Linguistik Umum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah “bahasa” sering dipakai dalam arti kiasan, seperti dalam ungkapan seperti “bahasa tari”, “bahasa alam”, “bahasa tubuh”, dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa arti kiasan seperti itu tidak termasuk arti istilah “bahasa” dalam ilmu linguistik. Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima. Orang pada umumnya tidak merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang luar biasa rumitnya. Pemakaian bahasa terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh siapapun seorang bayi akan tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan bahasanya. Menurut Sapir (1921) dalam A. Chaedar Alwasilah (1990), terdapat lima butir terpenting dari hakikat bahasa manusia sebagai alat untuk berkomunikasi dan mencirikan dirinya serta membedakannya dari makhluk lain adalah, bahwa bahasa itu: Manusiawi, Dipelajari, Sistem, Arbitrer dan Simbolik. Para pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Perlu diperhatikan bahwa menguasai suatu bahasa (dalam arti dapat memakai secara lancar) tidak sama dengan mampu menerangkan kaidah-kaidahnya. Tambah pula, belajar suatu bahasa tidak sama dengan belajar tentang bahasa tersebut. Dengan perkataan lain, apa yang kita kuasai memang merupakan objek penelitian linguistik terhadap bahasa indonesia,



1



tetapi cara menguasai bahasa tersebut bukanlah objek linguistik. Dan penguasaan bahasa merupakan titik tolak dari penelitian.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian bahasa ? 2. Apa saja karakteristik dari bahasa ? 3. Terdiri dari apa saja satuan-satuan bahasa itu? 4. Apa saja fungsi dari bahasa ?



1.3 Tujuan penulisan 5. Memahami apa itu bahasa. 6. Mengetahui berbagai karakteristik bahasa. 7. Mengenal satuan-satuan bahasa. 8. Mengetahui fungsi dari bahasa.



2



BAB II PEMBAHASAN



1. Pengertian Bahasa Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi yang memiliki daya ekspresi dan informasi yang besar. Bahas sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia bisa menemukan kebutuhan mereka dengan cara berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Sebagai anggota masyarakat yang aktif dalam kehidupan sehari-hari, orang sangat bergantung pada penggunaan bahasa. Hal ini sangat sesuai dengan pernyataan bahwa dimana ada masyarakat disitu ada penggunaan bahasa. Dengan kata lain, dimana aktifitas terjadi, disitu aktifitas bahasa terjadi pula. Namun demikian, biasanya tidak banyak yang mempermasalahkan apa itu bahasa, orang hanya menggunakannya. Para pakar linguistik biasanya mendefinisikan bahasa “sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer” yang kemudian lazim ditambah dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi serta mengidentifikasikan diri.” (Chaer, 1994). Definisi diatas menyatakan bahwa bahasa itu adalah satu sistem, sama dengan sistemsistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem (subsistem fonologi, sintaksis dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem lambang ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain, dan bunyi itu adalah bunyi bahasa yang dilahirkan oleh alat ucap manusia. Sama dengan sistem lambang lain, sistem lambang bahasa ini juga bersifat arbitrer. Artinya, antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki hubungan wajib dengan konsep yang dilambangkannya. Maka pertanyaan, misalnya “mengapa binatang berkaki empat yang biasa dikendarai disebut [kuda],” tidaklah bisa dijelaskan. Pada suatu saat nanti bisa saja atau mungkin saja tidak lagi disebut [kuda], melainkan disebut dengan lambang bunyi lain, sebab bahasa itu bersifat dinamis. Bagian pertama dari definisi diatas juga menyiratkan bahwa setiap lambang bahasa, baik kata, frase, klausa, kalimat. Maupun wacana memiliki makna tertentu, yang bisa saja berubah pada satu waktu tertentu. Atau, mungkin juga tidak berubah sama sekali. 3



Berikut ini adalah pengertian bahasa menurut para ahli :  BILL ADAMS Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks inter-sunjektif.  WITTGENSTEIN Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis.  FERDINAND DE SAUSSURE Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.  PLATO Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.  BLOCH & TRAGER Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.  CARROL Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.



4



 SUDARYONO Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.  SAUSSURE Bahasa adalah objek dari semiologi.  Mc. CARTHY Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir.  WILLIAM A. HAVILAND Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu. Bila dilihat dari beberapa definisi dan pengertian mengenai bahasa menurut beberapa ahli diatas, kita bisa melihat bahwa terdapat perbedaan definisi tentang bahasa dimana definisi dari setiap ahli tergantung dengan apa yang ingin ditekankan oleh setiap tersebut. Namun meskipun terdapat perbedaan, nampaknya disepakati bersama bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Dan sebagai alat komunikasi , bahasa mempunyai fungsi-fungsi dan ragam-ragam tertentu. 2. Karakteristik Bahasa Para ahli bahasa pada umumnya memberikan hakikat bahasa dengan menyajikan karakteristiknya, di samping dengan menyajikan definisinya. Hal yang itu dapat di pahami karena definisi tidak dapat memberikan peran yang konkret sehingga hakikinya juga tidak tampak secara jelas. Pemahaman suatu entitas menjadi sempurna melalui karakteristik entitas itu. Beberapa karakteristik bahsa dapat disebutkan disini (1) oral, (2) sistematis, (3) arbitrar, (4) konvensional, (5) unik dan universal, (6) beragam, (7) berkembang, (8) produktif, (9) fenomena sisoal, dan (10) bersifat insani. Tentu tidak tertutup kemungkinan itu dipandang sudah memberikan pemahaman yang jelas tentang bahasa. 1. Oral 5



