LK KB.4 Andri-Dikompresi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDALAMAN MATERI (Lembar Kerja Resume Modul) A. Judul Modul



: TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



B. Kegiatan Belajar : 4 (Teori Belajar Humanistik, Konstruktivistik, Dan Teori Belajar Sosial Serta Penerapannya Dalam Kegiatan Pembelajaran) A. Refleksi NO



BUTIR REFLEKSI



RESPON/JAWABAN 1. Peta Konsep



Peta Konsep (Beberapa 1



istilah dan definisi) di modul bidang studi



TEORI BELAJAR HUMANISTIK, KONSTRUKTIVISTIK, DAN TEORI BELAJAR SOSIAL SERTA PENERAPANNYA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN



TEORI BELAJAR HUMANISTIK



TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME



TEORI BELAJAR SOSIAL



Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik



Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik



Konsep Belajar Menurut Teori Belajar Sosial



Teori Belajar Menurut Para Ahli Humanistik



Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik



Aplikasi Teori Belajar terhadap Kegiatan Pembelajaran



Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik



Konstruksi Pengetahuan Menurut Lev Vygotsky



Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran



Aplikasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Kegiatan Pembelajaran



2. Istilah Dan Definisi A. TEORI BELAJAR HUMANISTIK 1. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik Teori humanistik berangkat dari aliran humanisme sebagai reaksi atas aliran behaviorisme. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensipotensi yang ada dalam diri mereka. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. 2. Teori Belajar Menurut Para Ahli Humanistik Banyak tokoh penganut aliran humanistik yang menyampaikan teroinya tentang belajar, diantaranya Carl Rogers, Arthur Combs, dan Abraham Maslow. a. Carl R. Rogers Carl Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar, tetapi lebih menaruh perhatian terhadap isi yang dipelajarinya, sehingga belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Menurutnya, belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun



emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik. Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, sedangkan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik. Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. b. Arthur Combs Comb mencurahkan banyak perhatian terhadap dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan dan belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut, sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan yang ada pada peserta didik. Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua



lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. c. Abraham Maslow Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Tingkatan kebutuhan seseorang menurut Maslow adalah sebagai berikut: 1) kebutuhan fisiologis, 2) Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. Setiap individu mempunyai kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. 3) Kebutuhan untuk diterima dan dicintai. 4) Kebutuhan akan penghargaan. 5) Kebutuhan akan aktualisasi diri. Setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Selfactualization menurut istilah Maslow ialah pemenuhan dirinya sendiri dan realisasi dari potensi pribadi. Aktualisasi diri didefisikan sebagai “the desire to become everything that one is capable of becoming” (keinginan untuk menjadi apa pun yang ingin dia lakukan). Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia



keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai. d. Pandangan Jurgen Habermas terhadap belajar. Tokoh humanis lain adalah Hubermas (1929-sekarang). Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu; 1) belajar teknis ( technical learning), 2) belajar praktis ( practical learning), dan 3) belajar emansipatoris (emancipatory learning). Masing-masing tipe memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Belajar Teknis ( technical learning), Belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. 2) Belajar Praktis ( practical learning), Belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. 3) Belajar



Emansipatoris



(emancipatory



learning),



Belajar



emansipatoris



menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. 3. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi



atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai manusia. Sebagai ahli dari teori belajar humanisme, Roger Roger mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: a. Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru; b. Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik; c. Belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar; d. Belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri; e. Belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama; dan f. Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64) 4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan beberapa teori dari para ahli humanistik di atas, maka dalam proses pembelajaran harus menggunakan pedekatan student centered, yaitu pendekatan yang menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran, artinya siswa sebagai objek dan sekaligus subjek dalam pembelajaran. Guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator agar siswa mau



belajar. Adapun strategi yang mesti dilakukan oleh guru dalam menerapkan pembelajaran humanistik, sebagaimana dihimpun oleh R. Agung SP dan Latifatul Choir adalah: a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas; b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif; c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri; d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri; e. Siswa diberi keleluasaan mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan; f.



