Living Quran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



Living Quran Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Alquran dan Tafsir Nama: Moh. Fahri Ali Dosen Pengampu: Dr. H. Ahmad Zainal Abidin, M.A A. Pendahuluan Sebagaimana Alquran, hadis juga telah diadaptasi menjadi kajian yang beragam. Di tengah perkembangan tafsir Alquran dan hadis, muncul sebuah terma baru yang oleh Barbara Metcalf ia sebut sebagai “Living Hadith in Tablighi Jamaah”. Terma ini ia kemudian populerkan yang sebelumnya berakar pada “Living Sunnah”. Namun jika ditelusuri lebih jauh lagi, Imam Malik lah yang menggagas kajian ini dengan melihat praktik para sahabat dan tabiin.1 Jadi, pada dasarnya, secara historis kajian ini bukanlah hal yang baru, hanya saja terma yang digunakan mengesankan bahwasanya ini hal yang baru. Selain itu, Farid Esack dan Fazlur Rahman juga telah mengenalkan secara teknis namun tidak menjadi sebuah konsep yang benar-benar matang, dalam disiplin kelimuwan. Untuk mengisi kekosongan di tengah dialog antara masyarakat dan Alquran, Syahiron Syamsuddin menawarkan kajian baru, salah satunya ialah meneliti bagaimana respon masyarakat terhadap Alquran dan hadis, meskipun secara parsial maupun universal. Perlu ditegaskan bahwa kajian ini hanya sebagai penawaran yang konsentrasinya pada dialektika antara Alquran dan masyarakat.2 Saat ini, kajian tersebut dikenal sebagai “Living Quran Hadis”, ia merupakan teks Alquran maupun hadis yang hidup di tengah masyarakat sebagai bentuk manifestasi dan aktualisasi terhadap teksnya. Tidak hanya berhenti sebagai bahan bacaan dan kajian, namun lebih dari itu. Dihidupkannya teks tersebut dengan dijadikan sebagai cara berperilaku, pengobatan ataupun sebagai motivasi dalam melakukan segala aktivitas positif sehari-hari.3 Dalam beberapa penelitian yang menggunakan metodologi living quran maupun living hadis, bahwa praktek-praktek yang dilakukan masyarakat sebagai respon terhadap Alquran dan hadis dijadikan sebagai rutinitas tahunan, bulanan,



1



Saifuddin Zuhry Qudsy, Living Hadis; Genealogi, Teori dan Aplikasi, Jurnal Living Hadis, Vol.1, No.1, hal.179-180 2 Deni Febrianto, Metodologi Penelitian The Living Alquran dan Hadits, Jurnal, Institut Agama Islam Negeri Metro, hal.2 3 Ibid, hal.3



2



mingguan, harian ataupun pada acara-acara tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa ada semacam dialektika antara masyarakat dan Alquran. Meskipun demikian, ada yang menjanggal dalam asumsi penulis, yakni sejauh ini penelitian-penelitian tersebut hanya terhenti pada aktivitas menulis dengan metode deskriptif-analitis. Beberapa penelitian tidak melakukan kajian yang mendalam dari aspek historisitas. Ia terhenti pada pengamatan terhadap sebuah fenomena masyarakat tertentu, kemudian mendeskripsikan kegiatan atau rutinitas mereka tanpa analisis-kritis di historisitasnya. Selain itu juga, penelitian semacam ini potensi pembenarannya cenderung lebih kuat karena subjektivitas peneliti yang didukung oleh keberadaannya sebagai orang yang dekat dengan masyarakat tertentu. Terdapat fenomena yang dalam hal ini menurut penulis, memiliki sisi kesamaan seperti pada aktivitas dakwah, muamalah dan bersosial. Kegiatan semacam ini merupakan perwujudan dari nilai-nilai dan ajaran yang terkandung dalam Alquran. Jadi, pertanyaan penulis ialah apakah sama dengan fenomena living quran?. Hemat penulis, produk-produk kitab Fiqih yang dilahirkan para ulama selama ini, apakah juga bagian dari hasil dialektika antara doktrin-doktrin agama dengan budaya suatu masyarakat tertentu? B. Pembahasan Living quran secara bahasa merupakan gabungan dari dua kata yang berbeda, yakni living yang diartikan ‘hidup’ dan quran, yakni sebagai kitab suci umat Islam. Jika demikian, maka living quran dapat diartikan sebagai “(teks) Alquran yang hidup di masyarakat”. Istilah living quran bermula dari fenomena Quran Everyday Life, yakni makna Alquran yang riil dipahami dan dialami masyarakat Muslim. Sahiron Syamsuddin memetakan bahwasanya living quran ialah kajian atau penelitian yang objeknya adalah respon dari masyarakat tertentu terhadap Alquran dan tafsirnya dalam realitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan konteks budaya dan pergaulan sosial guna memberikan apresiasi, penghormatan, cara memuliakan (ta‘z}i>m) kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi dan keberadaannya Alquran yang dinyatakan sendiri secara beragam.4 Living Quran merupakan kajian terhadap fenomena sosial terkait kehadiran dan keberadaan Alquran disebuah komunitas tertentu dengan cara melakukan pengamatan 4



