LK Disminore [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN DISMENORE Di PUSKESMAS AIR PUTIH SAMARINDA



Oleh : Nada Berliana Balqiz NIM. P07224422022



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN PRODI PROFESI BIDAN TAHUN 2022



LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN DISMENORE Asuhan kebidanan pada Nn. P usia 12 tahun telah diperiksa, dievaluasi dan disetujui oleh pembimbing ruangan dan pembimbing Institusi Di Puskesmas Sungai Kapih Disetujui di Samarinda, …. September 2022



Mahasiswa



Nada Berliana Balqiz NIM. P07224422022



Dosen Pembimbing Institusi



Preceptor Lahan



Riana Tri Novitasari, S.Keb., Bd NIP.



Ari Kastiwin, S.Tr.Keb NIP.



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Kebidanan pada Remaja Dengan Dismenore. Asuhan Kebidanan pada Remaja Dengan Dismenore ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan Kebidanan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang. Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Samarinda, September 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii KATA PENGANTAR...................................................................................................iii DAFTAR ISI.................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1 A. Latar Belakang..................................................................................................1 B. Tujuan................................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4 A. Konsep Dasar Teori Dismenore........................................................................4 B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Dismenore........................................................................................................13 BAB III TINJAUAN KASUS.....................................................................................21 BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................................27 BAB V PENUTUP......................................................................................................31 A. Kesimpulan.....................................................................................................31 B. Saran................................................................................................................31 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................33



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi merupakan suatu tanda mulai matangnya organ reproduksi pada remaja. Menstruasi dimulai antara usia 12-15 tahun dan dapat menimbulkan berbagai gejala pada remaja, diantaranya konsentrasi buruk, sakit kepala terkadang disertai vertigo, perasaan cemas, gelisah dan nyeri perut (kram) atau biasa disebut dengan dismenore (Priscilla & Ningrum, 2012). Dismenore adalah ketidaknyamanan selama hari pertama atau hari kedua menstruasi yang sangat umum terjadi. Dismenore adalah menstruasi yang menimbulkan nyeri dan merupakan salah satu masalah ginekologis yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia. Jadi dapat disimpulkan dismenore adalah menstruasi yang disertai dengan rasa nyeri (kram) pada daerah perut dan terjadi pada hari pertama, serta merupakan masalah ginekologis yang umum terjadi pada wanita (Marlinda & Purwaningsih 2013). Menurut WHO (2016) cukup tinggi di dunia, angka kejadian dismenore primer 50% perempuan di setiap negara, didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) perempuan yang mengalami dismenore, 10-15% mengalami dismenore berat (Stres et al., 2018). Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25 % yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Hapsari & Anasari, 2013). Apabila dismenore tidak segera ditangani maka dapat menimbulkan dampak bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja.Wanita tidak bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan penanganan atau resep obat. Dari 30-60% wanita yang mengalami dismenore, sebanyak 7-15% yang tidak pergi ke sekolah atau bekerja (Ningsih, 2011). Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia lebih dari 50 % perempuan di setiap Negara mengalami nyeri menstruasi. Sedangkan angka kejadian dismenore



1



di Indonesia mencapai 55 % (Proverawati dan Misroh,2009). Persentase dismenorea diseluruh dunia lebih dari 50 % perempuan disetiap dunia mengalaminya, diantaranya 15,8 - 89,5% dengan tingkat prevelensi yang lebih tinggi dilaporkan pada tingkat remaja. Dari remaja yang mengeluh nyeri, nyeri berat 12 %, nyeri sedang 37 %, dan nyeri ringan 49 % (Lidya dan Retnoningrum,2013). Angka kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,52% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan memberikan dorongan untuk keluar dari situasi yang menyebabkan nyeri. Intervensi untuk mengurangi ketidaknyamanan atau nyeri dismenore yaitu intervensi farmakologis dan non farmakologis. Perawat berperan besar dalam penanggulangan nyeri secara non farmakologis, yang salah satunya dengan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam sesuai dengan teori Lamage (2013) dalam (Suslia & Lestari, 2014). Berdasarkan wawancara singkat yang dilakuakan di Pesantren Ar-Rahma Samarinda terhadap siswi putri kelas X dan XI SMA berjumlah 30 siswi. Dari populasi siswi putri kelas X dan XI yang berjumlah 30 siswi, 10 diantaranya mengetahui tentang nyeri pada saat haid yang disebut dengan dismenore dan 20 diantaranya tidak mengetahui nyeri pada saat haid yang disebut dengan dismenore, mereka tidak mengetahui gejala dan cara penanganannya. Mereka paling sering menangani nyeri haid dengan di diamkan saja ataupun istirahat. Oleh karena itu maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan pada remaja dengan dismenore. B. Tujuan 1.



