LP Anemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN (ANEMIA)



KEPERAWATAN MEDIKAL



oleh : Hestiana Verawati NIM 172310101171



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



LAPORAN PENDAHULUAN (ANEMIA)



KEPERAWATAN MEDIKAL



Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Dosen pengampu : Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB



Oleh : Hestiana Verawati NIM 172310101171



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan (Anemia)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.



Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Medikal,



2.



(nama dosen pengampu) dosen yang telah membimbing dalam penyelesaian tugas ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik,



3.



Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi terselesaikannya makalah ini,



4.



Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi



kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Jember,



2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................i KATA PENGANTAR..............................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................iii BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4 1.1 Definisi ................................................................................................................4 1.2 Anatomi dan Fisiologi .........................................................................................5 1.3 Epidimiologi .......................................................................................................7 1.4 Etiologi ................................................................................................................8 1.5 Klasifikasi (Jika ada)............................................................................................10 1.6 Patofisiologi.........................................................................................................12 1.7 Manifestasi Klinis ...............................................................................................12 1.8 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................13 1.9 Penatalaksanaan Medis .......................................................................................15 BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TERORI....................17 BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASAR KASUS...............................29 3.1 Pengkajian ...........................................................................................................29 3.2 Analisis Data .......................................................................................................35 3.3 Intervensi .............................................................................................................37 3.4 Implementasi........................................................................................................47 3.5 Evaluasi ...............................................................................................................51 BAB 4. PATHWAYS...............................................................................................54 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................55



iii



BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1.



Definisi Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah sehat, volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi karena tubuh kekurangan suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi patogenik yang mengarah pada abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah dalam tubuh (Joyce & Jane, 2014). Anemia juga dapat dikatakan sebagai keadaan dimana, masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara labolatorium anemia terjadi karena penurunan kadar hemoglobin serta nilai eritrosit yang tidak normal. Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun. Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa, batas normal dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :



4



Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa anemia merupakan kurangnya suplai sel darah merah (eritrosit) dan jumlah hemoglobin dalam tubuh menurun sehingga dapat



mengakibatkan hipoksia, karena kurangnya suplai oksigen didalam tubuh. 1.2.



Anatomi Fisiologi Darah merupakan cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolik, mengatur keseimbangan asam dan basa, mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, pengaturan hormon dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke sasaran. Darah adalah cairan yang berwarna merah tergantung dengan kadar oksigen dan karbon dioksida yang ada didalamnya. Darah berada dalam tubuh karena kerja pompa jantung. Darah bersifat cair apabila berada di dalam pembuluh darah, dan apabila berada diluar pembuluh darah akan membeku (Syaifuddin. 2010). Karakteristik Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuknya) tertahan dan berada dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dan lebih kental dari pada air yaitu memiliki berat jenis 1,041-1,067 dengan temperatur 380C dan PH 7,37-7,45. Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% selsel darah (darah padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbedabeda. Tergantung kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa pada tubuh. Di dalam darah terdapat beberapa sel diantaranya adalah:



5



a. Eritrosit (Sel Darah Merah) Eritrosit merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah eritrosit pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Sel darah merah berbentuk Bikonkaf, dan warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb). Fungsi dari sel darah merah sendiri untuk mengikat Oksigen. Sehingga kadar Hb yang dijadikan patokan dalam



menentukan penyakit Anemia. Usia eritrosit



didalam tubuh manusia sekitar 120 hari. Lalu sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Sehinnga hemoglobin dirombak,



kemudian dijadikan pigmen Bilirubin



(pigmen empedu). b. Lekosit (Sel Darah Putih)  Leukosit memiliki nukleus akan tetapi tidak memiliki hemoglobin. Rentang hidup lekosit didalam tubuh hanya beberapa hari hingga beberapa jam saja. Lekosit ini biasanya bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tepat. Orang yang memiliki kelebihan lekosit biasanya memiliki riwayat penyakit leukimia, sedangkan orang dengan kekurangan leukosit memiliki riwayat penyakit leukopenia. Jumlah lekosit didalam tubuh sekitar 4000-11000 Leukosit digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu granulosit dan agranulosit. ciri dari glanulosit atau granula, memiliki granula pada sitoplasmanya. Ada 3 macam granulosit, yaitu netrofil atau polimorf (10-12 m), eosinofil (10-12 m) dan basofil (8-10 m). Ciri dari agranulosit adalah tidak memiliki granula pada sitoplasma. Adapun 2 macam dari agranulosit yaitu limfosit (7-15 m) dan monosit (14-19 m).  Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Secara rinci, fungsi dari masing-masing jenis lekosit adalah: 1. Netrofil berfungsi untuk melakukan fagositosi (mematikan agen yang dapat meyerang siistem kekebalan tubuh seperti bakteri) 2. Eosinofil yang berfungsi untuk melindungi diri dari alergen 3. Basofil yang berfungsi untuk melindungi diri dari alergen 4. Limfosit berfungsi untuk menghasilkan antibiotik untuk melawan antigen 5. Monosit berfungsi untuk melakukan fagositosis



