LP Afentiani 30 Sept 2021 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS SYOK ANAFILATIK



Disusun ntuk memenuhi tugas stase keperawatan gawat darurat dan kritis



Oleh AFENTIANI RIZKY SUHENDRI 204291517030



UNIVERSITAS NASIONAL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI 2021



i



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii A.



KONSEP DASAR .................................................................................... 1



1.



Definisi.................................................................................................. 1



2.



Etiologi.................................................................................................. 1



3.



Patofisiologi .......................................................................................... 2



4.



Manifestasi Klinis ................................................................................. 2



5.



Komplikasi ............................................................................................ 3



6.



Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 3



B.



ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................. 4 1)



Pengkajian ............................................................................................. 4



2)



Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 5



3)



Intervensi Keperawatan ........................................................................ 5



4)



Implementasi Keperawatan................................................................. 12



5)



Evaluasi Keperawatan......................................................................... 12



DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13



ii



A. KONSEP DASAR 1. Definisi Menurut Pemayun, T. P. D., & Suryana, K. (2019) Anafilaktik merupakan salah satu penyakit alergi dengan gejala yang timbul segera setelah terpajan alergen serta dapat mengancam nyawa. Syok anafilaktik ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah dan kolaps sirkulasi, merupakan kondisi gawat darurat yang seyogyanya mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat. Anafilaktik merupakan jenis syok distributif adalah hasil dari reaksi hipersensitivitassegera. Ini adalah peristiwa hidup yang mengancam yang memerlukan



intervensisecepatnya.



Respon



antibodi



antigen



yang



parah



menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi respon syok umum. (critical care nursing, 986). Syok anafilaktik adalah syok yang disebabkan reaksi antigen-antibodi (antigen IgE). Antigen menyebabkan pelepasan mediator kimiawi endogen, seperti histamin, serotonin, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler disertai bronkospasme. Gejala klinis dapat berupa pruritus, urtikaria, angioedema, palpitasi, dyspnea, dan syok.(Leksana, E. 2015). 2. Etiologi Faktor pemicu timbulnya anafilaktik pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda adalah sebagian besar oleh makanan. Sedangkan gigitan serangga dan obat-obatan menjadi pemicu timbulnya reaksi ini pada kelompok usia pertengahan dan dewasa tua. Sebagian besar pemicu spesifik terhadap reaksi anafilaksis bersifat universal, seperti di Amerika Utara, dan beberapa negara di Eropa dan Asia, susu sapi telur, kacang, ikan, kerang merupakan penyebab tersering. Di beberapa negara Eropa lainnya, buah peach adalah faktor pemicu tersering. Obat-obatan, seperti antivirus, antimikroba, anti jamur adalah penyebab paling sering reaksi anafilaksis di dunia. Reaksi anafilaksis juga dapat dipicu oleh agen kemoterapi, seperti carboplatin, doxorubicin, cetuximab, infliximab. Agen lain yang dapat menyebabkan reaksi ini adalah radiocontrast media, latex yang biasa ditemukan di sungkup, endotrakeal tube, cuff tensimeter, kateter, torniket, udara yang terlalu dingin atau air yang



1



dingin. Sensitivitas host, dosis, kecepatan, cara, dan waktu paparan dapat mempengaruhi reaksi anafilaksis, dimana paparan oral lebih jarang menimbulkan reaksi. 3. Patofisiologi Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitvitas tipe I atau reaksi cepat dimana reaksi segera muncul setelah terkena alergen. Perjalanan reaksi ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor. Fase sensitisasi dimulai dari masuknya antigen ke dalam tubuh lalu ditangkap oleh sel imun non spesifik kemudian di fagosit dan dipersentasikan ke sel Th2. Sel ini akan merangsang sel B untuk membentuk antibodi sehingga terbentuklah antibodi IgE. Antibodi ini akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor IgE yaitu sel mast, basofil, dan eosinofil. Apabila tubuh terpajan kembali dengan alergen yang sama, alergen yang masuk ke dalam tubuh itu akan diikat oleh IgE dan memicu degranulasi dari sel mast. Proses ini disebut dengan fase aktivasi. Pada fase aktivasi, terjadi interaksi antara IgE pada permukaan sel mast dan basofil dengan antigen spesifik pada paparan kedua sehingga mengakibatkan perubahan membran sel mast dan basofil akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influks Ca++ yang menimbulkan aktivasi