Guru menerima keadaan masing-masing siswa apa adanya; dengan tidak memihak, memahami karakter pemikiran siswa, dan tidak menilai siswa secara normatif belaka melainkan dengan cara memberikan 2 pandangan dua sisi dalam hal moral dan etika berkomunikasi;



g. Menawarkan kesempatan kepada siswa untuk maju (tampil); dan



B. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME 1. Konsep belajar menurut konstruktivistik Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau



kebutuhannya tersebut dengan bantuan orang lain, sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Teori pembelajaran konstruktivisme berpendapat bahwa orang menghasilkan pengetahuan dan membentuk makna berdasarkan pengalaman mereka. Dalam konstruktivisme, pembelajaran direpresentasikan sebagai proses konstruktif di mana pelajar membangun ilustrasi internal pengetahuan, interpretasi pengalaman pribadi. Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal. Konstruktivisme memandang belajar lebih dari sekedar menerima dan memproses informasi yang disampaikan oleh guru maupun teks, tetapi pembelajaran adalah menkonstruksi pengetahuan yang bersifat aktif dan personal. Teori pembelajaran konstruktivisme adalah sebuah teori pendidikan yang mengedepankan peningkatkan perkembangan logika dan konseptual pembelajar. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri. 2. Proses mengkonstruksi pengetahuan



Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya. Melalui interaksinya dengan obyek dan lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu yang dihasilkan dari proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungannya, maka pengetahuan dan pemahamannya akan obyek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya. 3. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan konstruktivistis, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang aspek prosesnya dibandingkan dengan aspek perolehan pengetahuannya dari fakta-fakta yang terlepaslepas.



a. Peranan Siswa (Si-belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan dan harus dilakukan oleh si pembelajar (siswa). Dia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. b. Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang meliputi: 1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak; 2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan



pengetahuan dan ketrampilan siswa; 3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih. c. Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional. 4. Konstruksi Pengetahuan Menurut Lev Vygotsky (1896-1934) Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajar yang dipelopori oleh Lev Vygotsky. Teori belajar ko-kontruktinvistik atau yang sering disebut sebagai teori belajar sosiokultur merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Developmen (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya Yuliani (2005: 44) Secara spesifik menyimpulkan bahwa kegunaan alat berfikir menurut Vygotsky adalah : a. Membantu memecahkan masalah b. Memudahkan dalam melakukan tindakan



c. Memperluas kemampuan d. Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya. Semakin banyak stimulus yang diperoleh maka seseorang akan semakin intens menggunakan alat berfikirnya dan dia akan mampu melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya. Inti dari teori belajar kokonstruktivistik ini adalah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya.mLingkungan sosial budaya akan menyebabkan semakin kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Teori belajar kokonstruktivistik meliputi tiga konsep utama, yaitu: a. Hukum Genetik tentang Perkembangan Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari fakta-fakta atau keterampilanketerampilan, namun lebih dari itu, perkembangan seseorang melewati dua tataran. Tataran sosial (interpsikologis dan intermental) dan tataran psikologis (intrapsikologis). Di mana tataran sosial dilihat dari tempat terbentuknya lingkungan sosial seseorang dan tataran psikologis yaitu dari



dalam diri orang yang bersangkutan. b. Zona Perkembangan Proksimal Zona Perkembangan Proksimal/Zona Proximal Development (ZPD) merupakan konsep utama yang paling mendasar dari teori belajar konstruktivistik Vygotsky. Dalam Luis C. Moll (1993: 156-157), Vygotsky berpendapat bahwa setiap anak dalam suatu domain mempunyai ‘level perkembangan aktual’ yang dapat dinilai dengan menguji secara individual dan potensi terdekat bagi perkembangan domain dalam tersebut. Zona Perkembangan Proksimal mendefinisikan fungsi-fungsi tersebut yang belum pernah matang, tetapi dalam proses pematangan. Fungsifungsi tersebut akan matang dalam situasi