Ciri bahawa bahasa adalah bunyi adalah wajar mengingat kenyataan bahwa pengalaman berbahasa yang paling umum pada manusia adalah berbicara dan menyimak. Kehadiran bunyi bahsa lebih dulu daripada kehadiran tulisan. Sehubung dengan itu, Bloomfield (1979) menyatakan bahwa bahsa pada hakikatnya adalah lisan (oral). Tulisan atau sistem tulisan hanyalah mampu mewakilisebagian dari isyarat penting yang terdapat dalam ucapan. Bahkan sistem tulisan bisa mewakili bunyi yang berbeda. Dalam bahasa indonesia, misalnya, tulisan teras dapat mewakili teras [t ras] „penting‟ dan teras [teras] „bagian depan rumah‟. Tulisan dalam bahsa inggris dapat mewakili bunyi apikoalveolaraspirat [th]. Tulisan t itu dalam bahasa indonesia hanya mewakili bunyi konsonan apikoalveolar [t] saja. Jadi, tulisan pada hakikatnya merupakan gambar bunyi yang tidak secara sempurna mewakili bahasa yang diwakilinya. 2. Sistematis, Sistemis, dan Komplit Bahasa memiliki sifat sistematis, yang berarti bahwa dalam bahasa itu terdapat aturan atau kaidah. Beroperasinya bahasa selalu terikat pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Karena itu pula dapat dikatakan bahwa bahasa itu teratur. Sifat sistematis itu dapat pula diartikan bahwa sejumlah satuan bahasa yang terbatas hanya dapat berkombinasi dalam sejumlah cara yang terbatas. Dalam bahasa indonesia, misalnya terdapat prefiks ber- yang dapat berkombinasi dengan verba. Akan tetapi, tidak selalu kombinasi antara prediks ber- dan verba akan selalu menghasilkan bentukan yang gramatikal. Contoh-contoh berikut memberikan bukti bahwa hal itu benar. o



berlari



o



berkelahi



o



bersembelih



o



berlihat



Contoh-contoh tersebut memberikan bukti bahwa ber- tidak dapat berkombinasi dengan verba sembelih dan lihat. 3. Arbitrer dan Simbolis Ciri arbitrer ini tampak pada hubungan antara lambang dan yang dilambangkan dalam pengertian bahwa ada hubungan langsung antara lambang dan yang 6



dilambangkan. Dalam bahasa indonesia kata pencuri melambangi „orang yang berpotensi mengambil milik orang lain tanpa minta izin dan tanpa setahu pemiliknya‟. Tidak dapat dinalar mengapa lambang yang digunakan adalah kata pencuri, dan bukan perampok, pengambil, atau pembajak. Pelamabang seperti itu dalam bahasa inggris disebut thief. Mengapa pelambangannya demikian tidak dapat dijawab karena tidak ada hubungan logis antara lambang dan yang dilambangkan itu. Dalam objek atau pengalaman yang mana pun tidak didapati sifat-sifat yang berpautan yang menuntut kita untuk melekatkan lambang-lambang verbal pada objek dan pengalaman itu. Kita menggunakan kata “burung” untuk menunjukan binatang vertebrata yang bersayap dan bertelur. Orang inggris menggunakan kata bird; orang arab: teorun; orang jawa/sunda: manuk; orang belanda: vogel. Lambang-lambang bahasa itu menggambarkan objek-objek yang konktet, berbagi kegiatan, pengalaman, dan gagasan. Kata-kata itu hanyalah merupakan lambanglambang benda nyata. Sifat-sifat simbolis yang dimiliki bahas itu memungkinkan kita mengabstraksikan ide-ide dan pengalaman, berbicara dengan Grand Canyon, Kutub Utara, Arafah, bahkan tentang surga dan neraka, meskipun kita belum pernah mengalaminya secara langsung. Pelambangan secara terurai di atas bersifat individual. Tidak ada peluang bagi setiap individu untuk menciptakan bentuk satuan bahasa sekehendaknya. Sifat arbitrar itu hanya berlaku dalam bentuk kesepekatan atau konvensi. Jadi, masyarakat berbahasalah yang secara sewenang-wenang menentukan lambang-lambang dalam bahasa dan menentukan pula maujud yang dilambangkan oleh lambang-lambang itu. Lambang-lambang yang dapat dihubungkan dengan alam atau peristiwa alam sering digunakan orang untuk membantah sifat arbirarnya bahasa itu. Kata-kata ironis dalam anomatopetis seperti cecak, tokek, cicit, dan koko dalam bahasa indonesia, atau kata-kata seperti keplak, gebug, dan cemeng dalam bahasa jawa merupakan kata-kata yang berhubungan dengan alam atau peristiwa alam. Akan tetapi, hal itu tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk menyatakan bahwa lambang dan yang dilambangi itu memiliki hubungan logis. Di samping jumlahnya sangat terbatas (Kridalaksana, 1983), peristiwa alam yang sama tidak selalu menghasilkan lambang yang sama. Dari peristiwa alam bunyi letusan tembakan lahir kata tam dalam bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Indonesia bukan kata tam yang muncul, melainkan kata dor. Dari peristiwa bunyi kucing lahir kata meauw dalam bahasa Inggris dan kata meong dalam bahasa Jawa. Mengapa dari peristiwa alam yang sama lahir kata-kata yang 7