6



c. Trombosit (Keping Darah) Trombosit dapat juga disebut sebagai sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor). Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut biasanya mengalami gangguan Hemofili. 1.3...............................................................................................................................Epidimiolo gi Anemi merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang sering dijumpai diseluruh dunia, terutama dinegara berkembang seperti indonesia. Penduduk dunia yang mengalami anemia berjumlah sekitar 30% atau 2,20 miliar orang dengan sebagian besar diantaranya tinggal pada daerah yang tropis. Prevalensi anemia secara global sekitar 51% (suryani dkk, 2015). Terdapat 1,62 miliyar penduduk dunia mengalami anemia (24,8%) dengan prevalensi tertinggi terdapat di Asia Tenggara, Afrika Tenggara, dan Afrika Barat. Kurang lebih terdapat 370 juta wanita di berbagai negara berkembang menderita anemia defisiensi zat besi dengan 41% diantaranya wanita tidak hamil. Sedangkan prevalensi anemia di India menunjukkan angka kejadian anemia pada remaja putri sebesar 45%. Prevalensi anemia di Indonesia sendiri masih terbilang cukup tinggi (Fakhidah & Putri, 2016). Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Prevalensi anemia berdasarkan lokasi tempat tinggal menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di pedesaan memiliki risisko lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan (20,60%) (Priyanto 2018). Prevalensi anemia di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, prevalensi anemia sebesar 11,9%. Di Indonesia salah satu penyebab dari terjadinya anemia itu sendiri karena penggunaan pestisida. Pestisida merupakan bahan yang digunakan secara luas diberbagai sektor, terutama disektor pertanian tau perkebunan, kehutanan, perikanan, dan pertanian pangan (Arwin N. M, Suyud. 2016).



7



1.4...............................................................................................................................Etiologi Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Berdasarkan penyebabnya anemia dapat dibedakan menjadi 4 yaitu (Black J & Hawks J, 2014): A. Akibat Penurunan Produksi Eritrosit 1. Anemia Aplastik terjadi akibat kegagalan produksi, supresi atau destruksi sel induk di dalam sumsum tulang yang menyebabkan penurunan produksi eritrosit, leukosit dan trombosit (pansitopenia). Sumsum tulang menunjukkan penurunan yang nyata pada selularitas.



2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami remisi spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid. Aplasia eritrosit yang di dapat biasanya merupakan komplikasi sementara yang terjadi pada anemi hemolitik kongental (misalnya anemia sel sabit). 3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari terkenanya rongga sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma atau leukimia, penyakit granulomatosa diseminata (misalnya tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel memindahkan dan menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat mengakibatkan anemia, leukopenia atau trombositopenia.



8



4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi karena kelainan maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang. Mengakibatkan prekursor eritroid membesar dan menunjukkan kegagalan maturasi inti (Black J & Hawks J, 2014). 5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. 6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh dunia. Anemia defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing tambang. Keseimbangan besi normal diatur terutama oleh perubahan pada absorpsi besi dalam usus untuk menyesuaikan kehilangan zat besi normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel tereksfoliasi dan darah menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein transferin pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada orang dewasa normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi plasma normal adalah sebesar 50-150 µ/dl. 7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik (misal, infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia pada kasus ini disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi menuju plasma dan menuju eritrosit



yang



sedang



berkembang.



Han



ini



menyebabkan



kegagalan



hemoglobinisasi dan anemia. 8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik karena mengalami anemia normokrom normositik yang disebabkan oleh kegagaln sekresi eritropoietin normal oleh ginjal. Sumsum tulang dapat menunujukkan hipoplasia ringan pada rangkaian eritroid. 9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi yang hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi dimorfik adalah gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom mikrositik dan eritrosit hipokrom makrositik. B. Anemia Akibat Kehilangan Darah 1. Kehilangan darah akut Pendarahan akut mengakibatkan hilangnya darah lengkap dari kompartemen vaskular, menyebabkan hipovolemia dan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi organ vital. Pada fase pendarahan akut, nilai darah 9



meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematorik adalah normal, karena jumlah yang hilang seimbang. Kompensasi penting hipovolemia adalah retensi air dan elektrolit oleh ginjal untuk memulihkan volume darah. 2. Kehilangan darah kronik Pendarahan kronik pada awalnya dikompensasi oleh hiperplasia eritroid sumsum tulang dan peningkatan produksi eritrosit. Hal ini berlangsung hingga cadangan besi habis, yang pada saat itu defisiensi besi menjegah kompensasi yang adekuat. Oleh karena itu, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah kronik merupakan anemia defisiensi besi dan dibahas dibawah judul tersebut. C. Anemia hemolitik Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih cepat dibandingkan



dengan



penbentukannya.



