Liturgika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.



Latar Belakang Akhir-akhir ini ada banyak orang-orang Kristen yang tidak menyadari betapa pentingnya menyelanggarakan sebuah ibadah atau kebaktian dengan baik dan teratur. Ketidaktahuan ini juga dialami oleh para pelayan jemaat, sehingga tidak sedikit gereja yang melaksanakan ibadahnya dengan sembrono tanpa ada persiapan yang matang. Artinya dalam melakukan ibadah atau kebaktian tata cara yang dilakukan yakni dengan cara asal-asalan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yakni minimnya pengetahuan mereka tentang Liturgika. Dewasa ini, tidak sulit untuk menemukan bentuk liturgi; baik ibadah minggu di gereja maupun ibadah-ibadah kategorial yang sifatnya monoton dan membosankan warga jemaat yang dilayani. Liturgi demikian membuat jemaat menjadi kurang bergairah dalam mengikuti ibadah di tambah lagi dengan kerap kalinya petugas ibadah melakukan kesalahan dalam ibadah, sehingga potensi-potensi perpindahan warga jemaat ke gereja lain menjadi terbuka lebar. Fakta ini tentu miris dan memprihatinkan untuk didengar, sebab yang dituju pada saat ibadah bukan relasi vertikal, manusia dan sesamanya (petugas ibadah dan warga jemaat) tetapi sosok ilahi yang berkuasa dan Maha Kuasa atas hidup dan kehidupan umat manusia , yakni, relasi horizontal. Oleh karena itu Dia layak diberi puji dan sembah dengan sajian pujian dan liturgi yang baik dan sempurna. Meskipun demikian, yang menjadi proritas tentu saja bukan pada mantapnya liturgi yang dikembangkan tetapi kesungguhan dan keseriusan dalam keseluruhan ibadat yang dikembangkan bersama, sehingga sungguh-sungguh berkenan dan memuliakan Tuhan. Oleh sebab itu sudah seharusnya gereja-gereja mulai memikirkan, khususnya gereja yang ingin mengalami terobosan dalam hal pertumbuhan jemaat, maka sangatlah penting memahami dan mempelajari terlebih dahulu tentang Liturgika. Menurut G.Riemer, Liturgi berasal dari bahasa Yunani “Leiturgia”. Kata ini berasal dari kata kerja Leitourgeo yang artinya melayani, melaksanakan tugas dinas, memegang jabatan. Secara literal/harfiah kata Leiturgia berasal dari dua kata Yunani, yaitu Leitos/laos yang berarti rakyat, umat. Kata kedua, yaitu ergon yang berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Jadi pengertian kata Leiturgi menurut dua kata ini berarti orang yang melakukan suatu pekerjaan untuk rakyat. Dengan kata lain, kata leiturgi dipakai dalam konteks aktivitas seseorang yang diperuntukkan untuk kepentingan orang banyak. Menurut Riemer, leiturgia



juga dipakai dalam bahasa umum negara, seperti sepenggunaan kata leiturgi untuk menunjuk tugas raja yang berkarya bagi rakyatnya.1 Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa liturgi sangatlah penting dalam mengatur jalannya ibadah. Peran penting liturgi juga terus menglami perkembangan. Gereja yang merasa liturginya sudah mantap, sehingga tidak ada perlu perbaikan lagi, maka gereja itu tidak hanya menjalankan rutinitasnya semata, tetapi juga sedang melangkah mundur. Hal ini disebabkan karena Gereja cenderung merasa sudah nyaman dengan tata cara mereka, tetapi tidak mengikuti perkembangan-perkembangan zaman yang dapat menyebabkan gereja tersebut menjadi tertinggal. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengungkapkan lebih lagi peran penting dari liturgi. Sudah seharusnya gereja mengerti dan memiliki pemahaman yang benar tentang liturgi. Di dalam penulisan ini penulis memakai beberapa refrensi-refrensi buku seperti; “Cermin Injil: Ilmu Liturgi” karya G. Riemer, Panduan Ibadah Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI), Buku Panduan Ibadah GBI, Alkitab dll. sebagai pendukung dalam membahas tentang penting liturgi di dalam gereja.



II.



Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah yang ingin penulis uraikan sebagai berikut; 1. Apakah yang dimaksud dengan liturgi? 2. Bagaimana Liturgi menurut Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) ? 3. Apa manfaat liturgika?