berbeda atau lambang-lambang yang tidak sama. Jawabannya jelas, yakni arbitrar:tetap tidak dapat dijelaskan mengapa begitu. 4. Konvensional Seperti telah disinggung pada butir 3 di atas bahawa sifat arbitrar itu berlaku secara sosial, tidak secara individual. Sifat itu merupakan hasil kesepakatan masyarakat. Karena itulah bahasa dapat disebut bersifat konvensional, sebagai sifat hasil kesepakatan itu bukanlah formal yang dinyatakan melalui musyawarah, sidang, rapat, atau kongres, atau rapat raksasa, untik menentukan lambang tertentu. Walaupun forum formal tidak ada, dan harus tidak ada, setiap pemakai bahasa harus tunduk kepada kesepakatan atau konvensi. Disadari atau tidak, pemakai bahasa sudah melakukan hal itu. Pelambangan yang menyimpang menyebabkan bahasa yang digunakan seseorang menjadi tidak komunikatif. 5. Unik dan Universal Setiap bahasa memiliki ciri khasanya sendiri yang tidak terdapat pada bahasa lain. Dengan kata lain, setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang diskrit, yang memberikan identitas diri sebagai bahasa yang berbeda dari yang lain. Kata ulang dwiwasana, misalnya, merupakan ciri khas yang terdapat dalam bahsa madura, seperti kata lonalon, nak-kanak, reng-oreng dan lain-lain. Keunikan itu akan tampak pada semua dengan jumlah dan jenis vokal dalam bahsa lain. Dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat bunyi /O/ seperti pada kata think dan thank yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Di samping memiliki ciri yang unik, bahasa atau setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang universal, yaitu ciri-ciri yang berlaku pada semua bahasa. Misalnya, pada setiap bahasa terdapat unsur bunyi yang terpilih menjadi dua, yakni vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi pada setiap bahasa akan dipengaruhi oleh lingkungan distribusinya. Bunyi-bunyi bahasa itu bersifat simetris. Setiap bahasa memiliki satuan-satuan gramatika, seperti morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Dari segi jenis kalimat. Setiap bahasa memiliki jenis kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Ciri-ciri universal bahasa telah mendapatkan perhatian khusus dalam linguistik. Linguistik yang mengadakan kajian ciri-ciri bahasa yang bersifat universal itu disebut linguistik universal. 6. Beragam Perwujudan bahasa tidaklah monolitik, satu maujud yang menunjukkan keseragaman. Dengan kata lain, bahasa itu beragam. 8



Ragam bahasa bermacam-macam bergantung pada dasar klasifikasinya. Berdasarkan masyarakat pemakainya terdapat ragam yang disebut sosiolek. Berdasarkan klasifikasi itu terdapat ragam bahwa masyarakat terdidik, ragam bahasa petani, dan lain-lain. Isitilah sosiolek itu sebenarnya kurang begitu populer, dan Samsuri (1982:17) menyebut ragam bahsa yang demikian itu sebagai dialek. Jadi, menurut Samsuri terdapat dua kategori dialek, yakni dialek berdasarkan wilayah/daerah pemakainya dan dialek bedasarkan kelompok masyrakat pemakainya. Pada umumnya. Istilah dialek dikenakan pada ragam bahasa didasarkan wilayah pemakainya. Berdasarkan kebakuannya, ragam bahasa dapat dikategorikan menjadi dua, yakni ragam baku dan raham subbaku. Pembagian ragam demikian itu antara lain diterapakan oleh Moeliono (1985). Salah satu aspek yang diperlihatakn oleh Moeliono adalah subsistem konsonan dalam bahasa Indonesia yang berdampingan. Subsistem yang pertama berlaku untuk ragam baku dan subsistem yang kedua berlaku untuk ragam subbaku. Kedua subsistem itu merupakan subsistem pokok dalam sistem konsonan bahasa Indonesia. Bahasa juga beragam karena tingkat formalitas pemakaiannya. Menurut Joss, seperti yang dikutib Nababan (1979:11), ragam bahasa yang didasarkan tingkat formaitas pemakaiannya dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu (1) ragam beku (frozen), (2) ragam resmi (formal), (3) ragam usaha (consultative), (4) ragam santai (casul), (5) ragam akrab (intimate), dengan penjelasan masing-masing berikut ini. 1)



Ragam beku merupakan ragam yang paling resmi yang dijumpai dalam situasi-



situasi yang khidmat dan upacara-upacara yang sangat resmi. Sesuai dengan namanya, ragam beku itu tidak boleh diubah-ubah. Ragam beku itu dapat dilihat pada dokumendokumen bersejarah, seperti dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. kalimat pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, misalnya, yang diredaksikan dangan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan peri keadilan.” Tidak dapat diganti dengan “Kemerdekan itu adalah hak semua bangsa dan karena itulah semua wujud penjajahan harus dihapuskan”. 2)



Ragam resmi merupakan yang digunakan dalam situasi-situasi resmi, situasi-



situasi kedinasan suatu lembaga. Misalnya, ragam bahasa yang digunakan oleh presiden dalam rapat atau sidang DPR/MPR. 9



3)



Ragam usaha merupakan ragam bahasa yang digunakan pada konteks usaha,



seperti pembicara-pembicara di sekolah, perusahaan-perusahaan, transaksi-transaksi, dan lain-lain. 4)



Ragam santai merupakan ragam bahasa dalam situasi santai antarapersona yang



sudah akrab, seperti ragam bahasa yang digunakan sewaktu berekreasi, berolah raga, dan lain-lain. 5)