Anemia



hemolitik



disebabkan



oleh



peningkatan kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan meningkat dari angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi kedaan tersebut akan mengakibatkan anemia (Reni & Dwi. 2018). D. Anemia hemolitik diperantarai imun 1. Anemia hemolitik autoimun adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan hemolisis yang terjadi akibat adanya autoantibodi, dengan spesififitas terhadap antigen golongan darah. Terikatnya autoantibodi pada membram eritrosit dapat terjadi secara maksimal pada suhu tubuh (37℃, antibodi hangat) atau pada 4℃ (antibodi dingin). 2. Anemia hemolitik isoimun adalah anemia yang setiap eritrositnya mengalami lisis akibat aktivitas antibodi individu pada tranfusi darah (eritrosit donor yang tidak cocok dilisinya oleh antibodi di dalam plasma resipien) maupun pada penyakit hemolisis bayi baru lahir (eritrisot janinnya dilisis oleh antibodi maternal yang telah melewati plasenta).



10



1.5...............................................................................................................................Klasifikasi Anemia diklasifikasikan menjadi dua golongan, diantaranya yaitu: 1. Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (Black J & Hawks J, 2014): a. Penurunan produksi sel darah merah Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Usia sel darah merah pada umumnya 120 hari dan jumlah sel darah merah harus dipertahankan. Zat yang dibutuhkan oleh sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin antara lain yaitu vitamin (B12, B6, C, E, asam folat tiamin, riboflavin, asam pantotenat), protein, dan hormon (eritropoetin, androgen dan tiroksin). Prosuksi sel darah merah dapat terganggu karena pencernaan yang tidak berfungsi dengan baik (malabsorpsi) atau kelainan lambung sehingga zat gizi penting tidak dapat diserap (Sudargo & Hidayati. 2018). b. Peningkatan kecepatan penghancuran darah (hemolisis) c. Kehilangan darah Pada wanita dewasa biasanya kehilangan darah dalam jumlah banyak terjadi karena menstruasi. Menstruasi menyebabkan kehilangan zat besi 1 mg/hari pada perempuan, sedangkan wanita hamil (aterm) sekitar 900mg zat besi dibutuhkan oleh janin dan plasenta yang diperoleh dari ibu hamil serta pendarahan waktu partus merupakan penyebab anemia paling sering pada masa ini (Sudargo & Hidayati. 2018). 2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi Berdasarkan gambaran morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: a. Anemia Normositik Normokromik Anemia normositik normokromik disebabkan karena terjadi pendarahan akut, hemolisis dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit dan tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin dengan indeks eritrositnya yaitu (MCV 80-95fl, MCH 27-34 PG). b. Anemia Makrositik Hipokromik Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih besar dari nilai normal dan hiperkromik karena konsentrasi hemoglobin lebih normal (indeks eritrosit: MCV>95fl). Biasanya ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta ditemukan pada anemia mikrositik non-megaloblastik (penyakit hari dan myelodisplasia). 11



c. Anemia Mikrositik Hipokromik Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih kecil dari nilai normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari nilai normal (indeks eritrosit: MCV 31 pg. 13



c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%. d. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti dan sitoplasma sel darah merah. Dilakukan dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah yang dapat dilihat pada kolom morfology flag.



e. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW salah satu manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %. f. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, dan naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu. EP secara umum dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang. g. Besi Serum (Serum Iron = SI)



14



Besi serum ini peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. h. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersamaan dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma i. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. 1.8.2



Pemeriksaan Sumsum Tulang Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik 15



yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum. 1.9.



Penatalaksanaan Medis Dalam penangnanan anemia tujuan utamanya untuk menidentifikasi dan perawatan yang dikarenakan terjadinya destruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah merah. Sedangkan penanganan pada pasien yang mengalami hipovelemik antara lain: 1) pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena, 2) resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin. 3) tranfusi kompenen darah sesuai indikator Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Black J & Hawks J, 2014): 1. Terapi Oksigen : diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena darah mengalami penurunan mengikuti oksigen. Oksigen dapat mencegah hipoksia dan mengurangi beban jantung karena rendahnya kadar HB 2. Eritripoetin : injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien anemia kronik, karena obat ini akan membantu meningkatkan produksi sel darah merah. supaya terapi ini efektif, pasien diharuskankan memiliki sumsul tulang yang normal dan asupan nutrisi yang memadai. 3. Penggantian zat besi : zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang segera atau pada saat kebutuhan tubuh diatas normal (biasanya pada kehamilan). pemberian per oral ini dilakukan karena mudah dan harganya yang relatif murah. Biasanya obat yang digunakan yaitu fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325 mg dosis dengan melalui oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat besi dengan vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi. pasien biasanya menerima suplementasi zat besi selama 6 bulan agar dapat disimpan dalam tubuh. efek samping dari hal tersebut biasanya terjadi mual, muntah, konstipasi atau diare dan feses berwarna hitam. 4. Terapi komponen darah: terapai ini digunakan untuk terapi penyakit hematologi dan beberapa prosedur bedah yang bergantung pada produksi darah. produksi darah yang didapatkan dari orang lain disebut homolog, sedangkan prosuksi darah yang diinfuskan kembali daru tubuh pasien sendiri disebut autolog.