Tujuan Umum Setelah melaksanakan praktek klinik, diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Remaja dengan Dismenore.



2



2.



Tujuan Khusus a.



Mendeskripsikan konsep dasar teori Dismenore



b.



Mendeskripsikan



konsep



dasar



manajemen



asuhan



kebidanan



Dismenore c.



Melaksanakan asuhan kebidanan pada Remaja dengan gangguan haid dengan pendekatan Varney, yang terdiri dari :



d.



1)



Melakukan pengkajian



2)



Menginterpretasikan data dasar



3)



Mengidentifikasi diagnosis / masalah potensial



4)



Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera



5)



Mengembangkan rencana intervensi



6)



Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi



7)



Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada Remaja



dengan gangguan haid dalam bentuk catatan SOAP. e.



Melakukan pembahasan adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Dismenore 1. Pengertian Dismenore berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno berarti bulan, dan rhea berarti aliran. Dysmenorhea atau dismenore dalam bahasa Indonesia berarti nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat menstruasi. Namun, istilah dismenore hanya dipakai bila nyeri begitu hebat sehingga mengganggu aktivitas dan memerlukan obatobatan. Uterus atau rahim terdiri atas otot yang juga berkontraksi dan relaksasi. Pada umumnya, kontraksi otot uterus tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat sering menyebabkan aliran darah ke uterus terganggu sehingga timbul rasa nyeri (Sukarni, 2013) Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim yang terjadi selama haid. Rasa nyeri timbul bersamaan dengan permulaan haid dan berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari hingga mencapai puncak nyeri. Dismenore terbagi menjadi dismenore primer dan sekunder( Noor M & dkk, 2010). Dismenore primer merupakan nyeri haid yang tidak didasari kondisi patologis, sedangkan dismenore sekunder merupakan nyeri haid yang didasari dengan kondisi patologis seperti ditemukannya endometriosis atau kista ovarium. Onset awal dismenore primer biasanya terjadi dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah menarche dengan durasi nyeri umumnya 8 sampai 72 jam (Latthe P & dkk., 2012). Dismenore primer berkaitan dengan kontraksi otot uterus (miometrium) dan sekresi prostaglandin, sedangkan dismenore sekunder disebabkan adanya masalah patologis di rongga panggul. (Ningsih R., 2012)



4



Dismenore didefinisikan sebagai gejala kekambuhan, atau istilah medisnya disebut catmenial pelvic pain, merupakan keadaan seorang perempuan mengalami nyeri saat menstruasi yang berefek buruk menyebabkan gangguan melakukan aktivitas harian karena nyeri yang dirasakannya. Kondisi ini dapat berlangsung 2 hari atau lebih dari lamanya hari menstruasi yang dialami setiap bulan. Keadaan nyeri saat menstruasi dapat terjadi pada segala usia (Afiyanti;Anggi Pratiwi, 2016). 2. Jenis-jenis Dismenore Ada dua bentuk yaitu dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer yaitu nyeri haid yang terjadi tanpa terdapat kelainan anatomis dan kelamin (Manuaba, 2009). Dismenore primer dikenal sebutan PMS (primary dismenorrhea) dan tidak memiliki patofisiologi khusus. Pada umumnya dismenore primer sering dikenal dengan gejala premenstrual sindroma yang disebabkan oleh kelebihan hormon prostaglandin pada jaringan endometrium (Afiyanti; Anggi Pratiwi, 2016). Dismenore sekunder yaitu nyeri haid yang berhubungan dengan kalinan anatomis yang jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid yang disertai infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip endometrial, polip serviks, pemakai IUD atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) (Manuaba, 2009). Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer biasanya terjadi dalam 612 bulan pertama setelah haid pertama, segera setelah siklus ovulasi teratur ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin (kelompok persenyawaan mirip hormon kuat yang terdiri dari asam lemak esensial. Prostaglandin merangsang otot uterus (rahim) dan mempengaruhi pembuluh darah; biasa digunakan untuk menginduksi aborsi atau kelahiran) yang 5