III.



Tujuan Penulisan 1. Untuk memperoleh pengertian lebih luas lagi mengenai liturgika. 2. Untuk memperoleh pengetahuan liturgi dalam PL dan PB. 3. Untuk mengetahui manfaat dari liturgi. 4. Untuk memenuhi persyaratan penilaian dalam mata kuliah Liturgika.



1



G. Riemer. Cermin Injil (Jakarta: YKBK, 1995), hal. 1-3.



BAB II PEMBAHASAN A.



Deskripsi Liturgi Menurut James F. White di dalam bukunya “Pengantar Ibadah Kristen”, liturgi merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang dengan tujuan supaya bermanfaat bagi orang lain. Dengan kata lain, liturgi adalah contoh sejati dari imamat semua orang percaya yang di dalamnya seluruh komunitas imamat Kristen juga ikut andil. James mengemukakan suatu ibadah bermakna “liturgis” adalah untuk mengindikasikan bahwa kegiatan itu sedemikian rupa disusun secara rapi sehingga semua orang yang beribadah itu mengambil bagian secara aktif dalam menyajikan ibadah mereka bersama-sama. 2 Hal yang sama juga dikutip oleh Rasid Racham dalam bukunya “Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi” dikatakan di sana, bahwa sebisa mungkin mengubah liturgi agar ibadah menjadi hidup. Maka, peserta utama dalam liturgi yang dituju ialah umat atau jemaat, bukan imam. Dengan demikian, liturgi bukan hanya sekadar tontonan, melainkan ibadah yang hidup yang dirayakan oleh segenap umat dengan aktif dan memiliki pengertian yang benar.3 Berdasarkan pengertian tersebut, tata liturgi dan perayaan-perayaan liturgis yang ada di gereja-gereja saat ini tidak datang dengan sendirinya. Semuanya itu punya sejarah dan konteks kemunculannya. Tata liturgi juga mengandung sejumlah nilai dan makna di dalamnya. Di dalam istilah Teologis Liturgi biasanya mengacu kepada Ibadah Gereja atau Tata Ibadah di dalam Gereja. Inti dari liturgi ialah melayani. Di dalam gereja bahwa orang yang bertugas sebagai Pengkhotbah, Protokol, Pembawa Persembahan, Pembawa Lagu Pujian, Pembawa Alat Musik atau dapat disimpulkan bahwa serangkaian orang-orang yang bertugas di Gereja disebut dengan Liturgi.4 Adanya perayaan liturgi dewasa ini merupakan hasil perjalanan sejarah dan pengayakan budaya. Liturgi yang teruji oleh zamanlah yang mampu eksis, dan budaya yang baiklah yang masuk ke dalam kategori pelengkap ibadah, sehingga digunakan oleh gereja. Bentuk-bentuk liturgi di atas: hari raya, ibadah harian, devosi, ziarah, dan puasa, berasal dari sebuah tradisi di mana masyarakat pra-Kristen telah mengenalnya. Awal perjalanan sejarah dimulai sejak sebelum umat Kristen mula-mula terbentuk, terus bergulir dan berproses dalam perjalanan sejak terbentuknya induk-induk liturgi hingga liturgi modern saat ini. Perjalanan sejarah ini disebut tradisi. Tradisi, atau tradisi-tradisi, merupakan sumber utama bagi keberadaan liturgi.5 Seperti, pengakuan iman semula: Yesus adalah Tuhan dan perayaan



2



James F. White, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta: BPk Gunung Mulia, 2015), hal. 2. Rasid Racham, Pembimbing ke dalam sejarah liturgi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 2. 4 Buku Panduan Ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI). 5 Rasid Racham, Ibid. 3



semula: Kristus telah bangkit, yang dirayakan kemudian diperkaya oleh kebudayaan yang sejalan dengan guliran sejarah. B.



Liturgi dalam PL dan PB Konsep tentang liturgi atau ibadah adalah suatu konsep yang sangat luas. Di dalam Alkitab, banyak sekali bentuk-bentuk maupun konsep-konsep liturgi yang dijelaskan dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tetapi satu hal yang sama adalah bahwa konsep liturgi dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, adalah berbicara mengenai pelayanan. Penulis ingin mendalami beberapa bentuk ibadah dalam Perjanjian Lama dan melihat perkembangannya dalam Perjanjian Baru, sebagai berikut;



1.