16



BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI 2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Anemia Secara Teori A. Identitas Pasien Anemia lebih sering terjadi pada umur 14-15 tahun (WHO 2011), sedangkan menurut jenis kelamin Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%), prevalensi anemia berdasarkan lokasi tempat tinggal (alamat) menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di pedesaan memiliki risisko lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan (20,60%) (Priyanto 2018, pendidikan, pekerjaan yang beresiko terjadinya anemia salah satunya yaitu penggunaan pestisida, karena pestisida merupakan bahan yang digunakan secara luas diberbagai sektor, terutama disektor pertanian atau perkebunan, kehutanan, perikanan, dan pertanian pangan (Arwin N. M, Suyud. 2016), Diagnosa



medis



biasanya



yang



terjadi



pada



anemia



salah



satunya



yaitu



ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, risiko infeksi. B. Clinical History 1. Diagnosa Medis Diagnosa



medis



yang



sering



terjadi



pada



penyakit



anemia



seperti



ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, risiko infeksi, intoleran aktifitas, resiko jatuh, defisit perawatan diri dan gangguan pertukaran gas 2. Keluhan utama Pasien dengan penyakit anemia biasanya keluhan yang paling khas adalah pusing, pucat, kelelahan dan kelemahan 3. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang merupakan pengembangan dari keluhan utama pasien dengan menggunakan metode PQRST. P (paliatif/profokatif) : sesuatu yang membuat keluhan menjadi berat atau ringan Q (quality)



: bagaimana keluhan yang dirasakan (pada anemia, klien bisanya



merasakan lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa) R (Ronsil)



: tempat keluhan dirasakan (biasanya pasien mengeluhkan mula,



muntah) S (scale)



: seberapa besar keluhan dirasakan



T (timing)



: kapan keluhan dirasakan 17



4. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit terdahulu merupakan pengkajian mengenai penyakit yang pernah diderita klien, yang berhubungan dengan anemia maupun tidak 5.



Riwayat penyakit keluarga Pada riwayat keluarga yang dikaji adalah riwayat dari anggota yang memiliki penyakit sama seperti klien, penyakit menular seperti TBC, penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, jantung dan asma. Jika ada riwayat penyakit keturunan selanjutnya dibuat genogram.



C. Pola Fungsingonal 1.



Pola persepsepsi kesehatan dan management kesehatan Menggambarkan pola pikir kesehatan klien, keadaan sehat dan bagaimana memeliharaan kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungan dengan aktiv dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan klien untuk menjaga kesehatannya.



2.



Pola nutrisi metabolik a. Makan Dikaji tentang frekuensi makan, jenis diet, porsi makan, riwayat alergi terhadap suatu jenis makanan tertentu. pada klien anemia, bisanya mengalami penurunan nafsu makan karena badan yang terasa lemas b. Minum Dikaji tentang jumlah dan jenis minuman setiap hari dan tidak ada perubahan pada pola minum pada pasien c. Pola eliminasi Meliputi kebiasaan BAK dan BAB, warnanya, konsisten, frekuensi dan bau baik sebelum masuk kerumahan sakit atau saat masuk rumah sakit. klien anemia tidak mengalami perubahan dalam pola eliminasinya d. Pola aktivitas Dikaji tentang kegiatan dalam pekerjaan, mobilisasi, ola raga, kegiatan diwaktu luang dan apakah keluhan yang dirasakan klien mengganggu aktivitas klien tersebut. Aktivitas pada klien anemia biasanya terganggu karena pola istirahat yang tidak teratur, keletihan atau kelemahan yang dialami klien.