menyebabkan iskemia uterus (penurunan suplai darah ke rahim) melalui kontraksi myometrium (otot dinding rahim) dan vasoconstriction (penyempitan pembuluh darah). Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid pada perempuan dengan dismenore berat. Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama haid. Vasopressin (disebut juga: antidiuretic hormone, suatu hormon yang disekresi oleh lobus posterior kelenjar pituitari yang menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi pengeluaran excretion = air seni) juga memiliki peran yang sama (Dito Anurogo dan Ari Wulandari, 2011). Dismenore sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi yang paling sering muncul di usia 20-30 tahunan, setelah tahuntahun normal dengan siklus tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenore sekunder. Namun, penyakit pelvis yang menyertai haruslah ada. Penyebab yang umum, di antaranya termasuk endometriosis (kejadian dimana jaringan endometrium berada di luar rahim, dapat ditandai dengan nyeri haid, adenomyosis (bentuk endometritis yang invasive), polip endometrium (tumor jinak di endometrium), chronic pelvic inflamatory disease (penyakit radang panggul menahun, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IU (C) D [intrauterine (contraceptive) device] (Dito Anurogo dan Ari Wulandari, 2011). 3. Etiologi Dismenore Secara umum, nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha (Dito Anurogo dan Ari Wulandari, 2011). Berikut adalah penyebab nyeri haid berdasarkan klasifikasinya. 6



Faktor-faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dismenore primer, antara lain: a) Faktor kejiwaan Faktor kejiwaan atau gangguan psikis, seperti rasa bersalah, ketakutan seksual takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah



jenis



kelaminnya,



dan



imaturitas



(belum



mencapai



kematangan) (Dito Anurogo dan Ari Wulandari, 2011). b) Faktor konstitusi Faktor ini yang erat hubungannya dengan faktor tersebut diatas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore menurut (Sukarni, 2013). c) Faktor endokrin Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas otot usus. Clithereo dan Pickles menjelaskan bahwa karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin yang berlebihan dilepaskan kedalam peredaran darah, maka selain dismenore, dijumpai pula efek umum, seperti diare. Nausea, muntah, flushing menurut (Sukarni, 2013). d) Kelainan organ Kelainan organ, seperti retrofleksia uterus (kelainan letak arah anatomis rahim), hiploplasia uterus (perkembangan rahim yang tak lengkap), obstruksi kanalis servikalis (sumbatan salauran jalan lahir), mioma submukosa bertangkai (tumor jinak yang terdiri jaringan otot), dan polip endrometrium menurut (Dito Anurogo dan Ari Wulandari, 2011). Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan 7



uterus dalam hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenore Menurut (Sukarni, 2013). Sedangkan beberapa faktor penyebab dari dismenore sekunder adalah: 1) Endometriosis 2) Fobroid 3) Adenomiosis 4) Peradangan tubafalopii 5) Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut 6) Pemakaian IUD 4. Patofisiologi Dismenore a) Dismenore Primer Dismenore primer terjadi karena peningkatan prostaglandin (PG) F2-alfa yang merupakan suatu siklooksigenase (COX-2) yang mengakibatkan hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan nyeri pada bagian bawah perut. Adanya kontraksi yang kuat dan lama pada dinding rahim, hormon prostaglandin yang tinggi dan pelebaran dinding rahim saat mengeluarkan darah haid sehingga terjadilah nyeri saat haid.( Marlina E., 2012) Konsentrasi PGE2 dan PGF2α endometrium relatif rendah pada fase proliferatif pra-ovulasi, namun akan meningkat selama fase sekresi, mencapai kadar tertingginya selama menstruasi. Kenyataan ini



mengisyaratkan



bahwa



steroid-steroid



seks,



khususnya



progesteron, berperan dalam peninggian kadar prostaglandin yang dapat menyebabkan dismenore. Temuan ini juga konsisten dengan kejadian dismenore yang hampir eksklusif pada siklus-siklus ovulatorik. 8



