sel B terganggu



Aktivasi gen terganggu Limfosit bersifat maligna



Limfoma Hodgkin Pembesaran Nodus Limfe



Jenis kelamin dan keturunan



Penekanan Pada trakea



Penekanan pada esofagus



Penyempitan jalan nafas



Gangguan menelan



Penurunan suplay O2 ke paruparu



Perubahan Frekuensi pernafasan



Proses inflamasi



Reaksi sistim tubuh terhadap infeksi



Intake nutrisi tidak adekuat



Pembentukan ATP terganggu



kelelahan



Pola nafas tidak efektif



BB menurun



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Peningkatan suhu tubuh



Hipertermi



Sulit tidur



Gangguan Pola Tidur



Intoleransi Aktivitas Terapi / pengobatan (kemoterapi,



Penekanan pada laring



radioterapi)



Paralisis pita suara



Koping individu tidak efektif



Hambatan komunikasi verbal



Cemas



F. KLASIFIKASI Klasifikasi Histopatologi Menurut Rye, penyakit Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan karakteristik dasar jaringan yang terlihat di bawah mikroskop. 1. Tipe Limfosit Predominan (Lymphocyte Predominance) Tipe ini merupakan 3% - 5% dari kasus penyakit Limfoma Hodgkin. Gambaran mikroskopik dari tipe ini yaitu terdapat limfosit kecil yang banyak dan hanya sedikit sel Reed-Steinberg yang dijumpai. Dapat bersifat 2.



nodular atau difus. Perjalanan penyakit ini tergolong lambat. Tipe Sklerosis Noduler (Nodular Sclerosis) Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai, sekitar 40% - 69% dari seluruh penyakit Hodgkin, dimana gambaran mikroskopisnya ditandai



oleh fibrosis dan sklerosis yang luas, dimana suatu jaringan ikat mulai dari kapsul kelenjar kemudian masuk ke dalam, mengelilingi kapsul abnormal. Dijumpai sel lakuna dan sejumlah kecil sel Reed-Steinberg. Perjalanan penyakit ini tergolong sedang. Tipe Selularitas Campuran (Mixed Cellularity) Tipe ini merupakan 25%-30% dari penyakit Hodgkin. Pada gambaran



3.



mikroskopik terdapat sel Reed-Steinberg dalam jumlah yang sedang dan 4.



seimbang dengan jumlah limfosit. Tipe Deplesi Limfosit (Lymphocyte Depleted) Tipe satu ini merupakan penyakit yang jarang ditemui yaitu sekitar kurang dari 5% kasus dari Limfoma Hodgkin, namun tipe ini termasuk tipe yang cepat dan agresif. Pada gambaran mikroskopik ditemukan banyak sel Reed-Steinberg sedangkan sedikit sel limfosit. Tipe ini dibagi menjadi dua yaitu subtipe retikuler (sel Reed-Steinberg dominan dan sedikit limfosit) dan subtipe fibrosis difus (kelenjar getah bening diganti oleh jaringan ikat yang tidak teratur, dijumpai sedikit limfosit, dan sel Reed-Steinberg juga terkadang dalam jumlah yang sedikit.



Klasifikasi Stadium Klinis Menurut Ann Arbor, klasifikasi stadium klinis Penyakit Hodgkin : ·



Stadium 1 : Mengenai 1 kelenjar limfe di tempat (I) atau 1 organ ekstralimfatik (TE) ·



Stadium 2 : Mengenai 2 atau lebih dari 2 nodus limfe pada sisi yang sama dari diafragma (II) atau 1 orang ekstralimfatik (II E).



·



Stadium 3 :Mengenai nodus limfe pada kedua sisi diafragma (III) dan mengenai limpa (III S) dan organ ekstralimfatik.



·



Stadium 4 :Menyebar kesatu atau lebih dari 1 orang ekstralimfatik atau jaringanjaringan.(Mary Baradero, 2008, 95). Prosedur Penentuan Derajat Penyakit Pada setiap penderita limpoma Hodgkin harus dilakukanprosedur penentuan derajat penyakit,yaitu : 1.