embrionil pada waktu itu. Fungsi-fungsi tersebut dapat diistilahkan sebagai “kuncup” atau “bunga” perkembangan yang dibandingkan dengan “buah” perkembangan. Dalam Yuliani (2005: 45) Vygotsky mengemukakan ada empat tahapan PD yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran, yaitu : Tahap 1 : Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu orang lain. Tahap 2 : Tindakan anak yang didasarkan atas inisiatif sendiri. Tahap 3 : Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi. Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berfikir abstrak. Terwujudnya perilaku yang otomatisasi, anak akan segera dapat melakukan sesuatu tanpa contoh tetapi didasarkan pada pengetahuannya dalam mengingat urutan suatu kegiatan. Bahkan ia dapat menceritakan kembali apa yang dilakukannya saat ia hendak berangkat ke sekolah. Pada empat tahapan ini dapat disimpulkan bahwa. Seseorang akan dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak bisa dia lakukan dengan bantuan yang diberikan oleh orang dewasa maupun teman sebayanya yang lebih berkompeten terhadap hal tersebut. c. Mediasi Mediasi merupakan tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya. Ada dua jenis mediasi yang dapat mempengaruhi pembelajaran yaitu, (1) tema mediasi semiotik di mana tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu diluar pemahamannya ini didapat dari hal yang belum ada di sekitar kita, kemudian dibuat oleh orang yang lebih faham untuk membantu mengkontruksi pemikiran kita dan akhirnya kita menjadi faham terhadap hal yang



dimaksudkan; scoffalding di mana tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya ini didapat dari hal yang memang sudah ada di suatu lingkungan, kemudian orang yang lebih faham tentang tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut akan membantu menjelaskan kepada orang yang belum faham sehingga menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan.



Kunci utama untuk memahami proses sosial psikologis adalah tandatanda atau lambanglambang yang berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut sebenarnya merupakan produk dari lingkungan sosiokultural di mana seseorang berada. Untuk memahami alat-alat mediasi ini, anak-anak dibantu oleh guru, orang dewasa maupun teman sebaya yang lebih faham. Untuk mengkonstruksi pengetahuan, diperlukan peranan aktif dari orang tersebut. Pengetahuan dan kemampuan tidak datang dengan sendirinya, namun harus diusahakan dan dipengaruhi oleh orang lain. Prinsip-prinsip utama teori belajar kokonstruktivistik yang banyak digunakan dalam pendidikan menurut Guruvalah : 1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif 2) Tekanan proses belajar mengajar terletak pada Siswa 3) Mengajar adalah membantu siswa belajar 4) Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses dan bukan pada hasil belajar 5) Kurikulum menekankan pada partisipasi siswa 6) Guru adalah fasilitator Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar kokonstruktivistik, proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring



secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks social. 5. Aplikasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh para tokoh konstruktivisme di atas, maka implikasi dari dari penerapan teori belajar konstruktivistik ini dalam kegiatan pembelajaran adalah: a. Proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan student centered, dimana fungsi guru hanya sebagai fasilitator yang bisa mendorong siswa untuk menemukan sendiri potensi yang dimilikinya; b. Proses pembelajaran tidak terlalu berorientasi kepada hasil, tetapi lebih diorientasikan kepada proses bagaimana siswa memperoleh pemahaman;



c. Guru harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggunakan pengalaman dan pemahamannya untuk berpikir, sehingga menumbuhkan kemandirian pada siswa dalam mengambil keputusan dan tindakan; d. Guru harus mengembangkan pembelajaran yang collabotarive, sehingga siswa bisa mendapatkan pemahaman dan pengalaman melalui interaksi social denan teman-temannya. e. Guru harus menghindari pola pembelajaran yang memberikan tekanan kepada siswa untuk bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh guru; f. Guru harus membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru, sehingga menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru bagi siswa;



g. Guru harus memfasilitasi siswa agar dia bisa belajar dengan sumber yang tidak terbatas pada apa yang diberikan oleh guru, oleh karenanya guru harus membantu siswa agar bisa memanfaatkan



media internet untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman.