Hilda Nurfuadah, Living Quran: Resepsi Komunitas Muslim pada Alquran (Studi Kasus di Pondok Pesantren at-Tarbiyatul Wathaniyah Desa Mertapada Kulon Kec. Astatana Japura Kab. Cirebon), Diya al-Afkar, Vol.5, No.1, 2017, hal.129



3



hubungan antara Alquran dan masyarakat Islam tertentu serta bagaimana Alquran itu disikapi secara teoritik maupun praktik dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga living quran tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya, akan tetapi studi tentang fenomena sosial yang terlahir dari akibat kehadiran Alquran dalam wilayah tertentu dan mungkin pada masa tertentu. Hal yang perlu diperhatikan ialah teori ini tidak untuk mencari kebenaran positivistik yang selalu melihat konteks, tetapi semata-mata melakukan “pembacaan” objektif terhadap fenomena keagamaan yang berkaitan langsung dengan Alquran.5 Terkait dengan metodologi penelitian, dalam kajian living quran metode kualitatif menjadi metode yang akurat. Hal ini berdasarkan metode kualitatif didasari filosofi bahwa kebenaran dapat diperoleh dari gejala yang ditangkap melalui pengamatan yang logis dari sebuah fenomena sosial. Proses analisisnya dapat dilakukan dengan cara induktif maupun deduktif.6 Pada metode deskriptif-analitis yang diterapkan, pendekatan semacam ini akan cenderung monoton. Seperti pada penelitian Ahmad Zainuddin yang berjudul “Tradisi Yasinan (Kajian Living Quran di Ponpes Ngalah Pasuruan). Penelitian ini memiliki poin yang masih harus dikritisi, seperti pada poin ketiga di pembahasan. Pada poin ini berisi tentang asal mula tradisi pembacaan surat Yasin yang pada intinya bahwa Rasulullah telah memberikan perhatian terhadap Alquran sangat banyak baik dalam shalat, perjalanan, sebuah majlis dengan para sahabat. Setelah itu, Zainuddin menambahkan bahwa rutinitas pembacaan Yasin di pesantren tersebut telah dilakukan sejak awal berdirinya. Zainuddin hanya menyampaikan bahwa pendiri pondok pesantren tersebut telah menerima ijazah surat Yasin dari seorang kiyai bernama KH. Munawwir Musthofa dari Nganjuk. Selebihnya, Zainuddin menyampaikan pola dan proses pembacaan surat Yasin.7 Dalam pengamatan penulis, penelitian semacam ini akan terkesan seperti laporan sebuah kegiatan dengan sistematika penulisan ilmiah serta melalui penyampaian yang cenderung sangat subjektif. Selain itu juga penelitian semacam ini terkesan “Alqurani-sasi” yang pada dasarnya sama dengan fenomena muamalah di masyarakat yang dalam upaya menerapkan ajaran-ajaran maupun nilainilai yang terkandung dalam Alquran. 5



Ibid Raihan, Metodologi Penelitian, Universitas Islam Jakarta, hal.32 7 Lihat Ahmad Zainuddin, Tradisi Yasinan (Kajian Living Quran di Ponpes Ngalah Pasuruan), Jurnal Mafhum, Vol.4, No.1, 2019 6