Faktor-faktor biopsikososial yang melibatkan individu ataupun keluarga, atau kedunya, dapat menetukan sifat nyeri dismenore primer. Faktor- faktor ini lebih unik untuk nyeri dismenore dibandingkan nyeri yang berasal dari sumber lainnya. b) Dismenore Sekunder Dismenore Sekunder terjadi akibat adanya kelainan yang dapat berujung pada kematian dan sterility atau kemandulan nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis yaitu endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada perempuan yang lebih tua sekitar umur 30-40 tahun dan dapat disertai dengan gejala yang lain seperti dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal (Depkes R.I. Profil Kesehatan Indonesia, 2008). 5. Gejala Klinis Dismenore Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Gejala utama adalah nyeri dismenore terkonsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikus atau daerah suprapubik perut. Hal ini juga sering dirasakan di perut kanan atau kiri. Hal itu dapat menjalar ke paha dan punggung bawah. Gejala lain mungkin termasuk mual dan muntah, diare atau sembelit, sakit kepala, pusing, disorientasi, hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, bau dan sentuhan, pingsan, dan kelelahan. Gejala dismenore sering dimulai segera setelah ovulasi dan dapat berlangsung sampai akhir menstruasi. Ini karena dismenore sering dikaitkan dengan perubahan kadar hormon dalam tubuh yang terjadi dengan ovulasi Menurut (Sukarni, 2013). 9



6. Klasifikasi Dismenore Menurut Tingkat Nyeri Menurut Manuaba (2009), dismenore secara klinis dibagi menjadi 3 tingkat keparahan, yaitu: a) Dismenore ringan Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari. b) Dismenore sedang Dismenore itu membuat klien memerlukan penanganan seperti memberikan obat penghilang rasa nyeri dan kondisi penderita masih dapat beraktivitas. c) Dismenore berat Dismenore berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut dan tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari. 7. Penatalaksanaan Berikut adalah beberapa cara mengatasi nyeri saat menstruasi: a) Teknik nafas dalam dan relaksasi Efek teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan selama 15 menit dapat merelaksasikan tubuh secara umun, memberikan rasa nyaman sehingga intensitas nyeri yang dirasakan berangsur menghilang. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia



seperti



bradikinin,



prostaglandin



dan



substansi



akan



merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi 10



yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman implus nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipresepsikan sebagai nyeri (Aningsih, Sudiwati, and Dewi, 2018). b) Penggunaan kompres hangat Kompres Hangat sangat membantu dalam proses penurunan nyeri dismenorea sehingga dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan tingkat nyeri dismenorea yaitu dengan rata-rata penurunan 1,701. Dismenore dapat membawa dampak yang buruk yang terjadi tanpa tanda-tanda infeksi atau penyakit panggul, semangat belajar dan prestasi menurun, dan jika tidak segera di atasi akan berlanjut sampai pada kehamilan dan persalinan. Mengingat dampak serius yang diakibatkan dari dismenorea disarankan untuk memberi kompres hangat dan sering berolahraga. Penanganan dismenore ini dengan teknik kompres hangat terbukti efektif dan sangat diajurkan. Disamping teknik ini tidak memiliki efek samping berbeda dengan penanganan secara kimiawi dengan obat-obatan, metode ini terbilang cukup efisien karena tidak memerlukan banyak biaya dan bisa dilakukan sendiri (Oktaviana and Imron, 2012). c) Senam dismenore Olahraga atau senam dismenore merupakan salah satu teknik relaksasi. Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorphin. Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman 11



dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga, semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka bendorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipothalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernafasan. Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dismenore (Istiqomah, 2009). d) Obat-obatan yang digunakan harus dengan pengawasan dokter atau petugas kesehatan lainnya.



12



B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Remaja dengan Dismenore I. PENGKAJIAN DATA SUBYEKTIF 1. Identitas Nama



:



Umur



: usia berisiko