18



e. Pola istirahat tidur Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur. Pada pasien anemia biasanya pola tidurnya sering terganggu pada malam hari dan pasien merasakan gelisah akan kondisinya atau kare pola aktivitas pada saat pagi hari. f. Pola kognitif-perseptual Penglihatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan, kemampuan bahasa, kemampuan membuat keputusan, ingatan, ketidaknyamanan dan kenyamanan. pada klien anemia poal kognitif tidak terlalu terganggu, akan tetapi kemampuan dalam mengambil keputusan tidak seperti biasanya. g. Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan : body image, identitas diri, harga diri, peran diri, ideal diri dan klien dengan riwayat penyakit anemia biasanya menginginkan kesmbuhan supaya dapat beraktivitas kembali seperti biasanya h. Pola peran hubungan sosial Menggambarkan : pola hubungan keluarga dan masyarakat, masalah keluarga dan masyarakat, peran dan tanggung jawab dalam keseharian akan terganggua karena keadaan yang lemah dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. i. Pola koping toleransi stres koping yang didapatkan klien biasanya dukungan dari keluarga dan kedekatan keluarga kepada klien. j. Pola seksual dan reproduksi Meliputi hubungan klien dengan keluarga (orang tua), mempunya berapa saudara dan termasuk anak keberapa. Hubungan keluarga dan klien bisanya lebih dekat karena keadaan klien yang membutuhkan kehadiran keluarga. k. Pola nilai dan kepercayaan Pada Pasien anemia, aktivitas dalam beribadah sedikit terganggua karena klien mengalami lemas.



19



D. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 1.



Pemeriksaan fisik Pengkajian fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) a. Kepala Inspeksi : kepala tampak simetris, rambut berwarna hitam dan berubah, persebaran rambut merata, tampak klien mengalami alopesia pada bagian depan, tidak tampak benjolan dan jejas pada kepala, ekpresi klien tampak tidak nyaman dengan kondisi. Palpasi : tidak teraba massa dan nyeri tekan. b. Mata Inspeksi : kedua mata simetris, mata terlihat sayu dan berwarna merah, konjungtiva merah muda, terdapat kotoran pada sudut-sudut mata. c. Telinga Inspeksi : kedua telingan simetris, tidak terlihat keluarnya serumen pada kedua telinga, tidak terdapat jejas dan benjolan pada kedua telinganya Palpasi : tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan telinga d. Hidung Inspeksi : hidung terlihat simetris, tidak terlihat keluar lendir pada hidung, dari kedua lubang hidung tidak tampak kotoran, tidak tampak cuping hidung. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak teraba benjolan klien. e. Mulut Inspeksi: klien tidak menggunakan gigi palsu, lidah tampak kotor, gigi tampak kotor, mukosa bibir tampak kering. f. Leher Inspeksi: tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak jejas dan massa. Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada leher. g. Dada Jantung: Inspeksi: dada terlihat simetris , tidak tampak massa, tidak tampak ictus cordis. Palpasi: tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, teraba ictus cordis. Perkusi: pekak pada batas jantung. Auskultasi: terdengar S1 dan S2 tunggal. Paru: Inspeksi: dada terlihat simetris,pengembangan dada simetris . 20



Palpasi: tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus normal. Perkusi: sonor pada lapang paru. Auskultasi: tersengar vesikuler. Payudarah dan ketiak: Inspeksi : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak tampak benjolan. Palpasi



: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.



h. Abdomen Inspeksi: perut tampak datar, tidak tampak jejas dan benjolan. Askultasi: bising usus 14x/menit. Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, tidak teraba hepatomegaly. Perkusi: timpani pada batas lambung. i. Genetalia dan Anus Tidak terkaji j. Ekstremitas Inspeksi: pasien tampak lemah dan mengurangi aktivitas. Palpasi: penderita anemia umumnya tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada krepitasi pada kedua tangan. k. Kulit dan kuku Kulit Inspeksi: warna merata, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi, kuku bersih dan pendek Palpasi: akaral hangat, suhu 36℃ l. Keadaan lokal Tidak ditemukan adanya kelainan fisik pada klien, klien tampak sedikit khawatir jika dibicarakan indikasi yang akan dijalankan. 2.



Pemeriksaan penunjang meliputi: a. Tes labolatorium Pemeriksaan laboratorium memiliki nilai yang besar pada diagnosasis anemia, dan terapi sangat berguna dalam menentukan prognosis dan pengambilan keputusan untuk intervensi spesifik. b. Kultur Kultul dan uji resistensi bila diperlukan c. Terapi 21



Dengan diberikan obat Methylprednisolone 2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul No



Etiologi



. 1.



Anemia



Masalah Ketidakseimbangan



nutrisi



kurang



dari kebutuhan tubuh b.d kurang Mual muntah



asupan makan dan ketidakmampuan makan



Nafsu makan menurun Asupan makan menurun Intake nutrisi kurang Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 2.



kebutuhan tubuh Anemia



Keletihan b.d kelesuan fisiologis dan kelesuan fisik



Aliran darah perifer menurun Penurunan transportasi oksigen kejaringan Metabolisme aerob turun, anaerob naik



3.



