24 0 141 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ABSES LIVER A. Pengertian Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Encarta Reference Library, 2014). Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Sudoyo, 2016). Abses pada liver timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian tubuh yang lain kemudian dibawa ke hepar melalui system bilier, system vaskuler, atau system limfatik. Organisme piogenik juga masuk ke dalam hepar melalui luka tusuk yang mengenai hepar. Abses karena amuba dapat berasal dari gastrointestinal kemudian masuk ke dalam hepar melalui vena porta. Abses pada liver akan mengganggu fungsi hepar. Selain itu, perforasi abses dapat menyebabkan isi abses masuk ke dalam celah pleura, celah pericardial, atau celah peritoneal (Baradero, 2018). Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Encarta Reference Library, 2014). Anatomi dan Fisiologi Liver Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi tulang iga.
Liver terbagi atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk tembung, terletak di bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi empat belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu Arteri hepatica dan Vena porta. Vena hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler Vena, akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke dalam empedu. Fungsi metabolik hati terdiri dari mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannnya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Kedua yaitu mengeluarkan zat buangan dan bahan racun untuk diekresikan dalam empedu dan urin. Ketiga yaitu menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. Keempat
yaitu sekresi empedu garam empedu dibuat di hati di bentuk dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu. Kelima yaitu pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam yaitu menyimpan lemak untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga berfungsi sebagai penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin, dan besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Hati juga membantu mempertahankan suhu tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh (Smeltzer, 2011). Jadi abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. B. Etiologi Abses liver dibagi atas dua secara umum berdasarkan penyebabnya, yaitu abses hepar amoeba dan abses hepar piogenik: 1) Abses liver amoeba Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar. E.histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan (Sudoyo, 2016).
2) Abses liver piogenik Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak
adalah
E.coli.
Selain
itu,
penyebabnya
juga
adalah
Streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla typhii. Dapat pula bakteri anaerob seperti Bakteroides, Aerobakteria, Akttinomesis, dan Streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Sudoyo, 2016). Penyebab utama abses liver adalah adanya infeksi bakteri pada organ hepar. Bakteri dapat masuk ke dalam organ hepar melalui beberapa cara sebagai berikut: (Schoonmaker, 2003) 1) Kandung kemih yang terinfeksi 2) Luka tusuk atau luka tembus 3) Infeksi di dalam perut 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah C. Patofisiologi Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya infeksi dari organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati terhadap bakteri. Tetapi hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang sinusoid-sinusoidnya yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, sehingga akan sulit untuk terjadi infeksi. Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya abses pada hati. 1) Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari asending dari infeksi biliaris 2) Penyebaran hematogen lewat sistem portal 3) Septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri hepatika 4) Penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal 5) Penyebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar. Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab tersering dari abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu menyebabkan proliferasi dari bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah
septikemia generalisata, diikuti oleh appendisitis akut/perforasi dan divertikulitis. Trauma tajam dengan penetrasi ke hepar dapat langsung memasukkan bakteri ke parenkim hepar dan menyebabkan abses. Sedangkan trauma tumpul pada hepar dapat meyebabkan nekrosis jaringan hepar, perdarahan intrahepatik dan keluarnya asam empedu akibat robekan dari kanalikuli. Lesi yang terjadi pada kasus seperti ini biasanya soliter. Abses dapat bersifat multipel atau soliter, biasanya yang berasal dari infeksi organ lain yang lewat aliran darah akan menjadi abses yang multipel. Lesi akan memberikan gambaran jaringan hati yang pucat. Ukuran rongga abses biasanya bermacam-macam dan umumnya bergabung, pada kasuskasus yang lanjut akan tampak gambaran “honeycomb” yang mengandung sel-sel PMN dan jaringan hati yang nekrosis. Kebanyakan lesi akan terjadi pada lobus dekstra dari hepar (Price, 2015). D. Tanda dan Gejala Keluhan awal
yaitu
demam/menggigil,
nyeri
abdomen,
anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (suhu tubuh >38°C), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian (Cameron, 2009). Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional (Mansjoer, 2010). E. Penatalaksanaan 1) Medikamentosa
Derivat
nitroimidazole
dapat
memberantas
tropozoit
intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena. a) Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut: b) Metronidazole: 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan; c) Kloroquin fosfat: 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah; d) Dehydroemetine: 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari. 2) Tindakan aspirasi terapeutik a) Abses yang dikhawatirkan akan pecah b) Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga perikardium atau peritoneum. 3) Tindakan pembedahan Pembedahan dilakukan bila: a) Abses disertai komplikasi infeksi sekunder. b) Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal. c) Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil. d) Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial (Mansjoer, 2001)
F.