Liturgi dalam PL Konsep liturgi atau tata cara ibadah muncul dalam Perjanjian Lama dimulai dari



peristiwa Habel memberikan persembahan kepada Allah (Kej 4:4). Hal itu menunjukkan bahwa pada dasarnya ibadah adalah merupakan ungkapan batin seseorang yang mengakui bahwa Allah berdaulat, penuh kuasa dan baik. Atau ibadah adalah menunjukkan ketinggian spritual seseorang yang disertai ungkapan pujian dan syukur kepada Tuhan, karena Ia layak disembah ( Ayub 1:20 ; Yos 5 :14). Salah satu contoh tata cara yang dilakukan dalam menyembah Allah adalah dengan memberikan korban bakaran (Kej 8:20). Dari tata cara ibadah secara pribadi berkembang liturgi secara umum atau bersama-sama yang dilakukan oleh bangsa Israel. Salah satu contoh, Allah memberikan cara bagaimana bangsa itu dapat bertemu dengan-Nya. Allah memberikan tempat ibadah Tabernakel di mana Israel dapat menghadap Allah yang mahakudus dan di tempat itu Allah akan bertemu dengan Israel (Kel. 25:22; 29:42, 43; 30:6, 36). Di dalam perkembangannya, beribadah dalam kemah pertemuan dan Bait Suci adalah yang terutama. Orang-orang Israel yang beribadah bersama menaikkan doa-doa secara bersama untuk mengungkapkan ucapan syukur dan penyembahan mereka kepada Allah (Ul 11:13). Meskipun Bait Suci dibinasakan dan masyarakat Yahudi dibuang ke Babel, ibadah tetap merupakan suatu kebutuhan dan untuk memenuhi kebutuhan itu diciptakanlah kebaktian sinagoge yang terdiri dari Shema, doa-doa, pembacaan Kitab Suci, serta Penjelasan. Selain tempat ibadah, orang Yahudi memiliki kalender upacara agamawi yang diangap penting,



yaitu: hari raya Paskah (Kel 12:23-27), hari raya Perdamaian (Im 16:29-34), hari raya Pondok Daun dan hari raya Roti Tidak Beragi (Kel12:14-20).6 Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa ibadah secara mendasar adalah merupakan satu respons sebagai pribadi atau sebagai jemaat kepada perbuatan Allah yang Mahatinggi. Pola ini dapat ditemukan di dalam Alkitab sebagai berikut : Allah yang Mahakuasa bertindak atas nama umat Allah, umat Allah merespons dengan ucapan syukur dan pujian, Allah menerima tindakan ibadah mereka. Pola ini secara konsisten dapat ditemukan di dalam seluruh bagian Alkitab, dengan titik pusat kebenarannya adalah di dalam ibadah, Allah adalah inisiator. Atau dengan kata lain, ibadah adalah satu respons manusia kepada inisiatif Allah.



2.



Liturgi dalam PB7 Liturgi atau tata cara ibadah dalam Bait Allah dan sinagoge juga terdapat di dalam



Perjanjian Baru dan dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Tuhan Yesus juga ada dalam dua tempat tersebut. Selain itu, jemaat mula-mula juga berkumpul untuk beribadah di Bait Allah (Kis 2:46). Di dalam Injil Lukas 1:23, leitourgia masih memiliki makna yang sama sekali persis dengan penggunaannya dalam LXX (Pejanjian Lama), yakni pelayanan imam Perjanjian Lama. Dibandingkan dengan tulisan Perjanjian Baru yang lain, Surat kepada jemaat di Ibrani merupakan kitab yang paling sering menggunakan kata ini (sebanyak 3 kali dalam Ibr 8:6; 9:21; 10:11). Memang surat Ibrani masih menggunakan kata leitourgia dan leitourgein menurut arti pelayanan imam, tetapi kedua kata itu kini telah mendapat konteks yang sama sekali baru. Penulis surat Ibrani menggunakan kata leitourgia untuk menjelaskan makna imamat Yesus Kristus sebagai satu-satunya imamat Perjanjian Baru. Imamat Kristus merupakan pelayanan yang jauh lebih agung dan berdaya guna dibandingkan dengan pelayan imam Perjanjian Lama. Oleh karena itu, imamat dan tata liturgi Perjanjian Lama sudah tidak berlaku lagi, sebab Kristus adalah satu-satunya pelayan (leitourgos), tempat kudus dan kemah sejati (Bdk. Ibr 8:2). “yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua. Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus” (Ibr 10:9-10).