fosfolipase, kadar cAMP



menurun,



menyebabkan granul-granul yang penuh berisikan mediator bergerak kepermukaan sel. Terjadilah eksositosis dan isi granul yang mengandung mediator dikeluarkan dari sel mast dan basofil. Adanya degranulasi sel mast menimbulkan pelepasan mediator inflamasi, seperti histamin, trptase, kimase, sitokin. Bahan-bahan ini dapat meningkatkan kemampuan degranulasi sel mast lebih lanjut sehingga menimbulkan dampak klinis pada organ organ tubuh yang dikenal dengan fase efektor. 4. Manifestasi Klinis Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadangkadang langsung berat. Brown SGA et.al membagi berdasarkan derajat keluhan, dalam derajat ringan, sedang, dan berat. 1. Ringan (keterlibatan kulit dan jaringan mukosa) Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan



2



periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. 2. Sedang (keterlibatan sistem respirasi, kardiovaskuker, dan gastrointestinal) Derajat



sedang



dapat



mencakup



semua



gejala-gejala



ringan



ditambah



bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. 3. Berat (hypoxia, hipotensi, deficit neurologis) Sianosis (SpO2≤ 92%, hipotensi (pada dewasa tekanan darah ≤ 90 mmHg), konfusi, penurunan kesdaran, inkontinesia. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang- kejang. 5. Komplikasi a. Henti jantung dan nafas b. Bronkospasme persisten c. Oedema larynx (dapat mengakibatkan kematian) d. Relaps jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskuler) e. Kerusakan otak permanen akibat syok f. Uritkaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan kemungkinan rekurensi dimasa mendatang dan kematian. ( Michael I. Greemberg,teks-atlas kedokteran kedaruratan) 6. Penatalaksanaan Medis Ada beberapa penatalaksaan pada klien yang mengalami syok anafilatik yaitu Menjauhkan paparanalergen, memastikan sirkulasi, jalan nafas, pernafasan, kesadaran baik harus dilakukan. Perawatan dengan melibatkan tim mulai dari penyakit dalam, intensivist. Epinefrine (adrenalin) 0,3 mg (0,3 mL) diberikan intramuskular dan dapat diulang setiap 5-15 menit tergantung respon klinis. Epinefrin disuntikkan intramuskular di midanteriorlateral paha dengan dosis 0,01 mg/kg dengan perbandingan 1:1.000 (1 mg/mL) dengan dosis maksimum 0,5 mg