4



Selain Ahmad Zainuddin, terdapat sebuah penelitian yang berjudul, “Tradisi Menghafal Alquran di Pondok Pesantren (Studi Living Quran di Pondok Pesantren AlMubarok Mranggen Demak). Penelitian ini ditulis oleh Laila Ngindana Zulfa, ia hanya mencantumkan profil pondok pesantren, jadwal pengajian/jadwal mengaji, jadwal pelaksanaan pengkajian Alquran, peraturan bagi santri huffadz, dan praktek menghafal. 8 Penelitian ini juga lemah dalam penyajian sisi historisnya, ia tidak menelusuri lebih jauh dari mana kegiatan ini dimulai dengan mencantumkan keterangan dari para leluhur. Selain itu juga, terkesan bahwa penelitian semacam ini akan mengurangi potensi dialektika dalam ranah kelimuwan akademik khususnya dalam Library Research. Didi Junaedi yang berjudul, “Living Quran; Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Alquran (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hassan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”. Didi Junaedi, menampilkan hasil penelitian dengan mencantumkan beberapa poin sebagai berikut:9 1. Latar belakang atau awal mula kegiatan membaca surat al-Wa>qi‘ah 2. Proses pembacaan surat al-Wa>qi‘ah 3. Tujuan pembacaan surat al-Wa>qi‘ah 4. Hasil dari tradisi pembacaan surat al-Wa>qi‘ah Dalam pengamatan penulis, penelitian ini dan penelitian lainnya di atas telah sampai pada yang disampaikan oleh Sahiron Syamsuddin, bahwa living quran ialah cara menyikapi keberadaan Alquran baik secara teoritis maupun praktis serta tidak bertumpu pada teks. Jika demikian, maka penulis berasumsi bahwa respon yang diberikan dan yang dilakukan masyarakat terhadap Alquran apakah layak diperlakukan sama dengan tafsir. Atau dengan pertanyaan yang mendasar, jika respon dari masyarakat tertentu terhadap Alquran tersebut kemudian dilakukan sebuah penelitian berdasarkan metodologi penelitian tafsir, maka apakah berarti secara eksplisit respon tersebut adalah tafsir. Melihat definisi tafsir dari Quraish Shihab, Menurut Quraish Shihab kata tafsir adalah bentuk mashdar dari fassara-yufassiru-tafsi>ran yang memiliki arti penjelasan atau keterangan. Dengan demikian, kata tafsir berarti menerangkan sesuatu yang belum 8



Laila Ngindana Zulfa, Tradisi Menghafal Alquran di Pondok Pesantren (Studi Living Quran di Pondok Pesantren Al-Mubarok Mranggen Demak), Jurnal, Dosen FAI Universitas Wahid Hasyim Semarang. 9 Didi Junaidi, Living Quran; Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Alquran (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hassan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon), Jurnal of Quran and Hadith Studies, Vol.4, No.2, 2015, hal.187-188