6



J. D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004).



7



Martasudjita, Pengantar Liturgi-Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hal. 28-35.



Pada tulisan Perjanjian Baru yang lain, penggunaan kata leitourgia dan leitourgein memiliki makna yang berbeda-beda. Pada Kis 13:2 kata liturgi menunjuk arti “ibadat atau doa Kristiani” seperti arti biasa yang kita mengerti sekarang ini: “pada suatu hari ketika mereka beribadah (leitourgein) kepada Tuhan dan berpuasa,....” (Kis13:2a). Di dalam Roma 15:16 Paulus disebut sebagai pelayan (leitourgos) Yesus Kristus melalui pelayanan pemberitaan Injil Allah. Maka, istilah “Liturgi” di sini berarti pelayanan dalam bidang pewartaan Injil Allah. Tetapi, dalam 2 Kor 9:12 dan Rm 15:27 kata liturgi berarti sumbangan yang merupakan tindakan amal kasih bagi saudara-saudari seiman di tempat lain. Dalam teksteks seperti Flp 2:25.30; Rm 13:6; Ibr 1:7, kata “liturgi” memiliki arti „melayani‟ dalam arti yang biasa. Kalau disimpulkan, kata „liturgi‟ dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan pelayanan kepada Allah dan sesama. Pelayanan kepada Allah dan sesama itu tidak hanya dibatasi pada bidang ibadat saja, tetapi juga pada aneka bidang kehidupan lain. Yang menarik ialah bahwa istilah liturgi dalam Perjanjian Baru tidak pernah untuk menunjuk pelayanan kultis dari pimpinan jemaat Kristiani, seperti para rasul, nabi, imam atau uskup. Hal ini berkaitan dengan paham Gereja Perdana tentang imamat Perjanjian Baru. Imamat Perjanjian Baru sama sekali tidak berdasarkan imamat Perjanjian Lama. Kalau imamat Perjanjian Lama dihubungkan pada kelompok imam atau lewi dan didasarkan pada pelayanan Bait Suci, imamat Perjanjian Baru melulu mendasarkan diri pada satu-satunya imamat Yesus Kristus. Sedangkan, imamat yang kita kenal seperti imamat umum ataupun imamat khusus (Tahbisan) dalam Gereja selalu merupakan partisipasi pada satusatunya imamat Yesus Kristus.



C.



Pentignya Liturgi Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah ditemukan manfaat dari liturgi. Terkait dengan hal kebaktian ini, ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan yang merupakan peran penting liturgi dalam kehidupan jemaat Tuhan, sebagai berikut: 1. liturgi adalah pusat pelayanan kepada jemaat, sebab pada kebaktian tertentu sebagian jemaat hadir dan menganggapnya sebagai kewajiban yang lebih mutlak dilakukan dibanding dengan kegiatan spiritual lainnya. Karenanya mau tidak mau gereja harus menjadikan hal ini sebagai sarana pelayanan utamanya dan Firman Tuhan dapat diberitakan. 2. Di dalam melaksanakan ibadah, jemaat distimulasi untuk berinteraksi dengan Tuhan, sehingga setiap ibadah dapat menjadi pengisian jiwa jemaat dengan kehadiran Tuhan melalui Roh-Nya. Di dalam hal ini jemaat dilatih menghayati kehadiran Tuhan dan mengalaminya secara konkret.



3. Di dalam liturgi, jemaat mempersembahkan pujian dan penyembahannya kepada Tuhan serta mengucapkan pengakuan dan kesaksian iman yang merupakan pilar dari kehidupan imannya dan representasi dari warna kehidupannya setiap hari. 4. Di dalam liturgi, gereja dapat menyampaikan Firman Tuhan yang merupakan pesan Tuhan dan makanan rohani jemaat. Kehidupan rohani jemaat terpelihara melalui kebenaran Firman Tuhan yang disampaikan. Kalau gereja adalah sekolah Alkitab, maka acara kebaktian adalah bagian dari ruang kelasnya.8 Liturgi juga penting dipelajari agar kita dapat mengetahui bagaimana membuat liturgi yang baik, benar, juga sesuai dengan keadaan atau ibadah yang akan dilakukan, agar juga kita mampu dan mengetahui unsur-unsur dalam liturgi dan pentingnya suatu kesatuan unsur-unsur itu dalam liturgi, itulah bagaimana jika kita mempelajari tentang Liturgi, sehingga bisa dikatakan liturgi sebagai suatu ilmu, dan kita dapat menarik suatu pengertian liturgi dari segi ilmu karena melalui pembelajaran liturgi dengan kata lain liturgi sebagai ilmu kita memperoleh pengetahuan tentang bagaimana beribadah yang benar melalui unsur-unsur dalam liturgi dan kesatuan unsur itu dalam liturgi sehingga penghayatan karya Allah dalam kehidupan manusia dapat direalisasikan melalui ibadah.



8



Buku Panduan Liturgi Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI).



BAB III KESIMPULAN Liturgi dapat dikatakan sebagai pelayanan yang dilakukan oleh jemaat yang diwujudkan dalam tata cara kebaktian atau ibadah secara khusus dan pelayanan dalam arti umum. Penulis mengamati bahwa jemat merindukan ibadah yang baik lebih baik dan menyentuh. Menyentuh dalam arti dapat dimengerti, membantu mereka memahami dan merasakan kasih Allah dan sekaligus mengakomodasi ekspresi jemaat dalam menanggapi kasih Allah. Memang, salah satu bentuk ungkapan iman gereja terwujud dalam ibadah, karena apa yang dipercayai gereja mendapat bentuk yang nyata dalam kebaktiannya. Dengan kata lain, pemahaman teologi gereja menentukan isi dan corak ibadahnya. Menurut pandangan penulis persoalannya ialah, ada gereja yang memperbaharui ibadahnya dengan metode mengcopy model-model gereja lain tanpa mengerti dasarnya teologi dan kontektualisasinya. Pembaharuan jenis ini mengabdi pada “permintaan pasar”, dan bersifat entertainment. Liturgi yang dimaksud di sini merupakan titik pertemuan dari segala zaman, agar semua orang yang mendengar firman, disapa secara pribadi dalam keberadaan mereka yang konkret. Perlu dipahami, bahwa ibadah bukan berporos pada daya tarik yang dihasilkannya sehingga upaya entertainment alternative menjadi utama. Tapi kesadaran penuh akan kebaikan Allahlah yang menjadi dasar respons dan hormat kita dalam ibadah. Kesadar itulah yang melahirkan pujian benar, pengakuan yang jujur-tulus dan komitmen yang jelas. Di dalam PL sering ditemui informasi bahwa Allah mengatur bentuk dan cara beribadah, sehingga bentuk itu menjadi ungkapan nyata dari iman jemaat. Ketetapanketetapan beribadah yang diberikan oleh Allah, tidak hanya bermaksud menyediakan jalan bagi Israel untuk menyatakan imannya -bukan hanya karena mereka tidak tahu cara beribadah, tapi karena pada dasarnya manusia tidak layak untuk beribadah. Selain itu, lewat ibadah, Allah juga menyediakan jalan kembali kepada kerukunan dan persekutuan yang telah terputus. Oleh sebab itu, gereja tidak boleh berhenti bergumul memperbaharui hidupnya agar menjadi kesaksian yang benar tapi relefan dalam penyampaiannya. Berhenti bergumul dan mempermanenkan suatu pengalaman sejarah sebagai standard dapat membuat gereja menjadi monumen antik. Sehubungan dengan upaya pembaharuan liturgi, maka yang dicita-citakan adalah ibadah yang kontekstual dengan muatan-muatan konteks yang tertuang dalam unsurunsur liturgi, tapi tetap didasarkan pada theologi dan struktur prinsipil liturgi.



DAFTAR PUSTAKA



Buku Panduan Ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI). Buku Panduan Liturgi Gereja Suara Kebenaran Injil (GSKI). Douglas,J.D. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih 2004. Martasudjita, Pengantar Liturgi-Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, Yogyakarta: Kanisius 1999. Racham, Rasid. Pembimbing ke dalam sejarah liturgi, Jakarta: BPK Gunung Mulia 2012. White, James. Pengantar Ibadah Kristen , Jakarta: BPk Gunung Mulia 2015.