3



pada orang dewasa, dapat diulang setiap 5-15 menit. Oksigen diberikan hingga saturasi oksigen mencapai 100%. Pemberian isotonik salin 0,9% sebanyak 5-10 mL/kgBB harus diberikan dalam 5-10 menit. Pemasangan monitor untuk mengawasi tekanan darah, denyut jantung, oksigenasi (pulse oxymetry), dan denyut jantung janin harus dilakukan. Bila syok yang tidak membaik dengan pemberian epinephrine dan resusitasi cairan meka diberikan vasopressor intravena melalui syringe pump dengan dosis titrasi dengan tetap memantau denyut jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen untuk mencegah aritmia ventrikel, krisis hipertensi, dan edema paru.H1-antihistamin dapat mengurangi rasa gatal, kemerahan, urtikaria, angioedema, dan keluhan hidung dan mata. Beta-2 adrenergik agonis selektif seperti salbutamol diberikan pada anafilaksis sebagai terapi tambahan pada pasien dengan keluhan mengi, batuk, dan sesak yang tidak membaik dengan pemberian epinefrin. Pemberian kortikosteroid dapat menghentikan transkripsi gen yang mengkode protein proinflamasi dan kemungkinan mencegah reaksi bifasik atau protracted. ( Hapsari, A. A. A. R., & Suryana, K., 2019). B. ASUHAN KEPERAWATAN 1) Pengkajian 1. Primary Survey a. Airway Adanya rasa tercekik di daerah leher, suara serak sebab edema pada laring. Hidung terasa gatal, bersin hingga tersumbat. serta adanya batuk, dan bunyi mengi. Ditemukan edema pada lidah. b. Breathing Pada pasien syok anafilaktik ditemukan adanya batuk dan sesak napas akibat spasme pada bronkus, bunyi stridor pada auskultasi paru. c. Circulation Terjadi hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard. Gelisah, pusing d. Disability 1) Pengkajian Pada pasien syok anafilaktik, akan mengalamai penurunan kesadaran. Diakibatkan transport oksigen ke otak yang tidak mencukupi (menurunnya curah jantung – hipotensi) yang akhirnya darah akan sulit mencapai jaringan otak. Pasien dengan syok anafilaktik biasanya terjadi gelisah dan kejang. e. Exposure Kaji kelainan kulit seperti urtikaria dibagian ekstremitas.



4



2. a. b. c. d. e. f.



Secondary Survey Catat adanya drainase dari mata dan hidung Inspeksi lidah dan mukosa oral Kaji mengenai mual muntah pada saluran GI Kaji peristaltik saluran GI Pemeriksaan diagnostic eosinofil. Pemeriksaan fisik



2) Diagnosa Keperawatan a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan obstruksi pada jalan napas. (D.0001) b. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan spasme otot bronkus. (D.0005) c. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan curah jantung dan vasodilatasi arteri (D.0017) 3) Intervensi Keperawatan No



Diagnosa



Standar Luaran



Standar Intervensi Keperawatan



Keperawatan



Keperawatan Indonesia



Indonesia



(SLKI)



(SIKI)



(SDKI)



1.



Bersihan Jalan



Setelah diberikan intervensi



Napas Tidak



selama 1 x 24 jam Bersihan



Efektif



Jalan Napas Meningkat



berhubungan



dengan kriteria hasil :



dengan obstruksi pada jalan napas (D.0001)



a. Batuk efektif meningkat b. Produksi sputum menurun c. Mengi menurun d. Wheezing menurun e. Dispnea menurun f. Frekuensi napas membaik



Intervensi utama : Latihan batuk efektif a. Observasi 1. Identifikasi kemampuan batuk 2. Monitor adanyan retensi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas 4. Monitor input dan output cairan b. Terapeutik



5



g. Pola napa membaik



1. Atur posisi semi fowler / fowler 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien 3. Buang sekret pada tempat sputum c. Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (di bulatkan) selama 8 detik 3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam selama 3 kali 4. Anjurkan batuk dengan kuat setelah tarik tarik napas dalam yang ke 3 d. Kolaborasi 1. Pemberian mukolitik (ekspektoran), jika perlu Manajemen jalan napas a. Observasi 1. Monitor posisi selang endotrakheal (ETT), terutama setelah mengubah posisi 2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam



6



3. Monitor kulit area stoma trakheostomi (Mis. Kemerahan, drainase, perdarahan) b. Terapeutik 1. Pasang orofaringheal airway (OPA) untuk mncegah ETT tergigit 2. Cegah ETT terlipat (Kinking) 3. Berikan p-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6kali ventilasi) sebelum dan setelah penghisapan 4. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volme tidal 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 1,5 detik jika diperlukan (bukan secara berkala/rutin) 6. Ganti viksasi ETT setiap 24 jam 7. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanana) tutup setiap 24 jam 8. Lakukan perawatan mulut (mis.dengan sikat gigi, kasa, pelembab bibir) 9. Lakukan perawatan stoma trakeostomi c. Edukasi



7



1. Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan napas bauatan. d. Kolaborasi 1. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak dapat dilakukan penghisapan Pemantauan respirasi a. Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas 2. Monitor pola napas (seperti bradipneu takipneu, hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes,biot,ataksik) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Auskultasi bunyi napas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x/ray toraks b. Terapeutik



8



1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2. Dokumentasikan hasil pemantauan c. Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan pemantauan, jika perlu 2.