Ragam akrab merupakan ragam bahasa yang dipergunakan dalam situasi-situasi



yang sangat akrab (intim), seperti ragam bahasa yang dipergunakan di lingkungan keluarga, atau antarpersona yang tingkat hubungannya sudah seperti keluarga. Ragam bahasa ini tidak diwujudkan dalam bentuknya yang lengkap dengan artikulsi yang jelas. Kelimat-kalimatnya cukup yang pedek-pendek. Perbedaan-perbedaan di antara ragam-ragam tersebut tampak pada berbagi tataran bahasa. Perbedaan-perbedaan itu tampak pada pilihan kata, bentuk kata, bentukan kalimat, prosodi, dan bahkan tampak pada wujud-wujud kinesis penuturnya. Gaya santai, misalnya, merupakan gaya yang digunakan oleh penutur ketika dia menggunakan ragam santai. 7. Berkembang Karakter ini berlaku pada bahasa yang masih hidup, seperti bahasa Indonesia, bahasa Banjar, bahasa Inggris, bahas Prancis, bahasa Madura, dan lain-lain. Bahasa Indonesia lama (melayu) tidak mengenal bunyi [F] sehingga terbentuklah kata-kata paham, bukan faham, kata pebruari, bukan februari, dan kata aktip, bukan aktif. Dalam bahasa Jawa kama tidak terdapat bunyi [z] dan karena itu setiap bunyi [z] yang berasal dari bahasa lain, seperti zakat yang berasal dari bahasa Arab akan menjadi jakat. Bahasa Jawa baru sudah mengenal bunyi [z] itu sehingga sekarang terdapat kata-kata zakat, mukjizat, dan lain-lain. Perkembangan yang sangat mencolok terdapat pada unsur leksikon. Kata-kata seperti sempadan, dampak, kiat, pajan, dan senarai merupakan kata-kata yang menunjukan perkembangan leksikon dalam bahasa Indonesia, walau di antara katakata itu dulu pernah ada pada bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Kata-kata yang tidak baru pun dapat dirunut berdasarkan historisnya sebagai kata-kata yang menunjukkan perkembangan suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat diyakini bahwa kata-kata analisis, metode, konvensi, operasi, distribusi, konkret, dan lain-lain merupakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing (bahasa Inggris atau bahasa Belanda). Dalam perkembangannya, unsur-unsur yang merupakan wujud 10



perkembangan itu tidak lagi disadari oleh penuturnya. Kata data, misalnya, yang dari pola suku katanya sangat dekat atau sama dengan suku bahasa Indonesia, mungkin tidak lagi disedari sebagai unsur yang berasal dari bahasa asing jik penuturnya itu tidak mengerti bahasa Inggris atau bahasa Latin. Bahasa-bahasa yang kita kenal sekarang ini semuanya mengalami perubahan. Kata-kata baru hamburger, hotdog, pizza, survay, riset, masuk ke dalam bahasa Indonesia; kata-kata yang sudah mati: mangkus, sangkil, piawai, peringkat, dihidpukan lagi. Bentuk baru menggantikan bentukan lama: pelatihan menggantikan latih, simpulan menggantikan kesimpulan. 8. Produktif atau Kreatif Sebenarnya, karakter ini berangkat dari pemakainya. Pemakai bahasa, dengan pola-pola dan lambang-lambang yang terbatas dapat mengkreasi hal-hal baru (new world) melalui bahasa. Dengan konstruksi posesif dalam satuan frase, misalnya, penuturan bahasa Indonesia dapat menciptakan frase-frase berikut dan dapat melanjutkannya secara tak terbatas. 



Buku saya







Rumah teman







Teman anda







Teman adik saya Kridalaksana (dalam kentjono(ed.),1982) mengartikan produktivitas itu dari



perbandingan unsur dan daya pemakaiannya. Dari unsur-unsur yang terbatas, bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki 30 fonem, tetapi kata-kata yang diciptakan dengan 30 fonem itu berjumlah lebih dari 30.000 buah. Dengan fonem-fonem itu pula masih sangat mungkin diciptakan katakata baru. Dengan tiga tipe kalimat, yakni tipe kalimat berita, kalimat tanya, kalimat seru, dapat direproduksi kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang jumlahnya tidak anak terbatas.



9. Merupakan Fenomena Sosial Bahasa itu merupakan fenomena sosial. Kita tidak dapat memisahkan bahsa dari kebudayaan, sebab hubungan antara keduanya sangat erat. Bahas itu sudah menyatu benar dangan orang yang menggunakan dan memilikinya. Karena bahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kebudayaan, maka setiap bahasa merefleksikan kebudayaan masyarakat pemakainya. Bahasa itu merupakan 11



bagian dari sistem nilai, kebiasaan, dan keyakinan yang kompleks yang membentuk suatu kebudayaan. Semua kebudayaan mempunya konvensi. Cara berperilaku, berpakaian, duduk, makan, berbicara, meminang, dan sebagainya mengikuti konvensi. Ada tata cara yang disepakati dan dibakukan. Karena bahasa pun merupakan salah satu bentuk periaku, maka mudahlah dipahamin bahwa bahasa pun merupakan konvensi. Bahasa digunakan sesuai dengan standar yang disepakati dan diikuti bersama oleh kelompok masyarakat tertentu. 10. Bersipat Insani Hanya manusialah yang mempunyaikemampuan berbahasa. Memang, ada berbagi spesis, seperti ikan dolpin, yang dikenal memili sistem komunikasi yang sangat canggih. Namun, ketidakmampuannya menggunakan lambang-lambang bahasa untuk menyatakan pikirannya. Bahasa merupakan sesuatu aspek perilaku yang bisa dipelajari hanya oleh manusia. Bahasa menumbuhkembangkan kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan menempatkan peradabannya jauh diatas berbagai bentuk kehidupan makhluk hidup yang lebih rendah. Charles F. Hockett sebagaimana dikutip oleh Orstein dan Gage (1970) dalam bukunya yang berjudul The ABC‟s of Languages and Linguistics menyebutkan empat karakteristik bahasa, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, keproduktifan, berpola ganda, dan transmisi budaya, sedangkan Yale (1985) mengemukakan enam karakteristik unik bahasa manusia, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, keproduktifan, berpola ganda, kesemenaan, keterpenggalan, dan transmisi budaya. a) Tidak Dibatasi Tempat dan Waktu (Displacement) Bahasa pada manusia tidak hanya untuk kepentingan mengkomunikasikan apa-apa yang dialami pemakai bahasa dan yang terjadi pada saat sekarang atau berbagai peristiwa yang terjadi disekitar pemakai bahasa, tetapi dapat juga dipergunakan untuk mengkomunikasikan berbagai peristiwa yang dialami orang lain, peristiwa yang terjadi di masa lalu, bahkan berbagai peristiwa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang berupa mimpi, imajinasi, khayalan, lamunan, dan fakta lain yang mungkin atau mustahil terjadi. Bahasa pada manusia tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. b) Keproduktifan (Productiveness) Bahasa merupakan suatu sistem yang bersifat produktif. Amanat-amanat linguistik yang baru dapat dihasilkan dengan bebas dan gampang. Hal ini lebih 12



disebabkan setiap orang, anak-anak, atau dewasa, memilki sifat aktif dalam membentuk dan menghasilkan bentuk-bentuk bahasa yang baru yang belum pernah didengar sebelumnya. Adanya objek-objek atau situasi-situasi baru yang harus dideskripsikan, membuat para pemakai bahasa mengolah berbagai sumber linguistik mereka untuk menghasilkan ungkapan-ungkapan, istilah-istilah, kata-kata, atau kalimat-kaliamat baru yang sebelumnya tidak ada. Aspek keproduktifan dalam bahasa manusia memberi kemungkinan luar biasa pada manusia untuk mengkreasi dan memahami apa yang belum pernah diucap dan didengar sebelumnya. c) Berpola Ganda (Duality) Bahasa terorganisasi dalam dua tingkat atau lapisan secara simultan. Karakteristik ini disebut berpola ganda atau artikulasi ganda. Kegandaan tersebut merupakan satu karakteristik bahasa manusia paling ekonomis, sebab manusia mampu menghasilkan paduan bunyi yang tak terbatas, sesuai dengan tingkat kemampuannya. d) Kesemenaan (Arbitrariness) Bahasa memiliki sifat manasuka, yaitu bahwa antara bentuk linguistik dan maknanya tidak memiliki hubungan yang „alami‟. Berbeda dengan isyarat komunikasi pada kebanyakan binatang, tampaknya terdapat hubungan yang jelas antara pesan yang disampaikan dan isyarat (tanda) yang digunakannya.



Ketaksemenaan



isyarat



komunikasi



pada



binatang



mungkin



berhubungan dengan bentuk isyarat pada binatang yang bersifat terbatas, statis, dan bersifat instingtif. e) Keterpenggalan (Discreteness) Bunyi-bunyi yang digunakan dalam bahasa mempunyai makna yang berbeda. Misalnya perbedaan bunyi “p” dan “b” dalam proses menghasilkan sebenarnya tidak terlalau berbeda sama-sama bilabial, tetapi ketika bunyi itu digunakan dalam satu bahasa maka bunyi-bunyi itu menjadi bermakna sendiri-sendiri. Karakteristik ini disebut keterpenggalan, setipa bunyi bahasa dianggap terpenggal. f) Transmisi Budaya (Cultural Transmission) Secara fisik seorang anak akan mewarisi gen orang tuanya, seorang anak pada umumnya akan memiliki kesamaan dengan warna kulit, bentuk rambut dan warna bola mata orang tuanya. Namun, dalam berbahasa tidak ada kaitannya dengan gen



13



orang tua. Sekaitan dengan hal tersebut, perlu dipaparkan bahwa ada sekian mis konsepsi manusia terhadap bahasa. Menurut Oka (1974) bentuk miskonsepsi itu, antara lain: a. Anggapan bahwa bahasa itu diwariskan secara biologis dan genetis seperti warna rambut dan kulit. b. Anggapan bahwa ada bahasa yang lebih baik ditimbang bahasa lainnya. c. Anggapan bahwa bahasa sama dengan pikiran dan logika. d. Proses peralihan bahasa pada manusia seperti tersebut diatas disebut transmisi budaya (cultural transmission) atau proses peralihan bahasa dari satu generasi kepada generasi selanjutnya.



3. Satuan-Satuan Bahasa Bahasa terwujud dalam satuan-satuan kebahasaan (linguistics units). Ada sepuluh satuan kebahasaan yang dikenal dalam ilmu bahasa dewasa ini, yaitu wacana, paragraf, kalimat, klausa, frasa, kata, morfem, silabel, fonem, dan fone. Dalam sejarahnya, kata menjadi satuan kebahasaan yang pertama kali mendapatkan perhatian besar. Pada zaman para filsuf dunia seperti Plato, kata menjadi satuan kebahasaan yang paling penting. Setelah kata, kalimat menjadi satuan kebahasaan selanjutnya yang mendapatkan perhatian. Jadi, sebelumnya, satuan lain seperti morfem, frasa, fona, fonem dan silabel serta paragraf dan wacana belum mendapatkan perhatian sebesar kata dan kalimat. Bahkan, satuan-satuan seperti fona, fonem, dan silabel tidak dimasukkan dalam satuan kebahasaan karena tidak mengandung makna. Barulah dewasa ini, fone, fonem dan silabel dimasukkan dalam satuan kebahasaan. Paragraf dan wacana juga baru mendapat perhatian setelah para ahli bahasa mendapati permasalahan bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan disiplin ilmu yang telah ada seperti fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Akhirnya muncullah disiplin ilmu bernama analisis wacana yang mempelajari satuan kebahasaan bernama paragraf dan wacana itu sendiri. Satuan kebahasaan berkaitan dengan bentuk dan makna. Bentuk satuan kebahasaan berupa deret bunyi bahasa. Bentuk tersebut bersifat acak atau arbitrer. Sementara itu makna suatu satuan kebahasaan bersifat linier atau tetap. Misalnya untuk mengungkapkan makna „lembaran-lembaran kertas yang terjilid, dapat berisi tulisan atau kosong‟ dapat digunakan bentuk buku atau bisa juga dengan bentuk book atau bentuk lain dari berbagai 14



bahasa. Makna di atas bersifat tetap tetapi bentuk untuk mengungkapkan makna tersebut acak atau tidak tetap. Sepuluh satuan kebahasaan tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu satuan kebahasaan yang belum memiliki makna atau satuan fonologis dan satuan kebahasaan yang yang bermakna atau satuan gramatikal. Yang termasuk satuan fonologis adalah fona atau bunyi, fonem, dan silabel atau suku kata. Sementara itu satuan gramatikal meliputi morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Satuan gramatikal memiliki dua unsur yaitu bentuk dan makna. Bentuk satuan gramatikal berupa struktur fonologis atau urutan fonem. Sementara itu, satuan fonologis hanya memiliki bentuk. Mengenai makna, ada dua jenis makna yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang timbul karena ada hubungan antara satuan kebahasaan, konsep, dan objek atau referen (Baryadi, 2011: 14). Misalnya, kata gunting memiliki makna leksikal „perkakas untuk memotong kain (kertas, dsb)‟. Di situ terdapat hubungan antara sebuah objek berupa benda yang disebut gunting, dengan konsep makna di atas, dengan bentuk satuan kebahasaan berupa kata gunting. Sementara itu, makna gramatikal adalah makna yang timbul karena bertemunya dua atau lebih satuan gramatikal. Misalnya, imbuhan me(N)- bertemu dengan kata gunting menjadi menggunting. Kata menggunting memiliki makna gramatikal „memotong sesuatu dengan gunting‟. Berikut merupakan bagan satuan-satuan kebahasaan dari yang terbesar hingga terkecil berserta cabang linguistik yang mengkajinya.



1. Wacana Secara etimologis kata wacana berakar dari kata bahasa Sansekerta vacana yang berarti „bacaan‟. Kata tersebut masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa



15



Baru sebagai wacana yang berarti „bicara‟, „kata‟, „ucapan‟. Oleh bahasa Indonesia kata wacana diserap dengan arti ucapan, percakapan, kuliah (Baryadi, 2002: 1). Dari situ, istilah wacana digunakan sebagai kata untuk menerjemahkan kata bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari kata Latin discursus yang berarti „lari kian kemari‟ (yang diturunkan dari dis- yang bararti „dari‟, „dalam arah yang berbeda‟ dan curere yang berarti „lari‟). Kemudian discourse diartikan sebagai komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; percakapan; komunikasi secara umum; ceramah dan kotbah (Webster, 1983: 522 dalam Baryadi, 2002: 1). Menurut kamus linguistik, wacana didefinisikan sebagai satuan kebahasaan terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku, ensiklopedi, novel, dll) paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 2008: 259). Ada juga yang menyatakan bahwa wacana berarti objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menumbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull, 1998: 225). Leo Kleden menyatakan bahwa wacana sebagai ucapan dalam mana seorang pembicara menyampaikan sesuatu tentang sesuatu kepada pendengar (Kleden, 1997: 34). Dari semua definisi yang telah dikemukakan di atas, ada benang merah yang dapat ditarik mengenai pengertian wacana. Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Konteks adalah sesuatu yang menyertai, bersama, dan mendukung keberadaan wacana itu sendiri. Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Wacana tak sekadar kumpulan kalimat atau paragraf melainkan sebuah konstruksi yang memiliki sifat utuh (unity) dan padu (coherent). Sebuah wacana dikatakan utuh jika kalimat atau paragraf yang tersusun mendukung satu topik yang sedang dibahas. Wacana juga bersifat padu jika antar kalimat atau paragraf tersusun secara sistematis dan memiliki ikatan timbal balik. Antarkalimat atau paragraf tidak bertentangan dan merupakan suatu aliran penjelasan yang sistematis. 16



