LIVING Quran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TRADISI GUNUNGAN LENTHENG DUSUN GUNUNUG BAKAL, DESA SUMBERARUM. KECAMATAN TEMPURAN



A. LATAR BELAKANG Di Dalam pengantar buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Sahiron Syamsuddin telah menuliskan genre penelitian al-Qur’an menjadi empat: yang pertama adalah, penelitian yang menempatkan



sebuah teks Al-Qur’an sebagai objek kajian. Kedua, penelitian yang



menempatkan hal-hal di luar teks al-Qur’an, namun berkaitan erat dengan ‘kemunculannya’, sebagai objek kajian. Ketiga, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur’an sebagai objek kajian dan keempat, penelitian yang memberikan perhatian pada respons masyarakat terhadap teks al-Qur’an dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian ‘respon masyarakat’ adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap al-Qur’an dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti tradisi seremoni sosial keagamaaan tertentu seperti tradisi gunungan lentheng. Teks al-Qur’an yang ‘hidup’ di masyarakat itulah yang disebut dengan the Living Qur’an.1



B. METODE PENELITIAN Dalam proses pengumpulan data kami menggunakan 2 metode, yaitu: 1. Wawancara Dengan metode ini kami mengumpulkan data dengan bertemu narasumber dan mengajukan beberapa pertanyaan berkaitan dengan judul makalah yang kami buat. 2. Dokumentasi Selain melakukan wawancara kami juga mengumpulkan data dengan mengambil beberapa gambar saat di lapangan. C. NARASUMBER 1. Bapak Ahmad Jadin 2. Bapak Muhzen Fanani ( kepala desa sumberarum ) Sahiron Syamsuddin, “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-Qur’an dan Hadis” dalam Metodologi Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2007), h. xii-xiv 1



PEMBAHASAN A. NARASI Tradisi Gunungan Lentheng merupakan tradisi yang diselenggarakan oleh masyarakat Dusun Gunung Bakal dalam memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. Gunungan Lentheng ini berbentuk seperti gunung yang tersusun dari rangkaian lentheng ketan (Krupuk berbahan dasar beras ketan sepanjang kurang lebih 30-40 cm). Gunungan Lenteng ini juga merupakan suatu perwujudan dari kondisi geografis wilayah Dusun Gunung Bakal yang mempunyai bukit kecil ditengah tengahnya. Asal mula nama “Gunung Bakal” tidak terlepas dari cerita dalam proses terbentuknya perkampungan ini. Menurut cerita turun temurun dari para tokoh Dusun Gunung Bakal, sebelum menjadi perkampungan tempat ini akan dijadikan sebuah gunung ataupun perbukitan. Namun entah sebab apa, maka proses tersebut tidak sempurna sehingga hanya meninggalkan jejak berupa gundukan tanah di tengah-tengah desa. Berdasarkan cerita inilah, kampung ini kemudian dikenal dengan nama Gunung Bakal. Acara ini merupakan salah satu acara tahunan yang cukup besar bagi warga Dusun Gunung Bakal mengingat besarnya animo dari pengunjung yang sangat luar biasa. Sehingga dalam menyambut acara ini pun warga sudah mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya, baik itu keperluan pribadi (keluarga) maupun keperluan untuk masyarakat. Beberapa hal yang harus di siapkan sebelum perayaan, antara lain:  Beras Ketan Beras ketan merupakan bahan pokok yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum masuk bulan Robiul Awal. Ibu-ibu rumah tangga yang biasanya menjadi buruh panen padi/derep (istilah panen padi dengan sistem bagi hasil dalam tradisi jawa) dengan sistem bagi hasil sudah mengumpulkan hasil derepya sedikit demi sedikit.  Iuran uang Iuran disini adalah uang yang harus dikeluarkan oleh setiap keluarga sebagai modal dalam penyelenggaraan Grebeg Gunungan Lentheng ini. Besarnya iuran ditentukan oleh panitia dalam musyawarah persiapan acara ini.



 Persiapan menyambut tamu Sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap rumah di Dusun Gunung Bakal dalam acara Gregeg Gunungan Lentheng ini pasti kedatangan tamu. Baik itu tamu dari luar, maupun tamu dari keluarga dekat yang datang. Persiapan dalam menyambut tamu ini meliputi banyak hal, diantaranya adalah dalam menyiapkan menu makanan, tempat untuk menginap, dan lainlain. Selain itu, setiap pengunjung yang bertamu kerumah juga pasti akan mendapatkan oleholeh berupa kerupuk lentheng, ada yang diberikan ketika sudah matang, namun ada juga yang diberikan mentah.