Keletihan - 0bat-obatan



Risiko infeksi b.d imunosupresi dan



- Infeksi



prosedur invasif



Gangguan Hemapoetik Leukopenia



22



Depresi sistem imun Pertahanan sekunder terganggua



4.



Risiko infeksi Anemia



Intoleran Aktivitas b.d Fisisk tidak bugar



Aliran darah perifer menurun Penurunan transportasi oksigen kejaringan Metabolisme aerob turun, anaerob naik Hipoksia pucat



5.



Intoleran aktivitas Anemia



Risiko Jatuh b.d Hambatan mobilitas



Aliran darah perifer menurun Penurunan transportasi oksigen kejaringan Metabolisme aerob turun, anaerob naik Hipoksia pucat Intoleran aktivitas



6.



Risiko Jatuh Anemia



Defisit Perawatan Diri: makan b.d Kelemahan



Aliran darah perifer menurun



23



Penurunan transportasi oksigen kejaringan Metabolisme aerob turun, anaerob naik Keletihan Devisit Perawatan Diri Anemia



7.



Gangguan



Pertukaran



Gas



b.d



Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi Hb turun Hemoglobin turun Perfusi jaringan tidak efektif Kompensasi jantung Reepirasi meningkat, nadi meningkat Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas 2.3 Intervensi 1.



Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : Nafsu Makan (1014): 1. Hasrat/keinginan untuk makan 2. Menyenangi makanan 3. Intake makanan 4. Rangsangan untuk makan Kelelahan: Efek yang Menggangu (0008) 24



1. Gangguan dengak aktifitas sehari-hari 2. Gangguan pada rutinitas 3. Nafsu makan menurun 4. Gangguan aktivitas fisik Status Nutrisi: Energi (1007) 1. Stamina 2. Daya tahan 3. Resisten infeksi



Intervensi Keperawatan a. Manajemen Gangguan Makan (1030) 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk mengembangkan rencana perawatan dengan melibatkan klien dan orang terdekat dengan tepat 2. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama dengan ahli gizi 3. Kembangkan hubungan yang mendukung dengan klien 4. Berikan dukungan (misal, terapi relaksasi, latihan desentisasi, kesempatan untuk membicaraka perasaan) sembari klien juga berusaha mengintregasikan perilaku makan yang baru, perubahan citra tubuh dan perubahan gaya hidup. b. Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Makan (1803) 1. Atur meja dan nampan makanan agar terlihat menarik 2. Berikan kebersihan mulut sebelum makan 3. Posisikan pasien dalam posisi makan yang nyaman c. Manajemen Nutrisi (1100) 1. Identifikasi adanya alergi atai intoleransi makanan yang dimiliki pasien 2. Tentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien 3. Tentukan jumlak kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi 4. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi d. Manajemen Energi (0108) 1. Kaji status fisisologi pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan



25



2. Tentukan persepsi pasie/orang terdekat dengan pasien mengenai penyebab kelelahan 3. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologi atau non farmakologi dengan tepat 4. monitor intake/asupan nutrisis untuk menentukan sumber enrgi yang adekuat 2. Diagnosa Keletihan Kriteria Hasil: Tingkat Kelelahan (0007) 1. Kelelahan 2. Kelesuhan 3. Kehilangn selera makan 4. Kegiatan sehari-hari Perawatan Diri: Aktifitas Sehari-hari (0300) 1. Makan 2. Kebersihan mulut 3. Berjalan Tidur (0004) 1. Jam tidur 2. Pola tidur 3. Kualitas tidur 4. Tidur rutin 5. Merokok Intervensi Keperawatan: a. Manajemen Lingkungan (6480) 1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien 2. Berikan kamar terpisah seperti yang diindikasikan 3. sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman 4. Sediakan kasur yang kokoh b. Terapi Aktifitas (4310) 1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik



26



2. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan frekuensi dan jarak aktivitas 3. Bantu kilen untuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas yang dilakukan (misal, bikerja) c. Pengurangan Kecemasan (5820) 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 2. Berikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan pronosis 3. Berada disisi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan 4. Bantu pasein mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan d. Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201) 1. Lakukan skrining kesehatan sebelum memulai latihan untuk mengidentifikasi risiko dengam mengguankan skala kesiapan latian fisik terstandar atau melengkapi pemeriksaan riwayat kesehatan dan fisisk 2. Dapatkan persetujuan medis untuk memulai program latian kekuatan, jika diperlukan 3. Spesifikkan tipe dan durasi dari aktivitas pemansan dan pendinginan (misal, berjalan)



3. Diagnosa Risiko Infeksi Kriteria Hasil: Status Nutrisi (1004) 1. Asupan Gizi 2. Asupan makan 3. Energi Kontrol Risiko: Proses Infeksi (1924) 1. Mencari informasi terkait konrol infeksi 2. mengidentifikasi faktor risiko infeksi 3. Mengenali faktor risiko individu terkait infeksi 4. Mengetahui perilaku yang berhubungan dengan infeksi 5. Mengidenfitikasi resiko infeksi dalam aktifitas sehari-hari 6. Menggunakan alat pelindung diri Perilaku Berhenti Merokok (1625) 1. Mengekspresikan keinginan untuk berhenti merokok