Pemeriksaan Penunjang Menurut Julius (2009) pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan diagnosa abses hepar antara lain: a) Laboratorium Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal hati. b) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. c) Foto polos abdomen Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati. d) Ultrasonografi Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma. e) Tomografi Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma. f) Pemeriksaan serologi Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman. g) Abdominal CT Scan Pada abdominal CT Scan abses hepar dapat ditemukan keadaan sebagai berikut. G. Komplikasi dan Prognosis Komplikasi yang paling sering adalah berupa ruptur abses sebesar 5 – 15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase (Julius, 1998). Prognosis dari abses hepar ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: 1) Virulensi parasit 2) Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita 3) Usia penderita, lebih buruk pada usia tua 4) Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
PATHWAY
Infeksi kuman
Masuk ke dalam sistem pencernaan
Mengalami kerusakan jaringan hepar
Merangsang ujung saraf mengeluarkan bradikinin, serotonin dan prostaglandin
Infeksi
Peradangan/ inflamasi liver
Vena porta Sistem bilier Sistem arterial hepatik Liver
Merangsang pengeluaran sistensis zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
Rongga abses yang penuh cairan yang berisi leukosit mati dan hidup, sel hati yang mencair serta bakteri
Impuls di sampaikan ke SSP bagian korteks serebri
Melepaskan zat IL-1, prostaglandin E2 (pirogen leukosit dan pirogen endogen)
Abses pada liver
Thalamus
Mencapai hipotalamus
Metabolisme nutrisi menurun
Nyeri Akut Produksi energi menurun
Reaksi peningkatan suhu tubuh
Intake nutrisi menurun
Kelemahan fisik
Hipertermi Tindakan Pembedahan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas
Menyebabkan perlukaan pada abdomen Keterbatasan pergerakan akibat tindakan pembedahan
Hambatan Mobilitas Fisik
Terputusnya inkontinuitas jaringan
Luka insisi bedah tidak terawat
Merangsang pengeluaran histamine dan prostaglandin
Adanya peningkatan Leukosit
Nyeri Akut TEORI KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Resiko Infeksi
PASIEN DENGAN ABSES LIVER A. Pengkajian 1) Anamnesis a) Identitas pasien Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status
perkawinan,
pendidikan,
pekerjaan,
asuransi
kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis. b) Riwayat penyakit sekarang Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. c) Riwayat penyakit dahulu Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya abses hepar seperti infeksi bakteri di dalam perut, luka tusuk yang mengenai hepar, infeksi dari bagian tubuh lain yang terbawa oleh aliran darah. d) Kaji keluhan pasien sekarang Pada umumnya keluhan utama pada kasus abses hepar adalah lelah, penurunan kemampuan aktivitas, tidak nafsu makan, mual dan muntah, nyeri perut di bagian kanan atas, nyeri padabahu sebelah kanan, demam. e) Riwayat penyakit keluarga Dilakukan pengkajian pada anggota keluarga apakah pernah menderita penyakit yang sama atau tidak. 2) Pengkajian Data Dasar a) Aktivitas/istirahat Menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan masa otot/tonus. b) Sirkulasi Menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen. c) Eliminasi Diare, keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
d) Makanan/cairan Menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik. e) Neurosensori Menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas. f) Nyeri/kenyamanan Menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri. g) Pernapasan Menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia. h) Keamanan Menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider, eritema. i) Seksualitas Menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis (Doenges, 2000). 3) Pemeriksaan fisik a) Penurunan tonus otot b) Malaise c) Anoreksia d) Berat badan menurun e) Nampak mual dan muntah f) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas g) Nyeri spontan perut kanan atas h) Nampak membungkuk ke depan dan kedua tangan, tampak memegang abdomen saat berjalan karena nyeri i) Ekspresi wajah meringis j) Suhu tubuh meningkat
B. Diagnosis Keperawatan Pre Operasi a. Nyeri Akut berhubungan dengan respon tubuh terhadap infeksi dengan megeluarkan sustansi bradikinin, serotonin dan prostaglandin b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake nutrisi c. Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh terhadap reaksi peradangan pada hepar d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat penurunan produksi energi.
Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik terhadap tindakan pembedahan b. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) c. Hambatan Mobilisasi Fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan tubuh
No 1.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Diagnosa
Pre Operasi Nyeri
Intervensi (NIC)
(NOC) akut Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Nyeri
berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji
respon
nyeri berkurang atau hilang
tubuh
terhadap
infeksi
dengan megeluarkan sustansi
bradikinin,
serotonin prostaglandin
dan
dengan kriteria hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
mampu teknik
nyeri,
menggunakan
Rasional 1. Membantu
karakteristik
pasien
secara PQRST 2. Lakukan manajemen
sesuai skala nyeri misalnya pengaturan posisi fisiologis 3. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam pada saat
nonfarmakologi
dengan
menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
dan menjadi data dasar untuk intervensi dan
monitoring keberhasilan intervensi nyeri 2. Meningkatkan rasa nyaman dengan mengurangi
rasa nyeri datang untuk mengurangi nyeri) 4. Ajarkan metode distraksi 2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Beri manajemen sentuhan berkurang
dalam menentukan status nyeri pasien
sensasi tekan pada area yang sakit 3. Hipoksemia lokal dapat menyebabkan rasa nyeri dan peningkatan suplai oksigen pada area nyeri dapat membantu menurunkan rasa nyeri 4. Pengalihan rasa nyeri dengan cara distraksi dapat
meningkatkan respon
pengeluaran endorphin untuk
memutus reseptor rasa nyeri berupa pemijatan ringat pada 5. Meningkatkan respon aliran darah pada area
area sekitar nyeri 6. Beri kompres hangat pada area nyeri 7. Kolaborasi
dalam
dengan
pemberian
secara periodik
medis analgesik
5. TTV
dalam
batas
normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, 100x/mnt, 2.
Nadi Suhu
8036,5-
Ketidakseimbangan
37,5oC) Setelah dilakukan tindakan
nutrisi: kurang dari
keperawatan selama 3x24
1. Observasi masukan makanan/
kebutuhan
tubuh
jam terjadi keseimbangan
minuman dan hitung kalori
berhubungan dengan
pemasukan nutrisi dengan
penurunan nutrisi
intake
Manajemen Nutrisi
harian secara tepat 2. Berikan perawatan
1. Sebagai pedoman untuk menetapkan kebutuhan nutrisi pasien sudah tercukupi atau belum 2. Memberikan kenyamanan dan menjaga kebersihan
3. mulut kriteria hasil: 4. sebelum dan sesudah makan 5. 1. Pemasukan nutrisi yang 3. Berikan diet makanan tinggi 6. adekuat 7. kalori dan tinggi protein 2. Pasien mampu 4. Observasi hasil menghabiskan diet yang labioratorium: protein, dihidangkan albumin, globulin, Hb 3. Tidak ada tanda-tanda 5. Jauhkan benda-benda yang malnutrisi kurang enak untuk dipandang 4. Nilai laboratorim normal seperti urinal, kotak drainase, (protein total 8-8 gr%, bebat dan pispot dari albumin 3,5-5,4 gr%, pandangan pasien
oral hygiene Memenuhi kebutuhan nutrisi klien Penanda kekurangan nutrisi Mencegah pengurangan nafsu makan Menambah selera makan Penentuan jumlah kalori yang memenuhi standar
globulin 1,8-3,6 gr%, Hb 6. Sajikan tidak kurang dari 10 gr %),
makanan
hangat
dengan variasi yang menarik
5. Membran mukosa lembab 7. Kaloborasi dengan ahli gizi
dan 3.
Hipertermi
pucat Setelah
berhubungan
tindakan
dengan
tidak
dilakukan keperawatan
respon selama 3x24 jam pasien
tubuh terhadap reaksi
konjungtiva
menunjukkan suhu tubuh
peradangan dalam
pada hepar
batas
normal
dengan kriteria hasil: 1. Suhu tubuh dalam rentang 36,7oC – 37oC 2. Tanda-tanda vital
dalam
Batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt) 3. Pasien tidak mengeluh panas 4. Pasien tidak menggigil 5. Tidak ada perubahan warna
terkait penyajian diet sesuai dengan kebutuhan pasien Regulasi Temperatur 1. Monitor
suhu
sesering
mungkin 2. Monitor warna dan suhu kulit 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR 4. Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah 5. Monitor hidrasi seperti turgor kulit
dan
kelembaban
membran mukosa 6. Monitor penurunan tingkat kesadaran 7. Monitor intake dan output cairan dan nutrisi 8. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
1. Observasi ketat terhadap kenaikan suhu secara cepat 2. Mengetahui tanda-tanda peningkatan suhu tubuh 3. Sebagai acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien 4. Untuk mengetahui ketidakadekuatan sirkulasi darah ke seluruh tubuh 5. Mengetahui tanda-tanda dehidrasi secara dini 6. Mengetahui adanya tanda-tanda syok maupun ketidakadekuatan suplai oksigen ke otak 7. Mencegah terjadinya dehidrasi dan kekurangan nutrisi 8. Memberikan suplai cairan dan nutrisi yang adekuat ke dalam tubuh 9. Mengurangi peningkatan suhu tubuh 10. Memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien 11. Membantu mengurangi demam dan menurunkan
kulit dan tidak pusing
9. Berikan kompres hangat pada
suhu tubuh
lipat paha dan aksila 10. Tingkatkan sirkulasi udara 11. Kolaborasi
antipiretik 4.