5



jelas atau masih samar atau menyingkap sesuatu yang keadaannya tertutup. Kaitannya dengan makna, kata tafsir berarti menjelaskan makna dari kata yang sulit dimengerti atau dipahami hingga kemudian kata tersebut dapat dipahami. Tafsir juga dapat dipahami bahwa ia mengandung upaya mencari solusi dari sebuah permasalahan.10 Mengingat bahwasanya tafsir pada umumnya berbentuk produk tulisan dari pemahaman yang dibangun atas dasar kesadaran pada sebuah dialektika antara Alquran dan kondisi sebuah wilayah tertentu serta melakukan analisis kebahasaan. Sedangkan living quran ialah sebuah fenomena sosial di masyarakat tertentu memperlakukan atau menyikapi eksistensi Alquran sebagai sebuah kitab suci yang memiliki multi-fungsi. Jadi, di sini titik permasalahannya telah nampak, yakni pada persoalan apakah fenomena masyarakat tertentu terhadap Alquran merupakan tafsir yang hidup dalam arti tafsir praktis, sementara ia tidak berbentuk tulisan yang kemudian dilakukan sebuah penelitian melalui pendekatan metodologi penelitian tafsir. Dikatakan juga bahwasanya living quran hadis ini dapat digunakan paradigma dalam Antropologi sebagai metode yang digunakan. Artinya bahwa di sini living quran hadis sangat dekat dengan kajian dalam Antropologi. Pendekatan menggunakan Antropologi dalam kajian Alquran atau hadis terbilang masih minim, bahkan untuk kajian “Keislaman” dengan pendekatan Antropologi jangkauannya terhadap audiens akademik di luar subdisiplin ilmu yang dimiliki masih sangat terbatas. Oleh karenanya, pendekatan menggunakan Antropologi sangat diperlukan penguatan pada basis argumen teori dan metodologi.11 Melalui penjelasan di atas dapat dipahami bahwa fenomena living quran ini dapat dikaji dengan pendekatan antropologi. Namun yang perlu ditekankan ialah jika diharuskan menggunakan pendekatan Antropologi, maka perlu adanya penguatanpenguatan sebagaimana pernyataan di atas. Analisis penelitian living Alquran dan hadis memiliki cakupan yang luas, di antaranya ialah analisis pemaknaan di kalangan masyarakat tertentu yang implikasinya terhadap ucapan dan praktik. Analisis terhadap realitas teks yang dianggap hidup mencakup aspek-aspek kognitif dan non-kognitif, aspek-aspek informatif dan performatif dari penggunaan teks suci yang hidup itu, baik Alquran maupun hadis. 10



Quraish Shihab, Ensiklopedia Alquran: Kajian Kosakata, (Lentera Hati, Pusat Studi Qur’an, Paguyuban Ikhlas Yayasan: Jakarta, 2007), hal.975 11 Jajang A. Rohmana, Pendekatan Antropologi dalam Studi Living Hadis di Indonesia, Jurnal Holistic al-Hadis, Vol.1, No.2, 2015, hal.281-282



6



Analisis hubungan timbal balik (feedback) dan respons masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dimana fungsionalisasi teks berhasil membentuk dunia sosial. Analisis bentuk dan model praktik resepsi serta respon masyarakat dalam memperlakukan dan berinteraksi dengan teks di dalam kehidupan masyarakat. Analisis pemahaman terhadap Alquran maupun hadis, baik secara tekstual maupun kontekstual kemudian diaplikasikan dalam sebuah tradisi yang berkembang di masyarakat, dimana keduanya bisa dimasukkan dalam kategori penelitian living.12 Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa sederhananya living quran yang dimaksud ialah praktek lama yang dilakukan masyarakat tertentu yang diakulturasikan dengan norma-norma, dogma-dogma maupun nilai-nilai ajaran agama Islam. Jika demikian, maka dalam pembacaan penulis apakah praktek mengeluarkan zakat ataupun sedekah di acara-acara tertentu dengan menggunakan buah-buahan atau hewan endemic di Indonesia. Hal tersebut ialah akibat dari pembacaan terhadap ayat-ayat yang menganjurkan bersedekah, sehingga ia kemudian menjadi salah satu living quran yang dapat diteliti berdasarkan kelimuwan metodologi penelitian Alquran dan Tafsir. atau dapat ditemukan pada acara 7 harian orang meninggal. Landasan teori yang digunakan sebagai basis atau pondasi dalam penelitian living quran ialah kelimuwan Alquran itu sendiri atau ulum al-Qur’an begitu juga dengan hadis. Selain itu juga dapat menggunakan ilmu-ilmu umum seperti sosiologi, antropologi sebagai penguat sehingga dapat dipertanggungjawabkan sebagai karya ilmiah. Jenis data penelitian living Alquran dan hadis akan bergantung pada materi yang diteliti. Materi penelitian living Alquran dan hadis meliputi berbagai hal. Antara lain meliputi teks, kultur, artefak, lisan, dan praktek. Ada juga yang mengatakan penelitian living meliputi praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di masyarakat yang memiliki landasan berdasarkan teks. Tentu ada masih banyak lagi data yang dapat dijadikan penelitian living Alquran dan hadis tergantung kepada bagaimana cara pandang yang digunakan terhadap subjek Alquran dan hadis.13 Jika melihat ke belakang bagaimana awal kemunculan kajian ini, maka dapat ditemukan pada tiga tokoh di antaranya Neal Robinson, Farid Esack dan Abdullah Saed. Dari ketiga tokoh tersebut dapat diwakili perkataan dari Abdullah Saed; 12