Pola Napas Tidak



Setelah diberikan intervensi



Efektif



selama 1 x 24 jam Pola



berhubungan



Napas Membaik dengan



dengan spasme



kriteria hasil :



otot bronkus. (D.0005)



a. Ventilasi semenit menigkat b. Tekanan ekspirasi meningkat c. Tekanan inspirasi meningkat d. Dispnea menurun e. Penggunaan otot bantu napas menurun f. Pemanjangan fase ekspirasi menurun g. Frekuensi napas membaik h. Kedalaman napas membaik



Intervensi utama : Manajemen jalan napas a. Observasi 1. Monitor posisi selang endotrakheal (ETT), terutama setelah mengubah posisi 2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam 3. Monitor kulit area stoma trakheostomi (Mis. Kemerahan, drainase, perdarahan) b. Terapeutik 1. Kurangi tekanan balon secara periodik setiap shift 2. Pasang orofaringheal airway (OPA) untuk mncegah ETT tergigit 3. Cegah ETT terlipat (Kinking) 4. Berikan p-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6kali



9



ventilasi) sebelum dan setelah penghisapan 5. Berikan volume preoksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volme tidal 6. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 1,5 detik jika diperlukan (bukan secara berkala/rutin) 7. Ganti viksasi ETT setiap 24 jam 8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanana) tutup setiap 24 jam 9. Lakukan perawatan mulut (mis.dengan sikat gigi, kasa, pelembab bibir) 10. Lakukan perawatan stoma trakeostomi c. Edukasi 1. Jelaskan pada pasien dan keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan napas bauatan. d. Kolaborasi 1. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak dapat dilakukan penghisapan Pemantauan respirasi



10



a. Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas 2. Monitor pola napas (seperti bradipneu takipneu, hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes,biot,ataksik) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Auskultasi bunyi napas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x/ray toraks b. Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2. Dokumentasikan hasil pemantauan c. Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan pemantauan, jika perlu 3.



Risiko perfusi



Setelah dilakukan intervensi



selebral tidak



keperawatan selama 3 X 24



efektif



jam perfusi selebral



A. Manajemen Peningkatan tekanan intracranial (I.06194)



11



berhubungan



meningkat dengan kriteria



dengan



hasil :



penurunan curah



- Tingkat kesadaran



jantung dan vasodilatasi arteri D.0017)



meningkat - Tekanan darah sistolik membaik - Tekanan darah diastolic membaik



Observasi - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK ( mis, tekanan darah meningkat , tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas ireguler, kesadaran menurun. - Monitor status pernafasan - Monitor intake dan output cairan Terapeutik - Atur ventilator agar paCO2 optimal - Pertahankan suhu tubuh normal.



4) Implementasi Keperawatan Pelaksanaan atau implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. (Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019) 5) Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019)



12



DAFTAR PUSTAKA Hapsari, A. A. A. R., & Suryana, K. (2019). Syok anafilaksis dengan kehamilan. MEDICINA, 50(2), 245-248. Leksana, E. (2015). Dehidrasi dan Syok. Cermin Dunia Kedokteran, 42(5), 391394. Pemayun, T. P. D., & Suryana, K. (2019). Seorang penderita syok anafilaktik dengan



manifestasi



takikardi



supraventrikular. Jurnal



Penyakit



Dalam



Udayana, 3(2), 41-45. Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Indikator Dianostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019. Proses Keperawatan: Teori dan Aplikasi.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.



13