2. Paragraf Paragraf menurut



kamus



linguistik



adalah



bagian dari wacana



yang



mengungkapkan pikiran atau hal tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan dengan isi seluruh wacana. Paragraf dapat terdiri dari satu atau sekelompok kalimat yang saling berkaitan (Kridalaksana, 2008:173). Paragraf atau sering juga disebut alinea merupakan bagian dari suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru dan merupakan suatu kesatuan pikiran yang berisikan satu ide pokok dalam rangkaian kalimat-kalimat. Jadi paragraf merupakan kumpulan beberapa kalimat yang mengandung satu ide pokok dan merupakan bagian dari sebuah karangan utuh yang mendukung topik pembicaraan karangan tersebut. Dalam satu paragraf terdapat satu kalimat utama dan satu atau lebih kalimat penjelas. Seperti halnya wacana, setiap kalimat yang berurutan harus memiliki hubungan timbal balik dan tidak boleh saling bertentangan. Kalimat-kalimat yang menyusun sebuah paragraf juga harus bersifat utuh dan padu seperti pada kasus wacana. Contoh paragraf: Sekarang adalah musim panas. Di setiap sore tak ada orang yang berada di dalam rumah. Mereka suka berjalan-jalan dan duduk di tepi jalan. Aku dan temanku sering keluar ke bioskop musim panas. Di sana ada pohon-pohon yang rindang yang membuat udara menjadi sejuk. Kadang filmnya kurang bagus, tetapi kami tak mempedulikannya sebab masih banyak hiburan yang lain seperti pemandangan di langit malam. Langit malam di musim panas sangat indah. Langit terlihat bersih dan bintang-bintang bagaikan tersebar merata saling menampakkan sinar kecilnya. Di sana juga sering terlihat bulan yang terlihat besar dan bersinar terang. Sungguh ini adalah suasana yang menyenangkan. 3. Kalimat Kalimat adalah sekelompok kata-kata yang menyatakan pikiran lengkap dan memiliki subjek dan predikat. Subjek adalah sesuatu tentang mana sesuatu itu dibicarakan. Predikat adalah sesuatu yang dikatakan tentang subjek. Namun pengertian di atas menjadi kurang sempurna karena satuan kebahasaan yang lain yaitu klausa juga memiliki pengertian yang hampir sama. Perbedaan mendasar terdapat pada intonasi. Kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh 17



lagu akhir selesai baik lagu akhir selesai turun maupun naik (Wijana, 2009:56). Kalimat menjadi jelas ketika diucapkan. Kesimpulannya, kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana, 2008:103). Contoh kalimat: Hai! Ini Budi, Budi bermain bola. Aku akan pergi jika hujan sudah reda. Ketika nenek datang, ayah sedang membaca koran dan ibu sedang memasak. 4. Klausa Klausa adalah satuan kebahasaan yang bersifat predikatif. Maksudnya satuan lingual ini melibatkan predikat sebagai unsur intinya (Wijana, 2009:54). Oleh karena itu, klausa sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi yang lain seperti objek dan keterangan (Keraf, 1991:181). Seperti penjelasan pada poin kalimat, pengertian klausa sering mengalami silang pengertian dengan kalimat. Sebenarnya permasalahannya ada pada intonasi pengucapan. Klausa tidak mengenal intonasi. Yang lebih ditekankan pada klausa adalah unsur-unsur dasar seperti yang disebutkan di atas. Walaupun demikian klausa dan kalimat memang memiliki hubungan yang sangat erat. Sebuah kalimat tunggal terdiri dari satu klausa dan kalimat majemuk terdiri dari dua atau lebih klausa. Secara sederhana kamus linguistik mengatakan bahwa klausa adalah kelompok kata yang yang sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat dan berpotensi sebagai kalimat (Kridalaksana, 2008:124). Contoh klausa: Ibu pergi Setelah aku belajar 5. Frasa Pada dasarnya frasa adalah gabungan kata. Namun tak semua gabungan kata merupakan frasa. Frasa merupakan gabungan kata yang tidak melewati batas fungsi.



18



Yang dimaksud dengan fungsi adalah istilah seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan (Wijana, 2009:46). Menurut Gorys Keraf, frasa merupakan gabungan dua atau lebih kata yang mana masing-masing kata tetap mempertahankan makna dasar katanya dan setiap kata pembentuknya tidak berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu. Hal ini penting untuk membedakan frasa dengan kata majemuk dan frasa dengan kalimat atau klausa. Kata majemuk juga merupakan gabungan kata namun kata-kata yang bergabung tersebut telah melahirkan pengertian baru dan setiap kata tidak lagi mempertahankan maknanya. Misalnya kambing hitam sebagai kata majemuk bukan berarti kambing yang hitam melainkan orang yang dipersalahkan, sedangkan sebagai frasa kambing hitam berarti kambing yang hitam. Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa frasa adalah gabungan kata yang mana setiap kata tetap mempertahankan makna masing-masing dan gabungan kata tersebut tidak melewati batas fungsi. Dalam sebuah frasa hanya terdapat satu kata sebagai unsur inti atau unsur pusat. Kata-kata yang lain hanyalah sebagai unsur penjelas. Contoh frasa: rumah saya, sedang makan, sangat banyak, di kampus, sepuluh ekor, 6. Kata Kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas yang lebih kecil lagi (Wijana, 2009:33). Berdasarkan kamus linguistik, kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem; satuan terkecil dari leksem yang telah mengalami proses morfologis; morfem atau kombinasi morfem yang oleh ahli bahasa dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas (Kridalaksana, 2008: 110). Sementara itu, Gorys Keraf menjelaskan bahwa pengertian kata tidak dapat dipisahkan dengan pengertian arti. Arti adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau barang yang diwakilinya. Jadi kata merupakan lambang bunyi ujaran tentang suatu hal atau peristiwa. Seperti halnya manusia yang memiliki nama demikian juga benda dan peristiwa yang juga memiliki lambang bunyi ujaran berupa kata yang memiliki arti atau makna. 19