Intoleransi aktivitas Setelah
dilakukan
tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x 15 kelemahan akibat
fisik menit
masalah
intoleransi
penurunan aktifitas klien teratasi dengan
produksi energi.
kriteria hasil : - Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningktan tekanan darah, nadi dan RR - Mampu melakukan aktifitas sehari-hari
(ADL)
secara
mandiri Skala aktifitas 1 (dengan alat)
pemberian dan
antibiotik
sesuai indikasi Activity Therapy 1. Bantu klien
untuk
mengidentifikasi
aktifitas
yang mampu dilakukan klien 2. Monitor tanda-tanda vital klien 3. Bantu klien dalam ADL 4. Dekatkan keperluan klien
1. 2. 3. 4.
Sejauh mana klien mampu beraktivitas Mengatahui keadaan umum klien Untuk memenuhi kebutuhan klien atau aktifitas klien Mempermudah klien untuk beraktifitas
atau 0 (mandiri) Post Operasi 1. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Nyeri
berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji
agen cidera fisik
nyeri berkurang atau hilang
terhadap tindakan
dengan kriteria hasil:
pembedahan
1. Mampu mengontrol nyeri
karakteristik
Setelah dilakukan tindakan pasien
secara PQRST 2. Lakukan manajemen nyeri sesuai skala nyeri misalnya
pengaturan posisi fisiologis (tahu penyebab nyeri, 3. Ajarkan teknik relaksasi mampu menggunakan seperti nafas dalam pada saat teknik nonfarmakologi rasa nyeri datang untuk mengurangi nyeri) 4. Ajarkan metode distraksi 2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Beri manajemen sentuhan berkurang
dengan
menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang dalam batas
5. TTV
berupa pemijatan
ringat
pada area sekitar nyeri 6. Beri kompres hangat pada area nyeri 7. Kolaborasi
dengan
medis
dalam pemberian analgesik secara periodik
keperawatan selama 3x24 jam nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) 2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. TTV dalam batas normal(TD: 120/80, RR 1620x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)
normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, 100x/mnt, 2.
Resiko infeksi
Nadi Suhu
8036,5-
37,5oC) Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 jam
masuknya
nyeri berkurang atau hilang
mikroorganisme
dengan kriteria hasil:
sekunder terhadap
1. Klien bebas dari tanda dan
pembedahan (luka
gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan
operasi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2. Bersihkan luka 3. Ajarkan cara menghindari infeksi 4. Kolaborasi pemberian terapi
1. 2.
Menentukan tingkat keparahan penyakit dan bakteri Menghindari penyebaran bakteri pada luka bakteri
3.
dan menjaga luka agar tetap bersih Menghindari luka menjadi tambah parah karena
4.
infeksi Menghambat
antibiotik
dan
menekan
pertumbuhan
mikroorganisme penyebab infeksi
untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas 3.
Hambatan Mobilisasi
normal Setelah dilakukan tindakan
Fisik
berhubungan
keperawatan selama 3x24 jam
sebelum/sesudah latihan dan
penurunan
nyeri berkurang atau hilang
lihat respon pasien saat
dengan
ketahanan tubuh
dengan kriteria hasil: 1. Klien meningkat dalam
1. Monitor vital sign
latihan 2. Damping klien saat mobilisasi dan bantu
1. 2. 3. 4.
Mengetahui keadaan umum pasien Mengurangi cidera pada klien Membantu klien dalam melakukan mobilisasi Melatih keseimbangan otot dan sendi pasien
aktivits fisik 2. Mengerti dari tujuan dari peningkatan mobilitas
pemenuhan kebutuhan ADL klien 3. Ajarkan klien dalam mobilisasi (merubah posisi) 4. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana mobilisasi sesuai kebutuhan
D. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2011). E. Evaluasi Keperawatan Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil. Tujuan evaluasi antara lain : a.
Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan. c.
Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik e.
Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2018. Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC. Cameeron. 2009. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara. Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arief. dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim Muncul Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi II. Salemba Medika. Jakarta Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta