LP Abses Periapikal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN “ABSES PERIAPIKAL” Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgical Ruang Operasi (OK) Rumah Sakit Panti Nirmala Malang



Oleh : Frandiana NIM. 170070301111108



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017



HALAMAN PENGESAHAN ABSES PERIAPIKAL DI RUANG 20 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG



Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgical Ruang Operasi (OK) Rumah Sakit Panti Nirmala Malang



Oleh : Frandiana NIM. 170070301111108



Telah diperiksa dan disetujui pada : Hari



:



Tanggal



:



Pembimbing Akademik



(



Pembimbing Lahan



)



(



)



1. DEFINISI Abses Periapikal adalah pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke jaringan di sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi. Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah apeks atau ujung akar gigi atau daerah periapikal gigi. Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal. Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. 2. KLASIFIKASI a. Abses Apikalis Akut Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut ditandai



dengan



nyeri



yang



spontan,



adanya



pembentukan



nanah,



dan



pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon. b. Abses apikalis kronis Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya. Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif,



hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses. Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon nonsensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.



3. ETIOLOGI Abses disebabkan oleh adanya infeksi bakteri pada rongga mulut. Bakteri utama penyebab terjadinya karies yaitu Streptococcus mutan. Bakteri ini berperan dalam proses awal terjadinya karies meskipun bakteri ini termasuk flora normal dalam rongga mulut manusia (Kidd dan Fejerskov 2009). Di dalam rongga mulut, terdapat lebih dari 300 spesies bakteri yang merupakan flora normal dan memiliki kemampuan untuk menginvasi saluran akar (Lumley,Adams dan Tomson 2006). Bakteri-bakteri ini hidup bersimbiosis dengan host (rongga mulut) (Avila,Ojcius,Yilmaz 2009), namun dapat menjadi oportunistik dan menyebabkan penyakit ketika host kehilangan kemampuan untuk menjaga homeostasis dan ekosistem rongga mulut (Actor 2012). Dari semua bakteri tersebut, hanya beberapa spesies saja yang dapat menyebabkan infeksi (Paster dkk. 2006). Bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar yang terinfeksi adalah bakteri gram negatif anaerob. Pada dinding membran sel bakteri ini terdapat lipopolisakarida (LPS) yang diyakini memiliki korelasi dengan terbentuknya eksudat dan area radiolusen pada lesi periapikal (Lumley,Adams, Tomson 2009). Bakteri merupakan faktor esensial dalam perkembangan penyakit pulpa dan periapikal. Adanya bakteri pada saluran akar atau pada jaringan periapikal akan menentukan keberhasilan dari perawatan endodontik (Saberi 2014) 4. PATOFISIOLOGI Faktor predisposisi yang paling umum dari pembentukan abses pada gigi adalah karena adanya karies. Kesehatan gigi yang buruk merupakan salah satu penyebab terjadinya abses gigi dan beberapa penyakit dan gangguan yang berhubungan dengan penyakit periodontal (misalnya AIDS, Diabetes, Down syndrome, Leukemia, kehamilan, penggunaan metamfetamin, dan keganasan lain). Meskipun karies adalah faktor yang paling predisposisi, setiap proses yang menyebabkan atau merupakan predisposisi



nekrosis pulpa (misalnya trauma, prosedur gigi baru-baru ini ) dapat menyebabkan pembentukan abses. (Buttaro et al, 2013; Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008) Abses pada gigi timbul sebagai respon akibat dari infeksi oleh flora mulut normal pada gigi karies atau sebagai akibat dari trauma gingiva mukosa. Ketika proses karies terus berlanjut melalui struktur keras gigi (enamel dan dentin) menuju ke ruang pulpa, infeksi pulpa dan/atau proses peradangan terjadi. Proses ini biasanya menghasilkan nekrosis pulpa. (Buttaro et al, 2013; Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008) Abses gigi dimulai dengan nekrosis pulpa gigi, yang mengarah ke invasi bakteri dari ruang pulpa dan jaringan yang lebih dalam. Dalam kavitas (karies) menyebabkan nekrosis dengan memicu vasodilatasi dan edema, yang menyebabkan tekanan dan nyeri pada dinding gigi. Tekanan ini memotong sirkulasi ke pulp, dan infeksi dapat menyerang tulang di sekitarnya. Proses inflamasi kemudian meluas ke jaringan periapikal melalui foramen apikal, yang menyebabkan pembentukan abses periapikal. Jika terdapat infeksi bakteri di dalam saluran akar, abses periapikal dapat terjadi. Abses periapikal dapat bersifat akut atau mungkin ada sebagai abses kronis. Dalam tahap awal abses tidak terlihat dalam radiograf. Namun, infiltrasi besar sel inflamasi di daerah periapikal, dan aktivitas osteoklastik selanjutnya menyebabkan kerusakan tulang terlihat dalam waktu 34 minggu. (Buttaro et al, 2013; Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008) Beberapa organisme, kadang-kadang sebanyak 5 sampai 10, biasanya ditemukan pada abses. Awalnya, bakteri aerobik menyerang pulp nekrotik dan menciptakan linkungan hipoksia yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri anaerob. Organisme dominan pada abses adalah Bacteriodes, Fusobacterium, Peptococcus, dan organisme Peptostreptococcus dan Streptococcus viridans. (Buttaro et al, 2013; Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008) 5. MANIFESTASI KLINIS Gejala Abses Periapikal yaitu gigi terasa sakit, bila mengunyah juga timbul nyeri. Kemungkinan ada demam disertai pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Jika absesnya sangat berat, maka di daerah rahang terjadi pembengkakan. Orang yang



memiliki daya resistensi tubuh yang rendah, memiliki resiko tinggi untuk menderita abses. Pada awalnya, penderita abses mengalami sakit gigi yang bertambah parah. Sehingga saraf di dalam mulut juga dapat terinfeksi. Jika absesnya tersembunyi di dalam gusi, maka gusi bisa berwarna kemerahan. Untuk menterapinya, dokter gigi membuat jalan di permukaan gusi agar pus bisa berjalan keluar. Dan ketika pus sudah mendapatkan jalan keluar, kebanyakan rasa sakit yang diderita oleh pasien berkurang drastis. Jika abses tidak di irigasi/drainasi dengan baik, hanya sekedar pecah. Maka infeksi tadi akan menyebar ke bagian lain di mulut bahkan bisa menyebar ke leher dan kepala. Gejala awal adalah pasien akan merasakan sakit yang berdenyut-denyut di daerah yang terdapat abses. Lalu gigi akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsang panas dan dingin serta tekanan dan pengunyahan. Selanjutnya pasien akan menderita demam, kelenjar limfe di bagian rahang bawah akan terasa lebih menggumpal/sedikit mengeras dan terasa sakit jika diraba. Pasien juga merasa sakit pada daerah sinus. Jika pus mendapat jalan keluar, atau dengan kata lain bisulnya pecah, akan menimbulkan bau busuk dan rasa sedikit asin dalam mulut. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Abses periapikal akut dapat didiagnosis pasti dengan pemeriksaan radiologi dan histopatologi. Gambaran histopatologi dari abses periapikal akut adalah sebagai berikut : a. Daerah supurasi disusun oleh pus yang terdiri dari leukosit polimorfonukleus yang didominasi oleh neutrofil dalam berbagai tahap penghancuran, eksudat protein dan jaringan nekrotik. Kadang-kadang juga terlihat plasma sel dan limfosit dalam jumlah yang sedikit. b. Pus dikelilingi oleh sel inflamasi leukosit yang didominasi oleh polimorfonuklear neutrofil serta sedikit plasma sel dan limfosit. c. Dilatasi pembuluh darah dan neutrofil yang berinfiltrasi pada ligament periodontal dan sumsum tulang yang berdekatan dengan cairan nekrotik. d. Di dalam ruang sumsum tulang juga terdapat sel-sel inflamasi yang terinfiltrasi. e. Jaringan di sekitar daerah supurasi mengandung cairan serous.



Gambar 3.3 Gambaran histologi abses periapikal akut Gambaran histopatologi pada abses periapikal kronis adalah sebagai berikut : a. Sel-sel yang utama adalah limfosit dan plasma sel serta polimorfonukleus dalam jumlah tertentu. b. Kadang-kadang terdapat sel-sel makrofag dan lebih jarang lagi terdapat sel-sel raksasa berinti banyak. c. Di tengah abses ini terdapat suatu kumpulan jaringan fibroblast dan sedikit kapiler darah yang baru terbentuk. d. Di daerah luar terdapat kapsul jaringan fibrous yang berbeda umur dan kondisinya.



Gambar 3.4 Gambaran histologi abses periapikal kronis Pada tahap awal sebelum terjadinya resorbsi tulang, belum terlihat adanya gambaran rontgenologi. Gambaran rontgenologi baru terlihat jika ada pengrusakan tulang, dimana diperlukan waktu 2-3 minggu agar cukup tejadi resorbsi tulang sehingga tampak adanya



daerah radiolusen yang difus dengan batas tidak jelas pada apeks gigi. Dapat juga terjadi penebalan ligament periodonsium tetapi jarang terjadi. Di sekitar apeks dari gigi terlihat daerah yang radiolusen dan berangsur-angsur menyatu di sekeliling tulang tanpa danya batas yang jelas di antara keduanya. Gambaran rontgenologi pada abses periapikal akut adalah sebagai berikut :



Gambar 3.5 Gambaran radiologi abses periapikal



Gambaran radiolusen berbatas difus di periapikal.



7. PENATALAKSANAAN Terapi Abses Periapikal Pulpa pada abses periapikal biasanya atau hampir selalu non vital. Oleh karena itu membutuhkan baik ekstraksi gigi atau perawatan endodontik. Jika prosedur awal memungkinkan drainase yang memadai, terapi definitif dapat menunggu sampai infeksi terkendali. (King C and Henretig FM, 2008). Pengelolaan abses periapikal yang terutama adalah bedah. Ekstraksi gigi memungkinkan pelepasan tekanan dan drainase abses.



Alternatif lainnya, beberapa kasus gigi yang mengalami abses adalah kandidat untuk mengalami terapi saluran akar. Cakupan antibiotik untuk kedua bakteri aerobik dan anaerobik meningkatkan resolusi infeksi. Terapi antibiotik oral termasuk penisilin, klindamisin (Cleocin), dan metronidazol. Metronidazol dapat digunakan dalam kombinasi dengan penisilin tetapi tidak sendirian. Amoksisilin dengan clavunalate (Augmentin) adalah sebuah alternatif untuk penisilin. Untuk pasien yang tidak dapat mengambil antibiotik ini, eritromisin (EMycin), cephalexin (Keflex), sulfa, kuinolon, dan tetrasiklin tidak efektif tetapi dapat digunakan. Jika diindikasikan, terapi antibiotik parenteral dengan penisilin, klindamisin, dan metronidazol harus digunakan. Cefazolin (Kefzol) dan cefoxitin (Mefoxin) kurang efektif. Gentamisin (Garamycin), kloramfenikol, tobramisin, amikasin (Amikin), dan setiap generasi ketiga cephalosporin tidak dianjurkan karena mereka gagal untuk memberikan perlindungan yang memadai, memiliki komplikasi yang merugikan (kloramfenikol), mahal, atau spektrum yang lebih luas dari yang diperlukan. (Buttaro et al, 2013) Terapi empiris biasanya ditunjukkan. Peng-kulturan debit purulen dapat menghasilkan diagnosis bakteri yang lebih spesifik, dan terapi yang tepat dapat kemudian diimplementasikan. Terapi



analgesik



diindikasikan sebagai tambahan



terhadap



pengobatan antibiotik dan bedah. Hidrasi pasien diperlukan untuk memastikan pengiriman tepat terapi antibiotik yang dipilih. Operasi Emergent diindikasikan jika ada permasalah dari kompromi napas atau dekompensasi pasien. (Buttaro et al, 2013)



DAFTAR PUSTAKA Buttaro TM, Trybulski J, Bailey PP, and Cook JS. 2013. Primary Care: A Collaborative Practice. USA: Elseiver Mosby. pp.385-386. Baumann MA and Beer R, 2010. Endodontology. USA: Thieme. Ghosh PK, 2006. Synopsis of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi: Jaypee. pp.112116. Treves F, 2010. Manual Of Surgery. Philadelphia: Lea Brothers & Co. pp. 112-114. Cawson RA ; Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology & Medicine 8th Edition. Gilangrasuna. Juni 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen. Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses periapikal. com King C and Henretig FM, 2008. Textbook of Pediatric Emergency Procedures. USA: Lippincott Williams & wilkins. 2nd. pp. 659-660