Evaluasi awal, terdiri atas :



·



Anamnesis dan pemeriksaan fisik



·



Labolatorium : darah rutin, faal hati, faal ginjal, dan fosfatase alkali



·



Aspirasi / biopsi sumsum tulang, idealnya pada beberapa tempat.



2.



Evaluasi toraks, terdiri atas :



·



Foto toraks PA & lateral



·



Tomografi paru atau CT Scan toraks 3.



Evaluasi abdomen, terdiri atas :



·



Bipedal lymphangiography



·



CT Scan abdomen



·



Staging laparatomi (Untuk stage I,IIA & B, serta IIIA)



G. MANIFESTASI KLINIS Penyakit Hodgkin dapat dijumpai pada semua umur,tetapi insiden umur bersifat bimodal dengan puncakpada umur 20-30 tahun dan umur di atas 50 tahun. Gejala klinik yang dijumpai adalah : 1.



Gejala utama berupa pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, asimetrik, padat kenyal seperti karet. Urutan kelenjar yang terkena : leher (60%70%),aksila (10-15%),inguinal (6-12%),mediastinal (6-11%),hilus paru,kelenjar paraaorta dan retroperitoneal.



2.



Splenomegali dijumpai pada 35-50% kasus, tetapi jarang masif. Hepatomegali lebih jarang dijumpai.



3.



Mediastinum terkena pada 6-11% kasus,lebih sering pada tipe noduler sklerosis dan wanita muda. Dapat disertai efusi pleura dan sindrom vena cava superior.



4.



Kadang-kadang lesi muncul pada jaringan ekstranodal secara primer, yaitu pada kulit, paru, otak dan sumsum tulang belakang.



5.



Gejala konstitusional terdiri atas: a) Simptom B: demam,penurunan BB > 10% dan keringat malam. b) Demam tipe Pel-Ebstein (bersifat kontinu atau siklik): khas tapi jarang dijumpai. c) Pruritus dijumpai pada 25% kasus d) Rasa nyeri setelah minum alkohol.



H. KOMPLIKASI Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah : 1. Ketidakmampuan untuk memiliki keturunan (infertilitas) 2. Gagal fungsi hati 3. Gangguan pada paru-paru



4. Penyakit-penyakit kanker 5. Efek samping dari radiasi (seperti nausea, disfagia, esofagitis, dan hipotiroid) dan kemoterapi



(seperti



penurunan



jumlah



sel



darah,



dapat



menyebabkan



meningkatnya risiko pendarahan, infeksi, dan anemia). Sebagian kasus berkembang menjadi leukemia mieloblastik akut.(Elizabeth J. Corwin, 2000, 132). I. PEMERIKSAAN PENUNJANG Perlu dilakukan pengkajian untuk mengidentifikasi setiap lesi tumor di dalam dan di luar sistem limfatik dan keterlibatan keseluruhan tumor. 1) Uji laboratorium meliputi hitung darah lengkap, hitung trombosit, laju endap darah, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal. 2) Biopsi sumsum tulang dan scan hati dan limfa dilakukan untuk menentukan apakah organ tersebut terlibat. 3) Rontgen dada dan scan tulang pelvis



vertebra



dan



tulang



panjang. Dilakukan untuk mengidentifikasi keterlibatannya. (Brunner and Suddarth, 2001, 958). J. PENATALAKSANAAN Terapi untuk penyakit Hodgkin terdiri atas terapi spesifik dan terapi suportif. Modalitas terapi spesifik untuk penyakit Hodgkin terdiri atas : 1) Radio Terapi Radioterapi merupakan modalitas terapi utama untuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi (derajat I dan derajat II). Dapat juga diberikan untuk penyakit derajat III dan IV, tetapi dikombinasikan dengan kemoterapi jadi bersifat terapi ajuvan. Dosis radiasi adalah 4000-5000 rad. Radioterapi diberikan dengan tknik penyinaran extended field (mantle field untuklesi di atas diafragma atau inverted Y untuk di bawah diafragma) atau TNI (total nodular irradiation)untuk lesi di atas dan di bawah diafragma. 2) Kemoterapi Kemoterapi kombinasi merupakan pilihan utamuntuk penyakit derajat III dan IV, atau derajat I dan II dengan bulky disease. a.



Kombinasi kemoterapi yang paling umum dipakai. Regimen MOPP yang



terdiri dari: Mustargen (nitrogen mustard): 6 mg/m2, i.v. hari 1 s/d 8



Oncovin (Vincristine) : 1,4 mg/m2, i.v. hari 1 s/d 8 Procarbazine : 100mg/m2,oral hari 1 s/d 14 Prednison : 60-80 mg/m2/hari,oralhari 1 s/d 5 Siklus diulang setiap 4 minggu. b.



Regimen ABVD, yang terdiri dari :



Doxorubicin (Adriamycin) 25 mg/m2,IV hari 1 dan 15 Bleomycine 10 mg/m2, IV hari 1 dan 15 Vinblastine 6 mg/m2, IV hari 1 dan 15 Dacarbazine (DTIC) 275 mg/m2, IV hari 1 dan 15 c.



Kombinasi regimen MOPP dan ABVD (siklus berganti-ganti antara



MOPP dan ABVD) d.



Regimen hybrid MOPP/ABV



Regimen ABVD merupakan regimen yang paling sering digunakan saat ini. Regimen MOPP banyak ditinggalkan karena efek samping jangka panjangnya yang kurang baik, yaitu therapy related malignancies. 3) Kombinasi Radioterapi dan Kemoterapi Terapi kombinasi terdiri dari kombinasi radioterapi sebelum atau sesudah kemoterapi. Diberikan untuk penyakit derajat III atau IV, dan pada penyakit yang tergolong bulky disease, penyakit dengan simptom B yang mencolok atau penyakit yang kambuh setelah pemberian radioterapi. K. PROGNOSIS Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% klien limfoma Hodgkin stadium I atau II dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas, maka angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70%. Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi penyinaran atau kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali dalam 6-9 bulan, memiliki harapan hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita yang mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal. Kemoterapi lebih lanjut yang dikombinasikan dengan terapi penyinaran dosis tinggi dan pencangkokan sumsum tulang atau sel stem darah, bisa menolong penderita tersebut. Stadium dan Prognosis Penyakit Hodgkin



Kemungkin



untuk



(angka harapan hidup selama



Stadium Penyebaran penyakit



15 tahun tanpa penyakit lebih lanjut)



Terbatas ke kelenjar getah bening dari satu bagian I



tubuh



Lebih dari 95%



(misalnya leher bagian kanan) Mengenai kelenjar getah bening dari 2 atau lebih daerah pada sisi yang sama dari diafragma, diatas II



atau



dibawahnya 90%



(misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher dan ketiak) Mengenai III



kelenjar



getah



bening



diatas



&



dibawahdiafragma (misalnya pembesaran kelenjar getah bening di



80%



leher dan selangkangan) Mengenai kelenjar getah bening dan bagian tubuh IV



sembuh



lainnya



60-70%



(misalnya sumsum tulang, paru-paru atau hati



BAB II



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Anamnesa : Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan/penyakit masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial. Kebutuhan Dasar 1. Aktivitas/istirahat Gejala : a) Kelelahan, kelemahan atau malaise umum b) Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan c) Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak Tanda : a) Penurunan kekuatan b) Bahu merosot c) Jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan 2. Sirkulasi Gejala : a) Palpitasi b) Angina/nyeri dada Tanda : a) Takikardia, disritmia. b) Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang) c) Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut) d) Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam. 3. Integritas Ego Gejala : a) Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga b) Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati c) Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi)



d) Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja. e) Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung pada keluarga. Tanda : a) Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif 4. Eliminasi Gejala : a) Perubahan karakteristik urine dan atau feses. b) Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal) Tanda : a) Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali) b) Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali) c) Penurunan haluaran urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal). d) Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut) 5. Makanan/Cairan Gejala : a) Anoreksia/kehilangan nafsu makan b) Disfagia (tekanan pada esofagus) c) Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet. Tanda : a) Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa) b) Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal) 6. Neurosensori Gejala : a) Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral b) Kelemahan otot, parestesia. Tanda : a) Status mental : letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar.



b) Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal) 7. Nyeri/Kenyamanan Gejala a) Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus). b) Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol. Tanda Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati. 8. Pernapasan Gejala Dispnea pada kerja atau istirahat Tanda a) Dispnea, takikardia b) Batuk kering non-produktif c) Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. d) Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal). 9. Keamanan Gejala : a) Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial) b) Riwayat monokleus (risiko tinggi penyakit Hodgkin pada klien yang titer tinggi virus Epstein-Barr). c) Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster. d) Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil. e) Kemerahan/pruritus umum Tanda : a) Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38 0C tanpa gejala infeksi. b) Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan c) d) e) f)



mediastinal) Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tosil Pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo)



10. Seksualitas Gejala a) Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi) b) Penurunan libido. 2. Tanda-tanda Vital (TTV) : a) b) c) d)



Tekanan darah meningkat Respiratory rate meningkat Nadi meningkat Suhu meningkat > 38,50C



3. Pemeriksaan fisik : a) Inspeksi : 1) Terdapat pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau pangkal paha 2) Terlihat bahu merosot 3) Terdapat sianosis 4) Wajah tampak pucat 5) Klien tampak lemah 6) Terdapat pembengkakan atau cekungan yang spesifik di bagian ulu hati (splenomegali) b) Palpasi : 1) Edema teraba kenyal seperti karet 2) Kekuatan otot menurun 3) Badan teraba hangat 4) CRT > 3 detik B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif b/d penyempitan jalan nafas. 2. Hipertermi b/d reaksi inflamasi. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak 4. 5. 6. 7.



adekuat. Intoleransi aktivitas b/d kelelahan, penurunan aktivitas fisik. Gangguan pola tidur b/d ketidaknyamanan sekunder peningkatan suhu tubuh. Hambatan komunikasi verbal b/d paralisis pita suara. Cemas b/d Terapi/ pengobatan pasien limfoma.



C. RENCANA KEPERAWATAN N o 1



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Keperawatan Pola nafas Setelah tidak b/d



diberikan



Intervensi



asuhan NIC:



efektif keperawatan diharapkan pola Respiratory monitoring: nafas efektif dengan kriteria



1. Monitor



penyempitan jalan nafas.



hasil:



frekuensi,ritme,kedalam Indicator: 1. Frekuensi



an pernafasan. 2. Catat pergerakan



pernafasan dbn



dada,kesimetrisan,pengg



(12 x/menit) 2. Irama nafas sesuai



yang



diharapkan 3. Kedalaman inspirasi 4. Ekpansi dada simetris 5. Bernafas mudah 6. Mengeluarkan sputum



unaan



otot



dan



retraksi



intracostal 3. Monitor



tambahan otot



pernafasan



hidung 4. Monitor



pola



nafas:bradipnea,takipne a,hiverpentilasi 5. Palpasi ekspansi dada 6. Auskultasi suara nafas 7. Monitor kemampuan



pada



pasien



untuk



batuk



jalan nafas 7. Bersuara



efektif 8. Monitor



secara adekuat 8. Ekspulsi udara 9. Tidak



pernafasan pasien 9. Monitor hasil rongent 10. Monitor adanya crepitus



didapatkan



Airway Management:



penggunaan otot



1.



–otot



nafas



2.



dispnea istirahat 14. Tidak orthopnea 15. Tidak



saat



teknik



bila perlu Posisikan pasien untuk meminimalkan



3.



ventilasi Identifikasi



pasien



perlu pemasangan alat



pernapasan pursed lips 13. Tidak ada



jalan



chin lift atau jawtrust



tambahan 11. Tidak ada retraksi dada 12. Tidak ada



Buka nafas,gunakan



tambahan 10. Tidak ada suara



skresi



4.



bantu nafas buatan Pasang mayo bila



5.



perlu Keluarkan



secret



nafas,catat



adanya



ada 6.



suara tambahan Auskultasi suara



didapatkan nafas pendek 16. Tidak ada fremitus taktil 17. Perkusi suara



nafas,catat 7.



suara tambahan Lakukan suction pada



8.



mayo Berikan bronkodilator



9.



bila perlu Berikan



sesuali dengan harapan 18. Tidal volume sesuai



yang



diharapkan 19. Bronkopnia



udara



diharapakan 20. Tidal volume



pelembab



kassa



basah



NaCl lembab 10. Atur intake



untuk



cairan



sesuai dengan yang



adanya



mengoptimalkan keseimbangan 11. Monitor respirasi dan status O2



sesuai dengan Oxygen Therapy yand



1. Bersihkan



diharapkan 21. Kapasital vital sesuai



yang



diharapkan 22. Tes fungsi pulmonal sesuai



yang



diharapkan



mulut,hidung



dan



secret trakea 2. Pertahankan



jalan



nafas yang paten 3. Atur perlaratan oksigen 4. Pertahankan



posisi



pasien 5. Observasi



adanya



tanda-tanda Monitor 2



Hipertermi b/d Setelah



diberikan



hivopentilasi adanya kecemasan



pasien terhadap oksigen. asuhan NIC



reaksi



keperawatan selama proses Fever treatment



inflamasi.



keperawan di harapkan suhu



1. Monitor



tubuh dalam rentang normal,



sesering mungkin 2. Manitor IWL 3. Monitor warna dan suhu



dengan kriteria hasil : 1. Suhu



tubuh



dalam



rentang normal (26-37)



kulit 4. Monitor



suhu



tubuh



tekanan



2. Nadi



dan



RR



dalam



rentang normal Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing



darah,nadi,RR 5. Monitor penurunan tingkat kesadara 6. Monitor WBC dan hb 7. Monitor intake dan output 8. Berikan antipiretik 9. Berikan pengobatan untuk



mengatasi



penyebab deman 10. Selimuti pasien 11. Lakukan tapid spoge 12. Kolaborasi pemberian cairan intervena 13. Kompres paisen pada lipatan paha dan aksila 14. Tingkatkan sirkulasi udara 15. Berikan



pengobatan



untuk



mencegah



terjadinya menggigil Temperature regulation 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2. Rencanakan



monitoring



suhu secara kontinyu 3. Monitor TD,nadi,dan RR 4. Monitor warna kulit dan suhu 5. Monitor



tanda-tanda



hipertermi dan hipotermi 6. Tingkatkan intake dan nutrisi 7. Selimuti



pasien



mencegah



hilangnya



kehangatan tubuh 8. Ajarkan pasien mencegah akibat panas 9. Diskusikan



untuk



cara



keletihan tentang



pentingnya suhu



pengaturan



tubuh



kemungkinan



dan efek



negatif kedinganan 10. Beritahukan tentang indikasi



terjadinya



keletihan dan penanganan emergency



yang



diperlukan 11. Ajarkan indikasi



dan



hipotermi dan penangan yang diperlukan 12. Berikan antipiretik bila di perlukan Vital sigh 1. Monitor



TD,nadi,suhu



dan RR 2. Catat adanay fluktuasi tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring,duduk berdiri 4. Auskultasi kedua



atau



TD



pada



lengan



dan



bandingkan 5. Monitor TD,nadi,RR sebelum selama setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Manitor frekuensi dan irama nafas 8. Manitor suara paru 9. Manitor pola pernafasan abnormal 10. Manitor suhu,warna dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer



12. Monitor



adanya



curshing triad (tekanan nadi



yang



melebar,



bradikardi



dan



peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari 3



Ketidakseimb angan



dilakukan



perubahan vital sign. asuhan NIC:



nutrisi keperawatan selama proses Nutrition Management



kurang



dari keperawatan



kebutuhan tubuh



Setelah



kebutuhan b/d terpenuhi



diharapkan nutrisi dengan



dapat criteria



adanya



alergi



makanan. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuka



intake nutrisi hasil: tidak adekuat.



1. Kaji



1. Adanya berat



peningkatan badan



dengan tujuan. 2. Berat badan



sesuai



yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk



ideal



meningkatkan Fe. 4. Anjurkan pasien untuk



sesuai dengan tinggi badan. 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.



jumlah kalori dan nutrisi



meningkatkan



protein



protein dan vitamin C. 5. Berikan substansi gula. 6. Yakinkan diet yang dimakan tinggi



mengandung serat



untuk



menegah konstipasi. 7. Berikan makanan yang terpilih



(sudah



dikonsultasikan dengan ahli gizi). 8. Ajarkan bagaimana



pasien membuat



catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. 10. Berikan informasi tentang nutrisi.



kebutuhan



11. Kajikemampuan pasien untuk



mendapatkan



nutrisi yang dibutuhkan. Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal. 2. Monitor



adanya



penurunan berat badan. 3. Monitor tipe dan jumlah aktifitas



yang



biasa



dilakukan. 4. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan. 5. Monitor



lingkungan



selama makan. 6. Jadwalkan pengobatandan tindakan tidak



selama



jam



makan. 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi. 8. Monitor turgor kulit. 9. Monitor kekeringnan, rambut



kusam,



dan



mudah patah. 10. Monitor mual



dan



muntah. 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht. 12. Monitor



makanan



kesukaan. 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan. 14. Monitor pucat, kemerahan,



dan



kekeringan



jaringan



konjungtiva. 15. Monitor kalori intake nutrisi. 16. Catat adanya hiperemik,



dan edema,



hipertonik



papilla lidah dan cavitas Catat



oral. jika



lidah



berwarna



magenta, scarlet. 4



Intoleransi aktivitas



Setelah dilakukan tindakan NIC: b/d keperawatan selama proses Activity Theraphy



kelelahan,



keperawatan



diharapkan



penurunan



pasien



melakukan



tenaga



rehabilitasi



aktivitas fisik.



aktifitas dengan kriteria hasil:



medic



dalam



dapat



1. Berpartisipasi



merencanakan program



tanpa



terapi yang tepat. 2. Bantu klien untuk



fisik



disertai



peningkatan



tekanan darah, nadi dan RR. Mampu melakukan aktifitas mandiri



(ADLs)



dengan



dalam



aktifitas



sehari-hari



1. Kolaborasikan



secara



mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan. 3. Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai



dengan



kemampuan



fisik,



psikologi dan social. 4. Bantu untuk mengidentofikasi mendapatkan



dan sumber



yang diperlukan untuk aktivitas



yang



diinginkan. 5. Bantu



untuk



mendapatkan bantuan sepeerti



alat aktivitas



kursi



roda,



krek. 6. Bantu



untuk



megidentifikasi aktivitas yang disukai. 7. Bantu klien



untuk



membuat jadwal latihan di waktu luang. 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan



dalam



beraktivitas. 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas. 10. Bantu pasien



untuk



megembangkan motivasi



diri



dan



penguatan. 11. Monitor respon fisik, emosi,



social



dan



spiritual. 5



Gangguan



setelah



dilakukan



pola tidur b/d keperawatan



tindakan 1. Pantau diharapkan



keadaan



umum



pasien dan TTV. 2. Kaji pola tidur. ketidaknyama pasien dapat istirahat tidur 3. Kaji faktor yang nan sekunder dengan optimal dengan menyebabkan gangguan peningkatan criteria hasil: tidur. 1. melaporkan istirahat tidur suhu tubuh. 4. Catat tindakan kemampuan yang optimal untuk mengurangi 2. tidak menunjukkan kegelisahan. perilaku gelisah. 5. Ciptakan suasana nyaman 3. wajah tidak pucat dan atau kurangi distraksi konjungtiva mata tidak lingkungan dan gangguan anemis karena kurang tidur. 4. mempertahankan pola tidur tidur. 6. Batasi pengunjung selama yang memberikan energi yang periode istirahat. cukup untuk menjalani 7. Minta klien untuk



aktivitas sehari-hari.



membatasi asupan cairan pada



malam



hari



dan



berkemih sebelum tidur. 8. Ajarkan relaksasi distraksi. 9. Gunakan alat bantu tidur (air hangat untuk kompres, relaksasi otot ataupun bahan 6



Hambatan



Setelah



diberikan



komunikasi



keperawatan



bacaan). asuhan Mandiri : ...x...jam



verbal



b/d diharapkan proses komunikasi



paralisis



pita klien dapat berfungsi secara



suara.



1.



Terciptanya komunikasi



suatu



tipe



dan



derajat disfungsi. 2.



optimal dgn kriteria hasil : 1.



kaji



bedakan



antara



afasia dengan disatria 3.



mintalah pasien



dimana



untuk mengikuti perintah



kebutuhan klien dapat



sederhana, ulangi dengan



dipenuhi



kata/kalimat



2. Klien mampu merespon setiap



berkomunikasi



yang



sederhana 4.



secaraverbal maupun isyarat



tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.