 Takir tempat sayur dan lauk Takir adalah istilah yang kami gunakan untuk menyebut wadah yang terbuat dari daun pisang, berbentuk balok tanpa tutup yang digunakan untuk tempat sayur dan lauk. Setiap keluarga wajib membawa takir kemasjid setidaknya sebanyak 5 buah takir, namun banyak juga yang membawa leibih dari itu.  Makanan yang dibawa kemasjid Sudah menjadi adat bahwa setiap keluarga akan membawa kerupuk lentheng dan hasil bumi untuk dibawa kemasjid dan disusun menjadi gunungan. Kerupuk lentheng yang telah dibawa kemasjid baik yang disusun menjadi gunungan maupun yang tidak, akan dibagikan kepada seluruh pengunjun yang datang. Sehingga dapat dipastikan bahwa setiap pengunjung yang datang pasti akan mendapatkan kerupuk lentheng. Selain itu, warga juga membawa nasi, sayur, lauk pauk, dan makanan tradisional lain yang mana telah dibagi oleh panitia sebelumnya. Nasi, sayur, dan lauk pauk akan digunakan untuk berkat dan kenduri akbar bagi para tamu dan pengunjung setelah acara selesai. Sedangkan persiapan yang harus dilakukan oleh masyarakat Gunung Bakal dalam menyambut Grebeg Gunungan Lentheng ini adalah :  Membentuk panitia harian Panitia inti dibentuk setelah pembubaran panitia yang lama tidak lebih dari satu bulan setelah acara Grebeg Gunungan Lentheng selesai. Panitia ini akan menjabat selama dua



periode/2 tahun yang terdiri dari, ketua, wakil ketua, dua sekeretaris dan bendahara, serta masing masing koordinator pada tiap pos.  Renovasi/memperbaiki masjid Setiap tahun pasti kita melakukan perbaikan didalam maupun diarea sekitar masjid dalam rangka menyambut Grebeg Gunungan Lentheng ini. Pada tahun ini yang diperbaiki adalah pada bagian tempat wudhu. Tempat wudhu diperlebar dan dipoles menjadi lebih bagus agar pengunjung nyaman dalam menggunakannya.  Rapat/musyawarah persiapan Rapat musyawarah persiapan Grebek Gunungan Lentheng ini dilakukan setidaknya sebanyak 7 kali, baik itu rapat yang dilakukan oleh panitia inti maupun rapat yang dilakukan bersama seluruh warga desa, atau yang sering kami sebut dengan rapat pemantapan. Secara umum musyawarah yang dilakukan ini membahas tentang teknis yang pada tahun sebelumnya masih kurang baik.  Kerja bakti Kerja bakti ini meliputi banyak tempat dengan fokus pengerjaan yang berbeda-beda. Kerja bakti yang dilakukan adalah :  Perbaikan jalan Perbaikan jalan dilakukan sekitar tiga bulan sebelum hari-H. Perbaikan jalan ini meliputi penambalan jalan-jalan yang berlubang termasuk selokan yang rusak.  Pembuatan lapak dagang Lapak dagang sebagian besar dibuat ditepi jalan diatas selokan terbuka, sehingga kerja bakti harus dilakukan untuk menutup selokan tersebut menggunakan bambu. Pembuatan lapak dagang ini dilakukan kurang kebih 10 minggu sebelum hari-H karena penjual sudah banyak yang memesan lapak dagang. Dari panitia menyediakan sebanyak kurang lebih 500 lapak dagang, belum termasuk pedangan yang mendaftar pada hari-H. Untuk seriap lapak dagang panitia mematok tarif sebesar 20.000,- rupiah. Sedangkan untuk pedagang yang datang pada hari-H dan sudah tidak kebagian lapak dagang akan diminta retribusi sebesar 10.000,rupiah.



 Pemotongan rumput di tepi jalan masuk kampung Karena tepi jalan masuk masih berupa tanah jadi rumput yang tumbuh ditepi jalan menuju kampung sangat lebat. Sehingga perlu diadakan kerja bakti masal untuk membersihkannya. Biasanya kerja bakti pemotongan rumput ini dilakukan 2 minggu sebelum hari-H  Membersihkan area makam Pada hari dilaksanakannya Grebeg Gunungan Lentheng banyak peziarah di makam K.R. Sayyid Abdulloh. Maka dari itu pembersihan area makam juga masuk kedalam agenda kerja bakti persiapan. 