Contoh kata: makan, rumah, pakaian. 7. Morfem Morfem adalah satuan gamatikal terkecil yang berperan sebagai pembentuk kata (Wijana, 2009:33). Sebagai pembentuk kata morfem merupakan satuan kebahasaan yang terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (Kridalaksana, 2008:157). Dalam bahasa Indonesia morfem juga dapat berupa imbuhan. Dalam morfem dikenal istilah morfem dasar yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri seperti lari, datang, tidur, dsb. Ada juga morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri seperti awalan ber-, me(N-), akhiran –kan, -i, dsb. selain itu dikenal juga istilah morfem dasar yaitu bentuk yang merupakan dasar pembentukan kata polimorfemik (kata yang terdiri dari lebih dari satu morfem) misalnya rumah, alat, meja, dsb. Sebuah morfem dasar dengan sendirinya sudah membentuk kata. Namun sebaliknya, konsep kata tidak saja meliputi morfem dasar tetapi juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem dasar dengan morfem terikat atau morfem dasar dengan morfem dasar. Contoh morfem {kerja}, {pergi}, {juang}, {ber-}, {per-}, {per-an} 8. Silabel Dalam kamus linguistik, silabel atau suku kata dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu sudut fisiologi, artikulasi, dan fonologi. Dari sudut fisiologi, suku kata adalah ujaran yang terjadi dalam satu denyut yakni pada satu penegasan otot pada waktu penghembusan udara dari paru-paru. Dari sudut artikulasi, silabel adalah regangan ujaran yang terjadi dari satu puncak kenyaringan di antara dua unsur yang tak berkenyaringan. Dari sudut fonologi silabel adalah struktur yang terjadi dari satu fonem atau urutan fonem bersama dengan ciri lain seperti kepanjangan atau tekanan (Kridalaksana, 2008:230). Dari pengertian tersebut diambil benang merah bahwa silabel adalah satuan ritmis yang terkecil. Artinya satuan yang memiliki puncak kenyaringan yang lazimnya



20



diduduki oleh bunyi-bunyi vokal (Wijana, 2009:28). Bunyi konsonan berperan sebagai lembah suku. Contoh silabel: Kata kaki berasal dari suku kata ka- dan -ki. Kata tangan berasal dari suku kata ta- dan -ngan. 9. Fonem Fonem adalah bunyi-bunyi yang berpotensi sebagai pembeda makna (Wijana, 2009:22). Salah satu cara menentukan sebuah fonem dalam sebuah sistem bahasa adalah dengan pasangan minimal. Pasangan minimal adalah dua buah kata yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Misalnya kata tali dan tari. Dalam kedua kata tersebut terapat dua bunyi berbeda yaitu [l] dan [r]. Dengan demikian bunyi [l] dan [r] dalam bahasa Indonesia adalah fonem. 10. Fone Fone atau bunyi bahasa adalah satuan bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia dan diamati dalam fonetik sebagai fon atau dalam fonologi fonem (Kridalaksana, 2008:38). Ada dua jenis bunyi bahasa yaitu vokoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang tidak mengalami rintangan (Wijana, 2009:16). Misalnya [a], [i], [e], dsb. Jenis yang kedua adalah kontoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang mengalami rintangan atau hambatan (Ibid, 2009:18). Misalnya [p], [r], [t], dsb. 4. Fungsi Bahasa Jawaban tradisional atas pertanyaan apakah fungsi bahasa, adalah bahwa bahasa itu adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 1995). Dalam hal ini, Wardhaugh (1972) seorang pakar sosiolinguistik juga mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi bahasa ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainment. (Michel, 1967:51).



21



Kelima fungsi dasar ini mewadahi konsep bahwa bahasa alat untuk melahirkan ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang lain. Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, sedih dan kecewa dapat diungkapkan dengan bahasa, meskipun tingkah laku, gerak-gerik, dan mimik juga berperan dalam pengungkapan ekspresi batin itu. Fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara dan keadaan. Fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik. Yang terakhir fungsi entertainment adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin. Karena bahasa ini digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan perilaku serta keperluan manusia dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam pelbagai kepustakaan kita mungkin akan menemukan rincian fungsi-fungsi bahasa yang berbeda dan beragam (Chaer, 1995; Nababan, 1984). Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan. 1. Fungsi Personal atau Pribadi Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira. 2. Fungsi Direktif



22



Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara. 3. Fungsi Fatik Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna. 4. Fungsi Referensial Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya. 5. Fungsi Metalingual atau Metalinguistik Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa. 6. Fungsi Imajinatif 23



Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.



24



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi yang memiliki daya ekspresi dan informasi yang besar. Para pakar linguistik biasanya mendefinisikan bahasa “sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer” yang kemudian lazim ditambah dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi serta mengidentifikasikan diri.” (Chaer, 1994). Yale (1985) mengemukakan enam karakteristik unik bahasa manusia, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, keproduktifan, berpola ganda, kesemenaan, keterpenggalan, dan transmisi budaya. Bahasa terwujud dalam satuan-satuan kebahasaan (linguistics units). Ada sepuluh satuan kebahasaan yang dikenal dalam ilmu bahasa dewasa ini, yaitu wacana, paragraf, kalimat, klausa, frasa, kata, morfem, silabel, fonem, dan fona. Sedangkan fungsi bahasa ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainment. (Michel, 1967:51).



25



DAFTAR PUSTAKA



Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. PSIKOLINGUISTIK. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta Nur, Indah, Rohmani dan Abdurrahman. 2008. PSIKOLINGUISTIK KONSEP & ISU UMUM. UIN-Malang Press: Malang. Verhaar, J.W.M. 2001. ASAS-ASAS LINGUISTIK UMUM. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Chaer, Abdul. 2003. PSIKOLINGUISTIK KAJIAN TEORITIK. Rineka Cipta: Jakarta. http://mediabahasaindonesia-com.blogspot.com/2011/07/satuan-kebahasaan.html



26