27



2. Mengidentifikasi manfaat dari berhenti merokok 3. Membangun strategi yang efektif untuk berhenti merokok Intervensi Keperawatan a. Perlindungan Infeksi (6550) 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi 3. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup 4. Pantau adanya perubahan tingkat energi dan malaise 5. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan, dengan tepat 6. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan 7. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara menghindari infeksi b. Monitor Nutrisi (1160) 1. Monitor adanya mual muntah 2. Monitor diet dan asupan kalori 3. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir ini 4. Monitor tipe dan banyaknay latian yang bisa dilakukan 5. Tentukan Pola makan (misal, maknana yang disukai dan tidak disukai, konsumsi yang berlebihan terhadap makanan siap saji, makan yang terlewati)



28



BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS Kasus: Tn A berusia 45 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 5 november 2019, Tn A mengeluh badannya terasa lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas rutin di kebun dan mengeluh mata berkunang-kunang, kepala pusing, nafsu makan menurun, terkadang merasa mual muntah, serta berat badan klien menurun. Tn A pernah masuk rumahsakit sebelumnya dengan keluhan yang sama dengan sekarang dan juga memiliki riwayat penyakit hipertensi, kencing manis dan asma dari keluarganya. Sebelum MRS pola makan 3x/hari dan porsi selalu habis, setelah MRS mengeluh nafsu makan menurun dan setiap makan tidak pernah habis. Klien mengatakan bahwa sebelum sakit, klien kurang memperhatikan kondisi kesehatannya. Lalu sebelum MRS dalam 1 hari, tidur ± 5 jam di malam hari dan jarang tidur siang karena bekerja di kebun. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan TD: 130/80 mmHg, Suhu: 36℃, Nadi: 80x/menit, RR: 23x/menit. 3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas klien Nama



: Tn. W



Umur



: 45



Jenia Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Pendidikan



: SD



Alamat



: Sumbersari, Jember



No. RM



: 008502



Pekerjaan



: Petani



Status perkawinan



: Kawin



Tanggal MRS



: 5 November 2019/08.00



Tanggal Pengkajian



: 5 November 2019/08.00



Sumber Informasi



: Klien dan Keluarga



29



3.1.2 Riwayat Kesehatan 1. Diagnos Medis Anemia Aplastis 2. Keluhan Utama Klien mengatakan bahwa badanya terasa lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas rutin di ladang. Dan berat badan klien yang semula 60 kg menjadi 57 kg 3. Riwayat Penyakit Sekarang : -



Klien mengatakan lemas sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah sakit. Semakin hari terasa lemas sangat berat sampai tidak bisa beraktivitas atau bekerja.



-



Klien mengeluh mata berkunang-kunang, kepala pusing dan nafsu makan menurun, terkadang merasa mual muntah.



4. Riwayat penyakit dahulu -



Klien mengatakan bahwa pernah masuk rumahsakit sebelumnya dengan keluhan yang sama dengan sekarang.



-



klien mengatakan tidak tahu tentang imunisasi yang pernah dia dapat



-



klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok setia harinya dan sering



-



Klien juga memiliki riwayat hipertensi, kencing manis dan asma.



5. Riwayat penyakit keluarga -



Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, kecing manis dan asma.



3.1.3 Pengkajian Keperawatan 1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehata -



Klien mengatakan bahwa sebelum sakit, klien kurang memperhatikan kondisi kesehatannya



-



Klien mengatakan bahwa setelah sakit, klien lebih memperhatikan kesehatnnya dan mengatakan ingin segera sembuh.



2. Pola nutrisi/metabolisme -



Sebelum MRS, klien mengatakan dia makan 3x/hari dan porsi selalu habis



30



-



Setelah MRS, klien mengeluh nafsu makan menurun dan setiap makan tidak pernah habis.



3. Pola eliminasi -



Sebelum MRS, klien mengatakan dapat BAK dan BAB teratur setiap hari. Untuk BAK ± 1.500cc dan BAB 1x/hari dipagi hari.



-



Setelah MRS, klien tidak mengeluhkan adanya perubahan dalam BAK dan BAB, semua masih sama dengan sebelum MRS.