Membersihkan area kampung



Bersih bersih area kampung ini, lebih banyak



dilakukan oleh ibu-ibu. Membersihkan



selokan sampai menyapu jalan atau tempat tempat yang jarang terjangkau, karena banyak tempat yang akan digunakan untuk duduk mendengarkan tausiah ketika acara berlangsung  Pembuatan tempat parkir Tempat yang digunakan untuk parkir adalah halaman ataupun kebun milik warga yang sekiranya memungkinkan untuk dijadikan tempat parkir. Tahun ini ada 10 titik parkir yang dibagi kedalam 5 pos. Jumlah tersebut lebih sedikit daripada tahun lalu, dan untuk mengantisipasinya sudah disiapkan titik parkir tambahan dikampung yang terdekat.  Membuat kerangka gunungan Pembuatan kerangka gunungan dilakukan sehari sebelum hari-H. Kerangga gunungan sudah ada sejak dulu, namun dalam merangkainya menjadi kerangka gunungan tetap harus dilakukan secara bergotong royong.  Menyiapkan lidi aren Lidi aren diambil dari pohon-pohon aren yang ada disekitar kampung. Kegiatan ini dilakukan satu hari sebelum hari pelaksanaan. Setelah mendapatkan pelepah pelepah aren, lidi aren harus dipisahkan dari tajuk daun aren tersebut. Pemisahan lidi aren ini biasa disebut dengan istilah ongot-ongot dan harus dilakukan oleh orang banyak karena jumlahnya sangat banyak.



 Penerbangan Balon Udara Waktu mendekati siang, acara kemudian akan dilanjutkan dengan pengajian. Beberapa yang pernah mengisi ceramah di acara Gunungan tersebut antara lain Gus Yusuf Tegalrejo dan Kyai Hasan dari Purworejo. Adapun jamaah pengajian biasanya selain dari wilayah Magelang, juga berasal dari luar kota seperti Temanggung dan Jogjakarta. Acara Gunungan sebagai bagian dari perayaan hari Maulid Nabi tersebut akan berakhir saat menjelang dhuhur. Sebelum acara selesai, seperti tradisi yang sudah berlangsung, diadakan acara penerbangan balon udara. Balon tersebut berbahan dasar kertas pilus, kertas kayu, lem/solasi, bambu dan kawat. Pemuda setempat-lah yang membuat balon tersebut. Balon udara tersebut berbentuk gelembung besar dengan diameter terpanjang mencapai sekitar 4 meter. Tidak hanya itu, balon juga dilengkapi dengan rentengan mercon yang akan meledak berurutan setelah sesaat diterbangkan.  Penerbangan Balon Udara Acara gunungan ini menurut Ahmad Jadin - tokoh masyarakat setempat, merupakan acara yang diadakan secara turun menurun dan dipercaya telah diwariskan langsung oleh Raden Sayid Ahmad yang kini jenazahnya dimakamkan dibelakang Masjid Baiturrohim. Adapun setiap tahun, pengunjung cenderung mengalami kenaikan. Semoga acara gunungan tersebut bisa terus dilestarikan karena selain mendatangkan berkah kepada masyarakat setempat, juga menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan.



B. FENOMENOLOGI Pada awalnya, masyarakat Gunung Bakal dan sekitarnya sudah memeluk Agama Islam, namun masih belum bisa lepas dari adat kejawen yang mengadakan sesaji diladang dan di sawah ketika menjelang musim tanam maupun musim panen. Secara perlahan sesaji tersebut mulai dihilangkan dan diganti dengan kegiatan yang lebih bersifat islami. Sebagai penggantinya, sesaji di kumpulkan di dalam masjid dan disusun sedemikian rupa sehingga membentuk seperti bentuk gunung yang berisi hasil kebun dan buah buahan yang ada di Dusun Gunung Bakal. Dipilihnya bentuk gunung karena gunung merupakan simbol keteguhan iman dalam Agama Islam. Iman mempunyai beberapa cabang yang cabang tersebut diwujudkan dengan pohon



yang daunnya berbentuk lentheng dengan bahan baku beras ketan. Dipilihnya bahan ketan, karena dari bahan inilah lentheng dihasilkan paling putih dibandingkan dengan jenis beras yang lain. Sedangkan warna putih itu sendiri merupakan simbol dari kesucian. Gunungan Lentheng tersusun atas tiga tingkatan. Tiga tingkatan ini merupakan simbol dari Iman, Islam, dan Ikhsan. Pada awal mula diadakan Gunungan Lentheng, jumlah lenteng yang disusun dalam gunungan berjumlah 77 batang rangkaian lenteng. Namun, perkembangan terus berjalan sehingga jumlah lenteng yang disusun dalam gunungan terus bertambah. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah pengunjung yang selalu mengalami kenaikan dalam setiap tahunnya dalam acara tahunan Grebeg Gunungan Lentheng ini. Lidi aren yang digunakan sebagai tiang penyangga dari kerupuk lentheng sesuai dengan sifat fisik dari lidi aren. Lidi aren bersifat keras namun lentur, hal ini mengartikan bahwa sebuah penyangga kehidupan atau unsur yang paling penting dalam kehidupan harus kokoh namun juga bersifat fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman tanpa menghilangkan identitas dan jejak Islami. Didalam rangkaian Gunungan Lentheng terdapat berbagai macam buah-buahan sebagai simbol dari kemakmuran. Pada tinggal yang paling atas terdapat ingkung (Jawa) ayam kampung sebagai pengingat bahwa setiap manusia pasti akan meninggal seperti halnya dengan ingkung tersebut. C. METODE KRITIS