Wahyudin Darmalaksana dkk, Analisis Perkembangan Penelitian Living Alquran dan Hadis, Jurnal Perspektif, Vol.3, No.2, hal.140 13 Ibid, hal.138-139



7



“Inti pokok dari semua praktik ini adalah sebagai wujud pengaguman dan penghormatan terhadap Alquran sebagai firman Allah yang terjaga kemurniannya”. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang dalam pemahaman penulis ingin menyampaikan bahwa terjaganya Alquran ialah melalui resepsi-resepsi dari masyarakat. Sementara, resepsi-resespi masyarakat tertentu adalah upaya pengkontekstualisasian teks, di satu sisi keberadaan tafsir sebagai produk teks kemudian diupayakan hal yang sama. Namun, upaya dilakukannya metodologi penelitian living quran maupun hadis ialah sebagai bentuk tekstualisasi dari sebuah konteks. C. Kesimpulan Living quran merupakan sebuah keadaan di mana Alquran yang oleh masyarakat diapresiasi dalam bentuk pengamalan dan pembacaan. Kemudian saat ini para sarjana mulai mengamati dan dijadikan sebagai objek penelitian. Namun masih mengalami perdebatan apakah layak dijadikan sebuah penelitian tafsir dikarenakan masih lemah dalam historisitas, landasan teori dan metodologi atau mungkin karena masih baru. Dalam pengamatan penulis sendiri, penelitian living quran ialah sebuah upaya tekstualisasi keadaan masyarakat bagaimana menyikapi Alquran. Sedangkan di lain sisi, tafsir merupakan sebagai upaya pemecahan masalah, yang berangkat dari kajian terhadap Alquran dengan melibatkan riwayat-riwayat dan keadaan lingkungan di mana Alquran pembacaan Alquran tersebut dilakukan.



Daftar Pustaka



8



Darmalaksana, Wahyudin dkk. Analisis Perkembangan Penelitian Living Alquran dan Hadis, Jurnal Perspektif, Vol.3, No.2, 2019 Febrianto, Deni, Metodologi Penelitian The Living Alquran dan Hadits, Jurnal, Institut Agama Islam Negeri Metro Junaidi, Didi. Living Quran; Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Alquran (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hassan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon), Jurnal of Quran and Hadith Studies, Vol.4, No.2, 2015 Nurfuadah, Hilda. Living Quran: Resepsi Komunitas Muslim pada Alquran (Studi Kasus di Pondok Pesantren at-Tarbiyatul Wathaniyah Desa Mertapada Kulon Kec. Astatana Japura Kab. Cirebon), Diya al-Afkar, Vol.5, No.1, 2017 Qudsy, Saifuddin Zuhry. Living Hadis; Genealogi, Teori dan Aplikasi, Jurnal Living Hadis, Vol.1, No.1 Raihan. Metodologi Penelitian, Universitas Islam Jakarta Rohmana, Jajang A. Pendekatan Antropologi dalam Studi Living Hadis di Indonesia, Jurnal Holistic al-Hadis, Vol.1, No.2, 2015 Shihab, Muhammad Quraish. Ensiklopedia Alquran: Kajian Kosakata, (Lentera Hati, Pusat Studi Qur’an, Paguyuban Ikhlas Yayasan: Jakarta, 2007) Zainuddin, Ahmad. Tradisi Yasinan (Kajian Living Quran di Ponpes Ngalah Pasuruan), Jurnal Mafhum, Vol.4, No.1, 2019 Zulfa, Laila Ngindana. Tradisi Menghafal Alquran di Pondok Pesantren (Studi Living Quran di Pondok Pesantren Al-Mubarok Mranggen Demak), Jurnal, Dosen FAI Universitas Wahid Hasyim Semarang.