5.



berikan metode komunikasi alternative



6.



bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat



7.



anjurkan pengunjung/orang terdekatmempertahankan usahanya



untuk



berkomunikasi pasien. 8.



hargai



dengan



kemampuan pasien sebelum terjadi



penyakit,



hindari



“pembicaraan



yang



merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang



kebanggaan



pasien. Kolaborasi: konsultasikan dengan rujuk ke 7



Cemas



b/d Setelah dilakukan asuhan



Terapi/



keperawatan di harapkan



pengobatan



kecemasan pasien teratasi,



pasien



dengan criteria hasil:



limfoma.



Control cemas : 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Menyingkirkan tanda kecemasan 3. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cmas 4. Mencari informasi ketika cemas 5. Merencanakan mekanisme koping 6. Menggunakan strategi koping efekctive 7. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan 8. Melaporkan penurunan durasi dan episode kecemasan 9. Melaporkan



ahli wicara Penurunan kecemasan: 1. Tenangkan klien 2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat tindakan 3. Berusaha memahami keadaan klien 4. Berikan informasi tentang diagnose, prognosis dan tindakan 5. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi,takipnea,eksp resi cemas non verbal) 6. Gunakan pendekatan dan sentuhan (permisi) verbalisasi untuk menyakinkan pasien tidak sendiri dan menunjukan pertanyaan 7. Temani pasien untuk mendukung keamanan



peningkatan rentang waktu antara episode cemas 10. Mempertahankan penampilan peran 11. Mempertahankan hubungan sosial 12. Mempertahankan konsentrasi 13. Melaporkan tidak adanya gangguan sensori persepsi 14. Melaporkan penurunan kebutuhan tidak adekuat 15. Melaporkan penurunan kebutuhan tidur adekuat 16. Tidak ada menifestasi prilaku kecemasan Koping



keamanan menurunkan rasa akut 8. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan 9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas 10. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang tepat 11. Tentukan kemampuan klien untuk mengambilkeputusan 12. Instruksikan pasein untuk menggunakan teknik relaksasi 13. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.



1. Menunjukan fleksibilitas peran 2. Keluarga menunjukan fleksibilitasperan keluarganya 3. Pertentangan masalah 4. Nilai keluarga dapat mengatur masalahmasalah 5. Memanaj masalah 6. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan 7. Mengekpresikan permasalahan dan kebebasan emosional 8. Menunjukan strategi



Peningkatan koping: 1. Hargai pemahaman pasien tentang pemahaman 2. Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi 3. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan 4. Sediakan informasi actual tentang diagnose, penanganan dan prognosis 5. Sediakan pilihan yang realitas tentang aspek



penurunan stress 9. Peduli terhadap



perawatan saat ini 6. Dukung penggunaan



kebutuhan anggota keluarga 10. Menentukan priotitas 11. Menentukan jadwal



mekanisme defensive yang tepat 7. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara



untuk rutinitas dan aktivitas keluarga 12. Mempunyai



8.



perencanaan pada



yang tepat Bantu pasien



untuk



mengidentifikasi strategi positive



kondisi keperawatan 13. Memelihara kestabilan finalsial 14. Mencari bantuan ketika di butuhkan 15. Menggunakan support social 16. Lainnya D. IMPLEMENTASI Implementasi dilakukan sesuai intervensi. E. EVALUASI 1. Pola nafas efektif. 2. Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C 3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi. 4. Dapat melakukan ADL secara mandiri. 5. Tidak terjadi gangguan pola tidur 6. Dapat melakukan komunikasi verbal dengan baik. 7. Pasien tampak tenang dan tidak gelisah DAFTAR PUSTAKA



Handayani, wiwik & haribowo.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi.Jakarta:Salemba Medika. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.



Hardy, Kusuma. 2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hadry Doenges. E, Marilynn. 2000. Rencana Keperawatan. Jakarta. Johan, Intan. Dkk-1983. Patohematologi Jakarta : Medipress Mansjoer, Arif. 1999Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta Media Aesculapius Availabel from : http://rantawanadi.blogspot.com/2012/10/limfoma-hodgkin_3681.html http://prasetya92metro.blogspot.com/2012/04/askep-limfoma-hodgkin.html