4. Pola aktivitas dan latihan -



Sebelum MRS, klien mengatakan dapat melakukan pekerjaan di ladang setiap harinya secara mandiri



-



Setelah MRS, klien tidak dapat melakukan pekerjaan dan kegiatan seharihari dibantu oleh keluarga. Aktivitas Harian (Activity Daily Living) Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 Makan / Minum Toileting Berpakaian Mobilitas di tempat tidut Berpindah Ambulasi Rom Keterangan:



3



4 √



√ √ √ √ √



0 : dengan bantuan total 1 : dengan bantuan berat 2 : dengan bantuan sedamg 3 : dengan bantuan ringan 4 : mandiri 5. Pola tidur dan istirahat -



Sebelum MRS, klien mengatakan dalam 1 hari, tidur ± 5 jam di malam hari dan jarang tidur siang karena bekerja di kebun



-



Setelah MRS. Klien mengatakan dalam 1 hari biasanya tidur lebih dari 8 jam per hari, 6 jam di malam hari dan ± 2-3 jam disiang hari



6. Pola kognitif dan perseptual 31



-



Klien mengatakan bahwa penyakitnya yang dialaminya mungkin dikarenakan kebiasaan jarang tidur dan sering bekerja diladang.



-



Klien pasrah dengan kondisinya yang saat ini dan ingin cepat sembuh sehingga dapat bekerja lagi



7. Pola persepsi diri Klien mengatakan bahwa terkadang dia takut akan penyakit yang dideritanya saat ini, akan tetapi selalu pasrah akan kondisi dan penyakitnya. 8. Pola seksualitas dan reproduksi Klien mengatakan bahwa tidak ada keinginan untuk memenuhi pola seksualitasnya, karena penyakit yang sedang dideritanya saat ini. 9. Pola peran dan hubungan Klien merupakan kepala keluarga dirumahnya dan sumber penghasilan dari keluarga. Klien memiliki hubungan yang erta dengan keluarganya. 10. Pola manajemen koping-stres Klien mengatakan apabila ada masalah, dia lebih banyak diam dan menyelesaikan masalahnya sendiri selagi dia bisa. 11. Sistem nilai dan keyakinan Sehat : Klien taat beribadah Sakit : Klien merasa terganggu saat beribadah karena merasa lemas 3.1.4 Pengkajian Fisik Keadaan Umum : Keadaan umum klien baik, keadaan compos mentis hanya tampak lemah dan banyak berbaring. Tanda VItal: TD



: 130/80 mmHg



Suhu



: 36℃



Nadi



: 80x/menit



RR



: 23x/menit



32



Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Askultasi) 1.Kepala Inspeksi : rambut masih terlihat hitam, persebaran rambut merata dan tidak ada peradangan. Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan dan pembengkakan 2. Mata Inspeksi : sklera normal, mata simetris kanan kiri, tidak menggunakan alat bantu kaca mata, pandangan kabur, anemis pada konjungtiva Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri 3. Telinga Inspeksi : telingan normal, simetris kanan kiri, tidak mengguakan alat bantu dengar Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan 4. Hidung Inspaksi : pernapasan cuping hidung tidak ditemukan, epitaksis negatif Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan 5. Mulut Inspeksi : labia berwarna kehitaman, bibir normal, stomatitis negatif, gigi normal Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan 6. Leher Inspeksi : tidak ditemukan adanya penonjolan vena jugularis Palpasi : pembesaran tiroid negatif, pembesaran vena jugularis negatif 7. Dada Sistem kardiovaskuler Inspeksi : tidak ada lesi, pergerakan nafas simetris kanan kiri, meggunakan pernafasan dada Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris kanan kiri Perkusi : resonana seluruh lapang paru Auskultasi : bronchovesicular, tidak ada ronchi Pernafasan atau paru-paru Inspeksi : denyut tidak nampak Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC 5, tidak ada nyeri tekan 33



Perkusi : dullness sepanjang SIC 2-5 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler 8. Abdomen Inspeksi : tidak ada distensi, tidak ada retraksi, tidak ada edema Palpasi : timpani pada abdomen sinistra dan dullness pada abdomen dextra Perkusi : tidak ada nyeri tekan, adanya pembesaran hepar 9. Ekstermitas Inspeksi: pasien tampak lemah dan beraktivitas minimal Palpasi: kekuatan otot Tidak terdapat fraktur bibagian tubuh manapun 55



5



5



10. Kulit dan Kuku Inspeksi: warna merata, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi, kuku bersih dan pendek palpasi : akral hangat, suhu 36℃ 11. Keadaan Lokal Tidak ditemukan adanya kelainan fisik pada klien, klien tampak sedikit khawatir jika dibicarakan indikasi yang akan dijalankan. 3.1.5 Terapi -



infus NaCl 0,9% 20ipm



-



obat-obatan: 1. Methylprednisolone 3x16 mg 2. Cellcept 2x1000 mg



-



Transfusi PRC + serum



3.1.6 Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium Tes WBC PLT Bilirubin Bilirubin indirect Bilirubin direct



Nilai Normal 4,1-11,0 150-440 0,3-1,3