C. TEORI BELAJAR SOSIAL 1. Konsep Belajar Menurut Teori Belajar Sosial Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik) yang dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsipprinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyaratisyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Salah satu asumsi paling awal yang mendasari teori pembelajaran social Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari bagaimana kecakapan bersikap maupun berperilaku. Titik pembelajaran dari semua ini adalah pengalaman-pengalaman tak terduga (vicarious experiences). Meskipun manusia dapat dan sudah banyak belajar dari pengalaman langsung, namun lebih banyak yang mereka pelajari dari aktivitas mengamati perilaku orang lain. Asumsi awal yang memberi isi sudut pandang teoretis Bandura dalam teori pembelajaran sosial adalah: a. Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui proses peniruan (imitation) atau pemodelan (modeling); b. Dalam proses imitation atau modeling tersebut, individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif dalam menentukan perilaku mana yang hendak ditiru dan bagaimana frekuensi serta intensitas peniruan yang hendak dijalankannya; c. Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang dilakukan tanpa harus melalui pengalaman langsung;



d. Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada perilaku tertentu yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan tidak langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu (seperti kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan proses peniruan; dan e. Mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran, karena saat terjadi adanya masukan inderawi yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdapat operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya. Dengan demikian inti dari pembelajaran modeling adalah: a. Mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lain. b. Modeling melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, tetapi menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dengan representasi informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan. c. Karakteristik modeling sangat penting. Manusia lebih menyukai model yang statusnya lebih tinggi daripada sebaliknya, pribadi yang berkompeten daripada yang tidak kompeten dan pribadi yang kuat daripada yang lemah. Artinya konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi pengamatnya. d. Manusia bertindak berdasarkan kesadaran tertentu mengenai apa yang bisa ditiru dan apa yang tidak bisa. Ada lima kemungkinan hasil dari modeling, yaitu: a. Mengarahkan perhatian. Dengan modeling orang lain, kita bukan hanya belajar tentang berbagai tindakan, tetapi juga melihat berbagai objek terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.



b. Menyempurnakan perilaku yang sudah dipelajari. Modeling menunjukkan perilaku mana yang sudah kita pelajari digunakan. c. Memperkuat atau memperlemah hambatan. Modeling perilaku dapat diperkuat atau diperlemah tergantung konsekuensi yang dialami. d. Mengajarkan perilaku baru. Jika dalam modeling berperilaku cara baru (melakukan hal-hal baru), maka terjadi efek pemodelan. e. Membangkitkan Emosi. Melalui modeling, orang dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang pernah dialami secara pribadi 2. Aplikasi Teori Belajar terhadap Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan konsep belajar yang dikemukakan oleh Albert Bandura di atas, maka ada beberapa implikasi yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: a. Guru harus menampilkan contoh perilaku yang baik dan yang buruk dari tokohtokoh yang dikenal oleh siswa, misalnya dengan menampilkan para sahabat nabi atau orang-orang terkenal yang memiliki pengalaman untuk ditiru dalam hidupnya; b. Dalam menentukan model, karakteristik model perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi efektif tidaknya modeling itu untuk siswa. Pilih model yang memiliki kelebihan atau kekuatan di atas yang lain, sehingga siswa dapat menentukan apakah perbuatan atau pengalamannya perlu ditiru atau tidak; c. Observasi adalah kegiatan pembelajaran yang paling utama dilakukan oleh siswa, sehingga penggunaan media pembelajaran yang bisa merangsang inderawi siswa untuk mengamati secara maksimal menjadi penting untuk diperhatikan;



d. Mengamati perilaku orang lain lebih penting, dibandingkan dengan mengalami sendiri, karena siswa akan lebih mudah mempelajari konsekuansi-konsekuansi dari pengalaman orang dibandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi yang dialami sendiri; e. Reinforcement bukanlah syarat yang utama untuk terjadinya proses pembelajaran, karena yang paling penting adalah mengamati model-model yang harus terus menerus diperkuat.



Daftar materi bidang 2



studi yang sulit dipahami pada modul



1. Teknik observasi dalam pembelajaran yang efektif agar pembelajaran tetap kondusif seperti pembelajaran di dalam kelas 2. Penerapan teori humanistik kepada peserta didik 3. Penerapan teori kontruktivisme dalam setiap jenjang



1. Teori humanistik yang mana dalam praktiknya, siswa sulit di ajak interaksi oleh pendidik Daftar materi yang sering 3



mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran



2. Penerapan teori student center tidak dapat di laksanakan dalam kelas yang mana kelas tersebut lebih banyak anak yang pasif 3. Teori kontruktivisme terbilang sulit apabila peserta didik tidak mampu menggali potensi atau pengetahuannya serta teknologinya dari sebuah pengalaman